Tuesday, December 31, 2024

Saat Sendiri

 Kenapa takut untuk menyendiri?

Kenapa sedih jika kita merasa sendiri? 

Mungkin karena kita sudah terbiasa bersama-sama dengan seseorang, dilingkup keramaian keluarga atau teman-teman setiap hari hingga kita lupa bagaimana rasanya untuk menjalani hidup sendiri. 

Padahal, kita datang ke dunia ini sendiri. Kita pun akan pergi dari dunia ini sendiri. Kita akan dikubur sendiri. Kita akan mempertanggungjawabkan semuanya sendiri. Dan selain itu banyak keutamaan dalam beribadah sendiri, selain fakta bahwa shalat berjamaah lebih baik 27 derajat. Akan tetapi shalat-shalat sunnah terutama tahajjud dilakukan sendiri agar kita punya ruang privasi bersama Allah Ta'ala. Puncak dari ibadah haji yang berupa wukuf di Padang 'Arafah pun pada hakikatnya melakukan perenungan sendiri. Itu kenapa istilahnya "wukuf", berhenti sejenak dari hiruk pikuk dan riuh rendah dunia. Menyenderi hanya bersama Allah Ta'ala di padang yang artinya "Padang Pengenalan". Karena butuh ruang perenungan yang dalam untuk mengenal diri dan kehidupan yang Dia tetapkan agar kita bisa mulai mengenal siapa Dia Ta'ala. 

Jadi, memang kita membutuhkan ruang hening dan area privasinya masing-masing. Itu sehat. Agar kita punya kesempatan untuk meraba dan membaca diri, melakukan perenungan akan arah hidup dan hal-hal yang membuat kita menjadi lebih memaknai anugerah kehidupan ini.

Jangan kaget kalau kita dibuat menyendiri dalam kehidupan. Tiba-tiba anak-anak beranjak dewasa dan jarang di rumah, pasangan punya kesibukannya masing-masing, teman-teman tiba-tiba tidak ada yang mengajak kumpul-kumpul. Justru bagi seorang pencari Allah, saat-saat kita dibuat sepi dari semua kegiatan sosialita itulah saat ketika Dia memanggil kita. Seperti kata Jalaluddin Rumi,

"Manakalah kau sedang sendiri, ingatkan dirimu sendiri bahwa Tuhan telah membuat orang-orang pergi darimu agar hanya ada dirimu dan Diri-Nya."


1 Januari 2025 pukul 00.52

Dari lantai 10 Fletcher Wellness Hotel Leiden, masih terdengar suara deru kembang api dan petasan bersahut-sahutan  :)

Five Major Things I've Learned in 2024

 These are the major five things i have learned in 2024:

1. Find meaning in every joy and sorrow. If you can’t see it yet, be patient and look again! You’ll get there. It makes me appreciate small things in life (that actually are NOT small at all).
2. Free yourself from duality (good-bad, happy-sad, alone-being with someone, rich-poir, lacking-abundance etc). The you will start to see another world and hear the voice of your soul.
3. Don’t resist the change and let life live through us. Surrender and let God work through us.
4. Don’t entertain your thought too much, otherwise we will be worry about everything.
5. Sometimes holding on does more damage than letting go. Especially when you are ready to grow but your environment it’s just not suitable for you anymore.

Leiden, Fletcher Wellness Hotel
31 December 2024 (1 Rajab 1446 H)
In a cold winter time and fireworks started to lit up the sky


 When i was a child, i had a dream a lot that i’ve ability to fly easily. Flying became one of my obsession. That’s probably why i like to watch Superman, Star Wars, Star trek and wanted to be an astronaut. I want to roam the sky and  reached the final frontier. Somehow i can feel its there.


Growing up, the feeling of flying it’s still there, but then i realized that it was my deepest longing for God. I started to do lots of shalat, as the way for my soul to fly (mi’raj). And it feels good! I testify that there is no actual worldly problem or situation that cannit be solved through shalat. It is when we tried to open up ourselves and let God’s power shines on us and magically moves our worlds.


I still like to fly. And i feel the closest thing to feel like flying is when i swim. It’s in the moment where my body just floating in the water. What a joy! 


I have learned that behind our desire for something - or even someone - there is an underlying divine desire that is waiting to be discovered or perhaps re-discovered. It is the knowledge of who we are and who God is. Something that our soul knows since the beginning of time. When all of our souls testified “balaa syahidna” , yes we testify to God’s question of “Am I not your Lord?” A very intimate and beautiful question where the answer of the question lies in the question itself. How can we not love Him?❤️

Leiden, 31 December 2024

10.13 morning

Monday, December 30, 2024

Yakin Rezeki Sudah Allah Jamin?

 Salah satu hal yang kerap membuat pusing manusia, rumah tangga retak, kekeluargaan rusak, persahabatan putus dan tak jarang perang dalam berbagai skala bisa berkecamuk, yaitu perkara duit atau rezeki. Yes, it's all 'bout the money. It's all 'bout the dum dum da da dum dum.

Tapi, kalau kita benar-benar orang yang beragama, sebenarnya tidak perlu dibuat susah oleh masalah rezeki ini, banyak hal dalam khazanah agama memberikan panduan bagaimana kita menyikapi kehidupan berkaitan dengan masalah rezeki ini, misalkan dalam Al Quran surat Al A'raaf [7]:96

“Andai penduduk suatu negeri itu beriman dan bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan menurunkan rezeki dari langitnya dan barokah yang datang dari bumi” 

Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya ruhul qudus telah membisikkan ke dalam jiwaku bahwa setiap jiwa tidak akan mati sampai sempurna ajalnya dan dia habiskan semua jatah rezekinya. Karena itu bertaqwalah kepada Allah dan perbaguslah cara dalam mengais rezeki. Jangan sampai tertundanya rezeki mendorong kalian untuk mencarinya dengan cara bermaksiat kepada Allah. Karena rezeki di sisi Allah tidak akan diperoleh kecuali dengan taat kepada-Nya." 

Dan banyak lagi keterangan serupa yang menegaskan bahwa rezeki itu dijamin oleh Allah dan kita tahu itu tapi toh ketika kita berhadapan dengan kesempitan kehidupan hati kita masih tetap berguncang, tidak yakin bahwa Allah akan menjamin. Yang ada kita panik mencari solusi-solusi horizontal, kalau perlu pinjam sana-sini, tak peduli bunganya tak masuk akal. Kita seperti kehilangan akal sehat saat berhadapan dengan himpitan kehidupan dan melupakan Allah. Padahal kalau tenang saja menghadapinya, maka pintu-pintu penyelesaian masalah akan terbuka dan Dia akan bekerja sesuai dengan janji-Nya. Dan sungguh Allah adalah Dzat yang selalu memenuhi janji-Nya. 

Saya kerap mendengar penuturan langsung dari seorang ibu yang ditinggal suaminya, entah karena suaminya meninggal atau pergi meninggalkan dia dan anak-anak untuk perempuan lain. Di awal waktu ibu itu dalam keadaan tidak berdaya, tidak punya penghasilan sedangkan anak masih kecil semua. Selama bertahun-tahun ada yang bekerja dengan berjualan makanan di depan rumah, ada yang pulang ke kampung halaman dan berusaha menapaki kehidupan baru dari nol. Tapi semuanya memberi kesaksian setelah belasan tahun berselang dan anak-anak sudah lulus kuliah dan bekerja. Beberapa ada yang sudah memiliki 7 cucu. Ternyata life goes on. Ibu dan anak-anak tidak binasa walaupun pada saat itu tidak ada bayangan bagaimana mencukup kebutuhan sehari-hari. Mereka menjalani kehidupan hari ke hari dan menyaksikan bagaimana Sang Maha Pemberi Rezeki, Allah Ta'ala bekerja. Ada saja rezekinya, tak ada yang sampai mati kelaparan. 

Jadi, apapun ketakutan yang ada di benak kita itu sama sekali tak beralasan. Itu adalah cerita yang kita kreasi dari sebuah ketakutan yang tak pada tempatnya dan tidak produktif dikuasai oleh ketakutan seperti itu. Lebih baik tenang, berdoa, dan berikhtiar dengan apa-apa yang Dia mudahkan dan disampaikan di semesta kita masing-masing. One day at a time. Tidak perlu mengkhawatirkan esok hari atau minggu depan apalagi bulan depan. Itu masih gaib. Dan orang beriman mestinya lebih percaya dengan rezeki yang ada di tangan Allah - yang memang tidak kelihatan - dibanding sekadar rezeki yang ada di rekening kita. Itulah cara mengenal Dia sebagai Rabb. Ketika tak ada satu makhluk pun yang terlibat dan kita melihat keajaiban demi keajaiban sekecil dan sesederhana apapun terjadi dalam hidup. Hanya dengan itu kita bisa memuja-Nya dan beribadah kepada-Nya dengan sebuah ubudiyah dan tingkat ihsan yang lebih dalam. Karena kita makin mengenal Dia lewat pengalaman hidup itu. Dan tidaklah seseorang mengenal-Nya melainkan dia akan semakin mencintai dan takjub kepada-Nya.[]

Leiden, 31 Desember 2024

1.36 dini hari



Agar Tak Lalai Di Pergantian Tahun 2024-2025

 Pergantian tahun 2024 ini spesial, karena saat memasuki waktu maghrib jelang lepas tahun 2024 kita menyambut datangnya bulan Rajab yang dikenal sebagai bulannya Allah. Kenapa disebut sebagai bulannya Allah? Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rajab terpilih menjadi bulannya Allah karena bulan itu tidak pernah membuka keburukan seseorang. Kiranya demikian karakteristik Allah Ta'ala, Dia banyak menutupi kekurangan dan kesalahan kita di mata manusia yang kalau sekejap saja penutup itu disingkapkan mungkin banyak manusia sudah mengutuk kita atau merah padam muka kita karena malu. 

Bagi mereka yang menyambut bulan mulia Rajab ini maka Allah Ta'ala pun akan memberikan sambutan yang spesial. Akan tetapi kebanyakan kaum muslim sendiri lalai bersiap menyambutnya karena kurang pamor dibandingkan datangnya bulan Ramadhan atau bulan Syawal. Maka ada keistimewaan besar bagi mereka yang Allah izinkan untuk merenung, beribadah dan khusyu di malam satu Rajab. Mungkin godaannya akan tertarik ikut berpesta dan tenggelam dalam riuh rendah pesta pergantian akhir tahun dengan nyala dan bising petasan dan kembang api yang pecah bergantian. Tapi kalau kita mau benar-benar berubah hidup kita di tahun ke depan, selaiknya kita mengubah cara kita dalam menyambutnya. Apalagi ini bertepatan dengan datangnya bulan khusus Rajab. Lebih baik bertafakur, membaca dan mengkaji Al Quran, membaca kitab diri, berdzikir dan banyak bermunajat dengan Allah Ta'ala dan saksikan bagaimana penyambutan Allah pada mereka yang menyambut bulan-Nya yang spesial ini...

Musim dingin di Leiden, 30 Desember 2024

21.17

Monday, December 16, 2024

Kenapa kita mencari Tuhan?

 Kita sering mendengar ungkapan "mencari Tuhan" atau "mencari kebenaran" mencuat di antara deru pencarian manusia akan hal-hal yang dianggapnya bisa membawa kebahagiaan atau mengamankan kehidupannya. 

Jiwa pada dasarnya memang mencari sesuatu yang obyeknya bukan berasal dari alam material dunia ini, karena jiwa adalah makhluk langit dan berasal dari cahaya. Apa yang dicari oleh jiwa karenanya bukan komoditi yang bisa kita dapatkan di toko-toko online dan dibungkus rapi untuk dikirimkan ke alamat masing-masing. Apa yang dicari jiwa adalah hal-hal yang tinggi seperti ketenangan, kebahagiaan, kesadaran, pemahaman, kesabaran, kebersyukuran dll. Termasuk pencariannya tentang Tuhan. 

Dalam Al Quran, ada sebuah ayat penting yang mengatakan tentang suatu masa ketika jasad-jasad manusia belum dilahirkan di muka bumi, semua jiwa manusia pernah berkumpul di suatu tempat dan menyaksikan Dia sang Rabb, Tuhan semesta alam. 

(Ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari tulang punggung anak cucu Adam, keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksiannya terhadap jiwa-jiwa mereka sendiri (seraya berfirman), 

"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" 

Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi."

(Kami melakukannya) agar pada hari Kiamat kamu (tidak)mengatakan, "Sesungguhnya kami lengah terhadap hal ini."

QS Al A'raaf [7]:172

Memang ada suatu masa ketika jiwa-jiwa kita mengenal Tuhan. Dan sejak saat itu tidak ada yang didambakan oleh hati kecuali mencari jejak-jejak-Nya di semesta alam. Barangkali ini bisa menjelaskan kenapa kita selalu punya rasa mencari dan sebuah kerinduan yang dalam yang tak pernah bisa terpuaskan oleh segala sesuatu selain Dia.

Kita lebih paham sekarang kenapa manusia cenderung mencari Tuhan. Karena kita pernah mengenal-Nya dan jatuh cinta kepada-Nya. Dialah Sang cinta pertama kita. Sejak saat itu tak ada yang hati ini dambakan kecuali mencari jalan untuk mengenal dan mendekati-Nya. Dan bukankah seseorang hanya mencari sesuatu yang pernah dikenalnya dan kemudian merasa kehilangan?

Amsterdam, musim dingin 16 Desember 2024 / 15 Jumadil Akhir 1446 H

14.06