Sunday, January 15, 2017

Kenapa Tak Baik Mengutuk Sang Zaman?

Semua yang mewujud di dunia (alam mulkiyah) ini bisa hadir karena membawa asma-Nya, dengan kata lain tidak ada satu pun atom dan kejadian termanifestasi tanpa kuasa-Nya hadir menyertai.
Sama halnya setiap fenomena seburuk apapun kelihatannya, sepedih apapun rasanya dan seolah tidak adil nampaknya akan tetapi semua itu hadir dalam ilmu dan takaran-Nya. Maka Sang Rasulullah mengajarkan umatnya untuk tidak pernah mengutuk waktu atau Sang Zaman.[]

Tuesday, January 10, 2017

Gelapnya Alam Kubur

Kemarin saya bantu teman saya pindah apartemen di Amsterdam. Saat memindahkan barang kebetulan kursi di depan hanya bisa diisi dua orang sehingga saya dengan sukarela bersedia duduk di belakang mobil cargo yang tertutup tanpa jendela. Sang supir memang sempat menyalakan lampu di dalam mobil sebelum berangkat namun saat mesin mobil menyala lampunya mati dan saya pun duduk dalam kegelapan total selama sekitar 6 menit. Entah kenapa duduk dalam suasana gelap pekat selama 6 menit terasa sangat lama, tidak ada satu pun obyek di sekitar yang nampak. Hanya setitik cahaya dari sela-sela jendela yang menjadi hiburan.
Sepanjang perjalanan gelap itu saya berpikir tentang kondisi di alam barzakh dan betapa berharganya kehadiran sebuah cahaya dalam kehidupan. Konon kebanyakan manusia lalai dalam bersiap diri untuk kehiduapan di alam berikutnya, tidak seimbang antara menghias dunia dan akhiratnya. Kiranya wasiat seorang perempuan yang telah meninggal dunia dan diberi kesempatan untuk berkomunikasi dengan ayahnya patut menjadi pertimbangan kita dalam menakar hari-hari. Kisah ini tertuang dalam Kitab Ihya 'Ulumuddin karya Imam Ghazali:
Yazid bin Nu’amah berkata,
“Seorang gadis meninggal dunia dalam wabah penyakit kolera, lalu ayahnya bermimpi bertemu dengannya dalam tidur, kemudian ayahnya berkata kepadanya, “Hai anak perempuanku! Beritahukanlah kepadaku tentang akhirat!”
Gadis itu menjawab, “Hai ayahku! Kami datang kepada urusan yang besar yang kami mengerti dan tidak dapat mengerjakan, sedangkan kamu mengerjakan dan tidak mengerti. Demi Allah, satu kali tasbih atau dua kali tasbih atau satu rakaat dalam lapangan amal itu lebih aku sukai daripada dunia seisinya.[]

Perputaran Hidup

Natur kehidupan itu silih berganti, bagaikan perputaran siang dan malam.
Ada saatnya berkumpul, juga ada saatnya berpisah.
Ada kalanya hati dipenuhi kegembiraan, pun tak jarang kekecewaan dan kesedihan terasa mengoyak hati.
Ada masa iman rasanya sedang membuncah, namun kerap pula hati bagaikan beku.
Demikian rentannya hati manusia dibolak-balikkan di ujung jari Sang Pencipta.
Kiranya agar sang hamba tidak tertawan oleh kelapangan maupun kesempitan kehidupan.
Karena Sang Maha Pencemburu hanya ingin wajah kita dihadapkan hanya kepada-Nya...