“Shadr”, kerap diterjemahan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai dada.
Dalam struktur insan yang telah kita bahas merujuk ke QS An Nuur [24]: 35,
shadr ini adalah sebuah ruang di antara Misykat (raga) dan Zujaajah (qalb). Ruang
yang seharusnya diisi air bening yang berasal dari keberserah dirian
kepada-Nya. Beberapa sufi mengibaratkan shadr seperti sebuah kolam yang berisi
air jernih dan tenang permukaannya. Mengapa harus tenang airnya dan tidak
beriak? Agar bayangan langit bisa terpantul jelas di atasnya. Sebuah simbol
bahwa cara manusia menangkap petunjuk langit di tahap awal adalah dengan melihat
pantulan bayangannya, sebelum akhirnya setiap manusia sebetulnya berpotensi tidak
hanya mengenali langit dari pantulannya saja, bahkan bisa menembus lelangit
melalui mi’raj untuk lebih mengenal Allah Sang Pencipta dan Pemelihara alam
semesta.
Fungsi langit adalah sangat krusial bagi bumi. Tanpa langit
dan segala ciptaan yang ada disana seperti matahari, bintang, rembulan dll manusia
akan kehilangan arah bahkan tidak mampu hidup di permukaan bumi. Ada matahari
yang memberikan kehidupan dan kehangatan, ada rembulan yang memberikan
keseimbangan pada malam hari, memberikan petunjuk waktu dan mengatur pasang
surut lautan yang meliputi 70% permukaan bumi, ada bintang-bintang yang
dijadikan patokan petunjuk arah dan musim dsb.
Kehidupan manusia pun demikian adanya, tanpa melihat alam
langitnya masing-masing maka kita hanya akan tenggelam dalam kerepotan hidup di
dunia dan kehilangan fokus serta garis besar orientasi hidupnya. Tanpa diajak “melangit”
manusia hanya tertawan “kal an’aam” – dikatakan dalam Al Quran, seperti binatang
ternak. Tipikal binatang ternak adalah hidup untuk diri dan keluarganya saja,
untuk sekadar memenuhi kebutuhan jasmaniah dan secuil ego golongannya. Tanpa hidayah Allah manusia hanya akan
tersibukkan oleh kegiatan mengamankan kehidupannya, mengumpulkan bekal cukup
untuk pensiun, pendidikan anak, agar hidup nyaman tak kurang apapun.
Adapun mereka yang Allah kehendaki untuk dibangunkan jiwanya
mulai menghadapi sekian banyak hantaman dalam kehidupan. Bukan dirinya yang
dihantam, akan tetapi sekian banyak endapan hijab yang memenuhi ruang shadr
sehingga ia penuh dengan sampah masa lalu, kerikil penyakit hati dan
benda-benda yang tak berguna buat dirinya. Seribu satu cara Allah membuat dunianya
menjadi tidak nyaman. Secara kolektif apa yang kita hadapi dalam pagelaran pemilu
bangsa ini saja sudah secara efektif membuat hati kalang-kabut, belum lagi
berbagai peristiwa yang skalanya individu seperti konflik rumah tangga,
pertikaian sesama saudara, masalah di pekerjaan atau kendala di bisnisnya, keadaan
kesehatan yang dibuat anjlok, terhimpit
utang dll. Itu semua hal yang dihadirkan oleh Allah dan Dia ingin melihat
bagaimana respon hati kita menghadapi semua itu. Apakah menjadi kembali dan
lebih menggantungkan diri kepada-Nya atau malah tersibukkan diri memadamkan
api-api kehidupan dan membuat berdoa serta memohon kepada-Nya menjadi hal yang
bukan keutamaan.
Inilah panggilan penuh kasih dari Sang Maha Pengasih.
“Barangsiapa dikehendaki Allah akan mendapatkan hidayah
(petunjuk), Dia akan membukakan shadrnya untuk berserah diri (Islam). Dan
barangsiapa dikehendaki-Nya menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan
sesak, seakan-akan dia (sedang) mendaki ke langit. Demikianlah Allah menimpakan
siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.”(QS Al An’aam [6]: 125)
No comments:
Post a Comment