Sunday, November 20, 2016

Mintalah Kepada-Nya Bahkan Untuk Sekadar Sebutir Garam

Musa a.s. berjalan dari negeri Mesir ke negeri Madyan tanpa bekal makanan, kecuali sayur dan daun-daun pepohonan. Musa berjalan tanpa alas kaki. Karena ketika sampai negeri Madyan, rusak sudah sepasang sandalnya. Musa a.s. duduk di tempat yang teduh dan ia adalah makhluk pilihan Allah. Perutnya melekat ke punggungnya karena lapar. Dan hijau sayuran tak berguna bagi perutnya, Musa a.s. membutuhkan makanan. Saat itulah kemudian ia memohoan kepada Rabb-nya sepotong roti demi untuk menegakkan punggungnya kembali.

Ibnu 'Athaillah mengatakan bahwa setiap orang beriman harus seperti Musa dalam memohon kepada Tuhannya. Mintalah kepada Dia apapun yang kita butuhkan, bahkan sekadar meminta garam untuk makanan kita. Kemudian mintalah hal yang wajar, seperti halnya Nabi Musa tidak meminta makanan yang mewah dan berlebihan, namun sekadar cukup untuk menegakkan punggungnya supaya bisa kembali beribadah kepada-Nya dan mengerjakan tugas yang diemban masing-masing kita di muka bumi.

Kebanyakan manusia lupa untuk meminta, karena sudah terbiasa dilimpahi sedemikian banyak nikmat, padahal untuk bisa bernafas dengan tidak mengalami sesak, untuk jantung supaya berdetak lancar, untuk bisa menelan dengan lancar semua hal kecil dalam hidup kita berjalan semata-mata karena Dia mengurusnya untuk kita.

Maka mintalah, bukan semata-mata mengharapkan terkabulnya beragam macam keinginan kita, tapi melalui proses meminta yang intens itu hubungan yang akrab akan terjalin dengan Yang Maha Pengasih, dan keakraban yang terjalin dengan-Nya sesungguhnya adalah pemberian yang terbaik.

(Referensi: Tafisr Ibnu Katsir & The Book of Illumination, Ibnu 'Athaillah)

Wednesday, November 16, 2016

"The moon stays bright when it doesn't avoid the night"

"The moon stays bright when it doesn't avoid the night"
- Jalaluddin Rumi
Jalan mendaki yang kita hindari,
Bangun dari tidur nyenyak di sepertiga malam terakhir yang sulit kita lakukan,
Menyisihkan sebagian rezeki untuk zakat, infaq dan shodaqoh yang kerap kita masih pelit mengeluarkannya,
Menunggu jalan keluar yang Allah bukakan dibanding tergesa-gesa dan ngoyo mendobrak pagar pembatas,
Memilih tetap bersikap baik walaupun telah disakiti,
Semua bagaikan tibanya kegelapan malam bagi jiwa yang terang.
Tidak banyak yang menyadari bahwa obat bagi ketertutupan hati kita adalah ketika menerima takdir dan fenomena yang kerap dirasa menyakitkan dan berat itu.
Tampaknya hanya para ksatria yang dengan berani menjelang ramuan penawar dari Sang Maha Penyembuh.

Monday, November 14, 2016

Hidup Bukan Untuk Bersenang-senang!

Para nabi diberi gelar "alaihi salaam" karena masing-masing telah melampaui ujian berat kehidupan yang merupakan urusan ('amr) spesifik setiap insan. (Zamzam AJT)

Dikisahkan bahwa Nabi Daud sempat bertanya kepada Allah Ta'ala mengapa namanya tidak dibubuhi salam, maka Allah Ta'ala menjawab "Engkau belum diuji" Kemudian Nabi Daud menjawab, "Ya Allah ujilah hamba!"

Surga pun disebut sebagai Darussalaam.
"Bagi mereka (disediakan) Darussalam (surga) pada sisi Rabbnya dan Dialah Pelindung mereka disebabkan amal-amal shalih yang selalu mereka kerjakan. "
(QS Al An'am:127)

Untuk memasuki surga (Darussalaam) setiap insan mau tidak mau harus menerjang hal-hal yang tidak mengenakkan. Dikatakan dalam hadits "Neraka dikelilingi dengan syahwat (hal-hal yang menyenangkan nafsu), sedang surga dikelilingi hal-hal yang tidak disenangi (nafsu)."(HR Bukhari)

Jadi hidup itu bukan untuk enak-enakan apalagi bermalas-malasan, bukan juga berarti kita mencari masalah. Tetapi kita harus sadar bahwa pada hakikatnya nafas kita yang terbatas di alam dunia ini sebaiknya digunakan untuk berbuat baik sebanyaknya dan mengumpulkan bekal untuk menempuh perjalanan berikut.

Bagi siapapun yang tengah didera oleh penyakit, ujian, masa penantian panjang, konflik rumah tangga, kesibukan yang mematahkan tulang, kebingungan, ketakutan dan kesempitan hidup. Berdiri tegaplah dan tetap berjalan dan menggapai Dia Yang mengirimkan itu semua.

I know you are tired, but come this is the way !
- Jalaluddin Rumi

Saturday, November 12, 2016

Tinggalkan Zona Nyamanmu!

“Run from what's comfortable.
Forget safety.
Live where you fear to live!"
- Jalaluddin Rumi

Rasa takut adalah desain standar dari raga manusia, seperti halnya raga bisa bernafas dan mencerna makanan, maka bagian otak yang bernama amygdala - dikenal juga sebagai pusat rasa takut di otak- berperan untuk merespon suatu stimulus yang dipersepsi sebagai ancaman atau menakutkan sebagai sesuatu yang harus dihindari. Maka respon normal kendaraan sang jiwa terhadap sesuatu yang menakutkan adalah dengan menghindarinya sejauh mungkin.

Dalam hidup masing-masing kita dibayangi oleh sekian banyak ketakutannya masing-masing. Takut kehilangan pekerjaan, takut kehilangan orang yang dicintai, takut diselingkuhi pasangan, takut makin berjauhan dengan anak, takut miskin, takut dianggap hina dsb. Kebanyakan rasa takut yang diadopsi saat kita beranjak dewasa, sedemikian rupa sehingga sadar atau tidak kebanyakan kita menjadi tawanan rasa takut yang telah terjalin rapih di dalam benak kita masing-masing.

Ironinya, saat pikiran kita berpikir bahwa dirinya tengah membangun benteng yang aman bagi diri dan orang-orang yang dicintai pada saat yang bersamaan ia telah menenggelamkan dirinya dalam tarikan pasir hisap bernama "zona nyaman" dan akan hidup dalam ilusi kebahagiaan semu hingga saat kematian datang dan menghancurkan semua bangunan palsu yang ia bangun selama ini.

Seorang salik dilatih untuk selalu berjalan meninggalkan zona nyamannya, karena hanya dengan cara itu jiwanya akan meraih titik potensialnya. Sebuah amanah besar yang bahkan lelangit, bumi dan gunung-gunung pun enggan untuk memikulnya.

---
"Barangsiapa meneyrahkan diri sepenuhnya kepada Allah dan dia berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati."
(QS Al Baqarah [2]:112)

Wednesday, November 9, 2016

Setan Yang Menyebabkan Perceraian

Jalan pernikahan itu tidak mudah, Jalaluddin Rumi menggambarkannya bagaikan jalan kematian. Memang dalam interaksi pernikahan banyak ego dan keinginan kita yang harus ditata dan dimatikan agar dapat berjalan seiring bersama pasangan dengan harmonis.

Dalam pernikahan juga banyak ujiannya, sesuatu yang ujungnya bertujuan menggagalkan perjanjian kedua teragung setelah perjanjian seorang hamba dengan Tuhannya ini. Tak ketinggalan iblis dan bangsa setan pun berlomba-lomba untuk memisahkan penyatuan yang suci ini, dikatakan dalam hadits:

Dari Jabir bin Abdullah Ra., Rasulullah saw bersabda,
"Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas air, lalu mengirimkan bala tentaranya kepada umat manusia. Setan yang paling besar fitnahnya terhadap manusia akan memperoleh kedudukan terdekat di sisi iblis.
Salah satu dari mereka datang lalu berkata, "Aku terus menerus menggoda si Fulan hingga ketika aku meninggalkannya dia telah mengerjakan anu dan anu." Iblis berkata, "Tidak demi Allah, kamu belum berhasil."
Lalu datang lagi yang lainnya dan berkata, "Aku tidak beranjak darinya sebelum dapat medmisahkan dia dari istrinya." Iblis pun memberi kedudukan tinggi, dekat dengannya dan selalu bersamanya seraya berkata, "Kamu benar!"
(HR Muslim)

Ibnu Katsir dalam Tafsir Al Qur'annya mengatakan "Penyebab yang memisahkan sepasang suami istri adalah imajinasi yang disampaikan oleh setan kepada salah seorang dari suami atau istri sehingga ia memandang teman hidupnya itu seakan-akan berpenampilan buruk dan berbudi pekerti buruk. Dia seakan-akan ruwet atau marah jika memandangnya atau hal lain yang menyebabkan perpisahan."

Maka waspadalah kepada godaan setan yang dihembuskan kepada pikiran yang memberikan ide-ide buruk kepada pasangan sehingga kita kurang bersyukur dan cenderung tidak menerima pasangan apalagi mencari-cari kesenangan di luar pasangan kita.
Keburukan yang nampak pada pasangan kita pada hakikatnya adalah keburukan diri sendiri yang ditampakkan lewat cermin keberpasangan yang kalaupun kita berganti pasangan berkali-kali sang keburukan akan ikut serta jika kita sendiri tidak mengubah hati kita.[]

Kapan Seseorang Tergerak Mencari Allah?

Seorang manusia pada umumnya tidak akan punya keinginan mencari Allah kalau belum muncul kebutuhan dalam dirinya untuk mengenal-Nya.
Maka kerap kali Allah menakdirkan mekanisme peruntuhan dunia sang hamba, hidupnya dibuat menabrak-nabrak, disesatkan sana-sini hingga terjerat dalam kebosanan dalam sekian sensasi ragawi yang tak berujung atau tenggelam dalam sebuah keputusasaan. Maka ia akan mulai mencari Allah dan menggali hakikat kehidupan.
(Adaptasi dari petuah Kang Zamzam AJT, Mursyid Penerus Thariqah Kadisiyah yang disampaikan dalam forum Diskusi Suluk, 13 Agustus 2016)