Tuesday, December 31, 2024

Saat Sendiri

 Kenapa takut untuk menyendiri?

Kenapa sedih jika kita merasa sendiri? 

Mungkin karena kita sudah terbiasa bersama-sama dengan seseorang, dilingkup keramaian keluarga atau teman-teman setiap hari hingga kita lupa bagaimana rasanya untuk menjalani hidup sendiri. 

Padahal, kita datang ke dunia ini sendiri. Kita pun akan pergi dari dunia ini sendiri. Kita akan dikubur sendiri. Kita akan mempertanggungjawabkan semuanya sendiri. Dan selain itu banyak keutamaan dalam beribadah sendiri, selain fakta bahwa shalat berjamaah lebih baik 27 derajat. Akan tetapi shalat-shalat sunnah terutama tahajjud dilakukan sendiri agar kita punya ruang privasi bersama Allah Ta'ala. Puncak dari ibadah haji yang berupa wukuf di Padang 'Arafah pun pada hakikatnya melakukan perenungan sendiri. Itu kenapa istilahnya "wukuf", berhenti sejenak dari hiruk pikuk dan riuh rendah dunia. Menyenderi hanya bersama Allah Ta'ala di padang yang artinya "Padang Pengenalan". Karena butuh ruang perenungan yang dalam untuk mengenal diri dan kehidupan yang Dia tetapkan agar kita bisa mulai mengenal siapa Dia Ta'ala. 

Jadi, memang kita membutuhkan ruang hening dan area privasinya masing-masing. Itu sehat. Agar kita punya kesempatan untuk meraba dan membaca diri, melakukan perenungan akan arah hidup dan hal-hal yang membuat kita menjadi lebih memaknai anugerah kehidupan ini.

Jangan kaget kalau kita dibuat menyendiri dalam kehidupan. Tiba-tiba anak-anak beranjak dewasa dan jarang di rumah, pasangan punya kesibukannya masing-masing, teman-teman tiba-tiba tidak ada yang mengajak kumpul-kumpul. Justru bagi seorang pencari Allah, saat-saat kita dibuat sepi dari semua kegiatan sosialita itulah saat ketika Dia memanggil kita. Seperti kata Jalaluddin Rumi,

"Manakalah kau sedang sendiri, ingatkan dirimu sendiri bahwa Tuhan telah membuat orang-orang pergi darimu agar hanya ada dirimu dan Diri-Nya."


1 Januari 2025 pukul 00.52

Dari lantai 10 Fletcher Wellness Hotel Leiden, masih terdengar suara deru kembang api dan petasan bersahut-sahutan  :)

Five Major Things I've Learned in 2024

 These are the major five things i have learned in 2024:

1. Find meaning in every joy and sorrow. If you can’t see it yet, be patient and look again! You’ll get there. It makes me appreciate small things in life (that actually are NOT small at all).
2. Free yourself from duality (good-bad, happy-sad, alone-being with someone, rich-poir, lacking-abundance etc). The you will start to see another world and hear the voice of your soul.
3. Don’t resist the change and let life live through us. Surrender and let God work through us.
4. Don’t entertain your thought too much, otherwise we will be worry about everything.
5. Sometimes holding on does more damage than letting go. Especially when you are ready to grow but your environment it’s just not suitable for you anymore.

Leiden, Fletcher Wellness Hotel
31 December 2024 (1 Rajab 1446 H)
In a cold winter time and fireworks started to lit up the sky


 When i was a child, i had a dream a lot that i’ve ability to fly easily. Flying became one of my obsession. That’s probably why i like to watch Superman, Star Wars, Star trek and wanted to be an astronaut. I want to roam the sky and  reached the final frontier. Somehow i can feel its there.


Growing up, the feeling of flying it’s still there, but then i realized that it was my deepest longing for God. I started to do lots of shalat, as the way for my soul to fly (mi’raj). And it feels good! I testify that there is no actual worldly problem or situation that cannit be solved through shalat. It is when we tried to open up ourselves and let God’s power shines on us and magically moves our worlds.


I still like to fly. And i feel the closest thing to feel like flying is when i swim. It’s in the moment where my body just floating in the water. What a joy! 


I have learned that behind our desire for something - or even someone - there is an underlying divine desire that is waiting to be discovered or perhaps re-discovered. It is the knowledge of who we are and who God is. Something that our soul knows since the beginning of time. When all of our souls testified “balaa syahidna” , yes we testify to God’s question of “Am I not your Lord?” A very intimate and beautiful question where the answer of the question lies in the question itself. How can we not love Him?❤️

Leiden, 31 December 2024

10.13 morning

Monday, December 30, 2024

Yakin Rezeki Sudah Allah Jamin?

 Salah satu hal yang kerap membuat pusing manusia, rumah tangga retak, kekeluargaan rusak, persahabatan putus dan tak jarang perang dalam berbagai skala bisa berkecamuk, yaitu perkara duit atau rezeki. Yes, it's all 'bout the money. It's all 'bout the dum dum da da dum dum.

Tapi, kalau kita benar-benar orang yang beragama, sebenarnya tidak perlu dibuat susah oleh masalah rezeki ini, banyak hal dalam khazanah agama memberikan panduan bagaimana kita menyikapi kehidupan berkaitan dengan masalah rezeki ini, misalkan dalam Al Quran surat Al A'raaf [7]:96

“Andai penduduk suatu negeri itu beriman dan bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan menurunkan rezeki dari langitnya dan barokah yang datang dari bumi” 

Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya ruhul qudus telah membisikkan ke dalam jiwaku bahwa setiap jiwa tidak akan mati sampai sempurna ajalnya dan dia habiskan semua jatah rezekinya. Karena itu bertaqwalah kepada Allah dan perbaguslah cara dalam mengais rezeki. Jangan sampai tertundanya rezeki mendorong kalian untuk mencarinya dengan cara bermaksiat kepada Allah. Karena rezeki di sisi Allah tidak akan diperoleh kecuali dengan taat kepada-Nya." 

Dan banyak lagi keterangan serupa yang menegaskan bahwa rezeki itu dijamin oleh Allah dan kita tahu itu tapi toh ketika kita berhadapan dengan kesempitan kehidupan hati kita masih tetap berguncang, tidak yakin bahwa Allah akan menjamin. Yang ada kita panik mencari solusi-solusi horizontal, kalau perlu pinjam sana-sini, tak peduli bunganya tak masuk akal. Kita seperti kehilangan akal sehat saat berhadapan dengan himpitan kehidupan dan melupakan Allah. Padahal kalau tenang saja menghadapinya, maka pintu-pintu penyelesaian masalah akan terbuka dan Dia akan bekerja sesuai dengan janji-Nya. Dan sungguh Allah adalah Dzat yang selalu memenuhi janji-Nya. 

Saya kerap mendengar penuturan langsung dari seorang ibu yang ditinggal suaminya, entah karena suaminya meninggal atau pergi meninggalkan dia dan anak-anak untuk perempuan lain. Di awal waktu ibu itu dalam keadaan tidak berdaya, tidak punya penghasilan sedangkan anak masih kecil semua. Selama bertahun-tahun ada yang bekerja dengan berjualan makanan di depan rumah, ada yang pulang ke kampung halaman dan berusaha menapaki kehidupan baru dari nol. Tapi semuanya memberi kesaksian setelah belasan tahun berselang dan anak-anak sudah lulus kuliah dan bekerja. Beberapa ada yang sudah memiliki 7 cucu. Ternyata life goes on. Ibu dan anak-anak tidak binasa walaupun pada saat itu tidak ada bayangan bagaimana mencukup kebutuhan sehari-hari. Mereka menjalani kehidupan hari ke hari dan menyaksikan bagaimana Sang Maha Pemberi Rezeki, Allah Ta'ala bekerja. Ada saja rezekinya, tak ada yang sampai mati kelaparan. 

Jadi, apapun ketakutan yang ada di benak kita itu sama sekali tak beralasan. Itu adalah cerita yang kita kreasi dari sebuah ketakutan yang tak pada tempatnya dan tidak produktif dikuasai oleh ketakutan seperti itu. Lebih baik tenang, berdoa, dan berikhtiar dengan apa-apa yang Dia mudahkan dan disampaikan di semesta kita masing-masing. One day at a time. Tidak perlu mengkhawatirkan esok hari atau minggu depan apalagi bulan depan. Itu masih gaib. Dan orang beriman mestinya lebih percaya dengan rezeki yang ada di tangan Allah - yang memang tidak kelihatan - dibanding sekadar rezeki yang ada di rekening kita. Itulah cara mengenal Dia sebagai Rabb. Ketika tak ada satu makhluk pun yang terlibat dan kita melihat keajaiban demi keajaiban sekecil dan sesederhana apapun terjadi dalam hidup. Hanya dengan itu kita bisa memuja-Nya dan beribadah kepada-Nya dengan sebuah ubudiyah dan tingkat ihsan yang lebih dalam. Karena kita makin mengenal Dia lewat pengalaman hidup itu. Dan tidaklah seseorang mengenal-Nya melainkan dia akan semakin mencintai dan takjub kepada-Nya.[]

Leiden, 31 Desember 2024

1.36 dini hari



Agar Tak Lalai Di Pergantian Tahun 2024-2025

 Pergantian tahun 2024 ini spesial, karena saat memasuki waktu maghrib jelang lepas tahun 2024 kita menyambut datangnya bulan Rajab yang dikenal sebagai bulannya Allah. Kenapa disebut sebagai bulannya Allah? Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rajab terpilih menjadi bulannya Allah karena bulan itu tidak pernah membuka keburukan seseorang. Kiranya demikian karakteristik Allah Ta'ala, Dia banyak menutupi kekurangan dan kesalahan kita di mata manusia yang kalau sekejap saja penutup itu disingkapkan mungkin banyak manusia sudah mengutuk kita atau merah padam muka kita karena malu. 

Bagi mereka yang menyambut bulan mulia Rajab ini maka Allah Ta'ala pun akan memberikan sambutan yang spesial. Akan tetapi kebanyakan kaum muslim sendiri lalai bersiap menyambutnya karena kurang pamor dibandingkan datangnya bulan Ramadhan atau bulan Syawal. Maka ada keistimewaan besar bagi mereka yang Allah izinkan untuk merenung, beribadah dan khusyu di malam satu Rajab. Mungkin godaannya akan tertarik ikut berpesta dan tenggelam dalam riuh rendah pesta pergantian akhir tahun dengan nyala dan bising petasan dan kembang api yang pecah bergantian. Tapi kalau kita mau benar-benar berubah hidup kita di tahun ke depan, selaiknya kita mengubah cara kita dalam menyambutnya. Apalagi ini bertepatan dengan datangnya bulan khusus Rajab. Lebih baik bertafakur, membaca dan mengkaji Al Quran, membaca kitab diri, berdzikir dan banyak bermunajat dengan Allah Ta'ala dan saksikan bagaimana penyambutan Allah pada mereka yang menyambut bulan-Nya yang spesial ini...

Musim dingin di Leiden, 30 Desember 2024

21.17

Monday, December 16, 2024

Kenapa kita mencari Tuhan?

 Kita sering mendengar ungkapan "mencari Tuhan" atau "mencari kebenaran" mencuat di antara deru pencarian manusia akan hal-hal yang dianggapnya bisa membawa kebahagiaan atau mengamankan kehidupannya. 

Jiwa pada dasarnya memang mencari sesuatu yang obyeknya bukan berasal dari alam material dunia ini, karena jiwa adalah makhluk langit dan berasal dari cahaya. Apa yang dicari oleh jiwa karenanya bukan komoditi yang bisa kita dapatkan di toko-toko online dan dibungkus rapi untuk dikirimkan ke alamat masing-masing. Apa yang dicari jiwa adalah hal-hal yang tinggi seperti ketenangan, kebahagiaan, kesadaran, pemahaman, kesabaran, kebersyukuran dll. Termasuk pencariannya tentang Tuhan. 

Dalam Al Quran, ada sebuah ayat penting yang mengatakan tentang suatu masa ketika jasad-jasad manusia belum dilahirkan di muka bumi, semua jiwa manusia pernah berkumpul di suatu tempat dan menyaksikan Dia sang Rabb, Tuhan semesta alam. 

(Ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari tulang punggung anak cucu Adam, keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksiannya terhadap jiwa-jiwa mereka sendiri (seraya berfirman), 

"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" 

Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi."

(Kami melakukannya) agar pada hari Kiamat kamu (tidak)mengatakan, "Sesungguhnya kami lengah terhadap hal ini."

QS Al A'raaf [7]:172

Memang ada suatu masa ketika jiwa-jiwa kita mengenal Tuhan. Dan sejak saat itu tidak ada yang didambakan oleh hati kecuali mencari jejak-jejak-Nya di semesta alam. Barangkali ini bisa menjelaskan kenapa kita selalu punya rasa mencari dan sebuah kerinduan yang dalam yang tak pernah bisa terpuaskan oleh segala sesuatu selain Dia.

Kita lebih paham sekarang kenapa manusia cenderung mencari Tuhan. Karena kita pernah mengenal-Nya dan jatuh cinta kepada-Nya. Dialah Sang cinta pertama kita. Sejak saat itu tak ada yang hati ini dambakan kecuali mencari jalan untuk mengenal dan mendekati-Nya. Dan bukankah seseorang hanya mencari sesuatu yang pernah dikenalnya dan kemudian merasa kehilangan?

Amsterdam, musim dingin 16 Desember 2024 / 15 Jumadil Akhir 1446 H

14.06


Wednesday, October 30, 2024


 “SO WE CAN CONTINUE LIVING”


Kadang kita ditakdirkan berada dalam sebuah keadaan yang dizalimi sedemikian rupa - dalam berbagai level - sehingga kita harus berhijrah. Bisa jadi pindah pekerjaan, pindah rumah tangga, atau dalam penuturan ibu dari Syria berikut, dia terpaksa harus meninggalkan kampung halamannya untuk bertahan hidup.


Perang yang berkecamuk di Syria sekitar 10 tahun yang lalu membuat Abdel, seorang ayah dengan istri dan anak di dalam kandungan sang ibu mencari jalan sebisa mungkin untuk mengungsikan keluarganya dari zona perang. Saat itu, rute evakuasi yang paling cepat dan memungkinkan adalah hijrah melalui jalur laut. Dia harus merogoh saku dalam-dalam untuk membayar uang sejumlah 7000 dolar Amerika per kepala untuk sekadar punya tempat di dalam perahu tua yang kadang sudah tidak layak tapi masih digunakan berkali-kali itu. Kadang si penjual tak memperhitungkan keselamatan penumpang, hanya menjual sebanyak-banyaknya dengan memanfaatkan kepanikan massa sehingga tidak sedikit para pengungsi yang berakhir mati tenggelam di laut.


Akhirnya Abdel dan sang istri yang sedang hamil besar itu mendapatkan perahu. Mereka semoat terkatung-katung di atas lautan beberapa hari tanpa minum dan makanan. Nyaris mati. Hingga akhirnya diselamatkan oleh tim penyelamat.


Saya berkesempatan bicara langsung dengan mereka. Setiap kali Abdel bercerita tentang hari dimana dia mengungsi, air mata menggenang di pelupuk matanya. “Saya melihat sehari-hari bagaimana anak-anak bermain di luar dan tak lama kemudian kembali dengan lubang di kepala atau dadanya. Saya tidak mau itu terjadi kepada anak-anak saya. Kita harus hijrah. So we can continue living”


Sekarang, setelah 10 tahun berselang, saya masih bertegur sapa setiap kali bertemu Abdel dan istri serta anak-anaknya di jalan. Ya, mereka dikarunai dua anak laki-laki yang sehat dan cerdas. Mereka bersekolah, bersepeda dan melanjutkan hidup. Abdel dan istrinya bekerja bergantian di sebuah restoran untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Yes, life goes on.

 

“Bukankah bumi Allah luas sehingga kami dapat berhijrah di sana?” QS An Nisaa:97


(photo ikustrasi pengungsi dari Syria dari shutterstock)

Saturday, October 26, 2024

 AGAR TAK KHAWATIR SOAL REZEKI


Rezeki itu sudah diaturkan oleh Allah. Saat janin di dalam kandungan ibunda usia 120 hari, ditentukan empat ketetapan hidup bersamaan dengan ditiupkan jiwa dan ruh sang bayi ke dalam jasadnya yang masih kecil. Rezeki ditetapkan pertama, diikuti oleh ajal, amal lalu kebahagiaan dan kesedihannya. Semua sudah dikadar dengan demikian teliti agar khazanah yang ada di dalam jiwa masing-masing orang bertumbuh dengan baik.

Maka, tak perlu pusing ihwal rezeki. Optimalkan ikhtiar tapi tawakal hanya kepada Allah, bukan kepada usaha kita atau yang selain Allah. Agar tauhid kita terjaga. Supaya ma'rifatnya pun diraih.

Dalam Al Qur'an, istilah "rezeki" diulang di 123 ayat. Dan kebanyakan terkait dengan "al maa'idah", bukan sembarang makanan tetapi makanan dari langit. Makanan buat jiwa kita, agar aql jiwa bertumbuh dan menjadi semakin mengenal Allah. Otomatis dia akan mengenal diri dan kehidupannya. Pengenalan ini menjadikan dia semakin kokoh dalam menapaki takdir kehidupan. Tak akan terombang-ambing oleh perubahan yang akan selalu ada. Tak akan dibuat mudah resah oleh kesempitan hidup yang merupakan bagian dari pemurnian jiwa.

Hidup itu ada orientasinya. Kadang kita dibuat dalam kelapangan, tapi ada masa-masa kita dalam kesempitan. Terima dan berdamailah dengan itu semua. Agar kita bisa menjadi hamba-Nya yang bersyukur.

Ardenne, Belgia
Liburan musim gugur, 27 Oktober 2024

Wednesday, October 9, 2024

Menemukan Kebahagiaan

 "Orang hanya akan bahagia jika menemukan hal yang pas dengan dirinya"

- Zamzam AJ Tanuwijaya, Mursyid Thariqah Qudusiyah


Selama berabad-abad lamanya orang menafsirkan kebahagiaan. Beragam konsep dan teori serta metode dicoba dikembangkan untuk membuat orang bahagia. Bermacam produk dan hiburan tertentu diluncurkan untuk membuat manusia bahagia. Tapi kenapa kenyataannya tidak sedikit orang yang merasa tidak bahagia bahkan dirinya merasa menjalani kesengsaraan hidup?

Konsep bahagia dalam Al Quran tersemat dalam kata "thayyibah", dimana akar kata yang sama diulang sebanyak 50 kali dalam berbagai ayat yang tersebar di dalam Al Quran. "Thayyib" terkait dengan konsep diri, karena yang dinamakan bahagia adalah ketika kita menemukan, bekerja, berkecimpung dalam hal yang pas bagi diri kita yang hakiki. Yaitu sang jiwa. Hati yang akan mengenali. Bukan kecocokan semu yang diukur dari hawa nafsu atau syahwat kita. Sangat halus memang pada pelaksanaannya, akan tetapi semakin kita mengasah hati dengan dzikir, hal-hal yang halus akan semakin teraba keberadaannya. Mengapa hati perlu diasah ? Agar dia mampu menerima petunjuk Allah.

"...siapa beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya..."

- QS Ath Thaghabuun [64]:11

Tuntunan Allah itu yang akan memandu kita menemukan pasangan yang pas, pekerjaan yang pas, makanan yang pas, baju yang pas, hiburan yang pas, rumah yang pas dan lain-lain kebutuhan kita di dunia ini. Karena siapa yang lebih mengetahui apa yang paling pas buat kita selain Sang Pencipta kita sendiri. Masuk akal bukan?

Maka, absurd kiranya mencoba meraih kebahagiaan dengan melupakan Tuhan dan tidak melibatkan Dia dalam proses meraihnya. Yang ada orang hanya akan terapung-apung dalam samudera ketidakpastian dan tanpa arah. Merasa bahagia, tapi sebenarnya hanya membekukan perasaan sedih saja atau denial - mendustakannya, berpura-pura hal itu tidak ada. Karena bahagia bukan sekadar tidak merasa sakit. Dan orang hanya akan berlomba-lomba menenggak pain killer atau melakukan apapun yang bisa mengalihkan rasa sakitnya, rasa sepinya, rasa hampanya dan deritanya. Justru kebahagiaan hanya bisa diraih setelah kita berhadapan dengan semua aspek kegelapan diri, itu satu-satunya jalan untuk menjelang cahaya kebahagiaan. Sebuah kebahagiaan yang tidak lagi terikat oleh sebab-akibat, tidak lagi tergantung oleh keberadaan sesuatu atau seseorang yang akan selalu datang dan pergi. Sebuah kebahagiaan yang menjejak dalam di hati sanubari, bukan sekadar angin lalu yang mudah disapu oleh perubahan waktu. 

Bahagia yang kita cari adalah thayyibah, sesuatu yang berakar pada pengetahuan tentang siapa diri kita. Dan pengetahuan diri itu yang akan menuntun kita untuk semakin mengenal-Nya. Sang Pencipta kita. Cinta pertama kita...


Amsterdam, 9 Oktober 2024 / 6 Rabi'ul Akhir 1446 H

10.17 pagi, saat anak-anak sekolah di musim gugur yang mulai dingin.

Friday, September 20, 2024

Tidak Sekadar Memperbanyak Amal

“Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati dan amalan kalian.” (HR. Muslim)

Hati adalah sasaran pandang Allah. Tak peduli sebanyak apapun amalan lahiriyahnya jika tidak disertai dengan amalan hati dan bersinarnya hati maka semua amalan itu akan sia-sia saja. 

Apa artinya shalat beribu kali jika tanpa disertai hati yang penuh keberserah dirian kepada-Nya?

Apa makna ribuan takbir di lisan jika tak ada ketakjuban di hati kepada kebesaran-Nya?

Apa nilai milyaran sedekah kita jika tidak disertai dengan sebuah ketundukan dan kebersyukuran dari dalam lubuk hati kita kepada-Nya?

Pada akhirnya kita harus bisa melihat bahwa apapun yang Dia hadirkan, baik itu episode kesenangan maupun kesedihan dalam hidup, baik dan buruk, lapang dan sempit, sehat dan sakit semua itu untuk membentuk hati yang mencintai-Nya dalam setiap keadaan. Hati yang bersyukur dan memuja-Nya atas semua pilihan takdir yang Dia turunkan dari saat ke saat. Sehingga si hamba menapaki aliran ketetapan hidupnya dengan suka cita (tau'an) yang hanya dengan itu maka tujuh langit lapisan qalb dalam jiwanya akan dikembangkan. 

Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". Keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati".

Lalu, Dia menjadikan-Nya tujuh langit dalam dua masa dan pada setiap langit Dia mewahyukan urusan masing-masing. Kemudian langit yang paling dekat (dengan bumi), Kami hiasi dengan bintang-bintang sebagai penjagaan (dari setan). Demikianlah ketetapan (Allah) Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui.

- QS Fussilat [41]: 11-12

Dalam setiap pengembangan langit qalb itulah ma'rifat seseorang akan Rabbnya akan bertambah. Dan seiring dengan bertambahnya pengetahuan  kepada-Nya akan bertambah pula kecintaan kepada-Nya sehingga ia akan menjadi hamba yang memuja-Nya dengan dalam. Dan bukanlah untuk itu kita dicipta? Untuk semakin mengenal-Nya? Sebagaimana firman Allah Ta'ala yang tertuang dalam hadits qudsiy,

"Aku adalah khazanah yang tersembunyi (khanzun mahfiy), Aku cinta untuk dikenal karena itu Aku ciptakan makhluk supaya Aku diketahui."




Tuesday, September 10, 2024

Ujian Hidup Membawa Berkah

 Seorang ibu berkisah tentang pengalamannya ditempa ujian baru-baru ini dalam hidupnya. Sebuah ujian hidup yang awalnya dirasa berat, akan tetapi lama kelamaan terasa manisnya dan teraup keberkahan atas kondisi yang tengah Allah Ta'ala tetapkan dalam episode hidupnya itu. 

Apa rasa manis yang dirasakan ketika beliau dirundung oleh masalah tersebut? Yaitu kelezatan berdzikir dan bermunajat kepada-Nya. Ada sebuah kebiasaan berdzikir baru yang Allah Ta'ala tumbuhkan melalui hadirnya kesulitan hidup, yaitu sang ibu terbiasa berdzikir "bismillahirrahmaaniraahiim" saat memulai melakukan sesuatu, apapun itu. Dan mengakhirinya dengan mengucapkan "alhamdulillahirabbil'alamiin"

Mau mandi, basmallah dulu. Selesai mandi baca hamdalah. 

Mau naik kendaraan umum, basmallah dulu sebelum melangkahkan kaki. Keluar dari kendaraan mengucap hamdalah. Saking sudah biasanya, pernah sekali lupa sekian detik tidak mengucap basmallah sambil melangkahkan kaki memasuki kendaraan, karena merasa tidak afdhol sampai keluar lagi dan diulang masuk kendaraan, kali ini dengan membaca basmallah :)

Apa yang beliau rasakan? Ujian hidup yang di awal terasa berat dan membebani itu mulai dirasakan ringan. Seperti Allah Ta'ala mengangkat beban itu dari hatinya. Dan yang ajaib, kehidupan di sekelilingnya terasa 'tersenyum' kepadanya. Ada hal-hal yang dimudahkan. 

Benar, kiranya firman Allah Ta'ala yang disampaikan oleh Rasulullah SAW, 

"...Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. 

Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. 

Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat." 

(HR Bukhari no.6970)


Sunday, September 1, 2024

Inilah fungsi ujian hidup

 Dunia memang dibuat mengecewakan agar kita kembali kepada Allah Ta'ala

---

Cara paling jitu untuk memotong masalah yang ada adalah dengan langsung bertanya kepada Sang Pengirim masalah, apa pesan atau pelajaran yang hendak Dia sampaikan. Tauhid kita harus melihat bahwa semua hal yang terjadi di muka bumi ini adalah dengan izin-Nya. Termasuk masalah apapun yang menimpa kita besar-kecilnya adalah dari Allah Ta'ala, bukan dari yang lain. Ini adalah tangga pertama. Perkara kemudian di tahap berikutnya Allah berikan inspirasi untuk berikhtiar ini dan itu adalah sah-sah saja. Tapi jangan pernah melangkahi tangga pertama merespon kejadian hidup dengan melupakan Allah Ta'ala. Karena kalau kita selalu mengandalkan selain Dia setiap kali ada masalah menghadang, maka sampai mati kita akan dibelit oleh sekian masalah dengan bentuk yang berbeda-beda.

Kenapa demikian?

Karena masalah itu sejatinya adalah sebuah mekanisme yang Allah turunkan agar manusia mengingat-Nya. Agar manusia kembali (taubat) kepada Allah Ta'ala. Agar Dia kembali disebut nama-Nya. Agar hati kita terpaut kembali kepada-Nya.

Kalau hati terbiasa bermunajat kepada Allah di setiap keadaan. Maka ketika masalah menempa sekalipun kita melihatnya sebagai sebuah suapan pengetahuan dari Allah Ta'ala. Ya, lelah kita menghadapinya. Tapi hati bisa berdamai dengan keadaan apapun yang Dia tengah gelar. Dengannya kita setahap demi setahap mulai lari ke atas dan menyapih ikatan hati kita dengan dunia. Ini langkah yang aman, karena dunia itu mengecewakan dan memang didesain mengecewakan agar kita belajar kembali kepada Allah. Selagi masih ada nafas dan waktu, mari kita belajar untuk itu, agar kita tidak dibelit oleh keruwetan yang tak kunjung usai.[]

Pahami kenapa Allah izinkan masalah itu ada?

Masalah hidup ada agar jiwa manusia bertambah cerdas.

Maka renungkan, kenapa Allah mengizinkan masalah ini menimpa saya?

---

Masalah kehidupan itu hal yang niscaya dialami oleh setiap orang. Sebuah mekanisme Ilahiyah untuk mendidik manusia agar tidak terpaku dengan mencari solusi dari skema horizontal semata - yaitu hanya mengandalkan pertolongan dari segenap makhluk-Nya sambil tidak pernah mendongak ke atas dan memohon kepada Allah Ta'ala. Kalau demikian adanya, orang tidak pernah belajar untuk mi'raj, naik ke langit-Nya demi lebih mengenal Allah Ta'ala Sang Pencipta.

Sekali lagi, pandang segenap masalah kehidupan sebagai utusan dari Allah sebagai sarana untuk mencerdaskan akal kita lahir dan batin. Agar kita tidak mudah stress menjalaninya dan hidup dipenuhi ketegangan karena hanya menggapai-gapai solusi dari para ciptaan-Nya tanpa mengambil pelajaran apa di balik hidangan kehidupan yang tengah Allah Ta'ala sajikan di saat itu. Maka disitu pentingnya kita untuk merenung. Sediakanlah ruang hening dalam keseharian untuk mentafakuri keadaan yang ada. Berefleksi ke dalam diri sambil bermunajat kepada-Nya. Dan itu mudah, tak perlu berbayar atau membuat janji, karena Allah Ta'ala sebenarnya siap kapanpun juga. Tetapi kita yang sering belum siap. Maka Dia tengah menanti kesiapan kita sebenarnya. Agar jangan sampai kita mudah terombang-ambing dalam aliran takdir kehidupan yang telah Dia desain dalam pertimbangan ilmu dan keadailannya. Agar tegak langkah hidup kita dan tenang hati dalam menjalaninya. Insya Allah.[]


Sunday, August 18, 2024

Impossible is Nothing

 Kata pikiran kita, "Uangnya dari mana?"

Kata perhitungan medis, "Penyakitnya susah disembuhkan..."

Kata ancang-ancang orang, "Wah susah diperbaiki situasinya..."

Kita sering lupa bahwa apapun yang manusia perhitungkan tidak ada apa-apanya dengan kuasa Allah. 

Lha, katanya kalau shalat "Allahu Akbar", kencang sekali mengatakannya. Tapi apakah benar yakin Allah Maha Besar? Allah Maha Kuasa dibandingkan sekian himpitan kesulitan kehidupan yang membuat kita putus asa dari rahmat-Nya dan seakan-akan tak akan ada jalan keluar yang mungkin ditempuh. Di sinilah iman kita dipertaruhkan. Sejauh mana kebenaran shalat kita. Apakah hanya sekadar lewat di mulut tapi tak menjejak di hati. Apakah sekadar ritual semata yang tidak membawa cahaya makrifat bagi jiwa.

Sahabat, apapun yang kata orang sudah final belum tentu. Karena bagi Allah mudah mengubah apapun dalam sekejap, "kun fa yakun" - jadilah! maka terjadilah ia. Jadi jangan-jangan yang menutup solusi bagi segenap persoalan kita adalah keraguan kita sendiri akan janji Allah, karena ingat Allah akan sesuai dengan prasangka hamba-Nya. Kalau kita ragu maka Dia pun akan enggan untuk melangkah, karena keraguan hanya membawa prasangka buruk dan kalaupun dikabulkan tapi dia masih dalam keadaan ragu, bisa jadi pengabulan doanya itu bukan membuat dia bertambah dekat dengan Allah tapi malah terpincut dengan sebab musabab dari ciptaan-Nya yang dia lihat memberikan solusi. 

Ingat, hidup adalah rangkaian perjalanan untuk mengenal Dia, agar kita makin dekat dengan-Nya. Jalani saja hari ke hari, tak perlu khawatir dengan apa yang belum ada. Adalah prasangka, interpretasi dan pikiran kita sendiri sebenarnya yang menyiksa diri, bukan kenyataan yang ada. Tidak ada yang mustahil bagi Allah. Dengan Dia semuanya mungkin. Asal jangan sampai ada seatom keraguan pun di dalam hati kita. Karena keraguan pada-Nya itu yang justru menghambat turunnya karunia yang sudah Dia siapkan untuk kita masing-masing.  Semoga Allah Ta'ala menolong kita.

Amsterdam, liburan musim panas - sepi di rumah karena anak-anak liburan ke Italia

Satu hari setelah peringatan kemerdekaan RI, 18 Agustus 2024 pukul 14.01 siang

Wednesday, August 14, 2024


 Sejak kecil kalau lihat orang asing tuh lidah seperti ingin berkata-kata tapi karena baru belajar Bahasa Inggris di SMP, barulah saya pede menegur mereka ketika sudah bisa mengucapkan kata-kata dalam Bahasa Inggris. I don’t know why but English language feels so familiar to me.


Ada satu mimpi saat saya kecil yang masih saya ingat jelas. Dalam mimpi itu saya bersama paman berada di kebun binatanh Bandung, di dekat kandang gajah dan kami bertemu satu keluarga orang asing terdiri dari ibu, bapak dan dua anaknya, persis seperti yang ada di foto ini, kemudian saya bisa bercakap-cakap dengan lancar kepada mereka dalam bahasa yang asing buat telinga saya pada saat itu.


Pengalaman saya dengan Bahasa Inggris memang cukup unik. Saya dimudahkan oleh Allah untuk menguasainya. Sejak SMP sudah menonjol di bahasa ini, sering ke depan kelas untuk menjawab pertanyaan guru, diminta memberikan pidato perpisahan dalam Bahasa Inggris. Kemampuan berbahasa ini juga membuat saya sempat dikenal sebagai ko-ass penerjemah di kalangan residen di rumah sakit yang membuat saya sering “dibooking” untuk membantu para residen menyiapkan tesisnya. Saat bekerja di perusahaan multinasional, kemampuan berbahasa ini membuat saya bisa tampil di forum-forum internasional memberikan presentasi dan cukup percaya diri berbicara dengan selevel CEO sekalipun.


Guru saya selalu berpesan bahwa semua bakat kita itu harus menemukan saluran terbaiknya. Bagi saya sat ini, kemampuan berbahasa Inggris itu kemudian Allah tunjukkan untuk menerjemahkan beragam buku yang semoga bermanfaat bagi umat dan mereka yang mencari kebenaran. Juga mulai magang memberikan kelas pelayanan online berbahasa Inggris. Semoga Allah ridho. Itulah kisah singkat saya dan satu bakat yang Allah simpan di dalam diri. Saya yakin setiap sahabat punya bakat yang berbeda-beda yang itu harus juga menemukan tempat terbaiknya di sisi Allah. Semoga Allah Ta’ala membimbing kita semua🥰

Tuesday, August 13, 2024

Anak Harus Kangen Rumah

 Mama saya selalu bilang, “Anak itu harus kangen rumah, kalau ngga bahaya”


Awalnya saya pikir itu hal yang biasa saja, mana ada anak yang tidak kangen rumah tempat dia tumbuh dan dibesarkan dengan cinta kasih disana? Akan tetapi makin dewasa saya baru sadar bahwa tidak semua tempat dan bangunan bisa dikatakan rumah. Not every house is a home.


Rumah yang saya ingat adalah tempat saya bisa beristirahat dengan nyaman, mandi dengan nyaman, makan dengan nyaman dan shalat dengan nyaman.


Rumah yang saya ingat adalah tempat aman dimana saya bisa belajar dan bermain dalam kehangatan keluarga.


Rumah yang saya ingat adalah tempat dimana setidaknya sekali dalam setiap minggu kerabat berkumpul untuk makan bersama karena Mama saya suka masak enak. And yes, foods are our love language.


Ada rasa aman dan nyaman ketika saya berada di rumah. Itu kiranya salah satu kontribusi besar kedua orang tua saya di penggal awal kehidupan yang membantu saya bisa belajar dengan baik dan menciptakan ruang stabil sedemikian rupa yang membuat saya memiliki cukup self-confidence untuk melangkah lebih jauh dan menjadi mandiri dalam hidup.


Terima kasih Mama dan Papa atas kerja keras dan pengorbanannya selama ini.

Terima kasih sudah merawat sejak kecil sampai dewasa, memberi makan lahir dan batin, menemani saat sakit, memfasilitasi sekian banyak hobi yang ada.

Terima kasih sudah menyediakan rumah yang nyaman dan Tessa tahu akan selalu ada tempat untuk kembali kapanpun itu♥️

Sunday, August 11, 2024

 Ya Allah, jadikan Engkau satu-satunya sasaran pandanganku.

Bukan yang lain….

Tidak yang lain…


Amsterdam, 11 Agustus 2024/ 7 Shafar 1446 H

Tuesday, August 6, 2024

 PUJIAN DAN KENYATAAN

"Selama bekerja bersama, aku ngga pernah lihat Tessa marah." kata senior saya kepada kolega lain di tempat kami bekerja selama hampir lima tahun lamanya sampai saat ini, disertai pujian yang lainnya.
Ketika mendengar hal tersebut, saya hanya bisa menunduk malu. Malu karena diri ini lebih tahu betul tentang kemarahan-kemarahan yang bergejolak di dalam hati yang tidak bisa ditangkap oleh orang lain. Tapi Allah Ta'ala Maha Tahu.
Demikianlah. Kerap kali kita menuai pujian dari orang yang hanya melihat kita secara sekilas. Apalagi hanya dari postingan di sosial media. Akan tetapi adalah diri kita yang mestinya lebih tahu ihwal banyaknya kejahatan dalam diri berupa bangga diri, ujub, sombong, riya, dengki, dll.
Maka hati-hati jika mendapatkan pujian. Pertama, sadari bahwa pujian itu sebenarnya bukan untuk kita, karena semua kebaikan berasal dari Allah. Kedua, kita mesti sadar diri bahwa keadaan kita yang sebenarnya adalah jauh dari apa yang orang lain kira. Tidak heran jika ada seseorang yang memuji Ali bin Abi Thalib, beliau akan berkata, "Aku tidak sebagus yang kamu katakan." Bahkan, jika pujian itu banyak diterima dia akan berdoa, "Ya Allah, ampunilah aku atas perkataan mereka, dan jangan Engkau siksa aku gara-gara mereka. Berikanlah kepadaku kebaikan dai apa yang mereka sangkakan kepadaku." Demikianlah adab seorang hamba.[]

Monday, August 5, 2024

 Dunia tempat kita tinggal, hidup dan beraktivitas hanyalah alam mimpi. Hanya orang-orang yang jiwanya tertidur yang menganggap hal tersebut sebagai sebuah kehidupan yang sesungguhnya. Sampai tiba-tiba mereka dikejutkan dengan datangnya kematian yang tibanya tak dapat dihentikan, seperti halnya fajar yang menyingsing.


Ketika kita terbangun dari mimpi itulah kita bisa tertawa atas hal-hal yang kita anggap sebagai sebuah kehilangan dan nestapa dalam hidup ternyata adalah sebuah karunia dari Yang Memberi kehidupan.

Saturday, August 3, 2024

Ketika Perceraian Tak Terelakkan

 Siapapun yang menikah rasanya tidak akan berpikir untuk bercerai. Ia cenderung ingin menikah dengan calon pilihannya itu untuk selamanya. Tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat. Tapi dalam hidup, perceraian bisa jadi tak terelakkan. Banyak kondisi yang memaksa rumah tangga harus mengambil langkah ini. Maka dalam Islam opsi bercerai ada, karena dalam memilih pasangan pun kadang itu adalah sebuah perjalanan dari setiap individu yang sebenarnya kalau ditelisik lebih dalam adalah sebuah perjalanan mencari kesejatian diri untuk pada akhirnya menjadi semakin mengenal Sang Pencipta. 

Saat perceraian tampaknya sudah di pelupuk mata maka semua emosi akan bercampur aduk menjadi satu: marah, sedih, kecewa, takut, khawatir, malu dll. Sadarilah bahwa ini adalah sebuah masa berduka yang rata-rata akan dirasakan demikian menghimpit di enam bulan pertama setelah perceraian ditetapkan secara pribadi. Di beberapa kasus, proses berduka ini bisa membutuhkan waktu dua tahun untuk mengendapkannya.

Memang bercerai adalah hal yang dibenci oleh Allah, sebagaimana hadits Rasulullah SAW bersabda,

"Perbuatan halal, tetapi paling dibenci oleh Allah adalah talak" (HR Abu Daud)

Namun demikian, dalam Al Qur'an kemungkinan itu diberi ruang sedemikian rupa, hanya saja harus dilakukan dengan panduan-Nya,

"...ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf" - QS Al Baqarah 231

Kema'rufan ini terkait dengan ma'rifat. Pada akhirnya semua dinamika hidup, termasuk kehidupan pernikahan kita adalah sebuah wahana untuk semakin mengenal diri. Mengenal karakteristik takdir yang Allah tetapkan kepada setiap diri yang sedemikian rupa ditakar dan ditakdirkan dalam ilmu-Nya. Tujuannya adalah agar kita makin mengenal siapa Dia, Sang Rabbul 'aalamiin. 

Pesan dari tulisan ini adalah bahwa memang menyakitkan episode perceraian ini, apalagi kalau anak terlibat di dalamnya. Akan tetapi jangan kehilangan orientasi dari pagelaran besar yang tengah Allah Ta'ala bentangkan di hadapan kita. Agar kita tidak tenggelam dalam lautan kesedihan yang dalam dan perlahan-lahan bisa berjalan menyongsong hari demi hari dengan sebuah kebersyukuran. Fokuslah dengan segenap pemberian-Nya, bahkan sekedar merasakan bisa menghirup udara pagi dan merasakan hangatnya terpaan sinar matahari di pagi yang cerah. Atau masih bisa tidur dengan nyenyak. Atau masih bisa menikmati secangkir kopi dan makanan yang enak. Temukan kesenangan-kesenangan yang kecil dan tersenyumlah di hati yang dalam. Agar kita tidak dibuat terpuruk dengan ketetapan-Nya. Ingat ayat Allah Ta'ala tentang perang. Inilah medan perjuangan kita,

"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui." - QS Al Baqarah : 216

Imani bahwa apapun yang Allah tetapkan bagi kita termasuk anak-anak kita adalah dalam timbangan kebaikan, keadilan dan ilmu-Nya. Adalah mustahil Dia menzalimi hamba-Nya. Kalaupun masih pedih menjalaninya dan terasa berat, bersabarlah. Pada saatnya kita akan tersenyum menyadari pemberian-Nya yang tersimpan di balik ujian-ujian kehidupan yang terasa menghimpit ini. Sabarlah, semua akan indah pada akhirnya jika dihadapi dengan sabar dan syukur. []

Musim panas di Amsterdam, 3 Agustus 2024/28 Muharram 1446 H



 



Saturday, June 22, 2024

 

Menakar Kemelekatan

Kadang, kita baru menyadari kondisi hati kita yang sebenarnya, kemana bergantungnya si hati ini, ketika Allah Ta’ala izinkan obyek-obyek yang biasa kita andalkan dan menyandarkan diri bahkan demikian dicintai itu hilang.

Bisa jadi, seseorang yang kita cintai tiada,

Atau rumah tangga yang kita bertumpu padanya kandas,

Atau anak yang kita banggakan dibuat bermasalah,

Atau kehilangan mata pencaharian yang menjadi tempat bertumpu sekeluarga,

Atau kendaraan raga yang kita andalkan sehari-hari dibuat terbaring tak berdaya.

Semakin kita kalut dan panik menghadapi proses ujian dicabutnya semua amanah itu, maka itu menunjukkan derajat kemelekatan hati kita.

Orang beriman itu dilatih untuk menggenggam dunia dan mengelolanya tapi hati tetap hanya untuk Allah Ta’ala. Dan itu tidak mudah. Mesti mengalami proses ‘kematian’ dari semua derajat kemelakatan lapis demi lapis. Tapi jangan takut. Semakin dibersihkan hati kita dari berhala-berhala yang membuat kita melekat kepada selain Allah, maka semakin kita terbebas dari ketakutan dan kegelisahan. Karena semua selain Allah akan binasa dan akan tiada.

Jadi, waspadailah ketika ujian kehilangan sesuatu itu datang. Jangan kehilangan kesempatan untuk membaca kondisi hati, alih-alih menyalahkan pion-pion yang Allah gerakkan untuk menghilangkan hal-hal tersebut. Agar dengannya kita makin mengenal diri kita dan makin dalam pengabdian kita kepada-Nya. Karena syarat untuk mengenal Dia adalah dengan mengenal dulu kondisi diri kita. []

 

Amsterdam, di musim semi yang hangat.

Sehari setelah ulang tahun ibunda. Merayakan dengan Elia dan Rumi di Bijlmer Arena

22 Juni 2024 / 16Dzulhijjah 1445 H

Tuesday, May 28, 2024

 Menikah dan menjadi orang tua itu betul-betul pelajaran untuk mati dari diri sendiri buat saya. Mati dari ego dan keinginan yang seolah tak ada ujungnya.

Saat masih single seolah mudah mengambil setiap keputusan tidak perlu mempertimbangkan pasangan atau anak. Tapi begitu menikah dan apalagi punya anak pertimbangannya banyak. Sejak menikah saya tidak lagi berani untuk melakukan bungee jumping atau sky diving misalnya. Kepikiran kalau ada apa-apa nanti anakku bagaimana ngurusnya? 😃
Apalagi sebagai seoang perempuan. Beda fitrahnya dengan laki-laki. Perempuan itu yang mengandung, melahirkan dan menyusui. Kodratnya memang begitu. Langkahnya pun dibuat pendek. Sedikit-sedikit anak sakit atau sekadar rasa bersalah kalau meninggalkan anak lalu kita mengerem segenap keinginan kita yang ingin terbang ke sana- sini dan melakukan seribu satu macam hal.
Bagian dari menjadi ibu adalah harus siap menanggung lelah lahir batin termasuk mendera kesepian. Demi menemani jiwa dan raga anak - amanah Allah - yang sedang bertumbuh terutama di awal masa tumbuh kembangnya di masa persusuan, sampai-sampai periode itu tercantum dalam Al Quran,
"Kami wasiatkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandung sampai menyapihnya itu selama tiga puluh bulan"
(QS Al Ahqaaf [46]:15)
Saya ingat di masa-masa penyusuan kedua anak saya memang setiap saat saya mendapat tawaran pekerjaan dan ingin kembali bekerja selalu ada hambatannya, anak sakit, tidak ada yang mengasuh dsb. Setiap kondisi rumah tangga memang berbeda. Ada yang dimudahkan agar sang ibu berkecimpung dan bekerja di luar tapi ada juga yang seperti saya, Allah tidak bukakan jalannya. Ya sudah, jangan patah arang. Tetap semangat berkarya dengan apa yang bisa dikerjakan di tempat masing-masing dengan situasi dan keadaan yang ada. Agar kita tetap menjadi hamba-Nya yang bersyukur.
Dan ingat, kadang kehidupan seolah-olah membenteng kita dan seperti tidak ada pintu yang terbuka atau semua jalan keluar seakan tertutup. Barangkali di saat itu yang ingin Allah lakukan bukan agar kita menerjang penghalang yang ada untuk mencari kebahagiaan. Tapi sangat bisa jadi kebahagiaan yang kita cari itu adanya di bawah telapak kaki kita yang menanti untuk digali. Dan memang itu yang saya rasakan. Benar kiranya kunci kebahagiaan itu adalah dengan mensyukuri apa-apa yang Dia hadirkan tanpa harus memberi label kepada apapun yang ada. Terima dengan senyuman dan hati yang bersyukur karena selalu melihat bahwa hidup kita dalam keberlimpahan. Dan memang kalau boleh jujur dan melihat kehidupan apa adanya, kita selalu dalam keberlimpahan nikmat-Nya yang tak akan pernah sanggup kita untuk menghitungnya. []

Tuesday, May 14, 2024

 Ya Rabb, 

Kalaupun Engkau memberiku kemampuan untuk menerjemahkan satu juta buku

menuliskan satu juta buku

mengerjakan satu juta amal shalih

dalam penggal hidup di dunia ini

rasanya tak akan bisa membayar bahkan satu tarikan nafas kehidupan yang Engkau berikan.


Terima kasih duhai Rabb atas kesempatan hidup ini😍


Amsterdam, 15 Mei 2024

00.03 tengah malam

ketika inspirasi dibuat mengalir

dan badan dibuat tidak mengantuk

Saturday, April 27, 2024

 Be patience with everything unresolved in our heart. 

The point is to live everything. 

Try to sit with the unknown. 

Know that bewilderment is part of our journey. 

This shows that we are merely a tiny creation of the Great Creator. And that we will gradually live our way into the answer.


Tuesday, April 9, 2024


 Pilihan hidup hanya dua dalam menyikapi segala hal.

Mau menghadapi dan menjalani dengan suka cita atau terpaksa.


Kalau suka cita apapun yang terjadi akan terasa lebih ringan menjalaninya sedangkan keterpaksaan akan membuat kita terseret-seret melakukannya. Melelahkan.


Kalau suka cita, pelajaran dan hikmah dari apa-apa yang Allah takdirkan lebih mudah menangkapnya. Karena langit jiwa kita lebih jernih dibanding keterpaksaan yang mengepulkan banyak asap di cakrawala hati. Bikin hidup terasa tambah sumpek.


Kalau suka cita, bahkan takdir yang menyakitkan pun jadi bisa dimaknai. Dibandingkan terpaksa menerimanya dengan meraung-raung, sementara tak ada yang berubah dalam ruang takdir kita. Menyedihkan.


So yes, kita barangkali punya freewill. Kebebasan dalam merespon segenap hal yang Allah tetapkan. Mau bersuka cita atau terpaksa melakoninya?


Sementara Allah Ta’ala menjamin dalam Al Quran bahwa kunci terbukanya rezeki kita ada dalam kebersukacitaan dalam menerima ketetapan-Nya. Dari waktu ke waktu. Di setiap nafas dan detak jantung. 


Inilah perjuangan kita. Selalu mencari cara dan berupaya untuk menerima, ridho, bersuka cita dan ikhlas dalam menerima aliran takdir dan ketetapan dari-Nya.


***


“Dia kemudian menuju ke langit dan (langit) itu masih berupa asap. Dia berfirman kepadanya dan kepada bumi, “Tunduklah kepada-Ku dengan suka cita atau terpaksa.” Keduanya menjawab, “Kami tunduk dengan suka cita.


Lalu, Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan pada setiap langit Dia mewahyukan urusan masing-masing. Kemudian langit yang paling dekat (dengan bumi), Kami hiasi dengan bintang-bintang sebagai penjagaan (dari setan). Demikianlah ketetapan (Allah) Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui.” QS Fushshilat : 11-12


(Foto yang menginspirasi tulisan ini. Yang satu doyan bergaya di depan kamera sementara kakaknya paling males kalau disuruh berpose)🥰


 Bulan Ramadhan mengajarkan banyak hal.

Kita belajar untuk menghargai waktu-waktu Tuhan.

Diantaranya, boleh makan dan minum, tapi nanti. Tunggu waktu maghrib tiba. Dan kita pun patuh.

Kepatuhan itu karena ada cahaya dalam dada (shadr). Imam Tirmidzi menyebutnya sebagai “Nur Islam”, cahaya Ilahiyah yang membuat seseorang jadi berserah diri. Dan itu dilakukan tidak sehari, dua hari. Tidak pula seminggu, dua minggu, tapi sebulan penuh! Sungguh menjejakkan sebuah efek transformasi yang mendalam pada diri seseorang, kalau saja ibadahnya ikhlas lillahi ta’ala. Secara fisik pun, sel-sel bertransformasi dalam hitungan hampir dalam waktu satu bulan secara rata-rata. Jadi memasuki bulan Syawal, kita pada dasarnya punya konstelasi raga yang baru, maka jangan dirusak dengan kembali makan berlebihan dan tak memikirkan aspek halal dan thayyib serta mengumbar syahwat setelah bulan Ramadhan.


Bulan Ramadhan juga mengajarkan kebersamaan. Semesta ditundukkan di bulan ini. Setan-setan dibelenggu, kaum Muslim beribadah shaum dan tarawih bersama. Bahkan beberapa non-Muslim ikut ingin merasakan bagaimana rasanya berpuasa di bulan Ramadhan. Lailatul qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan ada di bulan Ramadhan. Semua dikondisikan untuk menerima anugerah tertinggi, yaitu Al Quran. Ada alasannya mengapa dari dua belas bulan yang Allah ciptakan, Al Quran diturunkan di bukan Ramadhan, bukan di bulan yang lain.


Bukan Ramadhan mengkondisikan sebuah kejujuran. Seseorang bisa saja pura-pura tampak berpuasa di depan yang lain dan sembunyi-sembunyi makan dan minum di tempat lain. Tapi dia tahu Allah tidak bisa dibohongi. Kesadaran bahwa Allah Maha Melihat adalah ihsan. Dan karakteristik takut kalau dia berbohong dengan berpura-pura puasa jangan-jangan Allah tidak berkenan kepadanya. Rasa takut itu datang dari hati yang taqwa.


Bulan Ramadhan juga mengajarkan kebersyukuran pada hal-hal “kecil” yang kerap tak kita anggap sebagai sebuah kenikmatan yang besar. Seperti nikmatnya tegukan pertama saat kita meminum air tatkala berbuka. Air putih yang tadinya biasa-biasa saja jadi nikmat tiada tara ketika kita berbuka. 


Manusia memang sering lupa bahwa kita tengah berada di sebuah samudera kenikmatan yang melimpah. Lupa bahwa di setiap saatnya Allah memberi jauh lebih dari apa yang sekadar kita minta dan bahkan yang kita bayangkan. 

Kita kerap lupa nikmatnya bisa bernafas tanpa tersengal-sengal. Betapa nikmatnya berjalan tanpa sakit lutut. Betapa nikmatnya bisa melihat tanpa pandangan yang buram. Betapa nikmatnya bisa belanja di pagi hari dan menghirup udara segar serta mendengar burung berkicau seperti yang saya rasakan di pagi hari ini. All those “little things” that we often take for granted. 


Ramadhan sungguh mengajarkan banyak hal. Tentang sebuah pengabdian. Tentang makna kebersamaan dan sekaligus nilai kesendirian di malam-malam i’tikaf. Semoga ibadah puasa kita tidak hanya di bulan Ramadhan. Karena tak ada ibadah yang Dia klaim seperti puasa.


“Puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya” - Hadits Qudsi


It’s very personal and very special.♥️


Terima kasih wahai bukan Ramadhan untuk membersamai kami menapaki jalan taubat. Semoga kita berjumpa kembali.


Jelang akhir Ramadhan 1445 H

Sunday, March 31, 2024

Pekerjaan sebesar apapun tidak akan pernah selesai kalau kita tidak pernah memulainya DAN tekun menjalaninya. Karena banyak pengalaman mereka yang sudah berhasil memulai tapi kerap kandas di tengah jalan karena kurang sabar melakoninya.


Suatu hari saya bertekad ingin menerjemahkan sebuah buku dalam Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia. Cukup menantang karena bukunya keluaran tahun 1800an. Bukan Bahasa Inggris gaya modern di buku-buku kontemporer yang lebih ringan untuk diterjemahkan. Selain itu, tebal bukunya sebanyak 700 halaman. 


Saat itu saya menimbang-nimbang. Bisa ngga ya? Di tengah kesibukan mengurus anak dan rumah tangga. Antar jemput anak les piano, latihan sepak bola, badminton, dan les biola. Juga saya tengah kuliah online dan kerja pula. Ah, tapi bismillah saja. Allah memberi saya semangat tinggi dan rasanya bisa menyelip-nyelipkan kegiatan menerjemahkan ini di tengah padatnya aktivitas yang ada.


Begini pengalaman saya. Langkah pertama, minta tolong sama Allah agar hari-hari yang akan dihadapi diaturkan. Mintanya hari ke hari. Ngga perlu borongan minta seminggu. Karena toh kita menjalani one day at a time. Biasanya kalau sudah minta sama Allah seperti ini selalu diberi rezeki tak terduga berupa sebuah keluangan waktu yang Dia sediakan, bahkan di tengah jadwal harian yang kadang menggila sekalipun. Dia Maha Kuasa. Namun kita mesti selalu waspada pasang kuda-kuda menangkap peluang ini. Karena kadang waktu yang ada tidak banyak. Lima atau sepuluh menit saja, tapi setiap kemajuan yang ada dari hari ke hari itu berarti sekali. Don’t underestimate the power of 5 minutes progress of your work.


Hal yang kedua, disiplin. Tekadkan bahwa setiap hari harus menerjemah. Walaupun satu kalimat. Dan ya, sering harus berjuang melawan malas dan rasa ngantuk ketika menjalaninya. Tapi kalau Allah Ta’ala memberi tekad yang membara, insya Allah akan dibuat jalan terus.


Kemudian, work with the flow. Kadang kita punya target terlampau optimis. “Hari ini aku mau menerjemahkan 10 halaman!” Okay, sounds good. Kalau memang Allah memberi kesempatan dan kemampuan. Tapi, tidak jarang yang terjadi tiba-tiba ada tamu tak terduga. Tiba-tiba anak minta diantar ini dan itu. Tiba-tiba kunci pagar halaman rusak dan hampir seharian saya harus memperbaiki sambil bulak-balik ke toko bangunan. Now, tenang. Don’t get despair. Lower your expectations. Turunkan target yang tadinya 10 halaman menjadi berapapun, yang penting setiap hari ada kemajuan. Walaupun satu kalimat tadi itu. Yes, really! We need to learn to celebrate progress no matter how small it is.


Dan, sabar dalam melakoninya. Day in, day out. Siang dan malam. Lagi good mood atau bad mood, in good time and bad times, in sickness and health - iya, kita seperti menikah dengan pekerjaan itu. Loke any marriage, it requires commitment and have to be obsessed enough with the project. Sampai kalau ngelamun itu yang dilamunin ihwal penerjemahan ini. 


Terakhir, ini yang paling penting dan yang menjadi ruh sebenarnya. Sering-sering berdoa dan minta pertolongan sama Allah. Karena tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan-Nya. Sebisa mungkin saya dalam kondisi berwudhu dalam menerjemahkan. Memulai dengan basmallah atau membaca Al Fatihah, agar berkah Allah menaungi. Kalau tidak, rugi kan kita sudah cape-cape kerja dan menghabiskan sekian banyak waktu sambil Dia tidak berkenan? Na’udzubillahimindzaalik.


Alhamdulillah, dengan langkah-langkah kecil seperti itu buku tersebut selesai saya terjemahkan dalam waktu 8 bulan. Sambil tetap mengerjakan semua amanah rumah tangga dan pekerjaan.


So yes, anything is possible with Allah.

Remember that no matter how small you start or how slow you’re moving, you’ll eventually get there.

The key is to start somewhere and keep moving.😊

Thursday, March 21, 2024

 In every situation

In every happy moment

In every sorrow

In every scarcity

In every abundance


At the turn of day and night

All of them are Divine greetings that say,

“Find Me!”


Amsterdam, 11 Ramadhan 1445 H

11.11 am

Sunday, February 18, 2024

 "Kebahagiaan itu diukur oleh hati, bukan bentuk takdir yang menimpa seseorang."

- Mursyid Zamzam AJ Tanuwijaya


Bahagia itu letaknya di hati

Dia sebenarnya tidak tergantung oleh situasi dan keadaan
Karena hati hanya mencari wajah-Nya
Maka, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.
Ketenangan hati itu gerbang kebahagiaan.

"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." QS Ar Ra'd 28-30.

Jadi jangan biarkan kebahagiaan kita terampas oleh sebab sekunder.
Jangan biarkan kebahagiaan kita didikte oleh situasi dan keadaan yang senantiasa berganti.
Jangan biarkan kebahagiaan kita pudar karena keraguan kita akan janji Allah yang selalu benar.

Ingatlah, ayat di atas. Agar ketika kesedihan dan duka cita menyelinap ke dalam dada. Buang kegelapan gundah gulana itu dengan cahaya dzikir. Dzikran katsira. Dzikir sebanyak-banyaknya.

"Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya" QS Al Ahzab : 41

Thursday, February 8, 2024

 “Teh, gimana sih caranya biar bisa produktif kaya Teh Tessa? Sambil ngasuh anak, mengurus rumah tangga, berorganisasi, kerja dan lain-lain?”


“Aduh apa ya? Saya juga ngga tahu sejujurnya.

Tapi begini, pengalaman saya yang penting mohon sesering mungkin agar Allah yang aturkan semua buat kita. Karena kalau kita pede atur-atur sendiri percayalah akan pontang-panting, waktu 24 jam selalu terasa tak cukup. Belum lagi apa yang kita sudah susah payah lakukan belum tentu jadi berkah.”


***


Manusia kadang secara tak sadar sombong sama Tuhan. Jarang meminta. Jarang memohon. Sibuk mengatur dunianya sendiri sambil sebenarnya tak tahu apa yang dilakukan. 


Mau dunia kita berubah? Coba hadapkan diri dan minta sungguh-sungguh kepada-Nya. Dan jadilah saksi bahwa Dia sungguh Maha Mendengar dan sangat merespon selangkah kecil kita dalam mendekat kepada-Nya.


Saya bersaksi tentang hal ini. Terjadi berkali-kali. Ajaib sekali. Tanda bahwa Allah ada. Dan Dia Maha Kuasa betul. Tenang saja sudah kalau mentawakalkan segenap diri dan kehidupan dalam genggaman-Nya.

Sungguh, Dia tidak pernah mengecewakan♥️


Musim dingin dan hujan di Amsterdam 

27 Rajab 1445 H

Monday, February 5, 2024

 Kita sering tidak sadar bahwa proses pertaubatan adalah sebuah proses untuk menghidupkan hati. Rasulullah Saw berkata,

“Sesungguhnya hati itu berkarat sebagaimana berkaratnya besi. Agar hati tidak berkarat maka obatnya adalah membaca (memahami) Al Quran dan mengingat mati (dzikrul maut).”

Maka mengalami nuansa kematian adalah salah satu cara untuk menghidupkan hati kita. Bentuknya bisa bermacam-macam, sakit keras, masalah dalam rumah tangga, susah mencari nafkah, kehilangan sesuatu yang dicintai dsb.

Sayangnya kita kerap mengeluhkan takdir bernuansa kematian seperti itu dan terlampau terburu ingin keluar dari kondisi itu tanpa kemudian menjadikan fase itu sebagai sarana untuk bertafakur dan makin memoles cermin hati kita agar makin bening dan karenanya bisa mulai membaca segenap petunjuk dan ayat-ayat Allah yang tersebar dalam semesta kehidupan.

Maka terimalah takdir yang sedang memeluk kita di setiap saatnya. Yakini bahwa itu semua datang dari Yang Maha Kasih dengan sebuah tujuan yang baik dan mulia. Tinggal bersabar menjalaninya dan rasakanlah kehadiran-Nya. Agar dengannya kita semakin mengenal Sang Rabb []

Saturday, February 3, 2024

 PERUBAHAN HIDUP MENUMBUHKAN JIWA

Perubahan dalam hidup adalah hal yang niscaya.
Perubahan adalah tanda-tanda kehidupan. Tanpa perubahan, kematian akan menjelang.

Seperti siang dan malam yang dipergantikan, sungai yang mengalir, pohon yang bertumbuh, angin yang berhembus. Juga di tataran bumi diri kita perubahan dapat diamati secara nyata, jantung yang berdenyut, nafas yang menghirup dan menghembus, kulit dan rambut yang berganti. Perubahan membawa sebuah kesegaran baru.

Dalam tataran kehidupan, kita juga menyaksikan serangkaian perubahan, anak yang tumbuh dan berkembang, kadang semangat – kadang malas, tertawa dan menangis, berkumpul dan berpisah. Semua adalah bagian dari denyut hidup semesta.
Al Qur’an pun mengatakan sesuatu tentang perubahan,
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal (ulil albaab)," (QS Ali Imran: 190).

Siapa itu Ulil Albaab?

(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Mahasuci Engkau. Lindungilah kami dari azab neraka. (QS Ali Imran:191)

Maka perubahan adalah ayat-ayat Allah yang mestinya dapat dibaca dan kemudian dipahami. Hanya dengan pemahaman yang baik kepada seluruh dinamika kehidupan itulah kita menjadi tidak dibuat pontang-panting dan khawatir menghadapinya.


Hanya Ulil Albaab yang senantiasa melihat semua dinamika dan perubahan dalam hidup sebagai sesuatu yang bermakna dan tidak sia-sia. Dikarenakan mereka biasa bertafakur dan berdzikir kepada Allah dalam semua keadaan. Senantiasa berjuang untuk menyadari bahwa Allah ada di balik semua hal dan takdir yang dialaminya hingga mereka bisa bertasbih dengannya dan bisa terhindar dari neraka dunia dan akhirat.


Tuesday, January 23, 2024

IMAJINASI DAN KEIMANAN

 Anak kecil sepatutnya diceritakan tentang kisah rasul-rasul atau kisah-kisah mitologi yang menghidupkan daya imajinasinya. Agar si anak hatinya lebih fleksibel dan lebih terbuka ketika berhadapan dengan sebuah kebenaran. 


Ada hal-hal yang bersifat imajinatif yang dibangkitkan saat mengikuti kisah nabi-nabi, seperti bagaimana Nabi Musa as membelah laut, bagaimana Nabi Ibrahim as selamat dari kepungan api yang menggunung tinggi, bagaimana Nabi Isa as bisa berjalan di atas air dan menghidupkan orang yang mati dsb. Agar si anak tidak hanya berpikir hal yang rasional saja. Karena kalau hanya sekadar mengikuti akal rasional, mana mungkin laut dibelah, mana mungkin selamat dari kepungan nyala api yang panasnya membuat kulit gosong, bagaimana mungkin bisa berjalan di atas air apalagi menghidupkan orang yang telah mati.


Kenapa mengembangkan imajinasi menjadi penting? Karena untuk memberikan ruang untuk tumbuhnya keimanan. Perhatikan bahwa iman tidak bisa didukung hanya dengan akal rasional semata. Banyak hal yang jika dipandang dari sisi akal rasional menjadi mustahil atau bahkan tidak ada. Seakan-akan keajaiban adalah sebuah kata kosong yang hanya terjadi di negeri dongeng. Padahal hidup kita sehari-hari diliputi oleh keajaiban. Hanya saja kita harus membuka hati kita untuk bisa menyadarinya.[]

Amsterdam, musim dingin

23 Januari 2024

Wednesday, January 10, 2024

 

Sering kita merasa doa tidak dikabulkan
Padahal Allah telah membuka pintu pengabulan lain




Masalahnya bukan Allah tidak mengabulkan atau tidak merespon doa dan permintaan kita. Tetapi cara dan waktu Dia mengabulkan itu yang tidak kita pahami. Kenapa tidak paham? Karena kita masih berpikir dengan tataran logika lahiriyah sedangkan Allah Ta'ala tak akan terjangkau hanya dengan menggunakan logika semata.


Kata 'aql' dalam Al Quran merujuk kepada kemampuan intelektual hati (qalb) kita yang daya jangkau dan jelajahnya jauh sekali. Tapi, kebanyakan manusia aqlnya tidak teraktivasi karena tertimbun oleh sekian waham dan dosa.

Lantas bagaimana kita bisa menghidupkan akal hati itu kembali?
Dalam QS Al Hajj [22]:46 Allah Ta'ala berfirman, "Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi hingga mereka punya qalb..."
Berjalan di muka bumi ini juga bermakna membaca dan merenungkan bumi diri masing-masing. Kenapa kita diberi warna kehidupan yang seperti ini, kenapa mengalami takdir yang itu, kenapa diberi sekian kelebihan dan kekurangan yang ada. Semua adalah menjadi bahan perenungan manusia. Dan daya renung itu yang merupakan ciri khas seorang manusia.

Syariat agama pun sebenarnya berfungsi menghidupkan akal hati. Jika kita melakukan perintah Allah, shalat dengan baik, mengeluarkan zakat, berbuat baik dengan sesama, jujur, tidak menyakiti orang ditambah dengan menyediakan ruang-ruang untuk merenungi dan membaca kitab diri sendiri maka perlahan-lahan Allah akan meneteskan ilmu dan pemahaman kepada hati yang mulai hidup dan sudah mulai dipakai untuk membaca (iqra). Seiring dengan itu kita mulai paham satu per satu penggal episode kehidupan kita, terutama hal-hal yang masih berat untuk kita terima dan jalani. Hingga pada akhirnya semua menjadi bermakna dan kita bersaksi bahwa tak ada satu pun keping kehidupan kita yang sia-sia. Di saat itu kita pun merasa utuh. Bahagia. Damai. Dan menjadi paham bahwa Dia benar-benar merespon segenap permohonan kita.[]

Wednesday, January 3, 2024

 Di sebuah kantin seputaran rumah sakit.

Seorang ayah menyuapi anaknya yang berusia balita. Si anak tampak megap-megap sekadar untuk makan, dia memiliki kebutuhan khusus.

Sang ayah merawat dengan sangat telaten. Makanan yang tumpah dari mulutnya diseka dengan lembut dan telaten. 


Tatapan mata si ayah kepada anaknya demikian penuh kasih sayang. Saya yang menyaksikan dari kejauhan saja sudah merasakan kehangatannya.

Sesekali sang ayah mencium pipi si anak itu dan membelai lembut rambutnya.


What a scene…sebuah pemandangan yang menghangatkan hati.

Diam-diam, tak terasa air mata menggenang di mata. Kalau cinta seorang ayah kepada anaknya sudah sedemikian besar, bagaimana lagi cinta Allah pada segenap ciptaan-Nya…


Hatiku meleleh sekadar membayangkannya❤️


Amsterdam, 3 Januari 2024 / 21 Jumadil Akhir 1445 H