Friday, May 31, 2019

Semalam tiba-tiba mimpi berkunjung ke rumah seorang sahabat yang lama tak berjumpa. Mimpi yang detilnya masih teringat hingga pagi hari, sedemikian rupa hingga aku tergerak untuk menyapa sahabatku itu. Ternyata setiap detil dalam mimpi itu terkait erat dengan situasi yang tengah beliau hadapi. Tentang tawaran promosi karir yang menggiurkan, tentang segenap kesibukan dan rencana hidup dan kerinduannya untuk menjejakkan kaki di tanah suci dan menyentuhkan tangan di ka'bah.

Tentang ka'bah, saya katakan kepadanya bahwa itu adalah simbol orientasi kehidupan. Sesuatu yang kita 'thawafi' setiap hari. Karena ka'bah adalah Baitullah (rumah Allah), mestinya orientasi kehidupan  kita adalah Allah semata, apapun pekerjaan dan aktivitas kita. Jadi yang dikejar bukan semata kenaikan jabatan, perolehan akademik, bisnis yang sukses, tabungan yang banyak, keluarga bahagia dll, tapi utamakan menyenangkan hati-Nya terlebih dahulu, sisanya adalah bonus.

Di luar dugaan, chatting online kita yang singkat itu mengingatkan sahabat saya pada suatu momen dulu saat harus membuat keputusan besar dalam hidupnya. Saya bisa merasakan kehangatan hati saat kembali bertegur sapa walau dalam waktu yang tak lama itu. Indah ya cara Allah menyambungkan silaturahmi❤
Wahai Yang Maha Pencipta,
Apalah hamba tanpa segenap pinjaman kehidupan dari-Mu.

Wahai Yang Maha Memelihara,
Tak terbayang jadinya hamba tanpa campur tangan-Mu di segenap nafas.

Wahai Yang Maha Penyayang,
Tak terbayang dimana hamba terdampar tanpa hembusan nafas Ar Rahman-Mu yang bertiup setiap saat.

Sungguh hamba membutuhkan petunjuk-Mu wahai Yang Maha Memberi petunjuk. Agar amanah hidup yang sekali ini tidak salah digunakan.

Sungguh hamba butuh bimbingan-Mu wahai sebaik-baik Sang Pembimbing. Yang tanpanya hamba akan tersesat dalam tarikan nafsu dan syahwat.

Wahai Yang Maha Mengabulkan doa. Hamba sadar betapa diri tak pantas memohon dibalik segenap pemberian-Mu yang melimpah
Hamba sadar hamba tak pantas mengajukan permintaan setelah sekian kali mengucapkan kata dusta dan tenggelam dalam kelalaian diri.

Tapi ya Allah, lantas kemana lagi hamba bisa memanjatkan semua permohonan ini? Kemana lagi hamba bisa meminta pertolongan? Kemana lagi hamba bisa menggantungkan harapan?

Ampunilah hamba ya Allah,
Mohon rahmat-Mu agar hamba bisa menjalani kehidupan dalam ibadah yang lebih baik selepas Ramadhan ini.

I'm begging You, please...🙏

- malam nuzulul Qur'an, 27 Ramadhan 1440 H

Thursday, May 30, 2019

Kita semua punya potensi mengenal Dia , mengenal kebenaran, mengenal jati hidup. Jangan mau kalah oleh situasi. Jangan dilemahkan oleh keadaan. Jangan berputus asa menghadapi sebuah penantian. Berbaik sangkalah bahwa segala sesuatunya telah dikadar dengan sangat bain oleh Sang Maha Kuasa.

Tuesday, May 28, 2019


Kalau saya renungkan, warisan terbaik almarhum ayah dan nenek saya adalah akhlak mereka, bagaimana mereka melakukan sesuatu dan merespon kehidupan dengan segenap kebaikan yang mereka miliki. Warisan ilmu yang mereka tebar utamanya melalui akhlak dan kebajikan yang mereka lakukan lebih dalam gaungnya ke dalam hati saya dibandingkan semua warisan lahiriyah yang terbatas dan mudah habis dalam sekejap. Dari almarhumah nenek saya belajar konsisten membaca  surat al waqi’ah setiap hari, sesuatu yang konsisten beliau lakukan bahkan hingga hari-hari jelang kepergiannya walaupun dalam keadaan fisik yang mulai menurun. Dari almarhum ayah saya belajar untuk selalu melihat cahaya bahkan dalam sebuah kegelapan yang menyelimuti sekelam apapun, beliau selalu berjuang melihat kebaikan yang kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan.

Orang tua sering dibuat khawatir oleh masa depan anaknya, hingga dalam upaya untuk mengamankan segenap keturunannya tidak sedikit yang panik dan jatuh dalam keadaan memaksakan diri hingga menghalalkan berbagai cara demi menjaminkan kesejahteraan masa depan anak cucunya. Merencanakan masa depan itu baik dan wajib, tapi berlebihan melakukannya bahkan memaksakan diri itu sudah melabrak pagar agama. Tentunya tidak semua orang diberi kemudahan untuk menabung atau berinvestasi. Karenanya tidak perlu berkecil hati, karena sebaik-baik ‘asuransi’’ dan jaminan tentu datang dari Sang Pencipta yang lebih mencintai anak-anak kita dibanding kita sendiri. Lebih jauh Allah Ta’ala memberikan solusi ihwal persiapan yang terbaik untuk menjamin keturunan kita dalam QS An Nisaa [4]: 9

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang kuat.

Kata “takut” dalam ayat di atas menggunakan kata “yakhsya” sebuah takut tingkat tertinggi, melebihi dua jenis kata “takut”lain yang ada dalam Al Quran seperti “khawf” dan “rahbah”. “Yakhsya” adalah takut kepada Dzat-Nya. Bukan hanya takut kepada perbuatan Allah. Dalam konteks takut meninggalkan anak-anak yang lemah disini, mestinya harus lebih takut meninggalkan generasi penerus yang lemah imannya dibandingkan semata takut meninggalkan anak yang kurang pandai, tidak bisa sekolah tinggi, tidak punya rumah, tidak punya pekerjaan baik, atau tidak bisa memenuhi kesejahteraan hidupnya.

Kunci mempersiapkan generasi yang kuat adalah dengan ketaqwaan orang tuanya, yang dengan jalan taqwa itu Allah akan mengajarinya ilmu. Dengan ilmu itu ia bisa melakukan perbuatan yang tinggi – yang disimbolkan dengan “perkataan yang kuat” (qaulan sadida). Bagi saya tidak ada pengganti yang lebih baik dibanding contoh kehidupan yang telah dilakoni oleh almarhum ayah dan alamarhumah nenek saya. Mereka mengajari saya tanpa perlu bekata-kata dan mengeluarkan dalil tentang prinsip disiplin, ketabahan, istiqomah, tawakal, pantang menyerah, berbaik sangka dan mensyukuri kehidupan. Nilai-nilai yang saya bawa terus insya Allah hingga akhirat nanti. Sesuatu yang tidak akan pernah lekang oleh waktu dan habis dipakai dalam hidup yang terlampau singkat di dunia ini. Terima kasih mbah dan papa, al fatihah untuk mereka berdua.


Monday, May 27, 2019


 Dalam hidup walau seseorang dengan lisannya berucap “Allahu Akbar” – Allah Maha Besar, Allah Maha Kuasa, Allah Maha Baik, akan tetapi saat dihadapkan dengan situasi yang mencengkramnya kerap kali kekuatan kausalitas lebih kuat pengaruhnya dalam dirinya dibandingkan kuasa Allah. Artinya ia lebih percaya kepada apa yang ada dalam genggamannya dibandingkan apa yang ada dalam genggaman Allah.

Katakanlah seseorang yang memiliki uang satu trilyun lebih merasa hidupnya terjamin, padahal walaupun ia memiliki uang sebanyak itu pun seharusnya dalam hatinya harus lebih takut dia tidak bisa memenuhi kebutuhannya besok dengan seribu satu sebab, karena apapun bisa musnah seketika dengan izin Allah. Demikian juga kalaupun satu jam lagi tenggat waktu pembayaran tiba akan tetapi uang yang dibutuhkan belum juga ada walaupun telah melakukan berbagai ikhtiar, hati harusnya tidak gentar, karena Allah Maha Kuasa menggerakkan apapun dalam sekejap.

Manusia yang dicengkeram rasa panik, was-was dan khawatir tidak bisa memenuhi kebutuhan dunianya kemudian cenderung menjadi hamba dunia. Karena ia kurang percaya kepada Allah dan lebih percaya kepada usahanya sendiri, kepada pinjaman dari sana-sini, kepada kekuatan lain yang dia sudah perhitungkan. Orang yang menjadi hamba dunia berarti dia telah Allah lepaskan dan serahkan kepada dunia, hingga ia menjadi tenggelam dalam kesulitan memenuhi sekian banyak kebutuhannya yang tak akan pernah habis hingga nyawa menjemputnya suatu saat. Ciri orang yang dikuasakan kepada dunia adalah ia menjadi tidak melihat keajaiban Allah dalam hidupnya. Ia tidak merasakan datangnya rezeki tak terduga. Tidak mencecap sebuah ketakjuban saat Allah tiba-tiba menghapus duka, melebarkan jalan dan menghilangkan kesulitannya. Ia menjadi terputus dengan Allah Ta’ala. Maka hendaknya seseorang harus lebih yakin dengan semua jaminan Allah dibanding dengan berbagai investasi dunia yang telah dipersiapkan. Silakan berikhtiar yang optimal, tapi jangan menyandarkan hati kepada semua upaya itu.

(Adaptasi dari pengajian hikmah Al Quran yang diampu oleh Mursyid Zamzam AJ Tanuwijaya, 2 Mei 2010)

Saturday, May 25, 2019

“Ada yang berseru kepada malaikat : Biarkanlah dunia itu untuk penggemarnya, biarkan dunia itu untuk penggemarnya, biarkanlah dunia itu untuk penggemarnya! Barang siapa yang mengambil dunia melebihi keperluannya niscaya ia menemui ajalnya dalam keadaan tidak sadar”

(Rasulullah saw)

Keadaan tidak sadar itu orang yang hatinya mati, tidak berfungsi karena cinta dunia. Seperti yang direkam dalam kisah dalam Al Quran (QS Al Baqarah : 249) tentang pasukan Thalut yang diperintahkan minum air sungai (lambang dunia) seciduk tangan saja - sesuai yang dibutuhkan. Kemudian mereka yang melampaui batas, meminum air lebih dari yang diperintahkan. Akibatnya mereka menjadi lemah dalam berjuang.

Manusia kalau orientasinya dunia, pasti bukan menuju Allah. Karena kalau wajah hati berpaling kepada sesuatu tidak mungkin berpaling pada yang lain pada saat yang sama.
“Allah tidak menjadikan bagi seseorang dua hati dalam dadanya".
 (al-Ahzab 33:4)

Hati yang tidak berfungsi tadi mengakibatkan seseorang terlunta-lunta dalam kesesatan dalam menjalani kehidupan. Sepertinya sibuk tapi tak katuan. Sepertinya sukses, tapi hatinya kosong dari kebahagiaan dan tidak tenang. Sepertinya gagah, tapi nurani dan pijakan hidupnya goyah. Sepertinya sadar tapi dia hanya jadi bulan-bulanan keinginan banal berupa syahwat dan hawa nafsu semata.

Maka apakah orang-orang yang dibukakan oleh Allâh hatinya untuk berserah diri (aslama) lalu ia mendapat cahaya dari Rabb-nya (sama dengan orang yang hatinya keras)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang hatinya keras untuk mengingat Allâh. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata [az-Zumar/39:22]



Friday, May 24, 2019

Seorang guru suatu hari bertanya kepada muridnya, “Nak, apakah engkau tengah berbahagia sekarang?”

“Oh, bahagia sekali Guru” ujarnya dengan wajah yang cerah.

“Alhamdulillah, jika demikian adanya. Bolehkah Gurumu ini tahu mengapa engkau begitu bahagia?”

“Alhamdulillah rumah tangga harmonis, rezeki lancar, anak-anak sehat dan saya pun diberi kesehatan prima untuk mencari nafkah.”

Sang Guru mengangguk-angguk. “Iya saya bisa memahami itu. Tapi nak, kalau tiba-tiba Allah menakdirkanmu pada salah satu atau beberapa kondisi misalnya rumah tanggamu dibuat tidak harmonis, rezekimu seret, anak-anak bermasalah dan dirimu diberi sakit sedemikian rupa yang mengganggu aktivitasmu, bagaimana? Apakah engkau lantas menjadi tidak bahagia?”

Sang murid tertegun sejenak, lalu menjawab, “Ya, rasanya sulit membayangkan diri saya bahagia dalam keadaan yang Guru sebutkan tadi.”


Kemudian Sang Guru berkata sambil tersenyum dengan penuh kasih sayang. “Anakku, semua hal yang kau sebutkan itu adalah sumber-sumber kesenangan yang bersifat sementara dan ada saat akhirnya. Adapun sumber kebahagiaan adalah abadi dan berlaku selamanya. Belajar dan berjuanglah untuk mencari mata air kebahagiaan dalam dirimu sendiri yang dengannya engkau tidak menggantungkan kebahagiaanmu pada obyek-obyek di luar dirimu yang fana.”

Wednesday, May 22, 2019


“Shadr”, kerap diterjemahan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai dada. Dalam struktur insan yang telah kita bahas merujuk ke QS An Nuur [24]: 35, shadr ini adalah sebuah ruang di antara Misykat (raga) dan Zujaajah (qalb). Ruang yang seharusnya diisi air bening yang berasal dari keberserah dirian kepada-Nya. Beberapa sufi mengibaratkan shadr seperti sebuah kolam yang berisi air jernih dan tenang permukaannya. Mengapa harus tenang airnya dan tidak beriak? Agar bayangan langit bisa terpantul jelas di atasnya. Sebuah simbol bahwa cara manusia menangkap petunjuk langit di tahap awal adalah dengan melihat pantulan bayangannya, sebelum akhirnya setiap manusia sebetulnya berpotensi tidak hanya mengenali langit dari pantulannya saja, bahkan bisa menembus lelangit melalui mi’raj untuk lebih mengenal Allah Sang Pencipta dan Pemelihara alam semesta.

Fungsi langit adalah sangat krusial bagi bumi. Tanpa langit dan segala ciptaan yang ada disana seperti matahari, bintang, rembulan dll manusia akan kehilangan arah bahkan tidak mampu hidup di permukaan bumi. Ada matahari yang memberikan kehidupan dan kehangatan, ada rembulan yang memberikan keseimbangan pada malam hari, memberikan petunjuk waktu dan mengatur pasang surut lautan yang meliputi 70% permukaan bumi, ada bintang-bintang yang dijadikan patokan petunjuk arah dan musim dsb.

Kehidupan manusia pun demikian adanya, tanpa melihat alam langitnya masing-masing maka kita hanya akan tenggelam dalam kerepotan hidup di dunia dan kehilangan fokus serta garis besar orientasi hidupnya. Tanpa diajak “melangit” manusia hanya tertawan “kal an’aam” – dikatakan dalam Al Quran, seperti binatang ternak. Tipikal binatang ternak adalah hidup untuk diri dan keluarganya saja, untuk sekadar memenuhi kebutuhan jasmaniah dan secuil ego golongannya.  Tanpa hidayah Allah manusia hanya akan tersibukkan oleh kegiatan mengamankan kehidupannya, mengumpulkan bekal cukup untuk pensiun, pendidikan anak, agar hidup nyaman tak kurang apapun.

Adapun mereka yang Allah kehendaki untuk dibangunkan jiwanya mulai menghadapi sekian banyak hantaman dalam kehidupan. Bukan dirinya yang dihantam, akan tetapi sekian banyak endapan hijab yang memenuhi ruang shadr sehingga ia penuh dengan sampah masa lalu, kerikil penyakit hati dan benda-benda yang tak berguna buat dirinya. Seribu satu cara Allah membuat dunianya menjadi tidak nyaman. Secara kolektif apa yang kita hadapi dalam pagelaran pemilu bangsa ini saja sudah secara efektif membuat hati kalang-kabut, belum lagi berbagai peristiwa yang skalanya individu seperti konflik rumah tangga, pertikaian sesama saudara, masalah di pekerjaan atau kendala di bisnisnya, keadaan kesehatan yang dibuat anjlok,  terhimpit utang dll. Itu semua hal yang dihadirkan oleh Allah dan Dia ingin melihat bagaimana respon hati kita menghadapi semua itu. Apakah menjadi kembali dan lebih menggantungkan diri kepada-Nya atau malah tersibukkan diri memadamkan api-api kehidupan dan membuat berdoa serta memohon kepada-Nya menjadi hal yang bukan keutamaan.

Inilah panggilan penuh kasih dari Sang Maha Pengasih.

“Barangsiapa dikehendaki Allah akan mendapatkan hidayah (petunjuk), Dia akan membukakan shadrnya untuk berserah diri (Islam). Dan barangsiapa dikehendaki-Nya menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia (sedang) mendaki ke langit. Demikianlah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.”(QS Al An’aam [6]: 125)










Sunday, May 19, 2019

Belajar membaca diawali dengan mempelajari huruf-huruf. Kemudian melatih merangkaikan beberapa huruf menjadi suatu bunyi, diikuti dengan mengaitkan rangkaian huruf dengan benda-benda, sesuatu yang mewujud atau dirasakan. Hingga akhirnya secara bertahap bisa merangkai huruf menjadi untaian kalimat yang bermakna.

Seluruh bagian kehidupan kita sejak lahir hingga saat ini terdiri dari rangkaian huruf-huruf yang Dia sematkan di setiap episode perjalanan. Ujian dalam kehidupan berfungsi meningkatkan kemampuan akal untuk merangkai setiap huruf yang telah ada berserakan dalam lembar takdir kehidupan agar ia menjadi terbaca. "Iqra!" - Bacalah! Seperti firman-Nya yang pertama turun.

Tahapan pertama adalah untuk membaca setiap simbol yang telah ada yang mengandung informasi tentang siapa jati diri yang sejati. Jika tangga awal pengenalan diri ini terlampaui maka baru kita bisa jelang ke tangga berikutnya, sebuah pengenalan tentang siapa Dia Sang Pencipta alam semesta.

"Man arafa nafsahu faqad 'arafa Rabbahu."
Siapa mengenal dirinya maka akan mengenal Tuhannya.
Minggu pagi rumah sepi karena anak-anak diajak keluar sama papanya. Kesempatan untuk melanjutkan proyek menulis, pikirku. Setelah sekitar tiga jam asyik menulis tiba-tiba mata berat sekali, sulit untuk diajak konsentrasi. Tak lama kemudian ibu datang meminta dibelikan telur dll bahan untuk memasak. Karena sedang tenggelam menulis saya tunda permintaan beliau itu dengan dalih menunggu agak matahari bersinar alasannya agar tidak terlalu dingin bersepeda di luar. Lalu aku coba meneruskan pekerjaanku. Namun sang mata kembali berulah, ia mengantuk lagi. Kali ini aku coba trik mendengarkan musik, biasanya efektif menghalau ngantuk. Tapi apa daya, tak berhasil juga. Akhirnya aku menyerah. Kemudian bergegas mengambil jaket dan bersepeda membeli kebutuhan dapur yang ibuku minta menembus angin dingin. Pulang bersepeda, ternyata badan terasa lebih bugar dan segar. Ternyata ini cara Allah menolong kelemahan diri, yaitu dengan kita menolong orang lain 😊

Manusia punya seribu satu kebutuhan. Ada yang butuh sembuh, butuh uang untuk biaya rumah sakit atau untuk sekolah anaknya, ada yang butuh dijaga orang tua atau anaknya, ada yang butuh dicarikan pekerjaan yang baik, ada yang butuh dipertemukan dengan jodoh yang pas, ada yang butuh dilapangkan kesempitannya, ada yang butuh dilancarkan usahanya dll. Daripada terus berkutat dalam solusi horizontal yang kita pikirkan sendiri dan belum tentu membuahkan hasil. Lebih baik kita lihat ke sekitar, apa yang kita bisa sumbangkan bagi keluarga kita, tetangga kita dan lingkungan kita. Sumbangan itu bisa berupa materi, bisa berupa waktu, bisa berupa tenaga atau keahlian masing-masing. Barangkali ada mesjid dekat rumah yang perlu dibantu diganti karpetnya, barangkali ada tetangga yang kesepian dan hanya perlu disapa, barangkali ada rekan sekerja yang tengah dalam kesulitan dan kita dorong semangatnya, barangkali bunga-bunga di taman sudah kering dan harus disiram, barangkali sudut-sudut rumah sudah menanti untuk dibersihkan, barangkali ada saudara atau kerabat yang butuh bantuan tapi malu untuk meminta.

Lihatlah ke sekitar kita, setiap saat Allah menurunkan karunia-Nya melalui mereka itu, hanya kebanyakan manusia kerap tersibukkan atau tenggelam dalam kisah hidupnya masing-masing. Padahal cara Allah menolong seseorang adalah ketika seseorang itu mengalirkan kasih sayangnya kepada ciptaan-Nya yang lain. 

“…Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya…” (QS Al Hajj [22]: 40)

Kadang seseorang diuji dengan keadaan fisik yang dilemahkan. Tiba-tiba terkena sebuah penyakit, tiba-tiba mengalami kecelakaan yang menjadikan aktivitas terbatas, atau merasa sakit-sakitan akhir-akhir ini. Jangan marah kepada keadaan apalagi berputus asa dari rahmat (pertolongan)-Nya, karena semua batasan Allah yang menetapkan. Kalau sesuatu sudah Allah tetapkan pastilah tersimpan sebuah kebaikan yang besar di dalamnya.

Sakit adalah sentuhan dari Allah Ta’ala. Sungguh sebuah kehormatan besar mendapat sentuhan dari Sang Rabbul ‘alamiin. Yang tanpa hal itu barangkali seseorang terlalu tenggelam dalam ilusi dunianya masing-masing. Sakit adalah bentuk perhatian dari-Nya. Adapun Allah hanya ingin melihat bagaimana kita merespon sentuhan-Nya itu. Maka jika tidak mampu bersuka cita dengan apa yang ada, setidaknya sisakan setitik baik sangka kepada-Nya. Karena sungguh tidak ada seujung jari rasa sakit apapun kecuali itu berfungsi untuk melebur dosa, menghalau hijab dan menghapus jejak syaithan di dalam diri seseorang.

Rasulullah saw bersabda,
“Tidak ada satupun musibah (cobaan) yg menimpa seorang muslim berupa duri atau yg semisalnya, melainkan dengannya Allah akan mengangkat derajatnya atau menghapus kesalahannya.” [HR.Muslim]



Sunday, May 12, 2019

Tidak Ada Kejadian Yang Mendadak

Sesungguhnya tidak ada sepenggal peristiwa kehidupan baik yang berwajah musibah atau berselimutkan karunia yang terjadi tiba-tiba. Jauh hari sebelum itu biasanya telah diturunkan sekian tanda bahkan petunjuk yang jelas bagi mereka yang mampu membacanya.
Tanda kematian bisa mulai ditampakkan empat puluh hari sebelum sang malaikat maut datang menjemput, demikian sabda Rasulullah saw. Beberapa peristiwa penting bahkan telah diberitakan kepada seseorang bertahun-tahun sebelumnya.
Kenapa demikian? Karena Allah tidak mungkin dan tidak akan pernah menzalimi ciptaanNya. Jadi Dia bangun kesiapan untuk menerima sebuah urusan jauh hari sebelumnya, baik itu kesiapan lahir maupun batin. Semesta akan diatur sedemikian rupa demi turunnya sebuah ketetapan yang telah tercatat di Lauh Mahfuz.
Agar manusia tidak menggugat seperti tertera dalam sebuah riwayat tentang seseorang yang merasa tidak diberitahu ihwal akhir kehidupannya di dunia. Kemudian Tuhan menjawab kira-kira begini, "Bukankah telah Kukirim sedemikian banyak utusanKu?"
Saat sang hamba bertanya "Utusan yang mana?"
Dia berkata, "Bagaimana dengan rambutmu yang mulai memutih dan tubuhmu yang mulai renta?"
- Jelang kursus Bahasa Belanda di Universiteit van Amsterdam
6.55 pm

Friday, May 10, 2019

Tak ada orang yang tahu bahwa dirinya setiap kali melantunkan sebuah doa yang sangat pribadi di dalam hati, memohon kepada Tuhan akan jalan yang terang apakah dirinya raja yang benar untuk memimpin Perancis. Dialah Charles yang juga dijuluki Dauphin, raja yang sebenarnya sah untuk memimpin Perancis. Akan tetapi pada saat itu Perancis terbagi dua, antara yang mendukung Dauphin dan yang mendukung anak dari hasil pernikahan antara Henry V, raja Inggris dengan puteri Katharine dari Perancis untuk menjadi raja. Belum lagi tersebar isu di masyarakat yang dibantu dihembuskan oleh pihak Inggris bahwa Charles sebenarnya bukan anak sang raja Perancis sebelumnya.

Perpecahan di dalam kerajaan Perancis saat itu membuat kondisi masyarakat menderita. Moral para pasukan sangat lemah, hingga dikabarkan saat pasukan Inggris menyerang negeri itu, satu orang tentara Inggris bisa mengalahkan tiga orang tentara Perancis sekaligus. Korupsi merajalela, tentara tidak lagi melindungi rakyatnya, malah menjarah ternak dan harta benda mereka. Posisi Charles semakin terkepung saat mendengar kabar bahwa sebuah kota strategis bernama Orleans sudah dikepung oleh pasukan Inggris. Jika kota itu jatuh, maka sudah hampir dapat dipastikan kerajaan Perancis di bawah pemerintahannya juga akan segera jatuh.

Di tengah kekalutan itu tiba-tiba Charles dikejutkan dengan kedatangan seorang perempuan muda berusia sekitar 16 tahun dari sebuah desa kecil yang mengaku diutus Tuhan untuk memimpin Perancis mempertahankan diri dari serbuan asing. Perempuan itu bernama Jeanne d’Arc (Joan of Arc). Untuk menguji kebenaran dan kekuatan seorang Jeanne d’Arc maka Charles mengundang ia masuk ke dalam dengan menyamarkan dirinya berdiri di antara para menteri dan menyuruh orang lain untuk duduk di atas singgasananya. Jeanne yang belum pernah sama sekali bertemu dengan Charles pun melangkah masuk mendekati singgasana. Namun saat mendekat ia ternyata mengetahui bahwa yang tengah duduk disana bukan orang yang ia cari. Maka ia pun menyapu pandangan ke sekitar hingga matanya terhenti pada sosok Charles yang tengah menyembunyikan dirinya diantara para menteri dan ajudan kerajaan yang berdiri menutupinya. Jeanne lalu menunduk dan memberikan hormat kepada rajanya. Akan tetapi Charles masih tetap menguji dengan menunjuk ke arah orang yang tengah duduk di atas tahta. Jeanne pun berkata, “Tidak tuanku, kepada padukalah aku diutus.” Lalu pecahlah suara orang-orang yang tertegun melihat fenomena itu, sebagian bahkan khawatir bahwa gadis itu adalah seorang penyihir.

Jeanne sadar bahwa langkah awalnya ini yang sangat berat, yaitu meyakinkan sang raja untuk memberinya mandat memimpin pasukan menghadapi pasukan Inggris. Ia akhirnya menawarkan sebuah cara untuk membuktikan kebenaran dirinya, ia harus menyampaikan suatu kabar kepada Charles tapi hanya dalam pertemuan empat mata. Lalu masih disaksikan oleh semua yang hadir di balai istana, Charles pun berbicara empat mata dengan Jeanne di sebuah sudut. Tak berapa lama Charles kembali dengan wajah yang pucat dan Jeanne berjalan di belakangnya dengan senyum simpul. Setelah itu raja Charles mengirim Jeanne sebagai pimpinan ke medan perang dengan dibekali oleh pasukan yang tersedia untuk membebaskan kota Orleans dari kepungan tentara Inggris. Sejarah kemudian mencatat bahwa sembilan hari setelah pasukan yang dipimpin oleh Jeanne d’Arc menuju Orleans, maka Inggris dapat diusir dari Perancis dan akhirnya Charles VII diangkat sebagai raja.

Kehadiran Jeanne membuat moral pasukan Perancis timbul kembali. Ia selalu berada di barisan paling depan dengan stamina dan keberanian yang luar biasa. Pertempuran demi pertempuran dia jalani dan sempat terluka parah. Walaupun demikian ia harus menghadapi kematian yang tragis akibat konflik internal yang ada di kerajaan Perancis sendiri. Pada usia 19 tahun ia dijatuhi hukuman mati berupa dibakar hidup-hidup dengan tuduhan melakukan bidah, yang keputusannya diambil secara kontroversial. Tak kurang seorang Kardinal Beaufort pun menitikkan air mata saat mengetahui Jeanne diperlakukan seperti itu. Baru sekitar lima abad kemudian gereja katolik melalui Paus Benedict XV mengakui ia sebagai salah satu diantara daftar orang-orang suci.

Sempat ada kesimpangsiuran berita ihwal kematian Jeanne ini. Pada saat itu sempat ada kabar yang tersebar bahwa Jeanne belum mati. Tersebutlah kisah bahwa delapan tahun sejak peristiwa hukuman mati tersebut, ada seorang gadis belia yang mengaku dirinya sebagai Jeanne. Lalu ia pun dipanggil ke istana untuk bertemu langsung dengan Raja Charles VII yang langsung mengajukan pertanyaan untuk menguji apakah ia benar Jeanne yang ia pernah temui dulu. Sang raja bertanya, “Kau masih ingat kan tentang percakapan rahasia kita?” Dan si gadis yang mengaku sebagai Jeanne itu dibuat kelabakan karena terbongkar identitasnya sebagai Jeanne palsu.

Tak ada satu pun yang tahu apa percakapan singkat yang dilakukan oleh Jeanne untuk meyakinkan Charles dulu. Jeanne pun tidak pernah mengucapkan sepatah kata pun tentang percakapan ini, walaupun pernah didesak oleh para ulama gereja untuk membukanya, ia menolak dengan mengatakan bahwa ini adalah rahasia sang raja. Baru setelah sang raja menjelang wafat ia menceritakan hal ini kepada sahabat karibnya. Sebuah kalimat yang sempat membuat pucat wajah Charles. Kalimat yang menyelamatkan sebuah kerajaan yang tengah berada di ujung kehancuran. Kalimat yang menjadi jawaban atas doa rahasia Charles selama sekian lama. Kalimat itu adalah, “Engkaulah yang berhak menjadi raja.”

(Sumber: The Story of Joan of Arc. Andrew Lang. Guttenberg Press)

Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (ahsani taqwiim)

Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (asfala saafiliin)

Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka mereka akan mendapat pahala yang tidak ada putus-putusnya.

(QS At Tiin [95]: 4-6)

Saya pernah bertanya kepada Allah, kenapa Engkau menciptakan alam dunia dengan segenap kondisi kegelapan yang berwujud menjadi kejahatan disini? Apa fungsi fase kehidupan dunia yang merupakan alam paling jauh atau ujung dari “selendang-Nya”ini?

Perlahan-lahan saya bisa memahami kebijakan Allah di balik kita harus menempuh medan kehidupan dunia dalam batasan qadha dan qadar-Nya ini. Karena sejak awal penciptaan niatan Dia menciptakan alam semesta dan segala isinya adalah karena “Aku rindu untuk dikenal”(Hadits Qudsiy). Pastilah Dia mendesain seluruh kehidupan hingga ke alam terjauh ini untuk memperkenalkan semua aspek dari diri-Nya. Ya, semuanya. That’s what i called by love. <3

Di tempat yang rendah ini manusia yang tadinya makhluk yang tinggi karena diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya kemudian bisa tenggelam dalam sihir alam dunia yang rendah ini dan menjadi makhluk yang rendah bagaikan hewan atau lebih rendah lagi, yaitu seperti syetan. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih. Dengan kata lain kecuali orang-orang  yang bertaqwa.

Inilah kiranya hikmah kita diwajibkan berpuasa di bulan Ramadhan ini, yang dalam firman Allah Ta’ala agar dengan shaum ini kita menjadi orang yang bertaqwa. Karena hanya orang yang taqwa yang bisa bangkit dari tempat yang rendah.  Dengan shaum kita belajar mematikan kehendak diri, dimulai dari tataran raga menahan dahaga – walaupun bisa curi-curi minum tanpa orang lain tahu – tapi hati kita berkata Allah Maha Tahu, dan kita pun menjaga itu. Sebuah ibadah luar biasa yang insya Allah akan diganjar tanpa batas olehnya. Dia yang berfirman, “Setiap amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa, sebab ia hanyalah untuk-Ku dan Akulah yang akan memberikan ganjaran padanya secara langsung.” (HR Bukhari 7/226)

Sunday, May 5, 2019

Berapa banyak sel darah merah dibentuk di dalam tubuh kita setiap detik?

Jawabnya sekitar 3 juta sel per detik tubuh kita membentuk sel darah merah.

Tunggu, ada yang lebih mencengangkan dari proses di dalam tubuh yang kita kerap lupa mengucap syukur kepada Sang Pencipta. Yaitu berapa jumlah hemoglobin - yang berfungsi vital mengangkut oksigen ke sel dan dalam perjalanan kembali ke paru-paru ia membawa karbondioksida- dalam satu detik?

Jawabnya dalam satu detik dibentuk sebanyak 1.000.000.000.000.000 alias satu kuadriliun atau seribu trilyun sel protein bernama hemoglobin dibentuk di dalam tubuh. Ya, dalam satu detik. Bayangkan jumlah yangv terkumpul dalam satu hari, satu bulan bahkan satu tahun? That’s a lot of protein waste inside our body! 

Untungnya tubuh kita punya sebuah mekanisme canggih bernama “autophagy” yang bermakna “makan diri sendiri”, sebuah proses efisien yang terjadi tanpa kita sadari terjadi setiap saat di dalam tubuh untuk membuang zat-zat yang sudah tak terpakai dan melakukan “nutrient recycling”.

Ilmuwan Jepang bernama Yoshinori Ishumi yang meneliti tentang proses ini. Sebuah penemuan penting yang mengungkap bagaimana tubuh manusia berfungsi efektif membersihkan dirinya sendiri melalui proses autophagy dengan syarat tubuhnya dikondisikan dalam keadaan puasa.

Apa yang terjadi saat tubuh dikondisikan dalam keadaan puasa?

Dalam tiga puluh menit pertama puasa saja sudah bisa diamati oleh mikroskop elektron terbentuk sebuah struktur kecil di dalam vakuola, suatu organel di dalam sel yang berfungsi untuk mendegradasi berbagai protein. Organel bernama vakuola ini yang menarik rasa ingin tahu seorang Yoshinori yang saat kuliah diberi tantangan dari profesornya untuk memilih subyek apapun untuk penelitian. Ia mengajukan pertanyaan kepada dirinya sendiri, mengapa ada sebuah organel di dalam sel bernama vakuola yang memiliki  ukuran demikian besar? Saat itu informasi yang ada sebatas mengatakan bahwa bagian itu berfungsi sebagai tempat pembuangan sampah bagi sel. Namun rasa ingin tahu Yoshinori demikian kuat, dia katakan bahwa ada perbedaan antara mengetahui dan memahami. Saat itu di tahun 1988 tidak banyak orang meneliti tentang vakuola. Karya ilmiah yang ada hanya berjumlah sekitar 20. Yoshinori tak ambil peduli ia memilih mengambil topik yang tidak menjadi tren pada saat itu.

Hampir dua dekade kemudian topik yang dipilih oleh Yoshinori kemudian menjadi tren dengan jumlah karya ilmiah melonjak jumlahnya dalam setahun menjadi sebanyak 7894. Bagi Yoshinori sendiri ia tidak menyangka rasa ingin tahunya mengantarkan dia kepada terbukanya pengetahuan baru tentang pentingnya proses autofagi - sebuah proses yang efektif terjadi saat tubuh seseorang dibuat kelaparan - dalam menyembuhkan berbagai penyakit seperti kanker, infeksi dll.

Tulisan ini saya peruntukkan bagi sahabat sekalian yang bersiap melakukan shaum selama bulan ramadhan ini. Ketahuilah semua rasa sakit kita menahan lapar dan haus adalah sebuah hal yang menyehatkan bagi tubuh karena hanya saat kondisi tubuh dalam keadaan lapar itulah maka ia berkesempatan untuk membersihkan dirinya sendiri dari sampah tubuh, sisa metabolisme dan zat-zat yang berbahaya. But most of all, saya coba menyemangati diri sendiri yang syahwat makannya cukup besar ini🤢

Terima kasih juga saya haturkan bagi pak Yoshinori Ohsumi, seorang ilmuwan yang rendah hati dan berdedikasi tinggi. Berikut pesannya bagi para generasi muda yang disampaikan dalam Molecular Frontiers Symposium di Tokyo Tech tahun 2017 lalu.

“You had better think about your stage in long human history.
Be free from authority and common sense, and develop your original interests and question.
Start from nature by your eyes but not a fuel of information.
Don’t follow thebpopular subject.
Don’t be afraid that you are different from others.
Go back to the original question you had if you stuck.
Think about what is the next if you solve the present problem.

Usefulness is not the only motivation for science.”