Friday, October 30, 2015

Saat Doa 'Tak Dikabulkan'

Iblis mendatangi seorang abid yang telah bertahun-tahun memohonkan satu hal kepada Tuhannya, dengan kelihaiannya dalam bertipu muslihat iblis berkata kepadanya, "Duhai kawanku, sungguh kasihan engkau bertahun-tahun berdoa namun tak ada tanda bahwa Tuhanmu yang kau sembah mengabulkan permohonanmu, barangkali Dia bahkan tidak mendengarmu. Sungguh aku adalah pengabul doa yang lebih baik, mintalah kepadaku!"
Dalam kesempitan yang demikian menghimpit sang abid tawaran iblis nyaris terdengar seperti solusi yang masuk akal, namun keyakinannya yang dalam kepada Tuhannya membuat ia tidak bergeming mengetuk pintunya. Malam itu -setelah menampik permintaan si iblis - sang abid pun tertidur dalam keadaan wajahnya masih dibasahi air mata yang tidak berhenti mengalir dari pipinya. Saat tertidur itulah ia bermimpi berjumpa dengan orang tua bijak yang datang menyapanya dan membawa berita, "Wahai abid yang sholih, aku membawa pesan dari Tuhanmu yang mengatakan bahwa setiap kali lisanmu berkata 'wahai Tuhan' itulah ketika doamu ia kabulkan. Sebetulnya mudah saja bagi Tuhanmu untuk memenuhi permintaan apapun yang kau inginkan, akan tetapi Dia senang mendengar doamu yang datang dari lubuk hati yang terdalam dan apalah artinya pemberian dibandingkan kedekatan dengan Sang Pencinta. Bergembiralah karena sesungguhnya engkau selalu dalam tatapan cinta-Nya."
(Inspirasi dari Matsnawi III: 189-197. Jalaluddin Rumi)

Sunday, October 18, 2015

Tanda Jiwa Lumpuh

Tubuh manusia kira-kira tersusun oleh air sebanyak 65%, kira-kira jumlah yang mirip dengan luas lauran dibanding daratan di planet bumi kita, suatu kemiripan nyata antara bumi yang berwujud planet bulat dan bumi yang berupa raga manusia.
Air oleh karenanya adalah salah satu elemen yang esensial bagi tubuh. Manusia dikatakan bisa bertahan tanpa makanan selama 3 minggu, tapi ia bisa mati tanpa minum selama 3 hari. Dua organ tubuh manusia yang paling banyak mengandung air adalah otak (81%) dan ginjal (71%), itu kenapa kalau seseorang mengalami dehidrasi akut yang terserang awal otaknya, dimulai dengan kurang fokus, tidak begitu responsif dan kurang bisa mengaktifkan memorinya. Kemudian kalau kalau sering kurang minum dalam jangka waktu lama, maka ginjal juga akan mulai menunjukkan gejala.
Kalau air demikian penting bagi tubuh maka air juga sangat krusial bagi jiwa, karena tubuh adalah bayangan dari jiwa kita masing-masing. Air bagi jiwa kita berwujud ilmu pengetahuan yang haq bagi masing-masing. Demikian juga, jiwa yang tidak mendapat air ilmu dalam tiga hari mulai ngadat, penglihatannya mulai kabur, pendengarannya tidak berfungsi kalau tidak dirumat dengan baik jiwa akan lumpuh.
Apa tanda jiwanya lumpuh? Hatinya tidak bisa membaca rambu-rambu jalan, jadinya main tabrak sana-sini, tersesat entah kemana. Bingung, grasa-grusu, tak tahu arah hidup, cemas, bimbang, bosan adalah sebagian dari tanda-tanda jiwa yang tidak lagi berfungsi menahkodai kapal raga.
Upaya kita untuk mencari ilmu dengan mengikuti pengajian ini-itu dan mengkaji ilmu sana-sini adalah bagus supaya jiwa setidaknya mulai terbangun. Tapi layaknya Rumi, dia masih lemas sehingga butuh waktu untuk terus mendapatkan bantuan makanan, oksigen dan lain-lain dari selang yang terpasang di tubuhnya. Adapun proses berguru ini sebenarnya punya jangka waktu tertentu, setidaknya 12 tahun lamanya untuk kemudian si jiwa mulai menemukan sumber air dari dalam dirinya masing-masing. Sehingga sang jiwa mulai mandiri dan menemukan guru sejati dalam dirinya.
Semoga...

Kefakiran Jalan Terbaik Bagi Jiwa

Dini hari waktu Amsterdam saya mendapat wejangan khusus dari salah satu guru yang berkata, "Kefakiran adalah jalan yang terbaik bagi sang jiwa."
Manusia memang cenderung lupa dan sulit menunduk hatinya saat dirinya dalam kelapangan. Untuk kebaikan jiwanya dan akhiratnya tidak jarang Allah Ta'ala mendesain kondisi kehidupan tertentu yang tujuannya 'membuat fakir' manusia, supaya rendah hati, ingat maut dan kehidupan yang sejati. Adalah mudah bagi Dia untuk membuat anak kita sakit, badan kita tak berfungsi baik, bisnis ditipu orang, kehilangan harta benda, jodoh yang tak kunjung bertemu, masalah dengan pasangan, tidak betah di pekerjaan dan sekian banyak kondisi yang dibuat-Nya sempit sehingga membuat kita was-was, gentar dan tak berdaya.
Sesungguhnya kondisi-kondisi itulah yang merupakan "jalan kering di lautan", agar jiwa bisa tetap menyelam melakoni kehidupan dunia tanpa terbasahi. Badan boleh sibuk dengan hiruk-pikuk dunia tapi hatinya menjadi menghadap wajah-Nya. Dengan demikian, sebenarnya tidak ada yang namanya takdir buruk dalam kehidupan. Karena sungguh Dia Yang Maha Kasih hanya memberi yang terbaik untuk hamba-hamba-Nya.
Renungan pasca riyadhoh di AMC ziekenhuis, Amsterdam 17 Oktober 2015.

Sunday, October 11, 2015

Al Qur'an Tidak Mengajarkan Kebencian

Al Qur'an tidak mengajarkan kebencian terhadap mereka yang berbeda agama, sebaliknya ia menerima semua yang berjalan mencari-Nya melalui jalan yang berbeda-beda sebagai satu kesatuan.

Al Qur'an mengajarkan agar kita melakukan apa-apa yang Allah sukai dan meninggalkan sesuatu yang Allah tidak sukai. Perilaku setan (sombong, pemarah, terburu-buru, dusta, menipu dsb), penyalahgunaan obat, kecanduan alkohol, menyakiti sesama adalah sifat-sifat buruk yang dilarang dilakukan untuk kebaikan diri dan sesama. Semua sifat-sifat buruk itu yang senantiasa diseru untuk dijauhi oleh setiap nabi, rasul dan para wali-Nya dari masa ke masa.

Jika seseorang betul-betul memahami dan menghayati ajaran Rasulullah Muhammad saw, maka kita tidak akan mudah melabeli seseorang atau suatu kaum sebagai musuh yang patut diberantas. Perbedaan adalah rahmat Allah, bukan sesuatu yang layak ditakuti untuk kemudian dipaksakan sama demi jargon keseragaman.

Siapapun yang menerima Tuhan dalam hidupnya - terlepas apapun panggilan Tuhan baginya - adalah saudara kita. Tidak masalah apapun agama, kitab suci atau nabi yang diikuti, kita semua adalah keturunan Adam a.s dan keluarga besar Ibrahim a.s.

Seperti halnya bulan dan matahari yang memancarkan sinarnya dan menerpa apapun tanpa kecuali. Demikian seperti hujan yang turun dan angin yang bertiup tanpa syarat di bumi-Nya yang manapun. Seperti itulah laiknya budi baik kita terhadap sesama terpancar, tanpa membedakan warna kulit, ras, agama atau status sosial. Inilah yang Al Qur'an ajarkan.

(Adaptasi dan terjemahan dari "Justice for All. Islam and World Peace. Muhammad Raheem Bawa Muhaiyyaddeen)

Siapa yang berhak menyebut dirinya seorang Muslim ?

Siapa yang berhak menyebut dirinya seorang Muslim dan siapa yang tidak?
Apakah Islam hanya dimiliki oleh segolongan orang yang berlatar belakang ras tertentu atau dari sekte tertentu?
Seseorang boleh saja mengikuti mazhab yang berbeda-beda namun Allah adalah milik setiap orang tanpa kecuali. Setiap lidah yang mengucapkan kalimah syahadah adalah bagian dari keluarga besar Islam.
Orang yang betul-betul menghayati kalimah syahadah tidak mungkin menyakiti atau bahkan membunuh saudaranya yang juga telah menyatakan syahadah, terlepas kesalahan apapun yang orang itu telah perbuat.
Adapun bagi mereka yang tidak menerima kalimah syahadah, mereka adalah para tetangga kita. Perhatikan bagaimana Rasulullah saw berlaku dan mengajarkan umatnya tentang bagaimana memperlakukan tetangga, yaitu dengan cinta. Seorang Muslim bukanlah ia yang melibas habis siapapun yang berbeda dengannya.
Agama Islam tidak mengajarkan membunuh atau menyerang sesama. Ini adalah ajaran yang diturunkan untuk menolong mereka yang kelaparan- baik jiwa atau raga - untuk makan bersama dengan penuh suasana kekeluargaan. Hanya seorang Muslim sejati yang bisa menunjukkan kualitas cinta kasih seperti ini. Karena semakin dekat hubungan seseorang dengan Allah Ta'ala semakin baik akhlaknya terhadap sesama. Inilah arti menjadi seorang yang benar-benar beriman.
(Adaptasi dan terjemahan bebas dari "Islam & World Peace", Muhammad Raheem Bawa Muhaiyyaddeen)

Mengejar Yang Tak Pernah Musnah

Apabila seluruh manusia dari berbagai ras dan suku bangsa ingin hidup berdampingan dalam damai, mereka harus memiliki iman yang dalam terhadap Tuhan. Inilah sebenarnya satu-satunya warisan terpenting umat manusia.
Adalah Tuhan yang mengirimkan para nabi yang jumlah seluruhnya sebanyak 124.000, dan 25 nabi di antaranya tercantum namanya dalam Al Qur'an. Mereka semua diutus untuk menjadi saksi dan mengajarkan tauhid, bahwa tiada tuhan selain Allah; untuk mempersatukan umat manusia dalam iman kepada Sang Pencipta, sehingga seluruh umat manusia dapat hidup berdampingan dalam damai dan suasana penuh toleran sebagaimana satu keluarga besar yang saling mengasihi.
Jikalau saja manusia memahami pesan yang ingin Tuhan sampaikan, mereka tentu tidak akan baku-hantam dan menumpahkan darah serta merusak tatanan kehidupan dunia. Tapi nyatanya, setiap daerah dimana para utusan-Nya datang manusia selalu terpecah. Ada yang berjuang atas nama agama, tapi sebenarnya bukan atas nama Tuhan; ada yang terjebak pada perbedaan rasial dan bentuk-bentuk lahiriah lainnya dan lupa bahwa semua adalah ciptaan-Nya Yang Esa. Namun untunglah masih ada sebagian kecil yang masih memiliki iman kepada Tuhan. Mereka yang meyakini Tuhan dan menerima semua utusan-Nya juga percaya bahwa semua umat manusia adalah anak-anak Adam, yang selaiknya saling menghormati dan mengasihi.
Sayangnya, sebagian besar manusia hanya tenggelam dalam perlombaan mencari ketenaran, pangkat, ketinggian kedudukan di mata manusia, perlombaan memperbanyak harta, status sosial, dan serangkaian aktivitas yang merusak atas nama Tuhan. Mereka yang tidak menampilkan wajah cinta-damai, toleran dan kesamaan derajat antar sesama. Mereka itu yang termakan ego pribadi, menganggap diri dan golongannya lebih baik daripada yang lain, melibas mereka yang berbeda dan tidak menghargai nilai-nilai perdamaian.
Demikianlah, manusia berlomba-lomba memperindah dunia dan meraih kejayaan dirinya dalam konstelasi bumi yang fana. Bukankah kejayaan peradaban memang datang silih berganti di muka bumi, semua ada batas usianya. Perhatikanlah bahwa bagian yang dahulunya laut dalam beberapa waktu muncul menjadi daratan. Bagian dimana dulu hutan belantara kemudian menjadi kota metropolitan, juga yang duluna kota besar kini hancur berkeping-keping menjadi gurun. Di berbagai belahan dunia banyak konstelasi peradaban berubah sekejap oleh sapuan perang, tsunami, gempa bumi, kebakaran hebat atau angin puting beliung.
Sehebat apapun peradaban yang dibangun oleh manusia, semegah apapun bangunan yang ditegakkan, secanggih apapun teknologi saat itu, segemerlap apapun pencapaian seseorang akan tiba saatnya ketika semua bagai debu yang diterbangkan angin, yang sekian ratus dari sekarang mungkin hanya dibicarakan oleh sedikit orang. This is the truth.
Oleh karenanya anakku, mari bersatu dan menegakkan dalam diri masing-masing sesuatu yang tidak akan pernah musnah oleh zaman. Mari mengabdi kepada-Nya dengan benar. Dia Yang Maha Kasih. Dia yang bisa jadi diseru dengan berbagai nama dalam beberapa bahasa: God, the +ne, Andavan, Rahman, Adonai, Allah atau Yahweh, namun Ia masih Tuhan Yang Satu. Hendaknya masing-masing kita memahami hal ini dan menjauhankan diri dari bercerai-berai.
(Adaptasi dan Terjemahan dari, "Islam and World Peace", Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen)

Saturday, October 3, 2015

Tidak Semua Orang Yang Shalat Itu Bershalat

Allah ‘Azza wajalla berfirman (hadits Qudsi):
“Tidak semua orang yang shalat itu bershalat.
Aku hanya menerima shalatnya orang yang merendahkan diri kepada keagunganKu, menahan syahwatnya dari perbuatan haram laranganKu dan tidak terus-menerus (ngotot) bermaksiat terhadapKu, memberi makan kepada yang lapar dan memberi pakaian orang yang telanjang, mengasihi orang yang terkena musibah dan menampung orang asing. Semua itu dilakukan karena Aku.”
(HR. Ad-Dailami)
Seorang rasul dan kekasih Allah bernama Ibrahim a.s. melantunkan doa yang diabadikan dalam Al Qur'an, "Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat."
Shalat yang dimaksud bukan sekedar shalat yang berbentuk ritual atau aktivitas fisik untuk menunaikan kewajiban, oleh karenanya kata yang dipilih Allah Ta'ala dalam Al Qur'an adalah 'mendirikan' shalat bukan 'mengerjakan' shalat.
Firman Allah Ta'ala yang tertuang dalam Hadits di atas memberi arahan pribadi macam apa yang ditempa dengan shalat yang baik;
* Merendahkan diri kepada keagungan Allah Ta'ala
Keagungan-Nya terbentang di setiap atom dan nafas dalam kehidupan. Tidak ada satu titik di dunia ini mewujud dengan sia-sia. Adalah mudah kemudian untuk mengakui kebesaran dan keagungan-Nya dengan melihat fenomena alam yang menakjubkan. Akan tetapi fenomena sosial, ekonomi, politik bahkan hal-hal yang bermanifestasi sebagai bencana pun pada hakikatnya adalah datang dari keagungan-Nya.
Praktisnya, saat hati masih mengeluh atau marah kepada salah satu takdir-Nya tanda hati kita masih belum mengerti karsa-Nya dan manakala ketidakterimaan itu menggejala menjadi kemarahan dan kesombongan yang diluapkan kepada makhluk-makhluknya, sebenarnya saat itu ia sedang tidak merendahkan diri kepada-Nya.
*Menahan diri dari perbuatan syahwat dan maksiat kepada Allah Ta'ala.
Langkah pertama untuk dapat melakukan hal ini adalah dengan menuntut ilmu untuk mengetahui mana koridor yang Sang Pencipta ingin kita jalani dalam melakoni hidup.
Setelah mengetahui maka ilmu itu harus diuji dalam keseharian, makin lama dan dalam interaksi hati kita dengan Allah Ta'ala maka makin akan diajarkan hal-hal yang halus, jauh menembus manifestasi lahiriyah.
Misalnya maksiat yang dikenal kemudian bukan hanya menghindari diri dari zina secara badan, tapi juga zina mata dan berbagai kelebat zina dalam hati. Karena bersuluk adalah menempa aspek rasa jauh sebelum ia mewujud menjadi karsa, cipta dan karya.[]