Monday, September 22, 2014

Etika Rasulullah SAW Dalam Melindungi Aib Sesama


Suatu ketika Rasulullah saw dan para sahabatnya sedang melaksanakan haji dengan niat melakukan haji Ifrad - para sahabat cenderung memilih yang berat-berat dan yang utama dalam mengabdi kepada Allah Ta'ala, artinya sejak ihram di Mekkah mereka sudah berniat akan menanggung penderitaan sebuah perjalanan dengan ebrjalan kaki dari miqat sampai Al Haram, sebuah penderitaan dalam pengabdian kepada Allah Ta'ala.
Menjelang masuk Arafah tiba-tiba Rasulullah mengakan, "Kita mengubah Ifrad dengan Tamattu, sekarang dipersilahkan untuk berhubungan kembali dengan istrinya masing-masing." Dalam literatur dikatakan saat itu para sahabat banyak yang merasa muak dan merasa tidak memiiki hasrat melakukan hubungan seksual hingga membuat Rasulullah marah dan berkata, "Saya Rasulullah, saya yang paling benar dan paling tahu!". Oleh karena itu sebagian ulama fiqih mengatakan Haji Tamattu lebih utama daripada Haji Ifrad.
Tidak banyak sumber sejarah yang mengungkap apa yang terjadi di balik perintah Rasulullah saw saat itu. Ketika di antara puluhan masyarakat Muslim yang berhaji ada yang guncang pikirannya karena ia membutuhkan hubungan seksual yang lebih dibanding yang lain. Tapi situasi tidak memungkinkan, karena kalau seorang batal pasti ketahuan. Untuk orang tersebut Rasulullah saw kemudian membatalkan keseluruhan haji Tamattu. Beginilah akhlak seorang Rasulullah saw untuk melindungi aib seseorang, bukan digembar-gembor kemana-mana.
Disebutkan juga sebuah peristiwa dimana seseorang buang angin saat Rasulullah berbicara dengan para sahabat, lalu Rasulullah memalingkan wajah seolah-olah tidak mendengar apa yang terjadi. Hal ini berbeda dengan fenomena yang sering kita temui dalam keseharian, apabila ada orang yang melakukan kesalahan malah kita permalukan habis orang tersebut. Rumah tangga orang, aib istri, aib suami dibuka-buka di media sosial. Sungguh bukanlah perilaku baik seperti yang diajarkan oleh Rasulullah saw.
(Disajikan ulang dari Pengajian Hikmah Al Qurán yang disampaikan oleh Zamzam AJT)

Monday, September 15, 2014

Dimulai Dengan Tersenyum Pada Apapun Yang Allah Berikan

Ketika kita mulai tersenyum dengan segala yang Allah berikan, ridho dengan segala urusan, menerima dengan baik pemberian-Nya dan menyambut setiap kejadian sebagai sebuah 'jabatan tangan'-Nya, sungguh ini adalah langkah terbaik sebagai seorang manusia, yang tanpa itu manusia sebenarnya tidak sedang menghargai dirinya sendiri.
Terima dulu keadaan kita per hari ini, nyatakan hal ini dengan Sang Pencipta dalam doa kita yang khusyu, curahkan segala ketidakberdayaan dan ketidaktahuan kita menghadapi setiap jengkal urusan. Berjalanlah langkah demi langkah dalam naungan rahmat-Nya. Baru kemudian setiap keping kehidupan kita akan mulai berkata-kata dan tampak bertautan satu sama lain. Hingga saatnya nanti kita akan mempunyai kisah hidup yang sangat indah yang bahkan bisa menghidupkan orang lain. Dalam proses itu semua kita akan menemukan diri kita.
Saat semua urusan dalam kehidupan sejak awal hingga akhir mulai tampak menyatu artinya kita telah sampai di pintu gerbang Ad Diin, di situlah Shiraathal Mustaqiim kita, inilah tauhid yang indah.
(Disajikan ulang dari Pengajian Hikmah Al Qurán yang disampaikan oleh Zamzam AJT)

Kisah Uzair: Yang Ditidurkan Allah Selama 100 Tahun

Dikisahkan seorang nabi dari kalangan bani Israel bernama Uzair berjalan menyusuri sebuah perkampungan dengan mengendarai seekor kudanya. Setelah jauh berjalan, tiba-tiba dia tersesat ke suatu perkampungan yang porak-poranda setelah dihancurkan oleh sekelompok tentara. Di perkampungan itu, dia melihat kehancuran yang luar biasa, bangkai manusia berserakan di mana-mana serta tulang-belulang manusia bertebaran di semua tempat. Ketika itulah, dia berkata dalam hati, “Bagaimana caranya Allah menghidupkan semua yang sudah berserakan ini setelah matinya?”.
Karena kelelahan Uzair beristirahat di bawah sebatang pohon. Dia kemudian tertidur dengan tidur yang sangat lama, karena Allah menidurkannya selama seratus tahun. Tubuhnya kemudian hancur dan telah menjadi tanah, orang-orangpun telah melupakannya.
Setelah seratus tahun berlalu, Allah membangunkannya kembali. Alangkah terkejutnya dia, ketika melihat perubahan yang sangat luar biasa dari perkampungan yang dia saksiskan sebelum tidurnya. Jika sebelum tidurnya perkampungan itu adalah tempat yang dipenuhi reruntuhan dan sisa bangunan yang roboh, setelah dia bangun sudah berubah menjadi perkampungan yang sangat padat dengan banguan megah dan indah. Jika sebelum dia tidur perkampungan itu adalah daerah yang sunyi dari manusia, hingga tidak seorangpun yang dia temui di sana, namun ketika bangun dia mendapatkan perkampungan itu sangat padat dan ramai oleh manusia.
Kemudian Allah mengutus malaikat kepadanya, dan malaikat pun bertanya, “Sudah berapa lama engkau di sini?”. Dia menjawab, “Saya di sini hanya satu hari atau mungkin setengah hari saja”. Malaikat memberitahukan kepadanya, “Engkau sudah berada di sini selama seratus tahun. Lihatlah makanan dan minumanmu yang masih utuh, namun lihatlah kudamu yang sudah hancur menjadi tanah”. Dengan kekuasaan Allah, kudanya perlahan-lahan berkumpul dan menjadi tulang kemudian dibungkus daging akhirnya hidup kembali seperti sediakala. Malaikat kemudian berkata, “Begitulah kekuasaan Allah menghidupkan kembali yang telah mati dan menyusun tulang belulang yang sudah hancur dan berserakan menjadi bersatu kembali dengan sangat mudahnya”. Barulah Uzair mendapatkan jawaban atas pertanyaannya ketika sebelum tidur. Lalu dia berkata, “Maha Suci Allah, Yang Berkuasa menghidupkan kembali setelah kematian”.
Setelah itu, Uzair menaiki kudanya berjalan menuju rumah dan kampungnya. Setelah sampai di kampungnya, dia mendapatkan rumahnya sudah hancur dan tinggal hanya sebagian puingnya saja. Dia kemudian bertanya kepada seorang perempuan tua yang ditemuinya di tempat itu, “Inikah rumah tuan Uzair?”. Perempuan itu menjaawab, “Benar, inilah rumah tuan Uzair, namun dia telah lama pergi dan meninggalkan kampung ini. Saya sudah sangat lama tidak pernah mendengar namanya disebut kecuali hari ini”. Perempuan itu kemudian bercerita bahwa sewaktu dia masih kecil dia pernah bertemu dengan Uzair. Uzair adalah seorang yang sangat shalih dan baik hati, bahkan kedua orang tuanya adalah pembantu di kebunnya Uzair.
Uzair berkata kepada perempuan tua itu, “Akulah Uzair itu”. Alangkah terkejutnya perempuan itu mendengar perkataan orang yang di depannya yang mengatakan bahwa dia adalah Uzair. Akan tetapi, karena matanya yang sudah rabun, dia tidak dapat melihat wajah orang itu. Untuk mengetahui kebenarannya, perempuan itu kemudian berkata, “Uzair adalah manusia yang sangat shalih. Dia adalah hamba yang sangat dekat dengan Allah, sehingga semua do’anya selalu dikabulkan Allah. Jika engkau memang Uzair, do’akanlah kepada Allah supaya mata saya yang sudah rabun ini dapat melihat kembali, dan tubuh saya yang sudah lemah ini dapat kuat kembali”.
Uzairpun berdo’a kepada Allah supaya menyembuhkan kedua mata orang tua itu dan menjadikannya kuat kembali. Atas izin Allah, kedua mata orang tua itu dapat melihat kembali dengan baik, dan tubuhnya kembali kuat seperti masa mudanya dahulu. Setelah melihat wajah orang itu, barulah dia mengakui bahwa dia adalah Uzair. Perempuan itupun kemudian memberitahukan hal itu kepada seluruh bani Israel. Semua orang berkumpul untuk melihat keajaiban tersebut. Akan tetapi, sebagian besar mereka tidak percaya kalau orang yang di depan mereka adalah Uzair.
Untuk menguji kebenarannya, dipanggillah anak Uzair yang mengetahui ada tanda khusus di punggung ayahnya. Setelah diperiksa, ternyata memang tanda yang dimaksud terdapat di punggungnya. Namun, mereka belum juga puas dengan bukti tersebut, sehingga salah seorang diantara mereka berkata, “Setelah penyerangan Nebukadnezer kepada bangsa bani Israel dan menghancurkan tempat-tempat ibadah dan kitab sucinya, tidak satupun dari kalangan bangsa bani Israel yang hafal isi Taurat. Jika engkau memang Uzair pastilah engkau dapat membacakan Taurat secara utuh, karena Uzair adalah salah seorang tokoh bani Isreal yang hafal semua isi Taurat”.
Uzairpun membacakan isi Taurat secara sempurna, tanpa satupun yang tertinggal. Barulah semua mereka mempercayai bahwa dia adalah Uzair. Namun, kemudian sebagian manusia menganggap bahwa Uzair adalah anak Tuhan. Maha Suci Allah yang tidak punya Anak bernama Uzair seperti yang diyakini oleh sebagian manusia.
Kisah tentang Uzair yang tidur selama seratus tahun ini disebutkan Allah dalam surat al-Baqarah [2]: 259
أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّى يُحْيِي هَذِهِ اللَّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا فَأَمَاتَهُ اللَّهُ مِائَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالَ بَلْ لَبِثْتَ مِائَةَ عَامٍ فَانْظُرْ إِلَى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ وَانْظُرْ إِلَى حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ ءَايَةً لِلنَّاسِ وَانْظُرْ إِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنْشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya: “Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: "Berapa lama kamu tinggal di sini?" Ia menjawab: "Saya telah tinggal di sini sehari atau setengah hari". Allah berfirman: "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berobah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging". Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: "Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Adapun pelajaran yang bisa diambil dari kisah di atas adalah, begitulah kekuasaan Allah Yang Maha Berkuasa menghidupkan yang mati, dan menyusun tulang belulang yang sudah menjadi tanah seperti sedia kala dengan sangat mudahnya. Jika Allah menghendaki sesuatu maka tidak ada yang akan menghalangi kehenda-Nya. Oleh karena itu, tidaklah patut manusia meragukan tentang adanya kehidupan setelah mati, karena hal itu sangatlah mudah bagi Allah.
Banyak ayat Allah di dalam al-Qur’an yang menegaskan hal itu. Di antaranya surat al-Baqarah [2]: 56
ثُمَّ بَعَثْنَاكُمْ مِنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: “Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur.”
Bgeitu juga dalam surat al-Baqarah [2]: 243
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَهُمْ أُلُوفٌ حَذَرَ الْمَوْتِ فَقَالَ لَهُمُ اللَّهُ مُوتُوا ثُمَّ أَحْيَاهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَذُو فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَشْكُرُونَ
Artinya: “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati; maka Allah berfirman kepada mereka: "Matilah kamu", kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.”
===
Sama seperti ketika Nabi Uzair melangkah ke suatu negeri yang telah berantakan dihancurkan oleh Nebukadnezar, baitullahnya pun habis, mirip halnya kondisi kebanyakan manusia yang qalbnya tidak ada. Kebanyakan manusia berada dalam sebuah kehidupan yang berserakan, dihancurkan oleh alam setan, hawa nafsu dan syahwatnya masing-masing. Dibutuhkan seorang 'Uzair' dalam diri kita untuk menghimpunkan apa yang berserak, insya Allah bisa dengan rahmat-Nya semata.
(Disajikan ulang dari Pengajian Hikmah Al Qurán yang disampaikan oleh Zamzam AJT & http://ruang-suara.blogspot.nl/2011/07/kisah-uzair-yang-ditidurkan-allah.html)

Monday, September 1, 2014

Golongan Yang Tak Tergoda Iblis


Suatu saat Iblis berkata kepada Allah Ta'ala, bahwa dirinya tidak dapat menyesatkan orang-orang yang dimukhlaskan. Penggalan kalimat itu diabadikan dalam Al Qur'an.
"Berkata iblis: Ya Tuhanku, oleh karena Engkau telah menetapkanku sesat, sungguh akan aku usahakan agar anak manusia memandang indah segala yang ada di bumi dan aku akan sesatkan mereka semua....Kecuali hamba-hambaMu dari antara mereka yang ikhlas.........(Al-Hijr: 39-40).
Mukhlas adalah sebuah status yang bersih dari hawa nafsu sedemikian rupa sehingga setan tidak bisa menggelincirkan. Kadang orang yang mukhlas juga disebut orang yang Ikhlas. Ingat juga surat Al Ikhlas atau disebut juga Surat Qulhu, ini bicara tentang diin kita, hidup kita, yang mestinya dipersembahkan hanya untuk Allah Ta'ala. Jadi ini adalah sebuah status muwahid, orang yang bisa bertauhid dengan murni.
Hanya orang yang bertauhid murnilah yang tidak bisa digelincirkan dan digoda oleh Iblis, karena murni dan jelas tujuannya untuk Allah Ta'ala tanpa ada embel-embel lain yang menyertai.
(Disajikan ulang dari Pengajian Hikmah Al Qurán yang disampaikan oleh Zamzam AJT)
Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah kamu ke dalam Diin Islam (dengan mematuhi) segala hukum-hukumnya dan janganlah kamu menurut jejak langkah Syaitan sesungguhnya Syaitan itu musuh bagi kamu yang terang nyata.
(QS Al Baqarah [2]: 208)
Makna' udkhulu fisilmi kaffah dalam ayat di atas adalah perintah untuk memukhlaskan diin

Benarkah Kita Sedang Mengabdi Kepada-Nya ?


Seorang hamba yang mengabdi kepada Allah Ta'ala maka karakternya hanya diatur oleh keadaan Allah, bagaimana sedihnya, cemasnya, gembiranya, semua hanya terkait dengan Allah Ta'ala bukan dengan masalah ini atau itu. Gelisahnya ketika sholatnya kemudian kesat, sedihnya ketika hati beku dalam berdoa kepada-Nya, semua terkait Sang Pencipta.
Mari kita melihat ke dalam, kepribadian kita, perubahan wajah kita, cemasnya, gembiranya, sedinya apakah itu bayangan dirinya dengan interaksi bersama Allah atau itu berkaitan erat dengan interaksinya dengan ujian yang berwujud persoalan hidup, anak, pasangan, pekerjaan dll. Jangan-jangan anak itu menjadi tuhan kita, mobil itu menjadi tuhan kita, kebanggan itu menjadi tuhan kita. Bercerminlah dengan seksama, ini adalah tertib yang harus dibangun oleh seorang mukmin dalam berinteraksi dengan Rabb-nya, saya bersaksi kepada Allah Ta'ala tentang hal ini.
(Disajikan ulang dari Pengajian Hikmah Al Qurán yang disampaikan oleh Zamzam AJT)