Monday, January 13, 2025

Rezeki tak terduga di tengah himpitan kehidupan

 Salah satu hal yang paling sering membuat orang khawatir dalam kehidupan adalah tentang rezeki. Kita demikian terbius oleh alam sebab akibat dunia ini sehingga sering lupa bahwa Allah adalah Maha Kuasa. Dan bahwa sumber rezeki kita pada hakikatnya adalah dari Dia semata yang bisa didatangkan melalui semesta yang ada dengan cara yang tak terduga. 

Seorang ibu baru-baru ini berbagi kisah hidupnya. Bagaimana lima belas tahun yang lalu beliau bercerai karena suaminya memilih bersama perempuan lain dan meninggalkan dia dan ketiga anaknya yang masih kecil. Dalam keadaan hati yang masih remuk akibat perceraian itu, sang ibu harus memutar otak mencari jalan untuk menafkahi diri dan ketiga anaknya. Dan ide untuk kembali ke dunia profesional yang telah ia tinggalkan selama enam tahun untuk khusus mengurus anak-anaknya itu dirasa menakutkan. Apakah orang masih mau menerima saya? Apakah saya bisa kembali bekerja sesuai dengan pendidikan tinggi yang telah saya tempuh? Sejumlah pertanyaan berputar bagaikan angin puting beliung di dalam benaknya. Rasanya saat itu tak terbayang jalan keluar dari permasalahan yang ada. Satu-satunya tempat sang ibu bisa mencurahkan semua isi hatinya adalah saat ia ada di atas sejadahnya. Dalam munajatnya dia berdoa kepada Allah, "Ya Allah tolong bantu hamba menafkahi diri dan anak-anak..." Dia berdoa dan berdoa sampai tak terasa tetes demi tetes air mata mengalir di pipinya. Ada rasa hangat menyala di hati ketika ia bisa mengadu kepada Yang Maha Kuasa. 

Di hari itu juga, tiba-tiba teman kerja lama yang sudah bertahun-tahun tak jumpa meneleponnya. 

"Hey, tumben aku mimpi kamu semalam. Dan kamu menangis dalam mimpiku. Apa kamu baik-baik saja?"

Sapaan itu terasa bagaikan tetes air di tengah gurun di siang hari yang terik. Sang ibu kemudian menceritakan semua yang terjadi apa adanya, sambil berkata "Aku butuh kerja". Sesuatu yang disambut dengan segera oleh sang teman yang kemudian berkata, "Wah, kebetulan, kita sedang ada sebuah lowongan posisi di tempat kerjaku. Segera buat CV (Curriculum Vitae)dan kirim hari ini juga ya!" Sambutnya dengan antusias sambil tak lupa mengingatkan si ibu berkali-kali agar mengirim CVnya HARI ITU JUGA. Demikian penekanannya. 

Sang ibu yang sudah lama tidak bersentuhan dengan dunia kantor merasa kikuk untuk menuliskan CV kembali. Akhirnya dengan terbata-bata dan penuh upaya CV itu berhasil dikirimkan di hari yang sama. Dan di hari itu juga dia mendapat respon untuk mendapatkan wawancara pekerjaan yang kemudian memberinya sebuah posisi manager di perusahaan itu. 

Hari itu menjadi salah satu hari yang tak terlupakan dalam hidupnya. Bagaimana dalam keadaan yang terpuruk kemudian Allah Ta'ala angkat dengan sebuah kejadian tak terduga dan indah. Melalui seorang teman yang Allah kirimkan mimpi kepadanya. Hingga ia mendapatkan pekerjaan yang bisa menafkahi diri dan ketiga anaknya.

Itu lima belas tahun yang lalu. Sekarang anak-anak beliau sudah besar dan sebagian besar sudah mandiri. Bukti bahwa hal yang dikhawatirkan di awal waktu tentang apakah bisa menafkahi mereka di masa depan adalah kekhawatiran yang tak beralasan, karena Allah memang selalu memenuhi janjinya kepada mereka yang bertawakal kepada-Nya. 

Jadi, ketika dunia kita seakan runtuh dan jalan keluar dari kehidupan tampak buntu. Jangan putus asa, kembalikan semua kepada-Nya. Tawakal kepada Dia sepenuhnya dan saksikan dari mana Dia akan membukakan pintunya. []

(Dituliskan ulang berdasarkan kisah nyata)


Amsterdam, di musim dingin (1 derajat celcius) yang cerah 

Senin 12.52 siang, 13 Januari 2025 / 13 Rajab 1446 H

Thursday, January 9, 2025

 Suatu saat nanti kau akan menyadari bahwa semua ini bukan terjadi begitu saja.


***

“Wahai Tuhanku, tak ada hal yang Kau ciptakan sia-sia (bathil)” - Surat Ali Imran:191

Wednesday, January 8, 2025

 We are inevitably are creatures of attachments. Whether we like it or not,

Whether we are aware of it or not.

Apparently it what makes us human, as attachment lies in the heart of every relationship. 

Just like the force of gravity that keeps our feet on the ground, these attachment keeps us grounded on this episode of life. 

It’s there for a purpose.


Until…

The time comes that we need to detached ourselves from all the attachments of any kind.

It is the journey of tawhid.

To merge with The One.

Laa ilaaha ilallah…


Amsterdam, cold winter time 7 Jan 2025 / 7 Rajab 1446

Tuesday, December 31, 2024

Saat Sendiri

 Kenapa takut untuk menyendiri?

Kenapa sedih jika kita merasa sendiri? 

Mungkin karena kita sudah terbiasa bersama-sama dengan seseorang, dilingkup keramaian keluarga atau teman-teman setiap hari hingga kita lupa bagaimana rasanya untuk menjalani hidup sendiri. 

Padahal, kita datang ke dunia ini sendiri. Kita pun akan pergi dari dunia ini sendiri. Kita akan dikubur sendiri. Kita akan mempertanggungjawabkan semuanya sendiri. Dan selain itu banyak keutamaan dalam beribadah sendiri, selain fakta bahwa shalat berjamaah lebih baik 27 derajat. Akan tetapi shalat-shalat sunnah terutama tahajjud dilakukan sendiri agar kita punya ruang privasi bersama Allah Ta'ala. Puncak dari ibadah haji yang berupa wukuf di Padang 'Arafah pun pada hakikatnya melakukan perenungan sendiri. Itu kenapa istilahnya "wukuf", berhenti sejenak dari hiruk pikuk dan riuh rendah dunia. Menyenderi hanya bersama Allah Ta'ala di padang yang artinya "Padang Pengenalan". Karena butuh ruang perenungan yang dalam untuk mengenal diri dan kehidupan yang Dia tetapkan agar kita bisa mulai mengenal siapa Dia Ta'ala. 

Jadi, memang kita membutuhkan ruang hening dan area privasinya masing-masing. Itu sehat. Agar kita punya kesempatan untuk meraba dan membaca diri, melakukan perenungan akan arah hidup dan hal-hal yang membuat kita menjadi lebih memaknai anugerah kehidupan ini.

Jangan kaget kalau kita dibuat menyendiri dalam kehidupan. Tiba-tiba anak-anak beranjak dewasa dan jarang di rumah, pasangan punya kesibukannya masing-masing, teman-teman tiba-tiba tidak ada yang mengajak kumpul-kumpul. Justru bagi seorang pencari Allah, saat-saat kita dibuat sepi dari semua kegiatan sosialita itulah saat ketika Dia memanggil kita. Seperti kata Jalaluddin Rumi,

"Manakalah kau sedang sendiri, ingatkan dirimu sendiri bahwa Tuhan telah membuat orang-orang pergi darimu agar hanya ada dirimu dan Diri-Nya."


1 Januari 2025 pukul 00.52

Dari lantai 10 Fletcher Wellness Hotel Leiden, masih terdengar suara deru kembang api dan petasan bersahut-sahutan  :)

Five Major Things I've Learned in 2024

 These are the major five things i have learned in 2024:

1. Find meaning in every joy and sorrow. If you can’t see it yet, be patient and look again! You’ll get there. It makes me appreciate small things in life (that actually are NOT small at all).
2. Free yourself from duality (good-bad, happy-sad, alone-being with someone, rich-poir, lacking-abundance etc). The you will start to see another world and hear the voice of your soul.
3. Don’t resist the change and let life live through us. Surrender and let God work through us.
4. Don’t entertain your thought too much, otherwise we will be worry about everything.
5. Sometimes holding on does more damage than letting go. Especially when you are ready to grow but your environment it’s just not suitable for you anymore.

Leiden, Fletcher Wellness Hotel
31 December 2024 (1 Rajab 1446 H)
In a cold winter time and fireworks started to lit up the sky


 When i was a child, i had a dream a lot that i’ve ability to fly easily. Flying became one of my obsession. That’s probably why i like to watch Superman, Star Wars, Star trek and wanted to be an astronaut. I want to roam the sky and  reached the final frontier. Somehow i can feel its there.


Growing up, the feeling of flying it’s still there, but then i realized that it was my deepest longing for God. I started to do lots of shalat, as the way for my soul to fly (mi’raj). And it feels good! I testify that there is no actual worldly problem or situation that cannit be solved through shalat. It is when we tried to open up ourselves and let God’s power shines on us and magically moves our worlds.


I still like to fly. And i feel the closest thing to feel like flying is when i swim. It’s in the moment where my body just floating in the water. What a joy! 


I have learned that behind our desire for something - or even someone - there is an underlying divine desire that is waiting to be discovered or perhaps re-discovered. It is the knowledge of who we are and who God is. Something that our soul knows since the beginning of time. When all of our souls testified “balaa syahidna” , yes we testify to God’s question of “Am I not your Lord?” A very intimate and beautiful question where the answer of the question lies in the question itself. How can we not love Him?❤️

Leiden, 31 December 2024

10.13 morning

Monday, December 30, 2024

Yakin Rezeki Sudah Allah Jamin?

 Salah satu hal yang kerap membuat pusing manusia, rumah tangga retak, kekeluargaan rusak, persahabatan putus dan tak jarang perang dalam berbagai skala bisa berkecamuk, yaitu perkara duit atau rezeki. Yes, it's all 'bout the money. It's all 'bout the dum dum da da dum dum.

Tapi, kalau kita benar-benar orang yang beragama, sebenarnya tidak perlu dibuat susah oleh masalah rezeki ini, banyak hal dalam khazanah agama memberikan panduan bagaimana kita menyikapi kehidupan berkaitan dengan masalah rezeki ini, misalkan dalam Al Quran surat Al A'raaf [7]:96

“Andai penduduk suatu negeri itu beriman dan bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan menurunkan rezeki dari langitnya dan barokah yang datang dari bumi” 

Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya ruhul qudus telah membisikkan ke dalam jiwaku bahwa setiap jiwa tidak akan mati sampai sempurna ajalnya dan dia habiskan semua jatah rezekinya. Karena itu bertaqwalah kepada Allah dan perbaguslah cara dalam mengais rezeki. Jangan sampai tertundanya rezeki mendorong kalian untuk mencarinya dengan cara bermaksiat kepada Allah. Karena rezeki di sisi Allah tidak akan diperoleh kecuali dengan taat kepada-Nya." 

Dan banyak lagi keterangan serupa yang menegaskan bahwa rezeki itu dijamin oleh Allah dan kita tahu itu tapi toh ketika kita berhadapan dengan kesempitan kehidupan hati kita masih tetap berguncang, tidak yakin bahwa Allah akan menjamin. Yang ada kita panik mencari solusi-solusi horizontal, kalau perlu pinjam sana-sini, tak peduli bunganya tak masuk akal. Kita seperti kehilangan akal sehat saat berhadapan dengan himpitan kehidupan dan melupakan Allah. Padahal kalau tenang saja menghadapinya, maka pintu-pintu penyelesaian masalah akan terbuka dan Dia akan bekerja sesuai dengan janji-Nya. Dan sungguh Allah adalah Dzat yang selalu memenuhi janji-Nya. 

Saya kerap mendengar penuturan langsung dari seorang ibu yang ditinggal suaminya, entah karena suaminya meninggal atau pergi meninggalkan dia dan anak-anak untuk perempuan lain. Di awal waktu ibu itu dalam keadaan tidak berdaya, tidak punya penghasilan sedangkan anak masih kecil semua. Selama bertahun-tahun ada yang bekerja dengan berjualan makanan di depan rumah, ada yang pulang ke kampung halaman dan berusaha menapaki kehidupan baru dari nol. Tapi semuanya memberi kesaksian setelah belasan tahun berselang dan anak-anak sudah lulus kuliah dan bekerja. Beberapa ada yang sudah memiliki 7 cucu. Ternyata life goes on. Ibu dan anak-anak tidak binasa walaupun pada saat itu tidak ada bayangan bagaimana mencukup kebutuhan sehari-hari. Mereka menjalani kehidupan hari ke hari dan menyaksikan bagaimana Sang Maha Pemberi Rezeki, Allah Ta'ala bekerja. Ada saja rezekinya, tak ada yang sampai mati kelaparan. 

Jadi, apapun ketakutan yang ada di benak kita itu sama sekali tak beralasan. Itu adalah cerita yang kita kreasi dari sebuah ketakutan yang tak pada tempatnya dan tidak produktif dikuasai oleh ketakutan seperti itu. Lebih baik tenang, berdoa, dan berikhtiar dengan apa-apa yang Dia mudahkan dan disampaikan di semesta kita masing-masing. One day at a time. Tidak perlu mengkhawatirkan esok hari atau minggu depan apalagi bulan depan. Itu masih gaib. Dan orang beriman mestinya lebih percaya dengan rezeki yang ada di tangan Allah - yang memang tidak kelihatan - dibanding sekadar rezeki yang ada di rekening kita. Itulah cara mengenal Dia sebagai Rabb. Ketika tak ada satu makhluk pun yang terlibat dan kita melihat keajaiban demi keajaiban sekecil dan sesederhana apapun terjadi dalam hidup. Hanya dengan itu kita bisa memuja-Nya dan beribadah kepada-Nya dengan sebuah ubudiyah dan tingkat ihsan yang lebih dalam. Karena kita makin mengenal Dia lewat pengalaman hidup itu. Dan tidaklah seseorang mengenal-Nya melainkan dia akan semakin mencintai dan takjub kepada-Nya.[]

Leiden, 31 Desember 2024

1.36 dini hari