Tuesday, August 20, 2013

Ujian Bernama Kesempatan

Allah mengujimu dengan binatang buruan yang mudah didapat
- Al Quran

Tidak jarang kita kedatangan tawaran pekerjaan atau bisnis yang tampaknya menggiurkan. Sebenarnya tidak masalah apabila semua terukur kemampuannya. Tapi masalah akan timbul kalau pekerjaan itu dipaksakan dan kadar pemaksaan itu kita masing-masing yang mengetahuinya. Jangan sampai hati nurani yang sebenarnya tidak mau mengerjakannya dibungkam rapat-rapat karena berdalih 'kesempatan tidak datang dua kali' atau sudah putus asa karena tidak ada tawaran lain, jadi main sabet saja apa yang ada di depan mata dengan kalap.

Sahabat, ketahuilah bahwa seseorang yang menerima sesuatu pekerjaan yang dipaksakan , keluar dari natur jiwanya, by definition dalam Al Quran, dia itu murtad dari jati dirinya, ini adalah suatu dosa, hal yang tidak Allah sukai karena merusak sang hamba tersebut.

Bagaimana cara memilahnya? Pertama kita harus membaca betul siapa diri kita. Kenali betul potensi kita. Amati dibidang mana kita merasa sangat mengalir mengerjakannya. Lihat kembali perjalanan kehidupan, mana hal-hal yang Allah mudahkan kita untuk mengerjakannya. Hati nurani selalu berkata-kata, saat menerima sesuatu, diam dulu, istikharah, endapkan semua gemuruh keinginan dan ambisi duniawi dan dengarkan suara hati nurani yang lembut itu. Sungguh dalam kesempatan yang datang dan seolah-olah menggiurkan bisa jadi terletak ujian di sana.

(Disajikan ulang dari Kajian Hikmah Al Quran yang disampaikan Zamzam AJT, Januari 2006)


Amar Makruf: Tidak Sekedar Menasihati Pada Kebaikan

Agama adalah nasihat
- Rasulullah saw

Saling menasihati, amar makruf nahi munkar adalah kewajiban di antara kita.
Suatu masyarakat yang baik adalah sistem yang didalamnya subur mekanisme saling menasihati tentang kebenaran, dimulai dari etika, akhlak, persoalan muamalah hingga amar makruf yang tertinggi yaitu menasihati seseorang berkaitan dengan jati diri orang tersebut.

Amar makruf berkaitan dengan kata amr suatu tugas suci dari Allah Ta'ala. Jadi bukan sekedar menasihati melakukan perbuatan yang baik, tapi juga seyogyanya perbuatan itu harus sesuai dengan jati diri orang itu. Ini memang tidak mudah, oleh karenanya wajib untuk saling mengenal dengan baik sahabat kita, inilah ladang amalnya. Oleh karena itu dikatakan dalam Al Quran ;

"Siapa yang menghidupkan seorang manusia sama dengan menghidupkan seluruh manusia"

Karena kebangkitan jiwa satu manusia yang terhubung dengan Yang Maha Kuasa akan juga menerangi sekitarnya. Mari mulai mengenal dengan baik, menunjukkan antusiasme, ketertarikan kepada mereka yang Allah hadirkan di sekitar kita, mulai dari pasangan yang terdekat, orang tua, adik, kakak, saudara, teman, tetangga dan seterusnya.

(Disajikan ulang dari Kajian Hikmah Al Quran yang disampaikan oleh Zamzam AJT, Januari 2006)


Thursday, August 15, 2013

Berani Menghadapi Kehidupan

Seseorang datang kepada Rasulullah dalam kesakitan dan mengeluh kepada beliau,
"Ya Rasulullah, aku dianiaya dan dipukul." 
Nabi menjawab dengan nada tegas, "Ketahuilah bahwa umat yang dahulu sungguh berat siksaannya, mereka disiksa dengan ditarik tubuhnya dari segala arah hingga putuslah ia, atau diikat dengan ikat baja hingga lepas daging dari tulangnya. Bersabarlah!"

Diperlukan modal keberanian bagi siapapun yang menempuh suluk. Berani untuk menanggung kesempitan, bencana dan keguncangan dalam hidup yang semuanya sebenarnya berfungsi untuk membersihkan diri kita di dunia ini. Pada akhirnya semua orang akan memasuki fase pembersihan-Nya, hanya ada yang diproses sejak dalam kehidupan dunia dan berani menghadapinya dengan sabar dan ada yang diproses di alam selanjutnya dengan konsekuensi kehilangan momen melakukan amal shaleh di dunia.

Orang yang berani bukan berarti orang yang berotot, atau orang yang ilmunya tinggi dan petantang-petenteng, akan tetapi mereka yang berani adalah mereka yang bersabar dan menjalani setiap fase kehidupan yang Allah takdirkan dengan hati yang sabar dan syukur. Ia berani untuk tidak mudah berkeluh kesah. Ia berani untuk tidak berhenti dalam perjalanan karena dirasa terlalu berat. Ia berani untuk menegakkan perintah-Nya saat yang lain melawannya. Dia juga berani untuk menerima kenyataan bahwa dirinya salah dan perlu perbaikan. Sungguh memulai perjalanan panjang ini membutuhkan kualitas orang yang pemberani. Sebagaimana seorang shiddiqiin berkata, ada 5 K , kunci untuk bertemu diri :
1. Keberanian
2. Ketabahan
3. Keuletan
4. Kemampuan
5. Kesabaran

(Disajikan ulang dari Kajian Hikmah Al Quran yang disampaikan Zamzam AJT, 21 Januari 2006)



Wednesday, August 14, 2013

Duka Cita Itu Bagaikan Muntahan

Nabi Muhammad mengatakan alasan engkau yang tidak menemukan kedamaian, 
Jadi kenapa engkau tidak menemukan kedamaian dan terus menerus dilanda duka cita? 
Karena duka cita itu bagaikan muntahan. 
Selama masih ada kenikmatan yang tinggal dalam perutmu engkau tidak akan diberikan apapun untuk dimakan. Dan orang yang muntah tidak akan mampu makan apapun
Ketika sudah selesai muntah lantas ia mampu makan...


(Jalaluddin Rumi)

Warna hidup kita,takdir yang menimpa kita itu semua muntahan hati kita. Buram atau cemerlangnya kehidupan yang menerpa kita adalah manifestasi dari apa yang terkandung di hati yang termanifestasikan ke bentuk luar. 


Ketika Nur Allah bertajali ke dalam hati kita, maka yang pertama kali terlempar itu adalah segala bentuk hijab-hijab hati, segala duka cita kita, hwa nafsu kita, kesombongan kita, semua hal itu akan mencengkram diri kita. 


Seseorang yang diberi rahmat oleh Allah Ta'ala akan dihabiskan proses pembersihan hatinya selama hidup di dunia, karena apabila seseorang mati sementara dalam hatinya masih banyak hijab maka semua itu akan termanifestasi. Oleh karena itu Rasulullah saw mengatakan bahwa di hari kiamat nanti orang-orang yang sombong akan dimakan oleh anjingnya sendiri. Anjing-anjing itu adalah kesombongan yang berwujud, diberikan bentuk luar. Sesungguhnya alam akhirat itu adalah alam manifestasi dari hati kita masing-masing, semuanya berbentuk konkrit di sana, apakah itu kesombongan, amarah, dendam, dengki, dsb.


(Disajikan ulang dari Pengajian Hikmah Al Quran yang disampaikan Zamzam AJT, 21 Januari 2006)

Bersiap Untuk Diuji dan Menjadi Miskin

Seorang sahabat berkata kepada Nabi saw,
"Ya Rasulullah, sesungguhnya saya mencintai Allah!"
Nabi menjawab, "Jika demikian, bersiap-siaplah untuk diuji."
Kemudian sahabat itu berkata, "Ya Rasulullah, saya juga mencintaimu!" 
Rasulullah menjawab, "Jika demikian, siap-siaplah untuk miskin."

Ujian hidup itu suatu hukum yang pasti menimpa setiap orang, sejak orang tersebut dilahirkan hingga meninggal dunia takdir-takdir ujian hidup sudah ditetapkan yang tidak ada seorang pun bisa melarikan diri darinya, jadi tidak bisa kita hidup ini ingin santai-santai saja, tidak ingin ada masalah, itu hanya ilusi. Oleh karena itu penting untuk mengerti apa maksud Allah Ta'ala dibalik penimpaan ujian tersebut.

Dalam sebuah hadits Rasulullah saw pernah berdoa sbb :

"Hidupkanlah aku dalam keadaan miskin,
wafatkanlah aku dalam keadaan miskin, 
dan bangkitkanlah aku di antara orang-orang yang miskin."

Kemiskinan yang dimaksud Rasulullah saw ini adalah suatu situasi yang patut kita pahami dengan baik.
Dalam sejarah Rasulullah saw sendiri adalah seorang pedagang sukses, akan tetapi pengertian doa tersebut adalah beliau menginfakkan hartanya untuk sebuah kepentingan ummatan wahidah. Oleh karena itu, menjelang ajalnya Rasulullah menginfakkan semua harta yang dimilikinya hingga simpanannya yang di bawah tikar. Maka dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa kalau para nabi itu ketika meninggal tidak meninggalkan harta benda tapi meninggalkan pengetahuan agama.
Artinya miskin, karena ia menginfakkan semua atau sebagian besar hartanya fii sabilillah sehingga saat meninggal dunia harta itu tidak melekat di hatinya dan menjadi hijab di alam berikutnya.

(Disajikan ulang dari catatan pengajian Hikmah Al Quran yang disampaikan oleh Zamzam AJT, 21 Januari 2006)


Sebuah Kebaktian

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat itu suatu kebaktian (al birr),
akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir dan orang-orang yang meminta-minta, dan memerdekakan hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa
(QS Al Baqarah : 177)

Seorang yang beriman kepada Allah Ta'ala belum tentu dalam tingkatan orang yang berbakti (Al Abror) karena ciri orang yang berbakti diungkap secara detail dalam Al Qur'an, yang khas dari sekian banyak ciri tersebut adalah sifat memberikan apa yang dicintai. Sebenarnya hakikat dari memberikan apa yang dicintai sudah terungkap dalam ayat sebelumnya

"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan beritakanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar."
(QS Al Baqarah: 155)

Maka tetap saja seseorang itu tidak akan bisa menghindari ketetapan Allah berupa kehilangan jiwa, kehilangan harta, orang tua meninggal, anak meninggal, bercerai, berpisah dengan anak, dan poligami pun suatu bentuk kehilangan jiwa.  Hal yang paling dicintai bagi setiap orang tidak sama, ada yang lebih menyukai uangnya, ada yang sangat terikat pada pasangannya, ada yang sayang luar biasa pada anaknya, ada yang hidupnya tercurah untuk membangun bisnisnya dst, atau juga kecintaan pada sesuatu yang tak terlihat, seperti cinta pada penghargaan, pujian orang dll. Apapun itu obyek-obyek kecintaan kita kepada selain Allah pada hakikatnya adalah sebuah hijab yang menghalangi antara diri kita dan Dia Yang Maha Kasih. Perbuatan memberikan yang paling dicintai membutuhkan kejujuran tingkat tinggi dan keberanian untuk melaksanakannya, memang tidak mudah sehingga banyak manusia tidak mau melalui jalan ini dan Dia pun harus 'memaksa' manusia menempuhnya lewat desain takdir kehidupan. Namun di setiap rasa sakit yang meradang di situ terletak keterbukaan hati (qalb) kita.

(Disajikan ulang dari catatan pengajian Hikmah Al Quran yang disampaikan oleh Zamzam AJT, 21 Januari 2006)

Perintah Berperang

Diwajibkan padamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci.
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui

(QS Al Baqarah: 216)

Ayat di atas adalah perintah agar setiap hamba-Nya mempersiapkan diri untuk menghadapi perang. Memang ketika ayat ini diturunkan peperangan dalam bentuk fisik sedang terjadi di zaman Rasulullah.
Lalu apa relevansi ayat ini dengan kehidupan kita per hari ini? Terutama pada saat kita sedang tidak menghadapi peperangan secara nyata. Untuk menjembataninya, maka kita lihat ayat ini sebagai lanjutan dari ayat sebelumnya.

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? 
Mereka ditimpa oleh bencana, kesempitan serta keguncangan (dalam kehidupan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" 
Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.

(QS Al Baqarah 214)

Jadi, peperangan batin dalam kehidupan adalah suatu keniscayaan yang dihadapi setiap ciptaan-Nya terlepas ia beriman atau tidak, karena itu semua adalah perwujudan rahmat Allah Ta'ala untuk mensucikan hamba-hamba-Nya. Mempersiapkan diri menghadapi itu semua dengan sabar, syukur, tawakal dan ikhlas adalah sebuah kewajiban untuk menghadapi hukum kehidupan yang telah ditetapkan-Nya dengan sikap yang terbaik.

(Disajikan ulang dari pengajian Hikmah Al Quran yang disampaikan oleh Zamzam AJT, 21 Januari 2006)


Thursday, August 8, 2013

Bencana, Kesempitan dan Guncangan Kehidupan

Apakah engkau mengira bahwa akan masuk jannah sedangkan belum datang kepadamu apa yang menimpa kepada kaum sebelummu. Mereka ditimpa oleh bencana, kesempitan dan guncangan dalam kehidupan...
- QS Al Baqarah 214

Ayat ini adalah ayat yang sangat penting bagi para pejalan, karena ketiga hal itu merupakan hal yang akan menimpa setiap pencari Allah. Untuk melengkapi ayat di atas, mari kita lihat ayat-ayat yang serupa dalam Al Quran.

Apakah kamu mengira kamu akan masuk surga? Padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar.
- QS Ali Imran 142

Jadi kalau kita belum penyabar pasti akan ditempa, kalau kita menuju Allah Taála.

Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan jiwamu dan kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyulitkan hati , jika kamu bersabar dan bertaqwa maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang diutamakan.
- QS Ali Imran 186

Tidaklah patut bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitarnya tidak turut menyertai Rasulullah berperang dan tidak patut bagi mereka mencintai diri mereka sendiri daripada mencintai Rasul. Yang demikian itu adalah karena mereka tidak ditimpa oleh kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah.
- QS At Taubah 120

Jadi sebuah bencana atau kesulitan itu adalah sebuah kewajiban bagi mereka yang mencari Allah, itulah mekanisme rahmat Allah Taála. Orang tidak akan kemudian melihat tajali Al Jamal tanpanya. Segala macam gerinda kehidupan dalam bentuk bencana, kesempitan dan keguncangan akan membuat hijab kita dengan Allah makin menipis. Maka kemudian dikatakan, Ïngatlah sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat, ini mengisyaratkan suatu kondisi hijab-hijab yang mulai menipis setelah sang hamba ditempa sekian lama dengan ujian. 

Semoga Allah Taála menolong kita.

(Disajikan ulang dari catatan pengajian Kajian HIkmah AL QUran yang disampaikan Zamzam AJT, 14 Januari 2006)

Tuesday, August 6, 2013

Membangun Kecintaan Kepada Allah

Tidak mudah membangun kecintaan (mahabbah) kepada Allah. Bagaimana kita mencintai sesuatu yang abstrak, yang tidak serupa dengan laki-laki atau perempuan atau dengan sesuatu apapun. Sungguh imajinasi pikiran kita terbatas dalam menjangkaunya. Sehingga kita butuh anugerah untuk bisa mencintai-Nya.

Beruntunglah kita diberi tuntunan di dalam Al Qurán mengenai hal ini yang tanpa ada keterangan ini para pencari Tuhan akan dirundung keputusasaan. Al Quran memandu Ïkuti aku (Rasulullah saw), niscaya Allah akan mencintaimu."Namun kemudian untuk mencintai sang Nabi juga tidak mudah, beliau adalah seorang nabi yang sederhana, tidak mendemonstrasikan mukjizat sedahsyat Nabi Isa atau Nabi Musa, beliau beristri banyak - isu yang merupakan hantaman besar bagi kebanyakan wanita. Mungkin kita mengklaim cinta Rasul di bibir saja karena kita sudah didoktrin sekian lama. Tapi apakah kita pernah membaca sejarah hidupnya dengan seksama dan memahami pribadinya? Kebanyakan orang masih harus bertarung untuk yang satu itu. Sekali lagi kita betul-betul butuh pertolongan-Nya.

(Disajikan ulang dari Kajian Hikmah Al Quran yang disampaikan Zamzam AJT, 7 Januari 2006)


Dunia Sekitar Sebagai Cerminan Kondisi Hati

Hati atau qalb manusia disebut sebagai Baitullah, namun tidak sembarang qalb bisa disinggahi oleh kekuasaan-Nya, di dalam hadits dikatakan:

"Langit-Ku dan bumi-Ku tidak dapat memuat-Ku
Tapi yang dapat memuat-Ku hanyalah qalb hamba-Ku yang mukmin"

Jadi, qalb seorang manusia yang sudah ditempa menjadi seorang mukmin lah yang dapat dihampiri oleh kuasa Allah, insipirasi-Nya, pengetahuan-Nya, kebijakan-Nya, ilmu-Nya dan sifat-sifat-Nya , bukan Dia secara Dzat yang ada di sana.

Cahaya Allah yang bertajali di dalam qalb manusia itu bagaikan sinar proyektor yang menimpa klise film, klise itu adalah hati kita, apapun yang ada dalam klise akan terpantul keluar oleh cahaya tersebut. Semua kehidupan kita sejak kecil menjejak di qalb masing-masing, apa-apa yang kita lihat dengan mata dan tangkap dengan indera kita semua menempel di hati - oleh karenanya penting untuk menggunakan indera kita dengan baik, sesuai dengan aturan-Nya.

Seorang hamba yang dirahmati Allah akan Ia pancarkan cahaya kuasa-Nya ke dalam qalbnya yang akan menampakkan isi hati orang itu. Kadang proyeksi dalam kehidupan bisa berupa suatu kesialan, musibah atau hal-hal yang menyenangkan, yang semuanya itu tidak lain merupakan cerminan kondisi hati kita per saat itu, jadi kehidupan kita adalah layar tiga dimensi dari hati masing-masing.

Dalam Al Quran dikatakan bahwa "semua hasanah berasal dari Allah sedangkan semua musibah itu berasal dari jiwamu sendiri". Qalb manusia terletak di dalam jiwa, yang merupakan entitas inti manusia. Kalau kita masih murung terhadap kehidupan, jangan lantas menyalahkan Tuhan, tapi coba pahami apa yang sebenarnya tengah terjadi, hidup ini apa sebenarnya? apa makna sebuah musibah? apa hikmah di balik segala peristiwa. Bukan sekedar mencari benar atau salah, tapi harus belajar memahami mekanismenya.

Kalau permukaan qalb orang itu jernih, hatinya bersih, maka ketika Allah bertajali dan semua isi hati dipancarkan dalam pandangan dia indah saja, walaupun pada fenomenanya itu adalah sebuah peperangan kehidupan, ini disebut tajali Al Jamal, warnanya dibaca secara subyektif oleh orang itu. Jadi apapun itu yang terjadi segeralah berkaca kepada hati masing-masing.

(Disajikan ulang dari Kajian HIkmah Al Quran, Disampaikan oleh Zamzam AJT, 7 Januari 2006)

Monday, August 5, 2013

Bukti Kita Terhijab Dari Allah Taála

Ada hukum kehidupan yang Allah Taála nyatakan dalam Al Qurán, tentang keniscayaan ujian dalam kehidupan khususnya bagi mereka yang mencari Allah Taála. Di sisi lain, bagi orang yang kufur kepada-Nya maka Dia akan bukakan pintu-pintu khazanah dunia; semua hal dibuat mudah, cari rezeki mudah, bisnis untung terus, manusia tertentu akan dibuat tenggelam dalam dunianya masing-masing apakah itu dalam bisnis, akademi, kehidupan sosial atau bahkan yang seolah-olah berbau spiritual. Tapi semua yang dia lakoni bukan membuat hatinya dekat dengan Allah Taála, dan tahu-tahu maut datang menjemput. Naudzubillahimindzalik.

Bukti hatinya masih berjarak dengan Allah Taála adalah ketidakmengertiannya atas beberapa fenomena yang menimpa dirinya atau kehidupan, keraguannya dalam perjalanan, kecemasannya akan masa depan, ketakutannya terhadap masa lalu, ketidaksabarannya menghadapi ujian, kesombongannya menikmati limpahan karunia-Nya, keputusannya dengan Al Qurán dan bahkan memaki-maki Allah di lisan atau hati, menuduh Dia tidak adil! Dia bikin aku sengsara! Dia tidak mengabulkan doaku!

Semoga Allah Taála berkenan mengangkat hijab dalam hati kita.

(Disajikan ulang dari Kajian Hikmah Al Quran yang disampaikan Zamzam AJT, 7 Januari 2006)

Pedihnya Keterpisahan

"...hingga berkata ar rasul dan orang-orang yang beriman besertanya : 
   'kapan datangnya pertolongan Allah'"
(QS Al Baqarah 214)

Kejenuhan atau kelelahan yang terasa menyesakkan dada yang disebabkan oleh panjangnya keterhijaban dengan Allah Taála adalah suatu keniscayaan. Ayat di atas menggambarkan bahwa para rasul dan orang-orang beriman - suatu tingkatan manusia yang sudah lebih khusus - hingga menjerit hatinya setelah melalui jihad yang panjang dan lamanya keterpisahan, disitu kesabaran mereka mulai meluntur dan mereka menghendaki suatu penghijarahan ke kehidupan yang lebih baik, yang lebih dekat dengan-Nya.
Adapun rasa sakit yang mereka alami semata-mata timbul dari kuatnya mahabbah (cinta) mereka kepada Allah Taála.

(Disajikan ulang dari Kajian Hikmah Al Quran yang disampaikan oleh Zamzam AJT, 7 Januari 2006)

Inilah Medan Perang Kita

Dan apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga ? 
Sementara kepadamu belum datang sesuatu semisal yang telah menimpa orang-orang yang sebelummu. Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan dan diguncangkan...
(QS Al Baqarah:214)

Ayat ini memang turun berkaitan dengan peperangan yang terjadi di zaman Rasulullah saw. Namun Al Quran juga berlaku kontekstual sesuai dengan zamannya. Kita memang tidak sedang hidup di tengan peperangan pada saat sekarang, namun sekian bentuk ujian kehidupan yang merupakan malapetaka, kesengsaraan dan mengguncangkan hati kita masing-masing tak luput kita hadapi.

Ada yang diuji dengan sakit fisik bertahun-tahun, ada yang diuji dengan kelakuan anaknya, ada yang diuji dengan hubungan dalam rumah tangga, ada yang guncang oleh kematian orang terdekatnya, ada yang dibuat pontang-panting mencari rezeki, ada yang menunggu jodoh yang tak kunjung tiba, ada yang dibuat tidak betah dengan pekerjaan dsb. Semua itu adalah medan perang yang kita hadapi sehari-hari. JIhad akbar kita terletak pada penyikapan yang terbaik dalam menyongsong setiap takdir yang Allah Taála tetapkan. []

(Disajikan ulang dari materi Kajian Hikmah Al Quran, yang disampaikan oleh Zamzam AJT, 7 Januari 2006)