Tuesday, August 19, 2025

Saat kita meragukan Allah

 Nama Nabi Yeremia a.s. (atau Uzair a.s) namanya tidak tercantum dalam Al Quran, tapi kisahnya ada dalam surat Al Baqarah 259, tentang seseorang yang bertanya kepada Allah, 


“Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah kehancurannya?”


Mohon diingat bahwa untuk setingkat nabi, bahkan sekadar mempertanyakan kebijakan Allah bisa dihukumi keras. Saking demikian dekatnya mereka kepada Allah. Mirip kita akan lebih merasa tersakiti oleh pernyataan yang sama yang datang dari orang yang kita anggap dekat.


Nabi Yeremia adalah salah seorang nabi yang ditugaskan untuk mengawal dan menjaga kaumnya, Bani Israel. Tetapi ketika beliau menyaksikan bagaimana Allah Ta’ala mengizinkan orang Babilonia di bawah pimpinan Nabukadnezar II sekitar tahun 586 SM meluluhlantakkan penduduk Yerusalem beserta bait sucinya hingga tak bersisa satu tanda kehidupan pun. Sifat manusiawinya muncuk dan melontarkan pertanyaan yang bernuanda keraguan itu. 


Dalam kitab Jila’ al-Khatir, Syaikh Abdul Qadir mengatakan bahwa karena Uzair mempertanyakan Allah bagaimana membangun kembali negeri yang sudah dilumat itu maka Allah menghukum beliau dengan mencabut kenabiannya selama 100 tahun.


Sekarang kita berefleksi. Berapa kali kita meragukan kebesaran dan kekuasaan Allah sambil berkata sompral “ah itu ngga mungkin” atau “dia mah ngga akan berubah”. Kita kerap menjatuhkan hukuman kepada fenomena kehidupan lantas dengan seenaknya melabel “itu tidak mungkin” atau “sudah tak bisa lagi”. Masalahnya di saat yang bersamaan otu mulut berucap “Allahu Akbar” setiap shalat. Katanya Allah Maha Besar, tapi saat kesulitan dan fenomena kehidupan datang menjelang kok jadi ciut keyakinan kita. Mungkin karena pernyataan saat shalat itu masih “lip service”. Hati sih masih meragukannya. Buktinya banyak cemas dan khawatir menghadapi ujian hidup. Seolah-olah Allah tak berkutik. 


Maka menjalani kesulitan dan ujian kehidupan itu sudah menjadi makanan orang beriman. Hanya lewat itulah jiwa kita bertumbuh pengetahuannya dan kuat keyakinannya. Agar saat kita dipanggil pulang di alam persinggahan (barzakh) kita bisa menjawab dengan lantang pertanyaan sang malaikat “Siapa Rabbmu?”


“Allah”

Bukan yang lain.


(Lukisan Yeremia di reruntuhan Yerusalem oleh Horace Vernet, 1844)




No comments:

Post a Comment