Rasulullah saw
bersadbda: Ada empat hal yang merupakan
penderitaan, yaitu: pandangan yang picik; hati yang keras; keinginan yang
menggebu-gebu; dan cita-cita yang berkepanjangan.
(Riwayat Abu
Na’im)
Awasi keempat hal ini, karena biasanya
derita yang kita alami karena kita kurang makrifat kepada-Nya, kurang paham
kaidah kehidupan dan menyandarkan diri kepada selain-Nya.
1. Hindari pandangan yang picik
Melihat kehidupan dengan sudut pandang yang
negatif. Melihat pembagian rezeki-Nya dalam kehidupan dengan tidak puas. Rekan
kantor dapat promosi dan kita tidak lalu kita ngedumel, itu memandang dengan
picik. Tetangga renovasi rumah dan beli mobil baru, lalu kita iri – itu pandangan
yang picik. Teman mendapat kebahagiaan lalu kita cemburu, itu pandangan yang
picik.
Kenapa orang bisa memandang kehidupan
dengan picik? Karena kurang tauhidnya, bahwa Allah sudah mengkadar rezeki
dengan sebaik-baiknya. Tidak ada istilah rezeki kita direbut orang, itu adalah ketidakpahaman
kita dalam memandang kehidupan. Juga orang memandang picik kehidupan karena
kurang yakin bahwa semua yang Allah izinkan terjadi tak lain hanya mendatangkan
kebaikan semata. Dengan demikian yang bersangkutan harus banyak-banyak
berdzikir dan menghayati kalimat tauhid “laa ilaa ha ilallah”
2. Waspadai hati yang keras
Hati yang sulit memaafkan, susah untuk “let
go” dan “move on”. Hati yang tidak mau menutupi kekurangan orang lain dan malah
mengumbarnya. Hati yang keras membuat seseorang sulit untuk bermunajat kepada-Nya.
Karena ia bengis terhadap orang lain, maka itu membuat cahaya kelembutan-Nya
menjadi redup. Ia pun tak bisa menangis dalam doa kepada-Nya dan tidak bisa
menikmati saat shalat – berhadapan dengan Sang Rabbul ‘alamiin.
Kenapa hati menjadi keras? Karena kurang
berdzikir kepada-Nya. Mengingat-Nya itu harus dalam setiap hembusan dan tarikan
nafas. Ingat kepada-Nya membawa cahaya. Cahaya itu akan melembutkan hati dan
menyibakkan sekian hijab yang menyelubunginya.
3. Matikan keinginan yang menggebu-gebu
Keinginan yang menggebu-gebu tanda itu
ditunggangi oleh hawa nafsu. Jika kita merasakan ada gemuruh perasaan
menggebu-gebu, ingin ini dan itu, ingin meraih ini dan itu. Coba ajak dia lari
marathon. Jangan biarkan kita menjadi budak keinginan kita yang ingin
dikabulkan apapun maunya secepatnya. Jika itu yang terjadi, biasanya akan
berakhir dengan penyesalan dan akan berat pertanggung jawabannya di akhirat
nanti. Salah satu cara untuk menapis apakah sesuatu itu hawa nafsu atau bukan,
ukur dia dengan dua hal. Satu hal adalah yang terkait dengan kemampuan yang
berasal dari diri sendiri dan ukur dengan kesempatan yang ada di sekitar kita,
termasuk keadaan anak, pasangan, keuangan, pekerjaan dsb. Ciri hawa nafsu –
karena ia akan berkongsi dengan syaithan- adalah dia cenderung tergesa-gesa.
Maka jangan langsung mengeksekusi sebuah keinginan dalam tempo waktu yang
singkat. Bawa ia berlari lama dan perhatikan perubahannya.
Karena keinginan menggebu biasanya datang
dari kekuatan hawa nafsu dan syahwat, kadang Allah menurunkan pertolongan-Nya
dengan sekian banyak peristiwa kehidupan yang berfungsi efektif melemahkan hawa
nafsu dan syahwatnya. Bisa jadi sebuah perubahan di dalam karir dan rumah
tangga yang meruntuhkan egonya. Bisa jadi diberi sakit yang melemahkan
syahwatnya dll. Bisa jadi diberi ujian kehilangan sesuatu yang ia cintai dan ujian
yang bernuansa kematian untuk melemahkan daya hawa nafsu dan syahwatnya
terhadap dunia. Tapi ingat bahwa Allah tak pernah setitik pun menzalimi
hamba-Nya. Jadi kesulitan yang kita alami itu bersumber dari keburukan diri
sendiri yang tengah Allah sucikan dalam kehidupan, agar kita selamat di dunia
dan akhirat. Maka yang biasakan berdzikir “alhamdulillah” dengan apapun yang
ada, tak perlu terburu-buru untuk mengejarnya dan nikmati apa yang ada.
4. Amati cita-cita yang berkepanjangan
Ini berkaitan dengan butir ketiga di atas.
Bisa jadi ada hawa nafsu yang menyelip dan bisa memiliki stamina
berkepanjangan. Tapi jika sesuatu itu sebenarnya bukan yang haq untuk kita,
hati nurani akan bicara dan semestanya akan memberikan tanda-tanda. Misal, ada
yang merasa jatuh cinta dengan seseorang yang sebenarnya bukan hak bagi
dirinya, itu kadang bisa membutakan. Atas nama cinta yang menggebu ia bisa
membungkam hati nuraninya sendiri dan mengacuhkan peringatan yang datang dari
kiri dan kanannya. Obat untuk menghadapi keadaan seperti ini harus shalat
dengan baik diiringi dengan istighfar banyak-banyak dan jika sanggup shaum
sunnah untuk melemahkan kekuatan hawa nafsu dan syahwatnya. Hanya jika daya
hawa dan syahwat melemah maka suara Ilahiyah akan mulai terdengar kembali.
Rasulullah saw melarang umatnya berpanjang
angan-angan. Bukan berarti tidak boleh merencanakan sesuatu di masa depan. Tapi
angan-angan itu yang membuat dia tidak menikmati kehariiniannya. Panjang
angan-angan itu sebuah skenario ilusi psikologis di masa depan, karena
sebenarnya ia tidak puas dengan kehidupan yang ada saat ini. Jadi sesuatu yang
tidak produktif dan tidak mendatangkan solusi praktis di hari ininya. Dia harus
lebih memahami tasbih “subhanallah” agar bisa mengalir dengan suka cita dalam
aliran takdir-Nya.
Wallahu’alam
(Catatan Kajian Suluk Online Grup, 18 April
2021/6 Ramadhan 1442 H)
No comments:
Post a Comment