Wednesday, May 22, 2019


“Shadr”, kerap diterjemahan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai dada. Dalam struktur insan yang telah kita bahas merujuk ke QS An Nuur [24]: 35, shadr ini adalah sebuah ruang di antara Misykat (raga) dan Zujaajah (qalb). Ruang yang seharusnya diisi air bening yang berasal dari keberserah dirian kepada-Nya. Beberapa sufi mengibaratkan shadr seperti sebuah kolam yang berisi air jernih dan tenang permukaannya. Mengapa harus tenang airnya dan tidak beriak? Agar bayangan langit bisa terpantul jelas di atasnya. Sebuah simbol bahwa cara manusia menangkap petunjuk langit di tahap awal adalah dengan melihat pantulan bayangannya, sebelum akhirnya setiap manusia sebetulnya berpotensi tidak hanya mengenali langit dari pantulannya saja, bahkan bisa menembus lelangit melalui mi’raj untuk lebih mengenal Allah Sang Pencipta dan Pemelihara alam semesta.

Fungsi langit adalah sangat krusial bagi bumi. Tanpa langit dan segala ciptaan yang ada disana seperti matahari, bintang, rembulan dll manusia akan kehilangan arah bahkan tidak mampu hidup di permukaan bumi. Ada matahari yang memberikan kehidupan dan kehangatan, ada rembulan yang memberikan keseimbangan pada malam hari, memberikan petunjuk waktu dan mengatur pasang surut lautan yang meliputi 70% permukaan bumi, ada bintang-bintang yang dijadikan patokan petunjuk arah dan musim dsb.

Kehidupan manusia pun demikian adanya, tanpa melihat alam langitnya masing-masing maka kita hanya akan tenggelam dalam kerepotan hidup di dunia dan kehilangan fokus serta garis besar orientasi hidupnya. Tanpa diajak “melangit” manusia hanya tertawan “kal an’aam” – dikatakan dalam Al Quran, seperti binatang ternak. Tipikal binatang ternak adalah hidup untuk diri dan keluarganya saja, untuk sekadar memenuhi kebutuhan jasmaniah dan secuil ego golongannya.  Tanpa hidayah Allah manusia hanya akan tersibukkan oleh kegiatan mengamankan kehidupannya, mengumpulkan bekal cukup untuk pensiun, pendidikan anak, agar hidup nyaman tak kurang apapun.

Adapun mereka yang Allah kehendaki untuk dibangunkan jiwanya mulai menghadapi sekian banyak hantaman dalam kehidupan. Bukan dirinya yang dihantam, akan tetapi sekian banyak endapan hijab yang memenuhi ruang shadr sehingga ia penuh dengan sampah masa lalu, kerikil penyakit hati dan benda-benda yang tak berguna buat dirinya. Seribu satu cara Allah membuat dunianya menjadi tidak nyaman. Secara kolektif apa yang kita hadapi dalam pagelaran pemilu bangsa ini saja sudah secara efektif membuat hati kalang-kabut, belum lagi berbagai peristiwa yang skalanya individu seperti konflik rumah tangga, pertikaian sesama saudara, masalah di pekerjaan atau kendala di bisnisnya, keadaan kesehatan yang dibuat anjlok,  terhimpit utang dll. Itu semua hal yang dihadirkan oleh Allah dan Dia ingin melihat bagaimana respon hati kita menghadapi semua itu. Apakah menjadi kembali dan lebih menggantungkan diri kepada-Nya atau malah tersibukkan diri memadamkan api-api kehidupan dan membuat berdoa serta memohon kepada-Nya menjadi hal yang bukan keutamaan.

Inilah panggilan penuh kasih dari Sang Maha Pengasih.

“Barangsiapa dikehendaki Allah akan mendapatkan hidayah (petunjuk), Dia akan membukakan shadrnya untuk berserah diri (Islam). Dan barangsiapa dikehendaki-Nya menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia (sedang) mendaki ke langit. Demikianlah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.”(QS Al An’aam [6]: 125)










No comments:

Post a Comment