Monday, January 20, 2014

Aktifkan Pikiranmu!

Pikiran itu rajanya jasad, sehingga kita harus punya kegiatan untuk mengaktifkan pikiran, sebab kalau pikiran tidak digunakan dalam hal yang produktif dia akan cenderung ingin ini-itu, syahwat dan hawa nafsunya yang berkembang.

Silahkan diamati pekerjaan atau kegiatan apa yang kita sukai, bisa jadi menulis, membaca, merawat bonsai itu semua kan tidak mudah ada ilmunya. Apapun itu berikan pikiran kita haknya. Bagi yang kerja di kantor atau di rumah, jangan jadikan hari-hari berlalu hanya sebagai rutinitas saja tanpa ada usaha untuk menghidupkan pikiran kita. Pelajari dengan baik apa saja yang dirasa perlu, tua muda sama saja.

Pengalaman saya manakala belajar bidang yang disukai, kita akan tenggelam betul, bisa berjam-jam mempelajarinya, tapi saat tidak ada kerjaan, santai lihat tv sambil tiduran lalu ngantuk. Hati-hati, kebanyakan tidur bisa mematikan hati, kata Rasulullah.
Mari kita mulai dari saat ini juga, dengan hal yang simpel, sembari berdoa "ya Allah, ilhamkan kepadaku sesuatu yang akan memberi manfaat dunia dan akhirat pada pikiran saya..."

(Zamzam AJT)

Friday, January 17, 2014

Menguji Kemurnian Hati

Semua orang akan diuji kadar kemurnian dalam mencari Allah Taála. Kalau kita tidak ikhlas mengabdi kepada Allah akan banyak terjebak dalam kehidupan. Misal seseorang pontang-panting di bidang matematika hingga dia berhasil, seharusnya yang menjadi target utama adalah apakah setiap langkahnya membuat ia semakin dekat hatinya kepada Allah Taála, adapun keberhasilan, kekayaan dan sebagainya hanya oleh-oleh semata, toh rezeki kita bukan dari bidang-bidang yang kita tekuni, rezeki kita dari Allah Sang Maha Pemberi Rezeki.

Coba sahabat introspeksi dan lihat ke dalam diri, kalau masih merasa bangga bisa berbuat sesuatu, senang dipuji, merasa diri hebat dan pintar, lebih baik dari orang lain dan menganggap rendah orang lain, itu ciri kita terjebak pada waham sendiri dan masih belum murni pengabdiannya. Tapi apabila kita mengerjakannya dengan didampingi munajat, tahajud, rendah hati, merasa bergantung penuh kepada Allah, maka tercapailah tujuan utamanya.


(Zamzam AJT)

Fokus Di Bidangnya Masing-Masing

Setiap orang pasti Allah berikan kesukaan di bidangnya masing-masing, entah itu dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, sastra, seni, lingkungan, sains dsb. Seyogyanya masing-masing berusaha penuh dalam bidangnya itu, jangan setengah-setengah belajarnya, harus optimal - apalagi natur kehidupan itu tidak mudah. Allah Taála memberi arahan bahwa setelah "kesulitan"baru ada "kemudahan". Hanya memang seringkali upaya memberikan ikhtiar yang sebaiknya ini juga dihambar dengan rasa malas, ini yang pertama kali harus diperjuangkan oleh diri sendiri, tidak bisa menggantungkan diri kepada orang lain.

Seseorang harus kerja keras di bidangnya masing-masing hingga menemukan apa yang berharga, dalam menempuh setiap kesulitan kita memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala, mungkin hingga menemukan teori dan pemikiran yang merupakan terobosan di bidangnya masing-masing, tapi itu pun hanya oleh-oleh saja sebenarnya, karena yang sejatinya kita dapatkan adalah kedekatan kepada Allah Ta’ala melalui munajah kita. Melalui bidang itu kita menjadi punya cara untuk berkomunikasi dengan Allah Ta’ala.


(Zamzam AJT)

Wednesday, January 15, 2014

Hati-Hati Menggunakan Firasat

Hati-hati dalam menggunakan firasat, kita harus belajar dulu sampai ke tahapan diridhai Allah, baru akan terasa mana yang haq (benar) dan mana yang tidak. Kalau dalam hati kita masih tercampur aduk bisa berbahaya, kita bisa mengira sesuatu itu haq padahal batil dan sebaliknya. 

Jadi tumbuhkan titik ridha dulu, cinta kepada Allah Ta’ala, karena itu tanda Allah ridha kepada kita. Entah apa yang membuat Dia ridha, kita hanya tiba-tiba dibuat mencintai-Nya, mencintai kehendak-Nya, mencintai ketetapan-Nya, memang bukan kita yang aktif, diberi begitu saja. Maka berbuat kebajikanlah banyak-banyak.

Tentang kebajikan (al birr) lihat QS Al Baqarah ayat 177.
...Kebajikan itu ialah orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan, peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan masa peperangan. 


(Zamzam AJT)

Membebaskan Perbudakan Dalam Diri

Kami tunjukkan kepadanya dua buah jalan, tapi ia tidak menempuh al aqabah (jalan yang menanjak). Tahukah kamu apa aqabah itu? Yaitu memerdekakan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan.
(QS Al Balad [90]:10-17)

Memerdekakan budak adalah langkah pertama dari proses yang ditempuh oleh Bani Israil yang semula diperbudak di negeri Mesir. Proses membebaskan dari perbudakan itu adalah sebuah aqabah, sesuatu yang tidak mudah menjalaninya, jalan yang menanjak. Begitu pun kita, harus terbebas dari perbudakan Fir’aun dalam diri atau semua hal yang mengikat kita, membuat perjalanan kita kepada Allah Ta’ala menjadi berat dan tersendat. Ini tidak mudah, karena harus memotong sesuatu yang kita sukai, memotong syahwat kita, memotong waham kita.

Jadi, tahap pertama dalam hikmah Bani Israil adalah agar kita semua terbebas dari jiwa jasmaniyah. Jiwa yang diperbudak oleh jasad adalah jiwa yang masih khawatir dalam kehidupan, takut miskin, takut tidak bisa makan, takut tidak punya tempat tinggal, takut kurang ini-itu. Bukan berarti kita tidak boleh berusaha, tapi sebenarnya Allah sudah menjamin rezeki kita kalau langkahnya tepat. 


(Zamzam AJT)

Orang Yang Hebat Di Mata Allah

"Janganlah engkau mencampur adukkan al haq dengan al bathil"
(QS Al Baqarah [2]: 42)

Al haq atau sering diterjemahkan kebenaran, adalah semua urusan yang berasal dari Allah. Dalam suluk kita mencoba untuk berserah diri kepada Allah Taála, mencoba ikhlas dengan pengaturan-Nya dalam kehidupan, itu sama dengan membiarkan Al Haq masuk ke dalam diri kita. Ini sebetulnya yang paling berharga dari seorang insan, elemen keberserah dirian.

Jadi orang yang hebat itu bukan yang bisa terbang, jalan di atas air, pandai ini-itu, punya ini-itu, sakti mandraguna dsb. Orang yang hebat itu adalah orang yang bisa melihat Al Haq dalam kehidupan, itu tidak mudah. Orang yang berkarakter seperti Bani Israil akan terpana dengan atribut lahiriyah, makanya pada zaman mereka alam 'diacak-acak', dibelah lautan, diangkat gunung dan lain-lain tapi kemudian hanya sedikit dari mereka yang melihat kebenaran, walaupun Allah Taála sudah mendemonstrasikan besar-besaran melalui Nabi-Nya mukjizat yang agung. Sebaliknya, pada zaman Rasulullah saw tidak begitu banyak peristiwa mukjizat namun banyak yang dapat melihat kebenaran. Sesuai kata Ali ra, "Seandainya langit terbelah pun tidak akan menambah keimananku kepada Allah Taála". Karena memang iman sesungguhnya tidak perlu bukti seperti itu.

Ketika seseorang hanya mendengarkan kebenaran dari orang yang penampilannya memukau, retorikanya baik dan seolah banyak mukjizatnya, sesungguhnya ia akan mudah terjebak dalam dunia fenomena dan sulit melihat kebenaran yang tersembunyi. Sebaliknya dia akan menuduh seorang ulama benar (Haq) dengan kata-kata "Wah ramalannya tidak terbukti, tidak bisa menyembuhkan orang yang sakit "dsb. Kalau kita senantiasa menuntut bukti ya susah, karena sebenarnya mukjizat itu diperuntukkan bagi orang kafir, bukan untuk orang beriman. Istilah mujizat itu adalah sesuatu yang melemahkan, yang menundukkan, jadi memang fenomenanya dibuat menakjubkan agar menundukkan kebandelan dan meruntuhkan kesombongan orang yang bersangkutan. Jadi, jangan terlalu terpana dengan atribut dunia yang ada pada seseorang, coba benar-benar tafakuri, renungi apa yang membuat seseorang benar.


(Zamzam AJT)

Ingin Diatur Allah Dalam Kehidupan

Saat kita menyiapkan hati agar ingin diatur Allah dalam kehidupan, maka Al Haq akan mulai mengalir ke dalam diri. Kehadiran Al Haq dalam diri akan meruntuhkan konsep yang salah dalam pikiran, waham yang tidak tepat dalam kehidupan dan sikap yang tidak pas. Tadinya takut miskin jadi kurang takut, tadinya kurang berani menjadi mengalir keberaniannya. Kalau kita minta diatur oleh Allah Ta'ala, maka Dia akan mengatur, sebaliknya kalau sekadar bicara ingin diatur oleh Allah tapi hatinya belum siap, maka Al Haq tidak akan pernah tampil dalam diri kita, sekalipun kita riyadhoh (latihan olah jiwa) setiap hari sekalipun. Jadi semua berawal dari niat.

Proses mengalirnya Al Haq dalam diri kita menandakan kita sudah mulai berada pada status orang yang berserah diri kepada Allah Ta'ala. Apapun yang kita miliki diserahkan kepada Allah Ta'ala, Sang Pemilik semua, apakah itu kepandaian kita, cita-cita kita, kegelisahan kita, kesedihan kita, anak kita yang kita khawatirkan masa depannya, serahkan semuanya. Kalau sudah kosong nanti Al Haq akan muncul dan semua kegelapan kita akan diganti dengan cahaya kebenaran.


(Zamzam AJT)

Merajut Kehidupan Akhirat Sejak Sekarang

"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. 
Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu
(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya."
(QS Al Baqarah [2]: 45-46)

Disini terlihat bahwa sabar merupakan kunci mendapatkan pertolongan Allah. Bahkan untuk shalat pun diperlukan kesabaran. Maka dikatakan bahwa hal ini tidak mudah, kecuali buat mereka yang khusyu. Siapakah orang-orang yang khusyu dalam kehidupan itu? Yaitu orang-orang yang mengharapkan bertemu Allah, ini adalah aqidah dasar. Artinya orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir.

Kalau kita masih menganggap akhirat itu sesuatu yang masih nun jauh di sana berarti kita belum mengintegralkan diri antara kehidupan hari ini dan hari nanti. Padahal kalau kita hanya berkutat di hari ini saja tanpa menghadirkan akhirat pasti akan tersandung dalam kebingungan, kekecewaan, dan keputus-asaan. Tapi sebaliknya bila kita mulai menjalani kehidupan akhirat di saat ini, bahwa surga dan neraka itu bisa mulai dirasakan per hari ini. Karena saat kita tidak menerima kehidupan, ngedumel dan tidak harmoni dengan kehendak-Nya sesungguhnya kita sedang menjatuhkan diri dalam neraka kehidupan. Akan tetapi dengan hati yang senantiasa terpaut mengharapkan pertemuan dengan-Nya sekalipun getir kehidupan yang dijalani, dia akan berkata "ah tidak apa-apa disini sementara menderita, nanti disana Allah ganjar dengan yang lebih baik; ah tidak apa-apa tidak dapat di dunia, nanti Allah simpankan untuk kehidupan yang akan datang…"


(Zamzam AJT)

Saat Dibuat Tak Berdaya Dalam Hidup

"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu"
(QS Al Baqarah [2]: 45)

Kata penolongmu (wasta’inu) dalam ayat tersebut berkaitan dengan doa yang senantiasa kita panjatkan dalam shalat; "iyyakana’budu wa iyyakanastain ihdinashiraathal mustaqiim." (QS Al Fatihah). Kita hanya minta pertolongan kepada Allah Ta’ala, ketika kita diseberangkan dalam jembatan shiraathal mustaqiim, itu petanya.

Kenapa harus mohon pertolongan-Nya ketika diseberangkan dalam Shiraathal Mustaqiim? Karena dalam proses penyeberangan itu seorang insan akan dibersihkan, dibenarkan, diluruskan kehidupannya. Fenomenanya bisa tiba-tiba harta berkurang banyak, tiba-tiba susah mencari rezeki, tiba-tiba keluarga bermasalah, tiba-tiba terjebak hutang banyak, semua hal yang membuat kita tak berdaya.

Ingat, seorang insan pasti akan melewati suatu episode hidup dimana dia dalam keadaan tidak berdaya, kalau merasa tenang karena masih ada deposito, ada teman atau keluarga yang bisa membantu, itu namanya belum fakir. Fakir itu saat hati kita menjerit, "Ya Allah saya khawatir sekali…" Jadi kalau hati masih tenang-tenang saja, berarti belum sampai kondisi difakirkan dalam hidup.

Ketahuilah bahwa anugerah Allah itu akan turun sejauh kefakiran kita, semakin kurang fakir semakin sedikit anugerah-Nya. Saat kita tidak berdaya dalam hidup itulah saat dimana Allah hendak hadir ke dalam diri kita, Ia hendak tampil dan dikenali, kalau kita masih mengandalkan semua selain Allah, maka kehadiran-Nya akan terhijab, tak dikenali, maka kita pun tidak merasakan pengabdian yang dalam kepada-Nya.

Jadi, bersiap diri untuk menghadapi saat dimana alam semesta kita dibungkam tak berdaya; teman-teman tidak membantu, harta tidak ada, mursyid pun tidak memberi pertolongan. Dia kemudian bertanya "ayo mau kemana kamu mengadu?", baru kemudian kita bersungkur di hadapan-Nya dan berkata "ya Allah, hanya Engkau harapanku…" Kita lantas menjadi benar-benar mengandalkan Allah.


(Zamzam AJT)

Proses Panjang Membebaskan Jiwa Dari Dominansi Jasad

Proses membebaskan jiwa kita dari pengaruh jasad adalah proses yang panjang. Setelah sekian puluh tahun lamanya jasad kita terbiasa dengan pola makan tertentu, pola tidur tertentu, memiliki selera tertentu, keinginan tertentu yang semuanya seperti membentuk siapa diri kita, padahal semuanya kebanyakan terpengaruh dari orang tua, masa asuhan, keluarga dan masyarakat sekitar. 'man arafa nafsahu faqad arafa Rabbahu', kenali dirimu maka engkau akan mengenali Rabb-mu, proses membebaskan jiwa dari pengaruh jasadiyah merupakan bagian dari proses pengenalan diri.

Lalu dimulai dari mana? Minimal kita mengimani dulu bahwa kehidupan kita yang tampaknya berserakan dan tak berhubungan ini ada hubungannya dengan Al Quran, minimal itu. Karena kalau sudah tidak yakin dengan Al Quran maka Al Quran itu tidak akan bekerja untuk kita, jadi sesuatu yang tidak diyakini tidak akan mujarab.

Prinsipnya jika sudah ada kepercayaan bahwa ada hubungan antara kita dengan Al Quran, baru akan terbuka rahasianya. Kalau tidak peduli dengan Qurannya, dibaca pun tidak, tidak peduli dengan nasib kita, dan kita pun tidak berusaha mencari jawaban pertanyaan dalam kehidupan selain hanya menunggu entah mentor yang menerangkan, entah pak ustadz, maka sungguh harta karun itus tidak akan terbuka. Jadi masing-masing harus membuka sendiri, kenapa? Karena setiap orang beda-beda kepalanya, beda-beda ujiannya, beda jalan hidupnya. Tidak ada yang mengetahui dengan detil kehidupan sahabat sekalian kecuali diri sendiri dan Allah Ta'ala.


(Zamzam AJT)

Jangan Setengah-setengah Dalam Beragama

Allah Ta'ala memerintahkan agar jangan mencampur-adukkan antara al haq dengan al bathil. Kekhawatiran dalam hidup itu adalah salah satu contoh al bathil. 

Gambarannya begini, bayangkan tubuh kita yang sehat lalu tiba-tiba kita diberi sakit gigi, kan sangat mengganggu, mau belajar tidak bisa, makan tidak nyaman; begitu juga kalau tubuh kita ini diberi bisul setitik yang membuat tubuh meriang, itu kan membuat seluruh tubuh tidak berfungsi sempurna. Sama saja, apabila kita toleransi pada kebatilan, maka jiwa kita akan menjadi lemah, keyakinan dan keimanan pun melemah.

Jadi, kalau beragama itu harus bersih, jangan berkata "ah, sedikit curang, sedikit berbohong kan ngga apa-apa" , kalau itu yang terjadi maka keyakinan kita tidak akan kokoh dalam hidup. Jadi, kalau sudah bersih ya bersih saja, kalau jujur ya tetaplah jujur jangan setengah-setengah. Memang butuh keberanian untuk sekedar bersih dan jujur.

Rasulullah saw berkata kepada Ali ra, "Hai Ali, hendaklah engkau jujur, walaupun jujur itu membinasakanmu."


(Zamzam AJT)

Perbedaan Orang Yang Gelap Hati dan Terang Hati

Pahamilah sahabat, bahwa kehidupan seorang mukmin itu ada dalam pengaturan Allah Taála. Sebetulnya ketika seseorang dilahirkan ke muka bumi ini seluruh kehidupannya sudah digariskan di Lauh Mahfuzh, artinya kita boleh saja berencana dalam hidup, tapi yang akan terjadi tetap saja ketetapan-Nya.

Orang yang tidak paham kebijakan Allah dalam kehidupan akan menderita dalam hidup, "kok hidup saya susah terus?" "kenapa bisnis saya gagal melulu!""hidup saya awut-awutan!""kenapa anak saya begini - istri saya begini - suami saya begini- mertua saya begitu", hidup seolah-olah berantakan, seolah-olah salah, seolah-olah mesti mencari jalan lain.

Orang yang gelap dan terang hatinya akan mengalami takdir yang sama yang telah digariskan, hanya bedanya orang yang dalam kegelapan hati akan diwarnai hidupnya dengan cacian, keluh kesah, kemarahan, tidak tenang, protes dan berprasangka buruk kepada Allah Taála, ia menciptakan nerakanya sendiri. Sedangkan orang yang hatinya diterangi pengetahuan yang benar (haq) walau secara fenomena mengalami ujian yang sama tapi hatinya pandai bersyukur, jeli melihat kenikmatan yang Allah sematkan dalam setiap peristiwa.


(Zamzam AJT)

Kenapa Allah Kadang Menurunkan Bencana?

Kenapa Allah kadang memberikan bencana kepada kita?
Bencana itu bisa mengenai hal yang fisik seperti didera oleh penyakit, kecelakaan, kehilangan barang, kendaraan diserempet orang, kebakaran dll.
Juga bencana bisa mengenai jiwa kita; ditimpa rasa malas, bosan, jenuh, khawatir, gelisah, tidak puas, dan seribu satu macam rasa tidak enak lainnya yang syariatnya bisa datang dari mana saja. Bisa jadi dari pasangan sendiri, teman dekat, orang tua, keluarga dan sebagainya.

Semua itu Allah turunkan agar hamba-Nya tidak terjebak dalam kesenangan dunia yang semu. Karena Allah hendak memberikan nikmat yang sejati.

Kalau dalam kehidupan kita dibuat lancar-lancar saja; makan enak, rumah mewah, tempat tinggal nyaman, itu baru kenikmatan semu yang kita berkutat terus di dalamnya sampai mati, di dalam kebahagiaan yang dikira akan mendatangkan kebaikan. Keterlenaan ini yang dihindari...


(Zamzam AJT)

Kiamat Dalam Diri

"Hari Kiamat
Apakah hari kiamat itu?
Dan tahukah kamu apakah hari kiamat itu?
Pada hari itu manusia seperti anai-anai yang beterbangan
Dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan..."
(QS Al Qaariáh [101]:1-5)

Ibnu Arabi berkata bahwa semestinya setiap manusia melalui fase 'kiamat' dalam dirinya. Kiamat artinya saat runtuhnya alam semesta. Nah, di dalam diri manusia juga terdapat alam semesta yang bernama waham, waham ini harus runtuh untuk Allah ganti dengan yang baru.

'Gunung'diri pun akan dihancurkan, dibuat seperti kapas yang ditiup angin. Gunung itu perlambang sesuatu yang kokoh, itu adalah sesuatu yang kita yakini, pegangan kita, falsafah hidup yang kita agung-agungkan tapi sebenarnya belum benar dalam pandangan Allah, semua akan dihancurkan dan diganti dengan keyakinan baru yang segar.

Keyakinan baru itu membuat manusia terhindar menjadi seperti anai-anai yang berhamburan; hidup tidak ada arahnya, walau terlihat mapan dalam kacamata dunia tapi jiwanya tidak kokoh. Antara pikiran, perasaan, keinginan tidak menyatu. Antara raga dan jiwa terjadi konflik.


(Zamzam AJT)

Rencanakanlah Hidupmu

Manusia hidupnya tidak bisa tanpa perencanaan, karena perencanaan adalah haknya akal pikiran. Seperti misalnya kita hendak shalat lalu kucing disebelah kita mengeong terus karena lapar, ya kasih saja sedikit ikan untuknya kan langsung diam. Sama saja dalam diri kita pun banyak 'kucing'nya, maka berilah haknya agar kita bisa fokus. 

Jadi kita wajib merencanakan setahun kedepan, dua tahun kedepan dst dengan detil, tergantung setiap orang pasti beda-beda perencanaannya. Saya sendiri adalah orang yang sangat merencanakan setahun, dua tahun , lima tahun ke depan, dst dengan detil. Kalau kata Rasulullah “Jika engkau hendak sholat hendaklah engkau berpikir akan mati besok, kalau tentang duniamu anggaplah engkau akan hidup 1000 tahun.”

Jadi sekali lagi buatlah perencanaan hidup dengan baik. Walaupun dalam kasus saya misalnya hampir 75% dari apa yang saya rencanakan tidak kesampaian, selalu gagal. Dan saya tidak pernah kecewa, karena apa yang Allah berikan selalu lebih baik daripada apa yang saya rencanakan, dan saya akan terus membuat rencana...


(Zamzam AJT)

Saat Pikiran Dikalahkan Hawa Nafsu

"Dan Kami selamatkan kamu dari keluarga Firáun.
Keluarga Firáun itu menyembelih anak laki-laki dan membiarkan anak perempuan..."
(QS Al Baqarah [2]: 49)

Anak laki-laki adalah lambang dari akal, dan akal itu bertingkat-tingkat sejak dari akal pikiran jasad (otak) hingga akal pikiran di jiwa (lubb). Sedangkan anak perempuan (annisaa) adalah lambang dari hawa nafsu dan syahwat.

Dalam skala masyarakat, ayat ini menggambarkan bagaimana semrawutnya kondisi rakyat apabila tidak ada pengaturan yang baik dari pimpinan.
Dalam skala kehidupan diri pribadi, masing-masing kita mempunya aspek 'firáun'dalam diri yang kerjanya adalah membangkitkan hawa nafsu dan syahwat sehingga akal pikiran tidak jalan.
Kalau seseorang asal bicara tanpa dipikirkan lebih dahulu, gemar mengumbar syahwatnya - entah pada wanita, makanan, pakaian, perhiasan, mobil, perilaku konsumtif hingga harus hutang sana-sini dll itu semua adalah gejala ketidakterkendalian diri. Pertanda akal pikirannya 'tersembelih'dan membiarkan hawa nafsu dan syahwatnya mengambil alih setiap keputusan yang ia buat.


(Zamzam AJT)