Wednesday, June 26, 2013

Bekal Menghadapi Kompleksitas Hidup

Kehidupan manusia tidak akan sama dari waktu ke waktu. Walaupun secara fenomena tampaknya menjalani rutinitas yang itu-itu saja, tetapi sebenarnya pengetahuan yang Allah tanamkan di setiap kejadian pada setiap detiknya tidaklah sama. Seorang manusia, apalagi seorang mukmin akan selalu dituntut meningkatkan pengetahuannya.

Rasulullah saw berpesan:
"Barangsiapa yang keadaan amalnya hari ini lebih jelek dari hari kemarin, maka ia terlaknat. Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia termasuk orang yang merugi. Dan barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia termasuk orang yang beruntung." (HR. Bukhari)

Maka Allah akan senantiasa meningkatkan kompleksitas kehidupan hamba-hamba yang mencari-Nya. Yang seringkali dipersepsikan dengan datangnya masalah dan ujian dalam pandangan kebanyakan manusia. Padahal Allah Ta'ala membacanya sebagai proses penyempurnaan iman dan pengangkatan derajat.

Untuk mengerti mekanisme penyempurnaan Allah Ta'ala melalui kehidupan yang kita jelang setiap harinya. Maka penting membekali diri dengan sebaik-baik pemahaman kepada Al Qur'aan, karena itu adalah murni kata-kata Allah Ta'ala. Barangsiapa yang mengaku dirinya pencari Allah, namun tidak akrab dengan Al Qur'aan maka sesungguhnya itu kebohongan semata! Masing-masing diri harus membuktikan benar bahwa Al Qur'aan memang berfungsi sebagai suatu syifaa (obat) dan mukjizat dalam kehidupan.

Sungguh waktu kita sangat terbatas di dunia ini, apabila kita masih menunda-nunda mempelajari Al Qur'aan, sungguh ini adalah suatu bentuk kesombongan yang nyata! Maka bangkitlah dari tidur kita, dan bergegaslah menempuh jalan-Nya. Jadikan Al Qur'aan menyatu dalam setiap nafas hidup kita. Karena mustahil kita bisa menempuh kehidupan dengan baik dan benar tanpa bimbingannya.

Wallahu'alambishawwab

(Disarikan dari beberapa pengajian Hikmah Al Qur'aan, Yayasan Islam Paramartha)

Sunday, June 16, 2013

Antara Takdir dan Ikhtiar Manusia

Dan bagi setiap manusia telah Kami tetapkan amal perbuatannya
- Al Quran

Sungguh pengetahuan tentang sekat-sekat takdir yang membatasi kehidupan kita masing-masing adalah sesuatu yang sangat besar dan untuk memahaminya diperlukan banyak bekal pengetahuan dan kebijaksanaan.

Kita terlahir ke muka bumi ini tidak diberikan pilihan mau dilahirkan dari orang tua seperti apa, keluarga yang bagaimana, bentuk fisik yang mana dsb, sebagaimana seseorang tidak dapat menegosiasikan berapa lama dia akan hidup. Kesadaran akan garis-garis kehidupan yang telah ditorehkan di Lauh Mahfuz yang sebagaimana kuatnya keinginan manusia tidak akan mampu merubahnya - itulah yang membuat manusia menjadi lebih bisa berkompromi dengan kehidupan alih-alih memaksakan kehendaknya sampai babak belur.

Banyak ketetapan hidup yang Allah memang sudah gariskan, tidak bisa diubah, tapi ada wilayah yang sepenuhnya menjadi 'free will', kehendak bebas manusia, yaitu hatinya sendiri, semesta yang luas yang tak terbatas. Adalah hati yang bisa liar ke mana-mana, bisa naik ke surga yang paling tinggi atau ke neraka yang paling bawah. Inilah pilihan yang dalam Al Quran dikatakan sebagai

"Datanglah kepada-Ku dalam keadaan suka cita atau terpaksa"

Kesukacitaan dan keterpaksaan letaknya di dalam hati. Kita lah yang menetukan apakah semesta hati kita mau tunduk dan berserah diri dengan keadaan yang ada atau menjalaninya dengan ngedumel, ngomel-ngomel, dan marah-marah.

Ibaratnya setiap manusia diberikan buku mewarnai masing-maisng dengan desain dan pola yang berbeda-beda. Gambarnya telah tersedia, tugas kita hanya mewarnai dengan sebaik mungkin. Ada yang berusaha merubah gambar yang ada, ada yang iri dengan gambar orang, ada yang mewarnai dengan serampangan, dan yang terbaik tentu mewarnai dengan sapuan warna serapih dan sebaik mungkin sehingga menyenangkan hati Yang Memberikan buku.

Suatu saat nanti masing-masing kita akan menerima buku kehidupannya sendiri. Warna-warna hati yang kita torehkan saat ini akan dilihat hasilnya di suatu masa yang akan tiba. Semoga kita mendapati buku kita dalam keadaan yang indah, aamiin.

(Disajikan ulang dari Pengajian Hikmah Al Quran yang disampaikan Zamzam AJT, 26 November 2005)



Wednesday, June 12, 2013

Nilai Manusia Dihitung Dari Shalatnya

"Sebaik-baik amal manusia adalah shalat"
- Imam Ali k.w.

Rasulullah saw bersabda, "Segala hal memiliki wajah, dan wajah Islam adalah shalat"
Wajah adalah karakter dan kepribadian seseorang, maka seorang yang mengaku muslim tetapi tidak shalat maka sebenarnya ia bukan seorang muslim, sebagaimana sabda Rasulullah saw,

"Telah kafirlah seorang muslim yang tidak mengerjakan shalat"


Jadi sebenarnya harga setiap manusia itu dihitung dari shalatnya, karena sebaik-baik amal adalah shalat. 
Shalat juga merupakan pilar dari semua amal shaleh, dengen demikian walaupun seseorang berhaji, berinfak banyak, jihad fi sabilillah dan belajar ilmu yang banyak jika tidak shalat itu tidak ada artinya, karena amal-amal yang berikutnya itu akan mengikuti cahaya shalat. 

Demikian juga apabila shalat seseorang benar, maka akan benar yang lainnya, karena shalat yang dikerjakan dengan benar akan mencegah seseorang dari perbuatan fahsya dan munkar. Dalam hadits Rasulullah saw bersabda , 

"Barangsiapa orang bersholat kemudian dalam sholatnya tidak menambah dekat kepada Allah. Barangsiapa sholat yg sholatnya tidak mencegah dari fahsya dan munkar maka tidak menambah kecuali jauhnya dengan Allah ta’ala."

Begitu pentingnya shalat dalam kehidupan sehingga Umar bin Khaththab berwasiat kepada menteri dan gubernurnya ihwal menegakkan shalat agar menjadi hal yang diperhatikan. Umar berkata "Barangsiapa yang menyia-nyiakan shalat pasti lebih menyia-nyiakan yang lainnya"

Semoga Allah Ta'ala membantu kita menjadi hamba-Nya yang menegakkan shalat. Aamiin.

(Disajikan ulang dari Pengajian Hikmah Al Quran yang disampaikan oleh Zamzam AJT, 26 November 2013)

Sunday, June 9, 2013

Berhenti Menyalahkan Keadaan

"Saya tidak peduli apa yang akan menimpa saya esok, apakah sebuah penderitaan atau suatu kesenangan, karena bagi saya semua sama"
- Umar bin Khaththab ra

Orang yang ihsan dalam kehidupan tidak akan terperangkap oleh fenomena semata karena ia akan lebih melihat apa yang ada di balik kejadian yang Allah berikan (the divine meaning).

Oleh karenanya orang yang mencari Allah selalu berupaya menangkap apa maksud Allah di balik segala keadaan atau perasaan hati yang tengah berkecamuk, ia tidak akan menyalahkan kondisi atau orang lain untuk sekedar mencari kambing hitam. Ini adalah tauhid yang baik.

(disajikan ulang dari pengajian hikmah Al Quran, Kang Zamzam AJT. 26 November 2005)