Monday, December 28, 2015

Memahami Dharma Diri : Kunci Sukses Membangun Negeri

Suatu malam Sang Guru kedatangan tiga orang muridnya yang mengajukan sekian banyak pertanyaan dengan antusias, tak terasa diskusi berlanjut hingga pukul tiga dini hari. Dalam kondisi yang lelah karena telah melayani umat seharian, Sang Guru merebahkan diri dan saat menjelang tidur beliau mendapat pencerahan yang luar biasa yang tidak pernah beliau dapatkan sebelumnya walaupun dengan mengerjakan ibadah yang berlimpah.
Zaman sekarang tidak bisa manusia menemukan kebahagiaan sejati - bertemu kodrat diri - tanpa berkontribusi untuk negeri ini. Tidak bisa kita cuek kepada masyarakat kecil, tutup mata kepada anak-anak yatim yang terlantar atau pura-pura tidak tahu kepada si miskin yang menanti uluran tangan dan terseok-seok di belantara kehidupan.
Sungguh kita masing-masing harus berjuang untuk memberikan kontribusi sesuai dengan bidangnya masing-masing. Kalau bukan bidangnya maka jangan ikut-ikutan, semata-mata karena sedang trend atau ingin dipandang hebat orang banyak, nanti malah mengacaukan dan merusak diri sendiri. Kerjakan sesuai dengan apa yang Allah mudahkan ke dalam diri sendiri. Dengan demikian tugas penting bagi kita untuk melihat ke dalam diri, merenung akan apa-apa yang Allah mampukan dan Allah tidak mampukan. Harus paham kadar diri masing-masing dan mulai mengerjakan sesuatu dari yang paling dekat.
(Adaptasi dari Pengajian Hikmah Al Qurán bulan Desember 2015 yang disampaikan oleh Zamzam AJ Tanuwijaya , Mursyid Thariqah Kadisiyyah)

Di Balik Kejadian Yang Menyebalkan

Kadang Allah Ta'ala menghidangkan fenomena kehidupan yang tidak kita sukai dan bisa jadi membuat kita emosi karenanya. Bisa jadi suguhan macet harian yang mengesalkan, kelakuan pasangan atau anggota keluarga yang mengecewakan atau perilaku kolega kantor yang membuat kita sedih. Kalau kita terjegal pada emosi sesaat dan marah maka hikmahnya tidak akan terbuka.
Diamlah sesaat dan coba melihat hikmah dari kejadian yang kita hadapi, setidaknya "try to take a look at a bright side". Insya Allah "positive attitude"yang demikian akan lebih membawa manfaat. Tak kalah pentingnya untuk menyertakan hati yang berserah kepada Allah dengan iringan doa, "Ya Allah, didiklah hamda dengan pendidikan yang terbaik."
Sungguh Allah Maha Tahu apa yang terbaik bagi kehidupan kita masing-masing, apa yang menjadi kebutuhan kita dari saat ke saat. Dengan demikian tidak ada yang perlu disesali dan dikeluhkan dalam kehidupan.
(Adaptasi dari Pengajian Hikmah Al Qurán bulan November 2015 yang disampaikan oleh Zamzam AJ Tanuwijaya , Mursyid Thariqah Kadisiyyah)

Meninjau Ulang Pengabdian Kita Kepada-Nya

Sebagai hamba seharusnya kita selalu dalam keadaan mengabdi kepada Allah Taála. Seperti halnya ikrar yang kita sampaikan ketika shalat "Iyyakana'budu wa iyya kanastaíin" - hanya kepada-Mu kami mengabdi dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.
Yang sering terjadi adalah kita kadang-kadang mengabdi Allah dan kadang-kadang mengabdi hawa nafsu atau bisikan setan. Hawa nafsu yang membuat kita marah, tidak sabaran, dengki, merasa diri lebih baik dan terburu-buru mengambil keputusan. Adapun setan, ia memang sejak awal bersumpah, "saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta’at)." (QS. 7:17). Setan membisiki dari depan untuk menakut-nakuti manusia dengan hari esok, dibisikkan kisah masa lalunya agar ia merasa putus asa dari rahmat dan ampunan-Nya, dibisiki manusia dari kanan untuk mengerjakan sesuatu yang tampaknya baik namun mengandung kerusakan dan dibisikkan dari kiri untuk melegitimasi ia mengerjakan suatu keburukan.
Semoga Allah Taála melindungi kita dari keburukan bisikan hawa nafsu dan setan.
(Adaptasi dari catatan pengajian Hikmah Al Qu'ran yang disampaikan oleh Kang Zamzam AJT, November 2015)

Ajaibnya Hati Yang Berserah

Tidak ada hal yang lebih besar di alam semesta selain dari hati yang berserah kepada Allah Ta'ala.
Hati yang tunduk, patuh dan suka cita menjalani takdir kehidupannya masing-masing yang telah dikadar oleh Sang Maha Ilmu dengan teliti.
Dikatakan bahwa Al Qur'an adalah mukjizat terbesar Rasulullah Muhammad SAW karena kitab tersebut berkahnya dapat membuka dan mentransformasi hati seseorang menjadi semakin berserah diri kepada ketentuan-Nya.
Sesungguhnya semakin hati seseorang berserah diri dan berdamai dengan jatah kehidupannya masing-masing semakin bahagia ia.
Sungguh setiap takdir kehidupan yang melingkupi setiap orang sudah disesuaikan dengan misi hidupnya masing-masing.
(Inspirasi dari pengajian Hikmah AL Qur'an yang disampaikan oleh Mursyid Zamzam AJT pada November 2015)

Thursday, December 10, 2015

Pengalaman Bawa Muhaiyyaddeen Berjumpa Tuhan

Dalam salah satu pengalaman spiritualnya (fana'), Muhammad Raheem Bawa Muhaiyyaddeen ditunjukkan berbagai macam penglihatan tentang ciptaan beserta para Nabi-Nya. Kemudian Bawa berkata, "Ini semua adalah ciptaan-Mu, akan tetapi aku ingin melihat Engkau. Aku ingin melihat Sang Pencipta." Ia kemudian melihat di sekelilingnya dan mulai terbutakan oleh cahaya yang memancar di sekelilingnya. Kemudian terdengar suara berbunyi dari seluruh penjuru.
"Ini Aku, wahai anak-Ku. Kemana pun engkau menghadap akan kau dengar suara-Ku. Inilah wujud-Ku, tidak ada lagi wujud yang lain (yang dapat memfasilitasi). Aku demikian luas, semua hal yang tercipta dapat tertampung dalam sebuah partikel, namun tak ada satu pun yang dapat menampung-Ku. Adapun alam semesta hanya sebuah partikel di dalam partikel, maka bagaimana mungkin ia dapat mewadahi-Ku (di alam wujud)?
Inilah mengapa Aku dinamai "Allahu", karena "Hu" adalah suara resonansi, ia adalah bunyi yang datang dari Diri-Ku.
(Referensi : "The Tree That Fell To The West", Muhammad Raheem Bawa Muhaiyyaddeen. Bawa Muhaiyyaddeen Fellowship, 2003)

Perihal Kantung Rezeki

Manusia itu bermacam-macam jatah rezekinya. Ada yang sebesar gayung, ada yang sebesar ember, bahkan ada yang seluas danau. Kalaupun ada yang rezekinya sebesar gelas, pastinya kewajiban menafkahkan dalam kapasitas takaran gelas, adapun kekurangannya sebenarnya tugas mereka-mereka yang berkantung rezeki lebih besar yang berkewajiban memenuhinya, karena harta yang diinfakkan adalah harta lebih yang masih dimiliki ketika kebutuhan diri dan keluarga sudah terpenuhi.
Di yawmil akhir nanti sebenarnya mereka yang kebagian jatah rezeki makin banyak akan mengalami kepayahan karena beratnya hisab. Dari Usamah (bin Zaid) ra, dari Nabi saw,bersabda, “Aku berdiri di pintu surga. Maka kebanyakan orang yang memasukinya adalah orang-orang miskin, sedangkan orang-orang kaya tertahan...(HR Bukhari). Oleh karena itu cukupkan keperluan hidup kita seadanya, hidup bersahaja agar kelebihan harta yang ada dapat ringan diinfakkan sehingga makin ringan hisab kita di akhirat nanti.
(Inspirasi dari penggalan percakapan dengan Mursyid Zamzam AJT)