Friday, September 28, 2018

"Bersabarlah sampai Allah memutuskan keputusan-Nya diantara kita. Sesungguhnya Allah adalah Hakim yang terbaik."
(QS Al A'raaf:87)

Jika merasa dizalimi,
Merasa diperlakukan tidak adil,
Merasa dilukai
Dan tidak mendapatkan keadilan walaupun telah mencoba.

Maka jangan hilang harapan akan rahmat dan keadilan-Nya.
Natur kehidupan di dunia ini adalah sebuah penantian yang relatif sangat singkat - bahkan tak ada apa-apanya dengan kehidupan di alam lain yang akan dijelang.
Yakinlah bahwa timbangan keadilan akan ditegakkan, jika tidak disini di dunia nanti.

Tidak ada jeritan dan tangisan kepadaNya yang sia-sia. Walau itu di hati dan luput dicatat oleh para malaikat. Tapi Allah tahu kesedihan dan duka kita.
Jika bersabar dan tidak mengeluh, maka kita akan dapat menuai hasil yang indah.

"Kau harus belajar menelan dukamu"
- Jalaluddin Rumi

(Dalam metro 50 perjalanan pulang dari Amstelveen, 28 September 2018/ 18 Muharram 1440)

Tuesday, September 18, 2018

Mentalitas orang yang bersyukur adalah selalu mencari kebaikan tertinggi yang Allah sematkan dalam setiap penggal kehidupan. Ia bisa begitu karena hatinya senantiasa mencari Allah, sehingga tidak masalah warna dunianya seperti apa, yang didengungkan dalam hatinya senantiasa dzikir "alhamdulillah". Mau diberikan pasangan yang seperti apa, anak yang kelakuannya seperti apa, pekerjaan yang seperti apa, orang tua atau saudara seperti apa; entah itu harus menerjang kemacetan atau sedang lapang, entah uang sedang berlebih atau kurang, entah badan sedang disehatkan atau disakitkan, entah sedang menanti pasangan atau sedang bergulat dalam kemelut rumah tangga, entah sedang 'digelapkan' secara spiritual atau sedang dicerahkan. Sang hamba yang bersyukur paham semua hadir atas takdir Allah, dan Dia adalah Dzat yang mustahil menzalimi hamba-hamba-Nya bahkan seujung rambut sekalipun. Mentalitas seperti ini yang membuat seseorang bisa bersuka cita menjalani ketetapan-Nya.
"Datanglah dengan suka cita atau terpaksa."
(QS Fussilat [41]:11)

- 22 Agustus 2018
Pagi ini disapa via whatsapp oleh boss saya di tempat terakhir saya kerja sebelum hijrah ke Belanda, padahal kami sudah tak bertemu 8 tahun lamanya. Alhamdulillah disambungkan silaturahmi. Sapaan beliau membuat ingatan saya melayang ke waktu 16 tahun silam, sekitar tahun 2004 ketika beliau memilih saya menjadi Training Manager di sebuah perusahaan farmasi, sebuah posisi yang tidak sengaja didapatkan dari sahabat saya yang sedang mencari iklan lowongan pekerjaan di sebuah harian nasional justru untuknya dan saat membaca persyaratan iklan itu, dia bilang "ini kamu banget Tes!".
Kalau dilihat ke belakang, dalam perjalanan karir saya, setiap posisi atau pekerjaan yang saya dapatkan selalu datang begitu saja, seperti benda jatuh mengikuti tarikan gravitasi, effortlessly. Entah tawaran langsung tempat praktik dokter dari teman via sms (dulu belum musim internet😉), kerja di perusahaan farmasi, ditawari mengurus rumah sakit, atau kembali ditelepon oleh boss saya di farmasi dulu untuk berkecimpung lagi di bidang healthcare marketing, semua datang sendiri. Malah posisi-posisi yang saya cari-cari sendiri selalu tidak jadi, ada saja kendalanya, walau sudah tinggal tanda tangan kontrak kerja.
Ketika merenungi setiap tahap kehidupan itu, saya menjadi takjub, bagaimana Allah dengan sangat rapih menjalin takdir kehidupan saya. Tak ada selembar benang kehidupan pun yang sia-sia. Hari ini saya bisa katakan bahwa gara-gara teman saya 'iseng' menyuruh saya melamar di sebuah perusahaan farmasi sekitar 16 tahun lalu itulah yang membuat saya menjejak kehidupan baru di benua Eropa saat ini. Benar-benar hebat dan tak terduga desain hidup Allah itu.
Lalu ingatan saya terus menelusuri jejak kehidupan dahulu, hingga sekitar tahun 1999 saya ingat saya pernah duduk di balkon kamar saya di sepertiga malam terakhir, sambil memandang langit cerah bertabur bintang. Itulah saat saya tengah lelah betul dalam hidup, baik secara fisik atau mental, sebuah saat fakir. Saya betul-betul butuh visi besar kehidupan yang menjangkau akhirat, butuh jawaban atas pertanyaan yang senantiasa berdengung di kepala sejak saya berusia 13 tahun, tentang "Who am i? What is the purpose of my life?" Pertanyaan yang membuat saya tidak nyenyak tidur, bahkan sampai sekarang. Terus mencari kesejatian diri dan hal yang terbaik yang telah Dia siapkan. Kemudian jawaban-Nya tidak lama hingga Dia mempertemukan saya dengan seorang mursyid (guru) yang membimbing saja menemukan kesejatian diri dan mengajarkan hikmah dalam Al Quran.
Satu pesan mursyid saya yang langsung dipraktikkan saat itu dan membuat takdir hidup saya mengalir dari satu titik ke titik lain dengan indahnya, yaitu saat beliau mengutip hadits Rasulullah saw, "Barangsiapa yang memperbaiki hubungan dengan Allah, maka Allah akan memperbaiki hubungannya dengan makhluk" tidak hanya itu, Allah juga memperbaiki kehidupan kita, dirapihkan, dibimbing kepada pekerjaan dan dunia yang lebih pas dengan fitrah kita, natur jiwa masing-masing. Lalu saya mulai rajin shalat dhuha dan shalat rawatib. Kemudian menambah jumlah rakaat shalat dhuha dari dua kadang menjadi 12 rakaat, terutama kalau malam sebelumnya tertidur dan ketinggalan shalat malam. Ternyata ikhtiar hamba yang lemah segitu saja sudah direspon luar biasa oleh-Nya. Masya Allah. Saya bersaksi untuk kebenaran hadist itu. And it worked everytime! I mean it, EVERY single time. Saat saya menghadapi persoalan di kantor, keluarga atau rumah tangga, alih-alih panik lalu membenamkan diri dalam upaya horisontal yang tak berujung. Sekarang saya mulai paham, how this game of life works, bentangkan sajadah, wudhu dan lakukan shalat. Setelah itu baru Allah biasanya mengilhamkan berbagai cara yang baik untuk menempuh ikhtiar, atau kalau memang tidak ada yang dapat dilakukan sabar saja menunggu, badai pun selalu berlalu, roda kehidupan terus berputar. Tak selamanya kita ada di bawah, pun tak selamanya kita ada di atas. Dan kalaupun saatnya datang kembali, saat kesedihan itu menjelang, saat kesulitan itu terasa menyesakkan dada, kita menjadi tidak panik karena paham kita sedang hidup dalam ruang Tuhan, Sang Penguasa semesta. Tidak ada satu atom dan makhluk pun yang tidak bisa tunduk kepada kehendak-Nya. All we need to do is ask...
"Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS Al Baqarah : 153)

(24 agustus 2018)
Untuk membuat kue yang baik tidak cukup hanya mengetahui macam bahan yang dibutuhkan, kita harus tahu takaran yang presisi. Selain itu sang pencipta kue akan memberi instruksi kapan menyatukan beberapa bahan terlebih dahulu dan menyisakan sekian bahan untuk disatukan pada tahap yang lain. Tidak cukup disana, proses pembakaran harus dilakukan dengan tepat, berapa derajat suhu yang diperlukan, bagaimana kombinasi api bawah dan api atas dsb.
Demikianlah, satu resep kue saja harus melalui tahap yang kompleks, terencana dan tidak bisa asal. Apalagi membentuk seorang manusia.
Sesungguhnya kelahiran seseorang berwujud manusia di bumi ini baru tahap awal dari sebuah perjalanan panjang menjadi manusia (being human). Tahap empat puluh tahun awal, yang setara dengan penciptaan dunia empat masa, adalah tahap mengolah dunia jasadnya. Dimana "Sang Pembuat Resep" sudah me-qadha-kan bahan-bahan tertentu untuk seseorang lengkap dengan takarannya yang presisi beserta seluruh proses pengolahannya.
Tentang kapan dia harus diaduk-aduk perasaan dan kehidupannya, kapan dibanting-banting, kapan dipanaskan di dalam pemanggang dan berapa lama. Sang Pencipta tentu paling tahu qadar kondisi seperti apa yang paling cocok untuk menyatukan semua bahan resep yang berbeda itu (telur, terigu, gula, dll) menjadi satu dan memiliki nama yang unik.
Dengan kesadaran bahwa kehidupan kita seluruhnya Dia yang menggenggam itu menjadi hati kita lebih tenang, dengan tenang yang sebenar-benarnya, bukan tenang artisial karena bersandar pada segala sesuatu selain-Nya yang pasti musnah itu.
Karena paham bahwa setiap penggal hidup kita adalah "by design", maka kita bisa "let go" masa-masa kelam sepekat apapun di masa lalu, memaafkan mereka yang menyakiti kita, dan bersabar akan kesempitan dan rasa sesak yang sekarang tengah menghimpit.
Kita semua dalam proses untuk menjadi manusia, setiap bahan yang diperlukan beserta seluruh prosesnya sudah diberikan. Maka kejadian bisnis gagal, ditipu orang, tidak jadi menikah, kehilangan orang yang dicintai, difitnah di tempat kerja dsb tak ada satu pun yang diluar 'resep'Nya. They really came for a purpose. Dengannya semoga kita bisa menjadi 'kue' yang enak, insya Allah 😊
- renungan selepas membuat kue dengan anak-anak

30 Agustus 2018
Biasakan bekerja dan berkarya untuk-Nya semata. Dengannya amal itu jadi lebih bernilai tinggi di hadapan-Nya dan lebih aman buat hati.
Aman dari risiko kecewa:
"Sialan, aku sudah kerja keras banting tulang tapi bukan aku yang dapat promosi!"
Nah...sakit kan?
Aman dari risiko sakit hati:
"Duh sakiiiit hati mama, susah-susah merawatmu dari kecil dan ini balasanmu sama mama!"
Lha...siapa yang suruh mama?
Aman dari risiko ilfil:
"Dasssaaar suami ga tau diri! Udah diurus dan dimodalin masih aja macam-macam!"#tone ala Bu Subangun
Yaelaah...yang nikah sama dia siapa?
Polanya jelas, buktinya tak terhitung, contohnya berserakan dimana-mana. Bahwa derajat kecewa, sakit hati dan ilfil kita akan sebanding dengan tingkat ketidakikhlasan kita.
Dan segala kebaikan yang kamu kerjakan untuk dirimu, kamu akan mendapatkannya (pahala) di sisi Allah. Sungguh, Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS 2:110)

( 30 Agustus 2018)
Sewaktu praktik menjadi dokter dan melayani ribuan pasien tidak pernah sekalipun seseorang datang mengeluhkan suatu penyakit kemudian melempar kesalahan kepada penyebab sakit itu. Misal "ini gara-gara sayur otak kemarin saya jadi pusing begini dok!" Paling, sang pasien akan introspeksi bahwa karena ia makan sesuatu yang sebenarnya tidak pas untuk kondisi tubuhnya, sehingga kolesterolnya melangit misalnya. Jadi tidak pernah mereka datang lalu marah-marah sama bakteri anu, virus itu, atau sel tertentu yang membuat kesehatannya bermasalah.
Mengapa? Karena mereka merasa dirinya sakit dan fokus ingin sembuh, maka mereka berobat ke dokter. Kemudian pasien yang baik adalah yang mencari tahu ihwal mengapa mereka sakit dan sebisa mungkin mencegah ia menderita penyakit yang sama.
Demikian juga untuk merawat penyakit hati (qalb), hal yang pertama kali harus terbuka untuk mendapat kesembuhan adalah kesadaran bahwa hati sedang dilanda penyakit yang bermacam-macam: iri dengki, mudah mengeluh, tidak sabaran, terburu-buru, ingin beken, gampang marah, susah memaafkan, menyimpan dendam, bangga diri, merasa diri lebih hebat, pelit, mudah khawatir dan trilyunan lagi macam penyakit hati yang harus diidentifikasi.
Untuk mengenal semua penyakit hati yang halus itu Allah menurunkan pertolongan-Nya yang berupa cermin kehidupan canggih yang melingkupi kita masing-masing. Setiap hari kita akan dipaparkan oleh bayangan yang berbeda di cermin yang timbul oleh para aktor yang berlainan, kadang lewat pasangan yang membuat hati galau, hari lain lewat kelakuan anak-anak yang bikin jengkel, di saat lain oleh keluarga yang membuat mengelus dada, pun tak jarang oleh interaksi di pekerjaan, kantor atau di jalan raya. Semua dinamika itu akan memunculkan emosi tertentu di dalam hati.
Lonjakan emosi yang berlebihan dan tidak tepat itu tanda hati kita sedang sakit. Jangan dianggap enteng. Karena kita tidak tahu kapan ajal menjemput, lalu jika beralih ke alam berikutnya masih membawa cinta dunia, takut mati, dan ratusan kegelisahan dan kegalauan hati maka semua itu hanya akan menjadi bahan bakar api yang hanya menyambar elemen-elemen yang tidak seharusnya ada di dalam hati seseorang.
Dunia akan selalu menguji kita, itu memang naturnya. Orang yang cerdik akan waspada dan menjadikan fenomena yang melintas sebagai bahan introspeksi diri alih-alih menunjuk hidung orang dan menyalahkannya.
Seperti pasien yang ingin sembuh, ia akan fokus mencari kesembuhan penyakitnya. Tidak membenamkan diri menyalahkan semua perantara pembawa seluruh penyakit tersebut dalam jurang dendam, kekesalan dan emosi yang tak ada ujungnya.[]

( 1 September 2018)
Memasuki usia 40 tahun.
Penglihatan jarak dekat dibuat kabur.
Nampaknya pertanda bahwa setiap langkah harus lebih berorientasi untuk visi jangka panjang.
#persiapan akhirat

( 2 September 2018)
Manusia hanya ada ketika dirinya tiada.
Sebelum ia berserah diri kepada karsa Allah, ia hanya berupa bayang-bayang ilusi yang tidak nyata.
Bisa jadi ia merasa telah mengerjakan banyak hal.
Perbuatan yang tampak baik di mata manusia.
Proyek yang tampak megah dan mengundang decak kagum.
Kegiatan kemanusiaan yang mengundang haru.
Tapi jika hati tidak ikhlas, semua itu hanya topeng ilusi dunia semata.
“Dan Kami akan Perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan Jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (Al-Furqon 23)

- 3 September 2018
Gimana ya mbak, masa depan anak dengan harga-harga serba mahal dan pendidikan di tanah air yang carut marut begini?
Gimana ya mbak, jodohku kok belum ketemu juga? Padahal sudah ikhtiar sana-sini.
Gimana ya mbak, rezekiku kok seret begini? Bisnis kurang sukses, kerja kantor ngga betah, mau usaha juga tidak mudah.
Nah, ini saat yang paling ideal untuk menguji keimanan kita kepada-Nya melalui ayat QS An Nahl: 97
"Barangsiapa yang beriman dan beramal shalih..baginya hayatan thayyiba (penghidupan yang baik)."
Iman: percaya penuh kepada-Nya. Yakin betul akan keluasan rezeki-Nya dan skema yang terbaik dalam hidup. Malu dong, setiap hari berucap takbir setidaknya 5 x 17 rakaat.
"Allahu akbar!" dengan lantang. Allah Maha Besar.
Benarkah?
Lebih besar mana kerasanya, persoalan hidup yang menghadang dengan Kuasa-Nya?
Lebih gentar mana menghadapi masa depan anak yang seolah terlihat suram, dengan kesadaran bahwa Allah jauh lebih saya kepada anak kita dibanding kita sendiri.
Lebih gelisah mana dihadapkan dengan fakta belum ketemu jodoh dengan tenang akan janjinya "Allah mencipta segala sesuatu berpasangan."
Lebih merasa aman mana, rezeki yang ada dalam hitung-hitungan manusia dengan rezeki yang ada di tangan Allah?
Itu baru bicara tentang iman. Karena kalau iman sudah ada baru amal shalih bisa teridentifikasi. Yaitu suatu kegiatan dan penyikapan yang terbaik dari saat ke saat, karena hati senantiasa terhubung dengan-Nya.
Yakinlah Allah tidak pernah dan tidak akan menzalimi hamba-Nya seujung rambut sekalipun.

3 September 2018
"Kamu harus gagah menghadapi kehidupan", kata guru saya.
Bukan berarti harus pake jaket kulit, kaca mata hitam dan jalan kaya jagoan. Tapi saat takdir menjelang, terutama yang menyakitkan, jangan gampang mengeluhkan keadaan, jangan melempar kesalahan kesana-sini alih-alih introspeksi dimana hijab hati yang mengundang ujian tersebut.
Medan pertarungan yang sesungguhnya ada di dalam hati masing-masing. Badan boleh sakit-sakitan, perasaan boleh remuk, keadaan bisa dibuat gunjang-ganjing. Tapi saat hati sang jiwa tenang (muthmainnah), itulah kemenangan yang sejati. Dibandingkan hidup nampak melimpah dari luar, mewah tak terkira, mengundang decak kagum orang, tapi hati kosong dari Tuhan. Tetap saja ia hanya menghabiskan usia melompat dari kebahagiaan semu yang sesaat runtuh ke kebahagiaan semu lain yang tak akan bertahan lama. Karena hati setiap manusia sudah didesain seperti ini letak bahagianya:
"Ingatlah, hanya dengan dzikir kepada Allah hati menjadi tenang." (QS Ar Ra'd:28)
Gagah itu watak seorang ksatria. Ciri utama seorang ksatria adalah mereka yang mampu menundukkan hawa nafsunya.
Saat adzan berkumandang,
Hawa nafsu akan bilang "aduh tanggung nih pekerjaan sedikit lagi."
Hilanglah waktu utama beraudiensi dengan Allah di awal waktu.
Saat dapat bonus.
Hawa nafsu akan cenderung memberi seribu satu alasan untuk menghabiskan sebagian besar porsi uang itu untuk membeli barang yang meningkatkan prestige, apalagi kalau jelang Lebaran. Kan biar bisa pamer.
Hilanglah kesempatan membawa harta itu menjadi kekal di hadapanNya dengan berinfak.
Saat anak atau pasangan bertingkah.
Hawa nafsu inginnya "show of power" dengan berteriak dan marah-marah.
Tinggallah pasukan setan tertawa riang karena sukses memancing hal yang buruk dalam diri agar keluar.
Jadi, gagah dalam kehidupan itu bukan yang petantang-petenteng. Justru kebalikannya. Dia yang tenang, tidak mudah terpancing emosi, yang lembut, santun dan memancarkan sifat-sifat Ar Rahman. Semoga...

- Amsterdam, 9 September 2018
Dari balik jendela kulihat mereka
Sepasang suami istri sedang berjalan
Sang istri punggungnya bengkok sedemikian rupa
Hingga berjalan pun tertatih-tatih
Tak berapa lama, sang istri duduk di atas trotoar
Sekadar melepas lelah dan sesaat meredakan nyeri
Sang suami dengan sabar menghentikan langkah
Menunggu sang istri
Semenit...
Dua menit...
Tiga menit...
Empat menit berlalu,
Tak tampak sedikitpun ekspresi kekesalan dari sang suami
Ia hanya memandang ke sekitar, menikmati pemandangan
Ia demikian sabar menunggu pasangannya
Kemudian sang istri pun bangkit
Ia sudah siap berjalan kembali
Sang suami menjulurkan lengannya
Agar sang istri bisa berpegangan kepadanya
Berdua mereka kembali berjalan.
Setiap orang punya perjuangannya masing-masing
Punya penyakitnya masing-masing
Butuh waktunya masing-masing
Pasangan yang baik adalah ia yang bersabar akan kondisi pasangannya
Bukankah Allah yang berkehendak di balik penyatuan ini?
Kalau Dia berkehendak pastilah banyak kebaikan tersimpan di dalamnya...

- Amsterdam, 12 September 2018
Allah SWT berfirman:
اِÙ†َّا جَعَÙ„ْÙ†َا Ù…َا عَÙ„َÙ‰ الْاَرْضِ زِÙŠْÙ†َØ©ً Ù„َّÙ‡َا Ù„ِÙ†َبْÙ„ُÙˆَÙ‡ُÙ…ْ اَ ÙŠُّÙ‡ُÙ…ْ اَØ­ْسَÙ†ُ عَÙ…َÙ„ًا
"Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami menguji mereka, siapakah di antaranya yang terbaik amalnya."
(QS. Al-Kahf 18: Ayat 7)
Amal itu banyak agar menghasilkan ilmu. Sebagaimana daun-daun di pohon yang rindang menyerap sinar ultraviolet dari sang matahari untuk menghasilkan buahnya.
Ilmu tentang kehidupan
Ilmu tentang diri
Ilmu tentang semesta
Ilmu tentang Dia
Sang Khanzun Mahfiy yang rindu untuk dikenal...
#selamat hari raya Jum'at

9.07 pagi di salah satu restoran cepat saji di Bandara Schiphol.
Antrian panjang mengerumuni meja pemesanan,
Orang-orang berdiri menenteng tas bagasi besar di sampingnya masing-masing.
Sepertinya para penumpang pesawat yang baru tiba, yang tidak puas dengan makanan pesawat.
Beberapa masih berpakaian rapih dan wajahnya tidak tampak kusam, sepertinya baru mau berangkat.
Para pekerja restoran bekerja dengan sigap melayani satu persatu permintaan para pelanggan.
Satu orang pekerja tampak beberapa kali menguap dan memasang tampang kecut.
Seperti baru menerima kabar bahwa besok dia harus berhenti dari pekerjaannya,
Atau mungkin semalaman ia berjaga karena anaknya sakit,
Atau mungkin tak tidur semalam karena bertengkar dengan pasangannya.
Apapun itu, aku kasihan melihat dia,
Kehilangan kesempatan melihat tingkah laku pelanggan yang kadang menggelikan,
Kehilangan kesempatan menikmati sejenak aroma kopi yang tersaji di pagi hari,
Kehilangan kesempatan menikmati hangatnya terpaan sinar matahari pagi yang menyeruak di antara celah-celah jendela.
Masalah hidup selalu ada kawan,
Tapi bahagia tidak pernah ditentukan oleh situasi yang mencengkram kita,
Bahagia itu bagaimana kita mempersepsi sesuatu.
We are in control of our own happiness.
Semoga Yang Maha Menghibur mencerahkan hatimu agar wajahmu bisa lebih cerah pagi ini.
Salam,
Dari pelanggan yang memesan roti panggang keju dan segelas kopi.

( 14 September 2018)
Jalan ini adalah jalan orang yang remuk hatinya,*
Sudah tak punya selera dengan dunia,
Ia memainkan dunia di tangannya,
Tak pernah di hatinya.
Ketika orang banyak melihat sungai mengalir di depannya,**
Mereka minum seperti unta yang kehausan,
Sementara sang pencari Tuhan hanya meminum seciduk - dua ciduk
Sekadar cukup menyegarkannya dan melanjutkan perjalanan
Ia tahu aliran sungai sudah bercampur debu dunia
Yang ia cari hanya mata air yang murni
Ketika orang melihat lautan terbentang sebagai penghalang dan mulai goyah imannya menganggap Tuhan tidak tanggap terhadap permohonannya,***
Sang pencari Tuhan terus berjalan menuju titik yang Dia tunjukkan
Demi menyambut pertolongan-Nya membelah lautan,
Karena disitulah Firaun dan bala tentaranya akan dilumpuhkan.
=====
* Allah selalu menarik para nabi dan para kekasih-Nya di titik terlemahnya. (Kang Zam dalam Hikmah Luth as). Kesempitan hidup yang menghimpit kita, kegalauan hati yang terpasung dalam ketidakpastian, rasa sakit hati atau raga yang harus ditanggung adalah bentuk-bentuk penarikan-Nya agar manusia tidak lupa akan hal yang hakiki dalam hidup.
**Thalut berkata kepada pasukannya, “Sesungguhnya Allah menguji kalian dengan sungai. Siapa yang meminum airnya, maka ia bukan pengikutku. Kecuali mereka yang meminum dengan seciduk tangan.” (QS Al Baqarah :249)
*** Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir'aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir'aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)." (Q.S. Yunus : 90)