Hendaklah kalian menempuh salah satu di antara dua jalan
Jalan Muhammad atau jalan Isa
- Jalaluddin Rumi
Menempuh jalan Muhammad berarti engkau memberanikan diri untuk menikah dan menempuh segala pernak-pernik kehidupan berumah tangga, sedangkan jalan Isa adalah jalan kerahiban, bersabar dalam kesendirian dan menerjang kesepian.
Rasulullah saw pun berpesan sama mengenai hal ini, "Menikahlah, jika kau tidak sanggup maka berpuasalah"
Suatu ketika seorang murid kemudian menanggapi spontan atas kata-kata Rumi yang tengah dikutip sang guru dengan berkata, "Guru, aku ingin menempuh jalan Muhammad saja, menikah kan enak!" seraya senyam-senyum penuh percaya diri. Kemudian sang guru menjawab dengan ringan, "Hehe, dasar kamu belum tahu ya nak, justru jalan pernikahan itu jalan yang lebih sulit dan mendaki"
Banyak orang tenggelam dalam fantasi romantis ketika mereka memutuskan untuk menikah sehingga ada istilah "when the honeymoon is over", banyak hal menjadi terasa kurang geregetnya atau malah mengecewakan. Jim McNulty, seorang Profesor Psikologi di Universitas Tennessee yang meneliti selama 15 tahun terhadap pasangan yang menikah berkata bahwa banyak pasangan yang bahagia di awal waktu dan kemudian kebahagiaan itu memudar seiring dengan waktu. Tahun pertama dikatakan sebagai tahun yang penuh kemelut dan angka perceraian biasanya tinggi di lima tahun pertama usia pernikahan.
Menikah itu dalam istilah Ibnu Arabi dikatakan sebagai, "Engkau masuk ke lingkungan nisaa (perempuan-perempuan) yang engkau tidak sanggup untuk bersabar." Tapi justru melalui jalan pernikahanlah kita diajarkan untuk bersabar. Oleh karenanya mereka yang memegang teguh perjanjian pernikahan, yang dikatakan sebagai perjanjian kedua teragung setelah perjanjian antara hamba dengan Rabb-nya , diberi ganjaran telah menegakkan setengah dari agama (ad diin)nya. Dengan kata lain, konflik, ketidakcocokan, kekecewaan, dan segala perasaan tidak enak lainnya itu adalah keniscayaan yang akan dihadapi dalam pernikahan (surprise! surprise !;)) ..meminjam istilah ibu saya , "itu hal yang biasa...". Justru dengan menghadapi segala hal yang hawa nafsu kita cenderung tidak sukai itu jiwa kita tertempa menjadi baik. Apalagi kalau kedua pasangan hatinya mencari Allah, maka tidak ada hal yang buruk dalam apapun yang menimpa mereka berdua, lain kiranya kalau dunia yang dicari, maka dunia juga yang akan menghancurkan pernikahan itu, istilah populernya 'ada uang abang sayang, tiada uang abang melayang'.
Menikah itu pada hakikatnya membentuk jiwa setiap orang menjadi lebih baik, lebih mengenal Tuhannya, rindu pada Tuhannya, semakin kuat pencarian dan pengabdian kepada-Nya. Maka pernikahan yang baik itu parameter utamanya. Sakinah atau ketenangan yang sering diucapkan mengiringi doa kepada mempelai baru, sungguh hanya bisa benar-benar terwujud ketika jiwa sudah ditransformasi menjadi cahaya Allah, bukan sekedar ketenangan semu di balik atribut dunia. Tapi kita harus sadar betul bahwa proses transformasi jiwa itu bagaikan proses penempaan besi yang harus dibakar dalam api ujian untuk kemudian dibentuk menjadi 'alat Tuhan', tidak senyaman berendam di jacuzzi spa untuk membersihkan diri.
Menikah juga berbeda jauh dengan sekedar hidup bersama, dalam pernikahan ada ijab kabul, suatu prosesi sakral yang dihadiri para saksi serta kerabat dan tentunya disaksikan oleh Allah Ta'ala. Suatu komitmen yang mengikat masing-masing. Adalah mudah kalau tidak cocok dengan pekerjaan atau teman hidup kita bisa putuskan dengan mudah dan cari yang baru, tapi menikah tidak bisa seperti itu, butuh tanggung jawab dan kedewasaan tingkat tinggi di sini. Kita tidak bisa kabur dari masalah begitu saja, ya hadapi saja, telan saja, inilah jalan yang paling mantap untuk membentuk jiwa menjadi sabar. Kalaupun 'monkey mind' kita merekayasa untuk mengganti pasangan hidup karena konon rumput tetangga selalu tampak lebih hijau, maka berapa ribu kali kita berganti pasangan pun niscaya tidak akan terlepas dari hukum alam ini, kita akan menemukan hal yang sama yang kita harus bersabar di dalamnya.
Rasulullah mengatakan, "Agama itu terletak dalam sabar dan iman."
Maka tidak tegak agama kita tanpa kesabaran yang baik dan menikah adalah mekanisme Ilahiyah untuk mewujudkan jiwa yang sabar.
Jadi menikah itu tidak mudah ya? Tentu saja, jalan menuju surga kan berliku, mendaki lagi penuh onak duri!
Tapi ini perjalanan yang patut untuk ditempuh, ada Dia Sang Kekasih di akhir perjalanan <3
Semoga Allah membantu meringankan berat hati kita saat menjalaninya dan menunjukkan hikmah pada kita di balik segala sesuatunya, Dia berfirman, "Bisa jadi kamu tidak menyukai beberapa hal dari pasanganmu, padahal di situ terletak kebaikan yang sangat banyak."
(Referensi: Catatan Pengajian HAQ, Zamzam AJT, Juli 2005 & www.usatoday.com)
No comments:
Post a Comment