Tuesday, April 30, 2019

Tetangga sebelah rumah saya itu ramah sekali, beliau seorang perempuan yang di usia pensiun (sekitar 65-70 tahun) masih sehat bersepeda puluhan kilometer dan badannya masih oke, langsing dan fit. I kind of picture myself (wannabe) like her in the next 25-30 year 😉. Pernah suatu kali saya tanya apa rahasia kebugaran tubuhnya, beliau bilang sejak muda biasa berjalan kaki puluhan kilometer. (Hmmm, okay maybe i’m gonna lower my bar a little bit.)

Anyway, boleh dibilang keberadaan beliau adalah salah satu faktor besar ketika kami memutuskan membeli rumah yang sekarang ditinggali ini. Ingat pesan Rasulullah, kalau mau memilih rumah lihatlah tetangganya. Dulu saat viewing rumah pertama kali bertemu beliau yang kebetulan sedang berada di depan rumahnya menyapa kami dan anak-anak dengan wajah ceria dan ramah, oh langsung jatuh hati kami dibuatnya. Dan memang sampai sekarang pun demikianlah sifatnya, selalu mengembangkan senyuman setiap kali bertemu. Pernah bahkan dalam satu hari saya berpapasan sepeda dengan beliau sampai empat kali, dan empat kali pula beliau menyapa sambil tersenyum ramah. Membuat hati hangat.❤️

Ada hal menarik tentang beliau yang tinggal serumah tanpa menikah dengan pasangannya, seorang laki-laki usia pensiunan juga. Mereka sudah bersama lebih dari 40 tahun dan memiliki dua anak dan tiga cucu. Mereka tidak menikah karena tidak percaya pada institusi agama. Pun sepertinya tidak mempraktikkan suatu agamapun. Suatu waktu anak perempuannya terkena musibah lumpuh sebelah hingga harus mendapat perawatan rumah yang intensif.  Saya mendengarkan penuturan tetangga saya ini ihwal penyakit yang diderita anaknya dan menggambarkan repotnya dia dan anggota keluarga lain dalam mengurusnya. Dan saya perhatikan tidak ada nada keberatan dalam penuturannya. Bahkan saat kami menunjukkan simpati dan membuka diri jika mereka membutuhkan bantuan apapun beliau menolaknya dengan halus sambil mengatakan bahwa keadaannya sudah lebih baik sekarang. Pokoknya semangatnya positif dan menghangatkan hati. Sehangat senyumannya yang senantiasa dia tebarkan.

Hal ini membuat saya merenung. Bagi seseorang yang tidak mengimani kehidupan di hari akhir, kehidupan dunia bagaikan taruhan akhir yang jika itu hilang maka tidak ada yang bisa diharapkan. Dan jika itu terjadi semangat hidup mendadak pudar. Saya mendengar seseorang ayah bunuh diri dengan melompat dari gedung tinggi tak kuat menanggung kepedihan atas kematian anak lelakinya yang baru berusia 7 tahun. Saya membaca seorang pebisnis sukses berakhir gantung diri karena masalah di kehidupannya. Kemudian ada anak muda berusia 20 tahunan yang meminta disuntik mati (euthanasia) karena tidak sanggup menjalani sakit yang dideritanya. Betapa rentannya kehidupan tanpa iman kepada Dia dan hari akhir.

Akan tetapi melihat perilaku tetangga saya yang luar biasa ini, saya menaruh harapan besar pada kemampuan akal manusia agar tidak tenggelam dalam samudera dunia. Sesederhana membangun sebuah akal sehat yang bahkan dapat mengangkat semangat seorang yang tidak percaya Tuhan dan hari akhir untuk menjalani takdir hidupnya dengan lebih positif. Jika seorang Marietje, tetangga saya yang manis itu dapat melakukannya dan menjalani kehidupan dengan bersuka cita, maka apalagi seharusnya orang yang memiliki iman kepada Allah dan hari akhir. Semoga beliau Allah karuniai hidayah-Nya. Aamiin🙏
Cahaya adalah unsur pembentuk ciptaan. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda, "Allah menciptakan aku dari cahaya-Nya".

Cahaya bersifat menampakkan segala sesuatu, bahkan cahaya yang datang dari sinar matahari bersifat menumbuhkan. Cahaya datang dari sebuah sumber cahaya. Ada benda-benda yang kemudian nampaknya bercahaya akan tetapi sebenarnya hanya memantulkan cahaya dari sumber cahaya yang sebenarnya, seperti sinar rembulan yang merupakan pantulan dari sinar matahari.

Sumber cahaya hanya akan menerangi semesta pada jarak tertentu. Di zona "twilight zone" intensitas terangnya cahaya makin berkurang, seperti saat memasuki waktu matahari terbenam dimana rona kegelapan mulai muncul. Seperti itulah alam dunia yang tengah kita arungi saat ini, sebuah titik terjauh dari sumber penciptaan. Ujung dari selendang ciptaan-Nya yang pada saatnya akan digulung kembali. Di titik terjauh ini cahaya berupa kebaikan mewujud, namun pada saat yang bersamaan kegelapan yang berupa kejahatan pun diizinkan-Nya merajalela. Manusia tengah dibenamkan di sebuah alam yang relatif gelap dibandingkan alam cahaya yang merupakan asal muasal jiwanya. Untuk tujuan apa? Agar kita mengenal Dia dengan sebuah pengenalan yang utuh. Di dunia inilah kita dipaparkan pada segenap perbuatan (af'al)-Nya, juga sifat-sifat-Nya yang halus hingga akhirnya manusia setahap demi setahap akan dibimbing untuk akhirnya mengenal Dzat Allah Ta'ala di alam akhirat nanti. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Abdul Qadir Jailani dalam kitab Sirrul Asrar, "Adapun melihat Dzat Allah Swt hanya terjadi di akhirat..."

Inilah sebuah proses penyingkapan yang berjenjang. Sejak jiwa manusia mendapatkan persaksian awal di alam alastu (QS 7:172), kemudian diturunkan ke alam mulk di bumi ini melalui perantaraan kedua orangtuanya hingga menapaki langkah-langkah takdir hidup yang berfungsi menumbuhkan sang jiwa hanya jika ia mensyukuri dan ikhlas menjalani qadha dan qadar Allah. Hingga menjadi ciptaan yang menapaki jalan kembali dengan diri yang bersuka cita sebagaimana difirmankan Allah Ta'ala,

Kemudian Dia menuju ke langit dan (langit) itu masih berupa asap, lalu Dia berfirman kepadanya dan kepada bumi, "Datanglah kamu berdua menurut perintah-Ku dengan suka cita atau terpaksa." Keduanya menjawab, "Kami datang dengan suka cita."
(QS Fushshilat [41]:11)
Kenapa petunjuk atau kehendak-Nya sulit untuk dibaca? 

Kalau kata Mursyid itu karena hati kita tidak tenang. Masih grasa-grusu, tidak sabaran, mudah khawatir, gampang dipertakuti, seperti permukaan air yang beriak maka bayangan langit tidak akan terpantul dengan baik.

Hati yang tenang itu bukan berarti tidak ada masalah, juga bukan berarti hidupnya santai. Bisa jadi seseorang di tengah amukan badai ujian kehidupan, tapi hati tenang. Bisa jadi tengah didera kesibukan yang tanpa henti tapi hatinya mengalir penuh kebersyukuran dan suka cita, maka ia tenang walau badan lelah.

Bagaimana melatih agar hati tenang? Dimulai dari menenangkan hati saat shalat yang hanya sekian menit itu dibandingkan kegiatan lain kita yang berjam-jam lamanya. Tenang, jangan terburu-buru. Tenang, jangan mikir ini-itu selain Dia. Tenang, lepaskan semuanya dan bayangkan itu adalah shalat terakhir kita. Agar jiwa lepas dari beban duniawi, dengannya dia bisa bermi’raj.


Janji Allah adalah jika kita menjaga waktu dan shalat maka Dia yang akan menjaga segenap aspek kehidupan kita di luar waktu shalat. Jadi shalat betul-betul berfungsi sebagai tiang agama, tiang kehidupan dunia-akhirat. Insya Allah.

Saturday, April 27, 2019

Di dagu kiri saya ada luka parut hampir sepanjang 3cm akibat terjatuh saat lompat dari kereta sekitar 7 tahun lalu.

Lho kok lompat dari kereta? Iya pada waktu itu praktik lompat-lompatan dari dan ke dalam kereta api yang tengah melaju adalah hal yang biasa. Saat itu setiap Senin jam 4 pagi saya menggunakan jasa kereta api dari Bandung ke Jakarta. Pernah beberapa kali saat kereta sudah maju pun saya masih bisa mengejar kereta itu yang disemangati oleh kondekturnya yang berteriak “Ayo neng, lari!” 😅Dan saya akan lari sekencang mungkin di atas peron, melempar tas saya duluan ke dalam gerbong dan melompat ke dalam kereta - mirip adegan di film laga- yang dibantu oleh bapak kondektur yang menjulurkan tangannya dan menarik badan saya. Sama sekali tidak berpikir kalau salah sedikit saja saya dalam melangkah, kaki dan separuh badan saya bisa terjerembab ke bawah kereta dan terlindas roda-roda besi yang tengah berputar itu. Demikianlah, aspek keselamatan bertransportasi di negara berkembang kerap jadi nomor kesekian. Eh ini dulu ya, semoga sekarang ada kemajuan. Dipikir-pikir lagi, kok bisa ya kereta sudah jalan pintunya masih bisa dibuka? Hal yang tak pernah saya temukan di Belanda.

Nah, kembali ke luka parut di dagu kiri saya. Suatu pagi kereta menuju Jakarta yang biasanya tidak berhenti di stasiun Cikini itu kok ya tiba-tiba berhenti disana. Kebetulan kantor saya ada di bilangan Cikini dan pagi itu ada rapat yang harus dipersiapkan. Ketika melihat orang-orang berlompatan keluar dari kereta di Stasiun Cikini saya langsung tergerak untuk ikut melompat. Tapi karena baru terbangun tidur langkah kaki saya masih belum tegap dan saya agak terlambat bergerak. Apa daya saya sudah terlanjur lompat dari kereta yang sudah kembali melaju itu. Saat mendaratkan kaki di atas platform peron terasa sekali tubuh saya terhuyung ke arah melajunya kereta dan kaki beberapa kali melangkah hingga, BRAKKK! Tubuh saya terhenti keras karena saya terjatuh dan wajah bagian kiri menghantam tiang beton yang ada.

Untuk beberapa saat saya sempat pingsan, semua jadi gelap. Dan ketika membuka mata saya melihat beberapa wajah mengelilingi diri saya mereka tampak berkata-kata sesuatu tapi saya tidak bisa mendengarnya karena tertutup oleh suara denging yang memekakkan telinga. Hingga akhirnya salah seorang bapak menegakkan badan saya. Baru beberapa saat kemudian bisa mendengar suara seorang perempuan yang berkata “hiiy, mbak darahnya keluar banyak!”. Saya melihat ke bawah darah saya mengalir keluar dan sebongkah kecil benda putih kecil yang berupa patahan gigi geraham. Ouch...saya baru mulai merasakan sakitnya.

Kemudian saya dilarikan ke terdekat untuk diperiksa apakah ada gegar otak atau tidak dan menghentikan perdarahan dari kulit dagu yang terbuka menganga itu. Meeting pun gagal diikuti, malah boss dan rekan-rekan kerja berkumpul di ruang gawat darurat rumah sakit itu. Selama satu minggu saya nyaris tak bisa membuka rahang dan hanya makan bubur sambil diseruput.

Satu minggu yang mengubah orientasi hidup saya. A kind of break that i needed in a way. Demikianlah cara Gusti Allah menghentikan saya dari terlalu asyik mengurus satu pekerjaan dan melalaikan amanah yang lain adalah dengan membuat badan saya tak berkutik. Satu minggu itu saya merenung. Apalagi ketika diingatkan oleh salah satu kakak seperjalanan dalam bersuluk bahwa kejadian ini adalah sebuah peringatan keras bagi saya. Barangkali sekeras beton yang menghajar wajah saya, karena bisa kadi ini masalah “penghadapan wajah”. Oleh karenanya yang terkena langsung adalah wajah saya.

Kejadian itu terjadi di tahun 2012, tahun yang merupakan awal saya mulai serius menulis di kajiansuluk.blogspot.com yang kumpulan tulisan selama 7 tahun mulai dijadikan buku dan tengah digarap oleh uda Alfathri Adlin , kakak saya yang lain dalam menempuh jalan suluk, yang berbaik hati bersedia mengedit di sela-sela kesibukannya yang menggunung🙏.

Demikianlah bisa jadi sebuah musibah adalah peringatan agar kita lebih adil dalam membagi waktu dalam hidup untuk mengerjakan segenap amanah yang ada dan sebagai pertolongan agar orientasi kehidupan kita benar adanya. Wallahu’alam.
M

Friday, April 19, 2019

PAINKILLERS
Painkillers adalah senyawa pereda rasa sakit yang bekerja dengan cara menahan sinyal yang mengirim rasa sakit baik itu di bagian saraf yang berdekatan dengan sumber sakit atau langsung bekerja di otak. Painkillers hanya berfungsi menghilangkan gejala tapi tidak menghilangkan penyebab rasa sakit itu sendiri. Seperti orang yang sakit gigi karena ada lubang di giginya, walaupun rasa sakit itu bisa hilang karena minum obat pereda rasa sakit akan tetapi bila penyebab rasa sakit tidak diobati yaitu menambal lubang di giginya tersebut, maka hanya masalah waktu rasa sakit itu akan timbul kembali.
Banyak manusia menderita “rasa sakit” diakibatkan oleh rasa sepi, sesuatu yang kerap luput diidentifikasi dengan akurat. Kesepian bukan berarti dia tidak punya teman. Bisa jadi ia orang yang sangat sosial, teman di dunia mayanya puluhan ribu bahkan “followersnya” jutaan jumlahnya. Tapi setelah semua hiruk-pikuk itu usai ada rasa hampa yang menggerogoti dirinya dan tak sedikit yang merasa sesak nafas dan ketakutan karenanya. Karena tidak paham apa yang menjadi sebab datangnya rasa itu, biasanya orang cenderung mengambil solusi instan dengan menggunakan “painkillers” berupa menyibukkan diri dalam kegiatan hingga ia lelah, menghibur diri dari satu hiburan ke hiburan lain, mengejar sensasi, membenamkan diri dalam minuman keras atau narkoba, atau melacurkan diri dalam petualangan seksual yang dibalut label cinta.
Painkillers hanya bersifat sesaat. Menumpulkan rasa bahkan mematikannya. Tapi saat ia tersadar maka rasa sakit itu akan terasa lagi. Yang sebenarnya berasal dari sebuah kerinduan di dalam jiwa, sebuah entitas yang jauh tak terjangkau oleh painkillers sekuat apapun di dunia. Sesuatu yang hanya bisa disembuhkan dengan sebuah dzikir - memberikan kepada sang jiwa makanannya yang tepat, seperti yang dikatakan oleh Jalaluddin Rumi,
“There is a loneliness more precious than life...It is that moment when one alone with God.”

Hati-hati, yang namanya hawa nafsu tidak melulu melekat pada perbuatan yang jelas buruk dan tidak diridhoi Allah. Akan tetapi hawa nafsu bisa menyelinap di sela kegiatan baik dan ibadah lalu mengkontaminasi hingga kadar ikhlasnya hilang.
Hawa nafsu bisa menghembuskan keinginan untuk terus mengaji Al Quran pada seorang ibu yang harusnya sudah saatnya menyiapkan makanan bagi keluarga atau sebagai dalih bagi seorang pekerja berlama-lama di musholla dan mengabaikan pekerjaannya.
Hawa nafsu bisa meniupkan keinginan membara untuk mendebat seseorang dengan dalih dirinya di pihak yang benar, dengan konsekuensi rusaknya harmoni dan menajamnya perpecahan. Padahal Rasulullah saw menjanjikan ganjaran pinggiran surga bagi yang meninggalkan perdebatan karena salah dan ganjaran puncak surga bagi yang meninggalkan perdebatan walaupun dirinya benar.
Hawa nafsu juga yang berdalihkan sekian argumentasi akan menolak tunduk kepada ketentuan takdir dan kehendak-Nya dengan berkata "Ini kan hidupku! Aku berhak memilih apa yang aku mau!"
Hawa nafsu itu makhluk yang sangat cerdas. Mengalahkan ia dengan seribu satu dalil hanya seperti menyiramkan minyak tanah ke tumpukan bara. Hal itu hanya akan membuatnya makin besar. Karena hawa nafsu adalah putera yang dilahirkan di alam dunia. Satu-satunya mengalahkan hawa nafsu adalah berserah diri pada "treatment" Ilahiyah. Karena tanpa pertolongan-Nya kita hanya akan menjadi budak hawa nafsu seumur hidup dan tak kuasa mengecilkan dayanya hingga seperti unta masuk ke dalam lubang jarum. Wallahu'alam

Saat istirahat di tempat kerja berkenalan dengan seorang bapak, imigran dari negara Ghana yang sudah tinggal di Belanda 22 tahun lamanya dan bekerja sebagai pegawai di sebuah perusahaan transportasi. Dengan berapi-api beliau menceritakan rencana masa depannya untuk kembali ke negara asal dan menghabiskan kehidupan pensiun dengan damai dengan berbekal uang yang dikumpulkan berdekade lamanya. Beliau berkata, "Suatu saat nanti aku akan pulang dan disambut bagaikan raja dan hidup sejahtera."
"Wow, sounds like a good plan! Tapi bagaimana bila ajal keburu menjemput bapak sebelum semua impian itu terlaksana?"
Beliau pun terdiam...

Siang ini wajah Rumi tampak sedih saat dijemput. Ketika Elia, kakaknya menghampiri menanyakan kabarnya, tangisnya pun pecah tak tertahankan lagi. Gurunya yang berada di dekatnya tampak bicara dengan Elia, tampaknya menjelaskan apa yang terjadi. Penasaran, saya pun menghampiri mereka.
Ternyata yang terjadi adalah saat Rumi membuat kerajinan merangkai biji-bijian menjadi kalung ada salah seorang anak yang menarik kalung itu dan mengklaim itu miliknya hingga rangkaian kalung itu berserakan. Tentu Rumi sedih sekali. Saya dan Elia lalu memeluk dan mencoba menghibur Rumi. Kami pun pamit kepada gurunya yang berulang kali bilang "So sorry..." dengan wajah yang penuh empati. "It's okay" saya bilang, hal seperti ini dapat terjadi.
Kami pulang ke rumah dan Rumi pun tampak mulai melupakan kejadian sedih itu dan mulai bermain seru dan ceria dengan kakaknya. Hingga kemudian tiba-tiba tiga jam kemudian bel pintu rumah berbunyi. Saya kaget melihat sang guru berdiri di depan pintu sambil menyodorkan sebuah kotak kecil berisi biji-bijian dan benang untuk membuat kalung. "Ini kalung punya Rumi, dia bisa meneruskannya di rumah. Fijne vakantie (selamat liburan)" katanya dengan senyum yang ramah. Saya masih terkaget-kaget hingga lupa mempersilakan beliau masuk dan beliau pun sudah keburu berjalan menjauh...
Saya segera memanggil Rumi dan memberitahu apa yang terjadi. Anak itu tampak kaget bercampur bahagia. Ya, aku pun merasakan hal yang sama. Sungguh pemberian yang tak terkira. What a lovely thing 😍
Alhamdulillah, terima kasih ya Allah sudah menggerakkan sang guru yang baik hati untuk mengobati sedihnya hati Rumi.

Biasanya sebelum memandu kelas kajian suluk online (forum mengkaji Al Quran online) sejak awal minggu saya sudah menyiapkan bahan. Apa daya pekan ini didera oleh kesibukan yang menghabiskan jatah waktu. Senin dikejar deadline penulisan plus diberi jatah waktu kerja sore oleh manager dibtempat saya bekerja. Hari Selasa mama tetiba minta diantar ke pasar bunga dengan alasan mumpung cuaca cerah katanya. Rabu beres-beres taman belakang dan persiapan syukuran ulang tahun anak. Akhirnya waktu yang ada ya Kamis pagi sebelum kajian diadakan siang hari. Tapi ternyata perayaan syukuran ulang tahun di sekolah butuh waktu lebih dari yang dijadwalkan karena guru-guru pada ngajak ngobrol.
Lalu saya bergegas pulang, shalat dhuha dan bismillah ada waktu sekitar satu jam. Baru saja membuka Al Quran karena hendak mencari ayat yang pas dengan tema, tiba-tiba bel pintu berbunyi. Saya intip dari atas terlihat sepasang laki-laki dan perempuan muda lengkap membawa koper-koper besar dengan penampilan seperti turis, ah tampaknya hanya bertanya mencari alamat pikir saya. Di titik itu saya punya pilihan untuk memberi tahu mama yang tengah berada di lantai bawah untuk bilang “maaf, salah alamat” dan langsung menelaah kembali Al Quran untuk mencari ayat yang pas atau turun ke bawah dan membukakan pintu untuk mereka. Namun akhirnya nurani saya membuat saya melangkahkan kaki ke bawah dan membukakan pintu untuk mereka. Sepasang pengantin muda dari India yang tengah mencari sebuah alamat penginapan (airbnb) yang tertera di email mereka. Jelas salah alamat, karena kami tidak pernah mengiklankan rumah ini ke airbnb. Saat saya sarankan untuk telp ke nomor telepon yang ada disana menanyakan alamat yang benar sang lelaki agak ragu lalu berkata, “telepon saya tidak bisa untuk menghubungi nomor Belanda.” Akhirnya saya persilakan mereka masuk dan membantu menghubungi alamat tujuan, sebuah proses yang cukup menghabiskan sisa-sisa menit yang saya punya untuk mempersiapkan kajian.
Selesai membantu mereka, adzan dhuhur pun tiba dan akhirnya di menit-menit terakhir saya wudhu lalu dzikir dan memohon kepada Allah untuk menunjukkan ayat tuntunannya di hari ini. Bismillah saya pun membuka Al Quran dan mata saya langsung tertuju di ayat QS Al Ankabut [29]:41, tepat apa yang saya butuhkan. Alhamdulillah. Adab menjamu tamu itu memang dibalas sangat baik dengan Sang Pengirim tamu-tamu dalam kehidupan❤️



“Akar segala sesuatu adalah stabilitas”

-          Ibnu Arabi dalam Al Futtuhat Al Makkiyyah

Stabilitas adalah natur semua ciptaan. Alam semesta yang indah kita saksikan sekarang berjalan dalam harmoni karena bergerak dalam titik stabilnya masing-masing dimana sebongkah batu menjalankan fungsinya menjadi batu dan tidak mendambakan menjadi angin, pun setitik air bertasbih mengalir menjalankan fungsinya dan tidak bermimpi menjadi sebatang pohon. Alam semesta berjalan harmonis dan mewujud menjadi indah karena masing-masing menjalani hidupnya di titik stabilnya masing-masing, yaitu fungsi yang Allah tetapkan bagi setiap ciptaan.

Dalam Kitab Nabi Idris as gerak harmoni alam yang mendemonstrasikan sebuah ketundukan dalam tasbih kepada-Nya dikatakan sbb:

Perhatikanlah oleh kalian segala apa yang ada di langit, bagaimana mereka semua tidak mengubah jalur edarnya (melainkan berada) di orbitnya masing-masing; dan (juga perhatikan) benda-benda langit yang bercahaya, bagaimana mereka terbit dan terbenam secara teratur pada waktunya sesuai dengan musimnya, dan mereka tidak melampaui batas terhadap apa yang telah ditetapkan atas mereka.

Saksikanlah bumi dan perhatikan semua yang ada di atasnya semenjak (penciptaan) yang pertama hingga yang terakhir, bagaimana teguhnya mereka (dalam ketaatan), dan bagaimana tak ada satu pun di dalamnya yang berubah. Demikianlah seluruhnya adalah ciptaan Allah yang ditampakkan kepadamu.

Perhatikanlah musim panas dan mudim dingin, bagaimana seluruh bumi dipenuhi dengan air, kemudian awan serta embun dan air hujan terbentang di atasnya.

Perhatikanlah, dan amatilah, bagaimana pepohonan layu dan menggugurkan daun-daunnya (dalam suatu musim tertentu), kecuali bagi empat belas pohon yang tidak pernah gugur daun-daunnya melainkan mempertahankannya selama dua sampai tiga tahun lamanya hingga muncul (daun-daunnya) yang baru.

Perhatikan pula oleh kalian hari-hari di musim panas, bagaimana matahari yang tepat berada di atas bumi. Dan engkau mencari tempat berlindung disebabkan sengatan matahari yang terik, dan tanah pun terbakar karena panasnya yang membara, sampai-sampai engkau tidak bisa menapakkan kaki di atas tanah ataupun batu karena sedemikian panasnya.

Perhatikanlah oleh kalian bagaimana pepohonan menyelimuti diri mereka dengan daun-daun yang hijau dan menumbuhkan buah-buahan; yang membuat kalian (tertarik) melihat ke arahnya dan mengagumi semua perbuatan-Nya, dan menyadari bahwa Dia yang Maha Abadi yang menciptakan semuanya.

Demikianlah penciptaan berlangsung terus-menerus, tahun demi tahun untuk selamanya, dan semua ciptaan patuh kepada-Nya dan tidak menyimpang dari perintah-Nya; dan Allah telah mengkadar segala sesuatu bagi mereka, maka itulah yang terjadi!

Dan perhatikanlah bagaimana lautan dan sungai-sungai bersama-sama mengerjakan tugas yang mereka pikul.

Tetapi lihatlah diri kalian sendiri! Kalian tidak teguh (dalam ketaatan), dan tidak pula patuh menjalankan perintah Tuhan, melainkan senantiasa berpaling serta berkata angkuh dengan kata-kata yang tajam dari lisan-lisan kalian yang kotor terhadap kebijaksanaan-Nya. Wahai, kalian yang berhati batu, (sungguh) kalian tiada akan pernah mendapatkan kedamaian.

-          Kitab Nabi Idris Pasal 2,3,4,5:1-4

Demikianlah bahwa kedamaian atau kebahagiaan yang hakiki hanya akan diraih manakala manusia telah mencapai titik stabilnya masing-masing, sebuah kesetimbangan yang berbasis ilmu-Nya. Kebahagiaan itu tidak bisa direkayasa, hanya bisa dikenali pintu-pintunya jika kita berilmu kepada Allah Sang Maha Pencipta. Inilah mengapa umat Islam diajarkan dalam setiap rakaat shalat untuk meminta “ihdina shiraathal mustaqiim”, ditunjukkan kepada jalan lurus. Ya, jalan lurus adalah garis terdekat antara dua titik, titik sang hamba dengan Sang Pencipta. Karena bagaimanapun, senang atau tidak senang, disadari atau tidak hidup setiap saatnya adalah pendulum yang bergerak ke arah kembali ke Sang Maha Pencipta. Pertanyaan berikutnya adalah, saat pertemuan dengan-Nya nanti apakah kita siap dengan berbagai pertanyaan, “Hidupmu, untuk apa dia dihabiskan? Rezekimu untuk apa kau gunakan?”Serta mempertanggungjawabkan berbagai pilihan kehidupan.

Stabil itu datang dari keteguhan hati (qalb). Dan qalb itu entitas alam malakut yang tidak akan terpuaskan dengan berbagai kesenangan alam dunia karena satu-satunya yang membuat sang hati tenang adalah dengan pengetahuan tentang-Nya, dengan mengingat-Nya, dengan informasi Ilahiyah.

“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram”(QS Ar Ra’d: 28)             

Friday, April 12, 2019


Daya imajinasi adalah salah satu keunggulan ras manusia dibandingkan ras hewan. Dengan imajinasi manusia bisa membayangkan berbagai kemungkinan dan menciptakan sekian banyak penemuan yang mendongkrak peradaban ke tingkat yang berikutnya. Tapi yang lebih penting lagi, imajinasi penting dikembangkan agar manusia bisa ‘mendekati’ Dia, Sang Pencipta yang ‘laisa kamitslihi syaiuun” (QS Asy Syuraa:11) yaitu “yang tak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia”.

Saya belajar mengembangkan kembali daya imajinasi saya ketika berinteraksi dengan anak-anak. Dalam dunia mereka yang masih tanpa batas, mereka bisa menggambar matahari berwarna ungu, mobil yang melayang, guling yang berubah menjadi roket, sepatu  yang bisa melontarkan dia lompat ke atas meteor, air yang mengalir dari bawah ke atas dsb. Biarkan mereka mengembangkan imajinasinya karena pada saatnya nanti mereka semakin tumbuh dewasa,  seiring dengan ia mengenal berbagai batasan dan kekang normatif biasanya daya imajinasi itu semakin tumpul. Dan cara mengingatkan kembali daya imajinasi yang tak terbatas itu adalah dengan sekian banyak dobrakan dan guncangan dalam kehidupan. Itu cara Allah memberi pertolongan, agar manusia terbebas dari penjara pikirannya sendiri.

Dalam imajinasi yang menumpul itu seseorang terpaku pada upaya horizontal dan sebab akibat dalam kehidupan, lupa bahwa Dzat Yang menciptakan dirinya sangat mampu mendatangkan datangnya rezeki misalnya dari berbagai arah. Maka ketika seseorang kehilangan pekerjaan, bisnisnya gagal atau ditipu orang guncanglah dirinya, dunia bagai kiamat, padahal Sang Penggenggam Rezeki tak pernah kehilangan cara untuk senantiasa memberinya rezeki, bahkan ketika ia tidak memintanya.

Maka saya teringat petuah mursyid suatu hari ketika salah seorang muridnya sedang tidak punya uang bahkan untuk membeli makanan di hari itu. Sang mursyid berkata, “Apakah kamu lapar?” Murid itu menjawab, “Tidak.” Dia juga merasa aneh, perutnya tidak merasa lapar walaupun tidak makan seharian. Dengan enteng sang mursyid menjawab, “Nah, kalau begitu tidak perlu makanan toh?”. Nah, itu dia rezeki Allah datang kadang dalam bentuk yang beragam. Disini daya imajinasi kita mulai harus diasah, agar hidup tidak tertawan pada kausalitas yang terbatas. Seperti kata Jalaluddin Rumi yang kira-kira begini, “Engkau bersikeras berdoa meminta sebuah pintu dibukakan. Padahal Dia membukakan pintu-pintu lain”. So, expand our imagination. Karena bisa jadi bentuk pengabulan doa dari-Nya datang dalam bentuk lain 😉


Thursday, April 11, 2019


Dari Zaid bin Tsabit ra, “Rasulullah saw bersabda:

“Barangsiapa tujuan hidupnya (hammah) adalah dunia,

maka Allah akan menceraiberaikan urusannya (‘amr),

menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya,

dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan (kataba) baginya.

Barangsiapa yang niat hidupnya adalah negeri akhirat,

Allah akan mengumpulkan urusannya,

menjadikan kekayaan di hatinya (qalb),

dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.”

(HR Ibnu Majah)



Rasulullah saw mengingatkan umatnya akan dua macam penyikapan kepada kehidupan. Penyikapan pertama yaitu menjalani kehidupan dengan berbagai aktivitas di dalamnya dengan hati yang menghadap ke dunia, maka konsekuensinya adalah diceraiberaikannya urusan Ilahiyah yang diamanahkan kepada setiap manusia. Akibatnya ia akan merasakan keterpecahan dalam kehidupannya, merasa satu aktivitas dengan aktivitas yang lain malah saling melemahkan dan dengannya ia menjadi sulit untuk bahagia. Ditambah dengan Allah jadikan kefakiran dalam pandangannya, sebuah keadaan yang tidak cukup terus. Walaupun dalam pandangan orang kebanyakan kehidupannya sudah lebih daari cukup, tapi ia selalu melihat ada yang kurang dan sulit untuk merasa puas. Selain terlunta-lunta menjalani kehidupan dan terseret dalam pusaran kelelahan yang tiada henti, ia hanya mendapatkan dunia sebatas dari pembagian rezeki yang telah ditetapkan baginya.

Dengan demikian melalui kabar ini, kita mengenal bahwa ada rezeki lain selain yang ditetapkan pembagiannya oleh Allah Ta’ala dan diturunkan saat jiwa beserta ruh ditiupkan ke dalam raga janin saat ia berada di usia 120 hari di rahim ibu. Pertanyaannya, rezeki apa itu?

Jawabannya terletak di kelanjutan hadits di atas,

Yaitu, “…menjadikan kekayaan di hatinya”. Inilah jenis kekayaan yang sebagian besar manusia luput untuk mendapatkannya dalam penggal waktu yang tidak lama di dunia ini. Kekayaan yang bisa membuat kehidupannya di alam berikutnya jauh lebih baik dan tidak hanya itu, surga yang dia akan rasakan nanti telah dapat dinikmati icip-icipnya bahkan sejak kehidupan saat ini, yaitu berupa ridha, sabar, syukur, tenang, damai, pemurah, pemaaf, dan semua sifat baik yang bersumber dari Allah Ta’ala. Itulah sebenarnya kekayaan yang sejati, harta karun yang harus digali oleh setiap manusia saat mengarungi sungai takdir kehidupannya masing-masing. Semoga…
PENGALAMAN UJIAN TEORI SIM DI BELANDA

Jika kita berkendara di jalanan negeri Belanda, maka hal yang paling menonjol yang saya perhatikan adalah keteraturan yang didukung dengan sistem yang baik, kebersihan, serta kesantunan mayoritas pengendaranya. Untuk poin terakhir ini saya kerap mengalami sendiri, betapa mudahnya menyeberangi jalan raya saat melintasi zebra cross, karena semua pengendara paham pejalan yang melintas disana harus mendapat prioritas. Bahkan saat kita berjalan mendekati zebracross pun kendaraan yang hendak melintas sudah melambatkan laju kendaraannya dan menunggu hingga semua pejalan melintasinya.

Dibandingkan dengan keadaan jalan raya di negara sekitar Belanda pun seperti Belgia, Perancis dan Jerman, kondisi jalan dan kelengkapan rambu lalu lintas di negara ini dalam pengamatan saya adalah yang terbaik.

Bicara tentang perilaku berlalulintas di Belanda, saya menduga ketertiban ini salah satunya hasil dari sistem mendapatkan surat ijin mengemudi yang ketat. Persiapan ujian teori SIM disini mirip tegangnya dengan ujian masuk perguruan tinggi. Angka kelulusan hanya 40-50% pada ujian pertama. Tak heran banyak ditawarkan bimbingan belajar baik online maupun melalui pertemuan di kelas. Dan kalau pun ujian teori lulus, seseorang harus melampaui ujian praktik dalam jangka waktu satu setengah tahun.

Sebulan terakhi ini saya mencoba mempelajari buku panduan teori yang ada. Memang lengkap sekali materinya, banyak hal yang saya baru ketahui dan menyadari kesalahan teknik berkendara. Padahal saya sudah punya pengalaman 15 tahun lebih mengemudi di Indonesia.

Isi buku panduan itu terdiri dari 8 topik utama.
  1. Pendahuluan tentang peraturan-peraturan dalam berkendara: keselamatan adalah yg paling utama, siapa yang disebut dengan pengendara, apa jenis-jenis kendaraan dsb.
  2. Keamanan di jalanan: etika berkendara, mengenal macam jalanan, teknik mengobservasi sekitar, teknik menyalip kendaraaan, peraturan saat macet dll.
  3. Peraturan di persimpangan jalan: siapa yang mendapat prioritas agar tercipta ketertiban.
  4. Perilaku di jalan: mengenal batas-batas maksumum dan minum kecepatan (intinya jangan membahayakan diri sendiri dan orang lain dan jangan menghambat orang lain), titik dimana kendaraan boleh dan tidak boleh berhenti atau parkir, kapan menggunakan sinyal lampu dan klakson dll.
  5. Peraturan berkendara di tempat tertentu seperti jalan raya besar, di perumahan dsb.
  6. Pengetahuan tentang marka jalanan.
  7. Mengenal risiko di jalan raya: blind spot di kendaraan, mencegah kecelakaan dll
  8. Menggunakan kendaraan: peraturan mengangkut barang, peraturan pemakaian seat-belt dan posisi yang aman untuk anak-anak, bagaimana berkendara yang ramah bagi lingkungan dll

Ujian teori SIM ini diadakan di kantor CBR (Centraal Bureau Rijvaardigheidsbewijzen) sebuah lembaga independen yang ditunjuk oleh Kementerian Infrastuktur dan Lingkungan Hidup untuk melakukan asesmen terhadap kelaikan apakah seseorang bisa berkendara atau tidak. Pendaftaran ujian bisa dilakukan online dan membayar 33 euro. Kemudian pendaftar akan menerima konfirmasi jadwal ujian melalui email. Pada hari yang ditentukan datang 30 menit sebelum waktu ujian dengan membawa surat identitas diri (bisa paspor atau kartu ijin tinggal/verblijfsvergunning). Di dalam ruangan kita tinggal memasukkan 4 digit angka nomor ujian di monitor yang ada, lalu tinggal menunggu instruksi di layar monitor. Sekitar 15 menit sebelum ujian semua barang harus disimpan di loker yang tersedia hingga kita melapor ke bagian resepsi hanya membawa kartu identitas diri dan menghafal empat digit angka nomor ujian tersebut. Semua barang elektronik harus disimpan di loker dan memasuki ruangan ujian harus melewati gerbang detektor untuk mencegah kecurangan.

Di dalam ruangan ujian terdapat puluhan layar monitor touch screen yang terdapat di ruang kecil kubikal. Anda duduk di nomor komputer yang diberitahu dan memasukkan angka empat digit nomor ujian lalu dimulai latihan soal dan langsung mengerjakan soal sebanyak 65 yang terdiri dari 25 soal tentang Gevaarherkenning (pengetahuan mengenali bahaya di jalan raya) yaitu kita disodorkan kepada foto berbagai kondisi di jalanan dan diberi waktu 8 detik untuk menentukan apakah harus rem, lepas gas atau jalan terus. Kemudian 40 soal tentang pengetahuan berkemudi, rambu lalu-lintas dll.

Ketika waktu habis, komputer akan otomatis menghentikan ujian dan saat kita menekan tombol eindeexamen (akhir ujian) dalam dua detik hasil ujian kita akan muncul di layar apakah lulus atau tidak, kemudian dalam waktu satu jam email resmi akan dikirim sebagai bukti kita sudah mengikuti ujian tersebut.


Alhamdulillah saya kemarin keluar ruangan ujian serasa berjalan di awan karena lulus😊

Wahai orang yang memeluk dunia
Sadarkah engkau bahwa apa yang kalian kejar itu tidak kekal?
Akan tetapi pagi buta hingga malam gelap hatimu dan pikiranmu hanya berkutat di dalamnya.

Wahai orang yang sedang tidur malam
Yang lalai dari berdzikir kepada Allah di awal malam itu dan merasa aman hatinya karena tengah memeluk dunia.
Bagai anak kecil yang memegang mainan, dan tak lama kemudian mainan itu hilang.

Tahukah engkau bahwa banyak kejadian-kejadian itu kadang datang di waktu sahur?


(Adaptasi dari syair yang dikutip oleh Imam Al Ghazali dalam Ihya Ulumuddin)

Tuesday, April 9, 2019


“Kalau dipikir-pikir kurang apa saya hidup? Semua kebutuhan lebih dari cukup. Suami memiliki pekerjaan yang bagus, kami memiliki dua anak yang sehat dan pintar, saya pun baru menyelesaikan pendidikan Doktor bidang hukum di London. Tapi entah kenapa di balik semua kelimpahan material ini ada lubang besar di hati saya, sebuah kehampaan yang tak bisa saya pahami. Setiap minggu saat saya menghubungi kedua orang tua yang tinggal di India, selalu saya mencoba meyakinkan mereka bahwa hidup kami bahagia dan baik-baik saja. Dan setiap kali itu juga saat mengakhiri pembicaraan saya merasakan ada gumpalan besar di kerongkongan saya, sesuatu yang tidak bisa saya katakan kepada mereka. Bahwa saya sesungguhnya merasa kesepian dan kehilangan arah. Tidak tega saya mengatakan itu kepada mereka. Pun kepada suami, apalagi anak-anak saya. Hari demi hari rasa itu semakin menguat, hingga suatu hari saya menemukan sebuah celah dimana untuk pertama kalinya dalam hidup saya, saya bisa bernafas lega…”

Itulah kesaksian dari Mira, seorang berpendidikan Doktor di bidang hukum, jebolan salah satu universitas ternama di dunia, tapi memilih banting setir dalam hidupnya menjadi Chef. Ia memulai karir masaknya di usia sekitar 40 tahunan, dengan belajar memasak di India kepada ibunya sendiri. Diawali dari membuka “supper club”- semacam ‘warung’ di rumahnya yang lambat laun mendapatkan sambutan hangat dari orang-orang yang menyebarkan informasi mengenai kelezatan makanan dan sambutan hangat tuan rumah secara mulut ke mulut. Akhirnya Mira, membuka rumah makan yang menyajikan makanan khusus India di negeri Inggris. Restorannya mendapat resensi yang positif dari salah satu penulis kenamaan di negeri itu. Mulailah orang berbondong-bondong datang dan tidak sedikit yang menjadi pelanggan tetap di tempat dimana ia menyalurkan bakat terpendamnya dan berbahagia karenanya.

Itulah sepetik kisah seorang anak manusia yang mencari mata air kebahagiaan hidupnya. Sang mursyid berpesan bahwa selama seseorang belum menemukan mata air kebahagiaan sejatinya yang berupa misi hidup dirinya, maka selamanya sang jiwa akan merasakan dahaga yang hanya akan hilang rasa haus itu manakala ia mengerjakan pekerjaan yang memang bersumber dari benih yang tumbuh dari dalam dirinya.

Bagaimana menemukan misi hidup itu? Tiangnya adalah dengan shalat. Maka mulailah membenahi shalat kita dengan menjaga waktu-waktunya, berwudhu yang baik,  memahami bacaannya, dan meresapi setiap kata yang kita panjatkan. Insya Allah dengannya satu demi satu tirai kehidupan akan disibakkan dan kita akan didekatkan kepada “shiraathal mustaqiim”nya masing-masing. Insya Allah.

Sunday, April 7, 2019

Junaid bersama para muridnya sedang berjalan melintasi sebuah pasar ketika mereka berpapasan dengan seorang lelaki yang tengah berjalan dengan sapinya. Lelaki itu tengah menggenggam seutas tali yang diikatkan ke leher sapi.

Junaid lalu mengajak para muridnya berhenti sejenak dan meminta izin dari sang pemilik sapi untuk berkenan menjadi bagian dari sebuah pelajaran yang ingin sang syaikh tunjukkan kepada para muridnya.

“Sekarang aku bertanya kepada kalian, wahai muridku. Siapa yang terikat kepada siapa? Apakah sang lelaki yang terikat pada sapi itu atau sapi itu yang terikat pada sang lelaki? Siapa yang menjadi tuan dan siapa yang menjadi hamba?”tanya sang syaikh.

Salah seorang muridnya kemudian menjawab, “Sapi itu tentu yang terikat kepada sang lelaki karena ia terikat oleh tali yang dipegang oleh tuannya. Oleh karena itu sang lelaki itu adalah tuannya dan sapi itu adalah hamba sahayanya.”

“Baik, mari kita buktikan,” jawab sang syaikh. Beliau kemudian mengambil sebilah pisau dan memotong tali yang mengikat sapi itu. Tak berapa lama sapi itu berlari menjauh dan sang lelaki mengejar di belakangnya.

“Nah, kalian sekarang lihat siapa tuan yang sesungguhnya. Sapi itu tak peduli dengan tuannya, begitu talinya lepas ia lari, sementara sang lelaki itu justru yang mengejarnya.”

*****
Sekarang mari kita renungkan. Yang menjadi tuan apakah kita atau pekerjaan kita? Yang mengendalikan diri kita apakah syahwat, emosi, hawa nafsu atau apa kata orang? Yang mengikat kita apakah nama baik, pangkat, gelar, jabatan, popularitas atau benar-benar ikhlas karena Allah Ta’ala?


Siapa yang betul-betul menguasai diri kita akan mulai tertampakkan saat tali-tali pengikat kepadanya mulai diputus. Itulah salah satu fungsi ujian kehidupan. Untuk menunjukkan siapa sesungguhnya tuhan yang tengah bertahta dalam hati kita.

Thursday, April 4, 2019


DENYUT KEHIDUPAN

Ketika jantung berdenyut ia mengeluarkan isi sekuncupnya berupa darah segar yang dialirkan ke seluruh tubuh agar seluruh sel tetap hidup dan menjalankan fungsinya dengan baik. Kontraksi otot ventrikel jantung saat ia berdenyut kencang itu dapat kita rasakan di pembuluh nadi. Itulah salah satu tanda vital kehidupan. Namun, jantung hanya bisa efektif mengeluarkan isinya dalam proses kontraksi jika sebelumnya ia juga dengan efektif berelaksasi dan membiarkan dirinya diisi oleh darah dari seluruh tubuh.

Inilah harmoni kehidupan. Ada saatnya kontraksi, ada saatnya relaksasi. Tubuh manusia secara umum bisa bekerja dengan harmoni dan optimal karena kedua mekanisme itu dijalankan dengan baik. Kalau tidak makanan yang kita telan tidak akan bisa diolah dengan baik tanpa proses peristaltik usus yang terkoordinasi dengan baik. Pun jantung yang berkontraksi tanpa ritme yang baik (misal dalam kasus fibrilasi) akan membuat sel-sel tubuh seseorang kekurangan oksigen dan berakibat fatal.

Hidup pun demikian. Ada kalanya kita di-kontraksi-kan, ada kalanya kita dibuat relaksasi. Seperti siang dan malam semua dipergantikan agar jiwa bertumbuh optimal. Karena manusia kalau terpapar oleh kemudahan dan kelapangan terus akan cenderung lupa dan lalai. Demikian juga kalau didera kesempitan dan ujian terus ia akan cenderung patah. Maka Allah pergilirkan keduanya agar jiwa mendapat makanan yang tepat pada saat yang tepat, semuanya dalam takaran qadha dan qadar Ilahiyah yang sangat teliti dan membawa kebaikan abadi.

Jadi belajarlah untuk mengucap “alhamdulillah” tidak hanya pada saat kita mendapat kebahagiaan, rezeki sedang lancar, doa terasa dikabul terus, bisnis berhasil, semangat ibadah, kehidupan dilapangkan dan semua fenomena “relaksasi”. Tapi ucapkanlah juga “alhamdulillah”sebagai wujud terima kasih kita kepada Allah yang juga mengutus ujian kehidupan berupa kesempitan, menunggu dikabulnya doa, musibah, penyakit, dibuat  dan semua hal yang berwujud “kontraksi”dalam hidup. Dengan keyakinan Allah hanya memberi yang terbaik bagi segenap ciptaan-Nya.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (ulil albab)” (QS Ali Imran [90]: 190)
“Tiap hari bersyukur, hari esok (menjadi) lebih baik.” demikian pesan mursyid.

Sebaliknya, kalau seseorang sudah meremehkan dirinya sendiri, mengecilkan pemberian-Nya sambil berkata, “ah saya nasibnya cuma begini” atau “saya bukan apa-apa”, maka percayalah akan semakin terpuruk hidupnya karena ia tidak pandai bersyukur.

Keberkahan kehidupan itu bukan ditentukan oleh besarnya gaji yang diterima, tingginya pangkat atau dikenalnya nama dan karya kita. Tapi keberkahan akan melimpah dari mata air kebersyukuran di lubuk hati masing-masing. 

Seorang tukang sampah atau pembantu rumah tangga yang tak dipandang orang bisa jadi lebih mulia dan berkah kehidupannya di sisi Allah karena hatinya bersyukur. Dibanding yang hidup mewah, bertitel megah dan ternama tapi hatinya terus resah seperti mengejar fatamorgana.

Bahagia itu di hati, tak perlu alasan ini-itu,  pun gratis. Rasakanlah saat ini juga. Tak perlu mengaitkan kebahagiaan dengan datangnya ini-itu atau diraihnya itu-ini. Jika itu sampai terjadi artinya kita telah menggadaikan kebahagiaan diri sendiri kepada alasan-alasan kehidupan yang tak akan ada habisnya, dan kita menderita karenanya.


By all means, be happy, right here - right now❤️ what stop you?

Tuesday, April 2, 2019


Manfaatkan setiap sesuatu menjadi doa kepada-Nya. Jangan anggap kecil sebuah amal. Walaupun itu menyapu lantai, membersihkan selokan, mengganti popok bayi, menyuapi anak, berpagi buta berangkat kerja atau berdagang, menerjang kemacetan, mengais rezeki, memberikan suara pada pilpres, dll sertakan semua itu dengan sebuah doa agar Allah merahmati kita. Karena kita tidak tahu perbuatan baik kecil yang mana yang akan efektif mengundang keridhoan-Nya.

(Adaptasi dari petuah sang Mursyid)
Keraguan adalah penyakit hati yang halus merayap di dalam qalb. Kehadirannya kerap dikaburkan oleh seribu satu argumentasi yang ditawarkan oleh logika dan riak kehidupan yang sering menguasai seorang manusia.
Allah adalah Dzat yang mustahil ingkar janji.

Ketika Ia berfirman, “Aku Maha Pemberi rezeki”, pada saat yang sama jujur saja, hati masih lebih lebih cenderung kepada hitung-hitungan yang nampak dibanding rezeki di tangan-Nya yang gaib.

Ketika Ia berfirman, “Aku Maha mengabulkan doa”, pada saat yang sama jujur saja, hati masih dibuat resah dan nyaris putus asa ketika berbagai upaya kandas di depan mata. Padahal sering kali yang harus dipahami adalah arti pengabulan doa itu sendiri. Seperti Rumi menggambarkan bahwa seseorang berdoa di depan sebuah pintu meminta kepada Tuhannya agar pintu itu dibukakan, akan tetapi Tuhan mengabulkan dengan membukakan pintu yang lain. Sang pendoa yang keras kepala ingin bentuk pengabulan yang seperti dia inginkan tentu merasa kecewa merasa doanya tidak dikabulkan.

Ketika di satu sisi ada secercah keyakinan dalam hati kita bahwa Allah Selalu memberi yang terbaik. Tapi di saat yang sama kita merasa pontang-panting menghadapi realitas kehidupan apakah dalam bentuk keadaan rumah tangga yang kurang harmonis, keadaan kantor atau pekerjaan yang tidak menginspirasi, keadaan ekonomi yang terbatas dsb. Di saat itulah benih keraguan menyeruak. Jiwa menjerit, tidak tahan dan mengeluhkan semua “treatment” yang Allah berikan.

Disinilah pentingnya mendawamkan banyak istighfar, karena ketidakmengertian kita terhadap kebijaksanaan Ilahiyah kerap membuat hati berburuk sangka kepada-Nya. Istighfar. Karena walaupun sekadar meremehkan rencana-Nya bisa berakibat fatal seperti yang telah terjadi kepada Siti Sarah yang mendengar pembicaraan dua malaikat dengan suaminya, sang Nabi Ibrahim as yang memberitakan tentang kabar akan diberi keturunan. Siti Sarah, perempuan mulia itu hanya sekadar tersenyum geli membayangkan dirinya yang telah berusia 90 tahun akan  dikaruniai seorang anak. Demikian penting pelajaran ini hingga Allah Ta’ala mengabadikannya dalam salah satu ayat dalam Al Qur’an,

“Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar sesuatu yang sangat aneh.”(QS Huud: 71-72)

Setelah itu Siti Sarah diuji dengan kehadiran Siti Hajar yang kemudian dikaruniai anak lelaki sebelum akhirnya janji Allah mengaruniakan keturunan Ibrahim as melalui rahim ibunda Sarah terwujud.

Bagaimana dengan kita?
Janji Allah yang mana yang kita ragukan? Kita sepelekan? Kita tidak anggap serius?

Hati-hati, jangan menabur angin jika tidak ingin menuai badai. Kita berhadapan dengan Dzat Yang Maha Kuasa, yang diri kita yang fana ini bahkan tidak memiliki wujud jika Dia tidak pinjami semua bentuk kehidupan. Semoga dihindarkan menjadi hamba yang tidak bersyukur.
Astaghfirullahaladziim…