Monday, December 28, 2015

Memahami Dharma Diri : Kunci Sukses Membangun Negeri

Suatu malam Sang Guru kedatangan tiga orang muridnya yang mengajukan sekian banyak pertanyaan dengan antusias, tak terasa diskusi berlanjut hingga pukul tiga dini hari. Dalam kondisi yang lelah karena telah melayani umat seharian, Sang Guru merebahkan diri dan saat menjelang tidur beliau mendapat pencerahan yang luar biasa yang tidak pernah beliau dapatkan sebelumnya walaupun dengan mengerjakan ibadah yang berlimpah.
Zaman sekarang tidak bisa manusia menemukan kebahagiaan sejati - bertemu kodrat diri - tanpa berkontribusi untuk negeri ini. Tidak bisa kita cuek kepada masyarakat kecil, tutup mata kepada anak-anak yatim yang terlantar atau pura-pura tidak tahu kepada si miskin yang menanti uluran tangan dan terseok-seok di belantara kehidupan.
Sungguh kita masing-masing harus berjuang untuk memberikan kontribusi sesuai dengan bidangnya masing-masing. Kalau bukan bidangnya maka jangan ikut-ikutan, semata-mata karena sedang trend atau ingin dipandang hebat orang banyak, nanti malah mengacaukan dan merusak diri sendiri. Kerjakan sesuai dengan apa yang Allah mudahkan ke dalam diri sendiri. Dengan demikian tugas penting bagi kita untuk melihat ke dalam diri, merenung akan apa-apa yang Allah mampukan dan Allah tidak mampukan. Harus paham kadar diri masing-masing dan mulai mengerjakan sesuatu dari yang paling dekat.
(Adaptasi dari Pengajian Hikmah Al Qurán bulan Desember 2015 yang disampaikan oleh Zamzam AJ Tanuwijaya , Mursyid Thariqah Kadisiyyah)

Di Balik Kejadian Yang Menyebalkan

Kadang Allah Ta'ala menghidangkan fenomena kehidupan yang tidak kita sukai dan bisa jadi membuat kita emosi karenanya. Bisa jadi suguhan macet harian yang mengesalkan, kelakuan pasangan atau anggota keluarga yang mengecewakan atau perilaku kolega kantor yang membuat kita sedih. Kalau kita terjegal pada emosi sesaat dan marah maka hikmahnya tidak akan terbuka.
Diamlah sesaat dan coba melihat hikmah dari kejadian yang kita hadapi, setidaknya "try to take a look at a bright side". Insya Allah "positive attitude"yang demikian akan lebih membawa manfaat. Tak kalah pentingnya untuk menyertakan hati yang berserah kepada Allah dengan iringan doa, "Ya Allah, didiklah hamda dengan pendidikan yang terbaik."
Sungguh Allah Maha Tahu apa yang terbaik bagi kehidupan kita masing-masing, apa yang menjadi kebutuhan kita dari saat ke saat. Dengan demikian tidak ada yang perlu disesali dan dikeluhkan dalam kehidupan.
(Adaptasi dari Pengajian Hikmah Al Qurán bulan November 2015 yang disampaikan oleh Zamzam AJ Tanuwijaya , Mursyid Thariqah Kadisiyyah)

Meninjau Ulang Pengabdian Kita Kepada-Nya

Sebagai hamba seharusnya kita selalu dalam keadaan mengabdi kepada Allah Taála. Seperti halnya ikrar yang kita sampaikan ketika shalat "Iyyakana'budu wa iyya kanastaíin" - hanya kepada-Mu kami mengabdi dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.
Yang sering terjadi adalah kita kadang-kadang mengabdi Allah dan kadang-kadang mengabdi hawa nafsu atau bisikan setan. Hawa nafsu yang membuat kita marah, tidak sabaran, dengki, merasa diri lebih baik dan terburu-buru mengambil keputusan. Adapun setan, ia memang sejak awal bersumpah, "saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta’at)." (QS. 7:17). Setan membisiki dari depan untuk menakut-nakuti manusia dengan hari esok, dibisikkan kisah masa lalunya agar ia merasa putus asa dari rahmat dan ampunan-Nya, dibisiki manusia dari kanan untuk mengerjakan sesuatu yang tampaknya baik namun mengandung kerusakan dan dibisikkan dari kiri untuk melegitimasi ia mengerjakan suatu keburukan.
Semoga Allah Taála melindungi kita dari keburukan bisikan hawa nafsu dan setan.
(Adaptasi dari catatan pengajian Hikmah Al Qu'ran yang disampaikan oleh Kang Zamzam AJT, November 2015)

Ajaibnya Hati Yang Berserah

Tidak ada hal yang lebih besar di alam semesta selain dari hati yang berserah kepada Allah Ta'ala.
Hati yang tunduk, patuh dan suka cita menjalani takdir kehidupannya masing-masing yang telah dikadar oleh Sang Maha Ilmu dengan teliti.
Dikatakan bahwa Al Qur'an adalah mukjizat terbesar Rasulullah Muhammad SAW karena kitab tersebut berkahnya dapat membuka dan mentransformasi hati seseorang menjadi semakin berserah diri kepada ketentuan-Nya.
Sesungguhnya semakin hati seseorang berserah diri dan berdamai dengan jatah kehidupannya masing-masing semakin bahagia ia.
Sungguh setiap takdir kehidupan yang melingkupi setiap orang sudah disesuaikan dengan misi hidupnya masing-masing.
(Inspirasi dari pengajian Hikmah AL Qur'an yang disampaikan oleh Mursyid Zamzam AJT pada November 2015)

Thursday, December 10, 2015

Pengalaman Bawa Muhaiyyaddeen Berjumpa Tuhan

Dalam salah satu pengalaman spiritualnya (fana'), Muhammad Raheem Bawa Muhaiyyaddeen ditunjukkan berbagai macam penglihatan tentang ciptaan beserta para Nabi-Nya. Kemudian Bawa berkata, "Ini semua adalah ciptaan-Mu, akan tetapi aku ingin melihat Engkau. Aku ingin melihat Sang Pencipta." Ia kemudian melihat di sekelilingnya dan mulai terbutakan oleh cahaya yang memancar di sekelilingnya. Kemudian terdengar suara berbunyi dari seluruh penjuru.
"Ini Aku, wahai anak-Ku. Kemana pun engkau menghadap akan kau dengar suara-Ku. Inilah wujud-Ku, tidak ada lagi wujud yang lain (yang dapat memfasilitasi). Aku demikian luas, semua hal yang tercipta dapat tertampung dalam sebuah partikel, namun tak ada satu pun yang dapat menampung-Ku. Adapun alam semesta hanya sebuah partikel di dalam partikel, maka bagaimana mungkin ia dapat mewadahi-Ku (di alam wujud)?
Inilah mengapa Aku dinamai "Allahu", karena "Hu" adalah suara resonansi, ia adalah bunyi yang datang dari Diri-Ku.
(Referensi : "The Tree That Fell To The West", Muhammad Raheem Bawa Muhaiyyaddeen. Bawa Muhaiyyaddeen Fellowship, 2003)

Perihal Kantung Rezeki

Manusia itu bermacam-macam jatah rezekinya. Ada yang sebesar gayung, ada yang sebesar ember, bahkan ada yang seluas danau. Kalaupun ada yang rezekinya sebesar gelas, pastinya kewajiban menafkahkan dalam kapasitas takaran gelas, adapun kekurangannya sebenarnya tugas mereka-mereka yang berkantung rezeki lebih besar yang berkewajiban memenuhinya, karena harta yang diinfakkan adalah harta lebih yang masih dimiliki ketika kebutuhan diri dan keluarga sudah terpenuhi.
Di yawmil akhir nanti sebenarnya mereka yang kebagian jatah rezeki makin banyak akan mengalami kepayahan karena beratnya hisab. Dari Usamah (bin Zaid) ra, dari Nabi saw,bersabda, “Aku berdiri di pintu surga. Maka kebanyakan orang yang memasukinya adalah orang-orang miskin, sedangkan orang-orang kaya tertahan...(HR Bukhari). Oleh karena itu cukupkan keperluan hidup kita seadanya, hidup bersahaja agar kelebihan harta yang ada dapat ringan diinfakkan sehingga makin ringan hisab kita di akhirat nanti.
(Inspirasi dari penggalan percakapan dengan Mursyid Zamzam AJT)

Monday, November 30, 2015

Manusia Bersyukur

Esensi kemanusiaan kita terletak pada kebersyukuran diri kepada Allah Taála. Hal inti inilah yang sang iblis ketahui sejak awal dan karenanya berikrar menjauhkan anak manusia dari kebersyukuran (QS 7:17).
Al Qushayri ketika mengutip as-Shibli berkata mengenai kebersyukuran, yaitu "melihat Sang Pemberi, bukan pada pemberian". Kiranya dapat dimengerti mengapa saat manusia mengeluhkan takdirnya maka langsung habis esensi kemanusiaannya karena saat itu juga ia gagal melihat Dia Sang Pencipta dan terantuk pada fenomena ciptaan lahiriah semata.
Sebagaimana pesan mursyid Zamzam AJT, "Jadi bagaimana pun kita harus mensyukuri setiap nikmat yang Allah berikan, apapun terima itu. Dengan taqwa (insya Allah) akan selamat. Jangan khawatir akan kekurangan."
Referensi :
- Pengajian Hikmah Al Qurán yang disampaikan Kang Zamzam AJT, November 2015
- Denis Gril,"Mi'raj al Kalima" . Journal of the Muhyiddin Ibn 'Arabi Society, Volume 45, 2009.

Sang Abdi Sejati

Sebagai hamba seharusnya kita selalu dalam keadaan mengabdi kepada Allah Taála. Seperti halnya ikrar yang kita sampaikan ketika shalat "Iyyakana'budu wa iyya kanastaíin" - hanya kepada-Mu kami mengabdi dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.
Yang sering terjadi adalah kita kadang-kadang mengabdi Allah dan kadang-kadang mengabdi hawa nafsu atau bisikan setan. Hawa nafsu yang membuat kita marah, tidak sabaran, dengki, merasa diri lebih baik dan terburu-buru mengambil keputusan. Adapun setan, ia memang sejak awal bersumpah, "saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta’at)." (QS. 7:17). Setan membisiki dari depan untuk menakut-nakuti manusia dengan hari esok, dibisikkan kisah masa lalunya agar ia merasa putus asa dari rahmat dan ampunan-Nya, dibisiki manusia dari kanan untuk mengerjakan sesuatu yang tampaknya baik namun mengandung kerusakan dan dibisikkan dari kiri untuk melegitimasi ia mengerjakan suatu keburukan.
Semoga Allah Taála melindungi kita dari keburukan bisikan hawa nafsu dan setan.
(Adaptasi dari catatan pengajian Hikmah Al Qu'ran yang disampaikan oleh Kang Zamzam AJT, November 2015)

Monday, November 23, 2015

Fase Dibenamkan Ke Dalam Tanah Dunia

Sebelum pohon bisa dinikmati buahnya ia harus melalui sekian banyak proses. Tahap awal yang krusial adalah tahapan membenamkan benih ke dalam tanah, diairi, diberi pupuk, mendapat sinar matahari dan dijaga dari hama tanaman.

Begitu pun insan, adalah sebuah keniscayaan ia akan menjalani masa pembenaman dalam kegelapan tanah dunia, 
dilingkupi kebingungan dan diselubungi bermacam ketakutan dan kekhawatiran hidup. Tugas terpenting benih insan pada fase ini adalah menyerap sebanyak mungkin air pengetahuan sehingga mulai muncul kecambah diri yang meretas jalan ke permukaan tanah.

Pada saat sinar matahari iman mulai menyentuh qalbu manusia maka percepatan pertumbuhan benih akan semakin kencang dan pada saatnya batang pun memarang dan melahirkan buahnya berupa amal sholeh yang  bersifat pribadi.

- Inspirasi dari Ibnu 'Atha'illah dalam Kitab Al Hikam : 
Bury your existence in the earth of obscurity,
for whatever sprouts forth,
without having first been buried,
flowers imperfectly.

Sunday, November 1, 2015

Ketika Adam Berbuat Dosa

Ketika Adam berbuat dosa, Allah Ta'ala mengeluarkannya dari surga dan berkata, "Wahai Adam, saat aku menghukummu karena kesalahan yang engkau perbuat, mengapa tidak engkau mempertanyakannya? Bukankah engkau mempunyai pembelaan yang ampuh. Engkau bisa saja mengatakan, 'Wahai Tuhanku, bukankah segala sesuatu berasal dari-Mu. Engkau adalah Sang Pencipta segalanya. Apapun yang Engkau kehendaki pasti akan terjadi, sedangkan apapun yang tidak Engkau kehendaki tidak akan mewujud.'
Mengapa engkau tidak mengungkapkan pembelaan itu?"
Adam menjawab, "Oh Tuhanku, tentu hamba mengetahuinya, tetapi bagaimana mungkin hamba berlaku tidak sopan di hadapan-Mu (dengan mempertanyakan kebijakan Tuhan). Sungguh cintaku pada-Mu melingkupi diriku sehingga aku tidak mampu berdalih dengan-Mu."
-----
Banyak kebijakan-Nya yang belum kita mengerti dalam penggal kehidupan ini. Sesungguhnya kehidupan dunia niscaya menyeret jiwa ke dalam alam kebingungan dan kesulitan dan satu-satunya cara untuk bisa menempuh semua itu dengan tanpa merasa tersiksa adalah dengan mencinta. Mari kita belajar mencintai-Nya...
(Terjemahan dan adaptasi dari Fihi ma Fihi: Discourse 23. Jalaluddin Rumi)

Friday, October 30, 2015

Saat Doa 'Tak Dikabulkan'

Iblis mendatangi seorang abid yang telah bertahun-tahun memohonkan satu hal kepada Tuhannya, dengan kelihaiannya dalam bertipu muslihat iblis berkata kepadanya, "Duhai kawanku, sungguh kasihan engkau bertahun-tahun berdoa namun tak ada tanda bahwa Tuhanmu yang kau sembah mengabulkan permohonanmu, barangkali Dia bahkan tidak mendengarmu. Sungguh aku adalah pengabul doa yang lebih baik, mintalah kepadaku!"
Dalam kesempitan yang demikian menghimpit sang abid tawaran iblis nyaris terdengar seperti solusi yang masuk akal, namun keyakinannya yang dalam kepada Tuhannya membuat ia tidak bergeming mengetuk pintunya. Malam itu -setelah menampik permintaan si iblis - sang abid pun tertidur dalam keadaan wajahnya masih dibasahi air mata yang tidak berhenti mengalir dari pipinya. Saat tertidur itulah ia bermimpi berjumpa dengan orang tua bijak yang datang menyapanya dan membawa berita, "Wahai abid yang sholih, aku membawa pesan dari Tuhanmu yang mengatakan bahwa setiap kali lisanmu berkata 'wahai Tuhan' itulah ketika doamu ia kabulkan. Sebetulnya mudah saja bagi Tuhanmu untuk memenuhi permintaan apapun yang kau inginkan, akan tetapi Dia senang mendengar doamu yang datang dari lubuk hati yang terdalam dan apalah artinya pemberian dibandingkan kedekatan dengan Sang Pencinta. Bergembiralah karena sesungguhnya engkau selalu dalam tatapan cinta-Nya."
(Inspirasi dari Matsnawi III: 189-197. Jalaluddin Rumi)

Sunday, October 18, 2015

Tanda Jiwa Lumpuh

Tubuh manusia kira-kira tersusun oleh air sebanyak 65%, kira-kira jumlah yang mirip dengan luas lauran dibanding daratan di planet bumi kita, suatu kemiripan nyata antara bumi yang berwujud planet bulat dan bumi yang berupa raga manusia.
Air oleh karenanya adalah salah satu elemen yang esensial bagi tubuh. Manusia dikatakan bisa bertahan tanpa makanan selama 3 minggu, tapi ia bisa mati tanpa minum selama 3 hari. Dua organ tubuh manusia yang paling banyak mengandung air adalah otak (81%) dan ginjal (71%), itu kenapa kalau seseorang mengalami dehidrasi akut yang terserang awal otaknya, dimulai dengan kurang fokus, tidak begitu responsif dan kurang bisa mengaktifkan memorinya. Kemudian kalau kalau sering kurang minum dalam jangka waktu lama, maka ginjal juga akan mulai menunjukkan gejala.
Kalau air demikian penting bagi tubuh maka air juga sangat krusial bagi jiwa, karena tubuh adalah bayangan dari jiwa kita masing-masing. Air bagi jiwa kita berwujud ilmu pengetahuan yang haq bagi masing-masing. Demikian juga, jiwa yang tidak mendapat air ilmu dalam tiga hari mulai ngadat, penglihatannya mulai kabur, pendengarannya tidak berfungsi kalau tidak dirumat dengan baik jiwa akan lumpuh.
Apa tanda jiwanya lumpuh? Hatinya tidak bisa membaca rambu-rambu jalan, jadinya main tabrak sana-sini, tersesat entah kemana. Bingung, grasa-grusu, tak tahu arah hidup, cemas, bimbang, bosan adalah sebagian dari tanda-tanda jiwa yang tidak lagi berfungsi menahkodai kapal raga.
Upaya kita untuk mencari ilmu dengan mengikuti pengajian ini-itu dan mengkaji ilmu sana-sini adalah bagus supaya jiwa setidaknya mulai terbangun. Tapi layaknya Rumi, dia masih lemas sehingga butuh waktu untuk terus mendapatkan bantuan makanan, oksigen dan lain-lain dari selang yang terpasang di tubuhnya. Adapun proses berguru ini sebenarnya punya jangka waktu tertentu, setidaknya 12 tahun lamanya untuk kemudian si jiwa mulai menemukan sumber air dari dalam dirinya masing-masing. Sehingga sang jiwa mulai mandiri dan menemukan guru sejati dalam dirinya.
Semoga...

Kefakiran Jalan Terbaik Bagi Jiwa

Dini hari waktu Amsterdam saya mendapat wejangan khusus dari salah satu guru yang berkata, "Kefakiran adalah jalan yang terbaik bagi sang jiwa."
Manusia memang cenderung lupa dan sulit menunduk hatinya saat dirinya dalam kelapangan. Untuk kebaikan jiwanya dan akhiratnya tidak jarang Allah Ta'ala mendesain kondisi kehidupan tertentu yang tujuannya 'membuat fakir' manusia, supaya rendah hati, ingat maut dan kehidupan yang sejati. Adalah mudah bagi Dia untuk membuat anak kita sakit, badan kita tak berfungsi baik, bisnis ditipu orang, kehilangan harta benda, jodoh yang tak kunjung bertemu, masalah dengan pasangan, tidak betah di pekerjaan dan sekian banyak kondisi yang dibuat-Nya sempit sehingga membuat kita was-was, gentar dan tak berdaya.
Sesungguhnya kondisi-kondisi itulah yang merupakan "jalan kering di lautan", agar jiwa bisa tetap menyelam melakoni kehidupan dunia tanpa terbasahi. Badan boleh sibuk dengan hiruk-pikuk dunia tapi hatinya menjadi menghadap wajah-Nya. Dengan demikian, sebenarnya tidak ada yang namanya takdir buruk dalam kehidupan. Karena sungguh Dia Yang Maha Kasih hanya memberi yang terbaik untuk hamba-hamba-Nya.
Renungan pasca riyadhoh di AMC ziekenhuis, Amsterdam 17 Oktober 2015.

Sunday, October 11, 2015

Al Qur'an Tidak Mengajarkan Kebencian

Al Qur'an tidak mengajarkan kebencian terhadap mereka yang berbeda agama, sebaliknya ia menerima semua yang berjalan mencari-Nya melalui jalan yang berbeda-beda sebagai satu kesatuan.

Al Qur'an mengajarkan agar kita melakukan apa-apa yang Allah sukai dan meninggalkan sesuatu yang Allah tidak sukai. Perilaku setan (sombong, pemarah, terburu-buru, dusta, menipu dsb), penyalahgunaan obat, kecanduan alkohol, menyakiti sesama adalah sifat-sifat buruk yang dilarang dilakukan untuk kebaikan diri dan sesama. Semua sifat-sifat buruk itu yang senantiasa diseru untuk dijauhi oleh setiap nabi, rasul dan para wali-Nya dari masa ke masa.

Jika seseorang betul-betul memahami dan menghayati ajaran Rasulullah Muhammad saw, maka kita tidak akan mudah melabeli seseorang atau suatu kaum sebagai musuh yang patut diberantas. Perbedaan adalah rahmat Allah, bukan sesuatu yang layak ditakuti untuk kemudian dipaksakan sama demi jargon keseragaman.

Siapapun yang menerima Tuhan dalam hidupnya - terlepas apapun panggilan Tuhan baginya - adalah saudara kita. Tidak masalah apapun agama, kitab suci atau nabi yang diikuti, kita semua adalah keturunan Adam a.s dan keluarga besar Ibrahim a.s.

Seperti halnya bulan dan matahari yang memancarkan sinarnya dan menerpa apapun tanpa kecuali. Demikian seperti hujan yang turun dan angin yang bertiup tanpa syarat di bumi-Nya yang manapun. Seperti itulah laiknya budi baik kita terhadap sesama terpancar, tanpa membedakan warna kulit, ras, agama atau status sosial. Inilah yang Al Qur'an ajarkan.

(Adaptasi dan terjemahan dari "Justice for All. Islam and World Peace. Muhammad Raheem Bawa Muhaiyyaddeen)

Siapa yang berhak menyebut dirinya seorang Muslim ?

Siapa yang berhak menyebut dirinya seorang Muslim dan siapa yang tidak?
Apakah Islam hanya dimiliki oleh segolongan orang yang berlatar belakang ras tertentu atau dari sekte tertentu?
Seseorang boleh saja mengikuti mazhab yang berbeda-beda namun Allah adalah milik setiap orang tanpa kecuali. Setiap lidah yang mengucapkan kalimah syahadah adalah bagian dari keluarga besar Islam.
Orang yang betul-betul menghayati kalimah syahadah tidak mungkin menyakiti atau bahkan membunuh saudaranya yang juga telah menyatakan syahadah, terlepas kesalahan apapun yang orang itu telah perbuat.
Adapun bagi mereka yang tidak menerima kalimah syahadah, mereka adalah para tetangga kita. Perhatikan bagaimana Rasulullah saw berlaku dan mengajarkan umatnya tentang bagaimana memperlakukan tetangga, yaitu dengan cinta. Seorang Muslim bukanlah ia yang melibas habis siapapun yang berbeda dengannya.
Agama Islam tidak mengajarkan membunuh atau menyerang sesama. Ini adalah ajaran yang diturunkan untuk menolong mereka yang kelaparan- baik jiwa atau raga - untuk makan bersama dengan penuh suasana kekeluargaan. Hanya seorang Muslim sejati yang bisa menunjukkan kualitas cinta kasih seperti ini. Karena semakin dekat hubungan seseorang dengan Allah Ta'ala semakin baik akhlaknya terhadap sesama. Inilah arti menjadi seorang yang benar-benar beriman.
(Adaptasi dan terjemahan bebas dari "Islam & World Peace", Muhammad Raheem Bawa Muhaiyyaddeen)

Mengejar Yang Tak Pernah Musnah

Apabila seluruh manusia dari berbagai ras dan suku bangsa ingin hidup berdampingan dalam damai, mereka harus memiliki iman yang dalam terhadap Tuhan. Inilah sebenarnya satu-satunya warisan terpenting umat manusia.
Adalah Tuhan yang mengirimkan para nabi yang jumlah seluruhnya sebanyak 124.000, dan 25 nabi di antaranya tercantum namanya dalam Al Qur'an. Mereka semua diutus untuk menjadi saksi dan mengajarkan tauhid, bahwa tiada tuhan selain Allah; untuk mempersatukan umat manusia dalam iman kepada Sang Pencipta, sehingga seluruh umat manusia dapat hidup berdampingan dalam damai dan suasana penuh toleran sebagaimana satu keluarga besar yang saling mengasihi.
Jikalau saja manusia memahami pesan yang ingin Tuhan sampaikan, mereka tentu tidak akan baku-hantam dan menumpahkan darah serta merusak tatanan kehidupan dunia. Tapi nyatanya, setiap daerah dimana para utusan-Nya datang manusia selalu terpecah. Ada yang berjuang atas nama agama, tapi sebenarnya bukan atas nama Tuhan; ada yang terjebak pada perbedaan rasial dan bentuk-bentuk lahiriah lainnya dan lupa bahwa semua adalah ciptaan-Nya Yang Esa. Namun untunglah masih ada sebagian kecil yang masih memiliki iman kepada Tuhan. Mereka yang meyakini Tuhan dan menerima semua utusan-Nya juga percaya bahwa semua umat manusia adalah anak-anak Adam, yang selaiknya saling menghormati dan mengasihi.
Sayangnya, sebagian besar manusia hanya tenggelam dalam perlombaan mencari ketenaran, pangkat, ketinggian kedudukan di mata manusia, perlombaan memperbanyak harta, status sosial, dan serangkaian aktivitas yang merusak atas nama Tuhan. Mereka yang tidak menampilkan wajah cinta-damai, toleran dan kesamaan derajat antar sesama. Mereka itu yang termakan ego pribadi, menganggap diri dan golongannya lebih baik daripada yang lain, melibas mereka yang berbeda dan tidak menghargai nilai-nilai perdamaian.
Demikianlah, manusia berlomba-lomba memperindah dunia dan meraih kejayaan dirinya dalam konstelasi bumi yang fana. Bukankah kejayaan peradaban memang datang silih berganti di muka bumi, semua ada batas usianya. Perhatikanlah bahwa bagian yang dahulunya laut dalam beberapa waktu muncul menjadi daratan. Bagian dimana dulu hutan belantara kemudian menjadi kota metropolitan, juga yang duluna kota besar kini hancur berkeping-keping menjadi gurun. Di berbagai belahan dunia banyak konstelasi peradaban berubah sekejap oleh sapuan perang, tsunami, gempa bumi, kebakaran hebat atau angin puting beliung.
Sehebat apapun peradaban yang dibangun oleh manusia, semegah apapun bangunan yang ditegakkan, secanggih apapun teknologi saat itu, segemerlap apapun pencapaian seseorang akan tiba saatnya ketika semua bagai debu yang diterbangkan angin, yang sekian ratus dari sekarang mungkin hanya dibicarakan oleh sedikit orang. This is the truth.
Oleh karenanya anakku, mari bersatu dan menegakkan dalam diri masing-masing sesuatu yang tidak akan pernah musnah oleh zaman. Mari mengabdi kepada-Nya dengan benar. Dia Yang Maha Kasih. Dia yang bisa jadi diseru dengan berbagai nama dalam beberapa bahasa: God, the +ne, Andavan, Rahman, Adonai, Allah atau Yahweh, namun Ia masih Tuhan Yang Satu. Hendaknya masing-masing kita memahami hal ini dan menjauhankan diri dari bercerai-berai.
(Adaptasi dan Terjemahan dari, "Islam and World Peace", Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen)

Saturday, October 3, 2015

Tidak Semua Orang Yang Shalat Itu Bershalat

Allah ‘Azza wajalla berfirman (hadits Qudsi):
“Tidak semua orang yang shalat itu bershalat.
Aku hanya menerima shalatnya orang yang merendahkan diri kepada keagunganKu, menahan syahwatnya dari perbuatan haram laranganKu dan tidak terus-menerus (ngotot) bermaksiat terhadapKu, memberi makan kepada yang lapar dan memberi pakaian orang yang telanjang, mengasihi orang yang terkena musibah dan menampung orang asing. Semua itu dilakukan karena Aku.”
(HR. Ad-Dailami)
Seorang rasul dan kekasih Allah bernama Ibrahim a.s. melantunkan doa yang diabadikan dalam Al Qur'an, "Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat."
Shalat yang dimaksud bukan sekedar shalat yang berbentuk ritual atau aktivitas fisik untuk menunaikan kewajiban, oleh karenanya kata yang dipilih Allah Ta'ala dalam Al Qur'an adalah 'mendirikan' shalat bukan 'mengerjakan' shalat.
Firman Allah Ta'ala yang tertuang dalam Hadits di atas memberi arahan pribadi macam apa yang ditempa dengan shalat yang baik;
* Merendahkan diri kepada keagungan Allah Ta'ala
Keagungan-Nya terbentang di setiap atom dan nafas dalam kehidupan. Tidak ada satu titik di dunia ini mewujud dengan sia-sia. Adalah mudah kemudian untuk mengakui kebesaran dan keagungan-Nya dengan melihat fenomena alam yang menakjubkan. Akan tetapi fenomena sosial, ekonomi, politik bahkan hal-hal yang bermanifestasi sebagai bencana pun pada hakikatnya adalah datang dari keagungan-Nya.
Praktisnya, saat hati masih mengeluh atau marah kepada salah satu takdir-Nya tanda hati kita masih belum mengerti karsa-Nya dan manakala ketidakterimaan itu menggejala menjadi kemarahan dan kesombongan yang diluapkan kepada makhluk-makhluknya, sebenarnya saat itu ia sedang tidak merendahkan diri kepada-Nya.
*Menahan diri dari perbuatan syahwat dan maksiat kepada Allah Ta'ala.
Langkah pertama untuk dapat melakukan hal ini adalah dengan menuntut ilmu untuk mengetahui mana koridor yang Sang Pencipta ingin kita jalani dalam melakoni hidup.
Setelah mengetahui maka ilmu itu harus diuji dalam keseharian, makin lama dan dalam interaksi hati kita dengan Allah Ta'ala maka makin akan diajarkan hal-hal yang halus, jauh menembus manifestasi lahiriyah.
Misalnya maksiat yang dikenal kemudian bukan hanya menghindari diri dari zina secara badan, tapi juga zina mata dan berbagai kelebat zina dalam hati. Karena bersuluk adalah menempa aspek rasa jauh sebelum ia mewujud menjadi karsa, cipta dan karya.[]

Wednesday, September 16, 2015

Allah Tidak Mungkin Berbuat Kesalahan

Guru saya sering berpesan bahwa takdir hidup setiap orang sudah dikadar dengan sangat teliti, tidak mungkin ada beban atau masalah hidup yang tidak mampu ditanggung oleh seseorang. Ibaratnya setiap orang sudah punya desain masing-masing, kalau ia mobil balap formula 1 pasti desain kehidupannya laiknya di sirkuit mobil balap akan berbeda dengan orang yang desainnya mobil off-road, kontur kehidupannya pun akan berundak-undak dan licin. Yakinlah di tahap manapun kita berada, Dia tidak pernah salah menempatkan hamba-Nya. Yang perlu dilakukan agar kita bercermin dan melihat diri yang paling dalam, jenis mobil apakah kita? Karena jenis dan permasalahan dalam kehidupan akan disesuaikan dengan kemampuan diri masing-masing, dengan demikian tiada beban hidup yang tak sanggup kita pikul. Bukankah Allah tidak menzalimi hamba-hamba-Nya seujung rambutpun.

Pikiran Kita Derita Kita

Sebenarnya yang membuat manusia menderita adalah pikiran dan keinginannya sendiri yang tidak terkendali. Tingkah laku kita yang grasa-grusu dan tidak sabaran berakibat mengoyak-ngoyak benteng kesabaran dalam diri sendiri. Akhirnya kebanyakan manusia terjebak dalam ilusi pikirannya, "seandainya saya punya ini saya pasti lebih bahagia, seandainya saya menikah dengan si anu pasti surga dunia, "dan berbagai jembatan-jembatan maya yang melayang di dalam benak terbentang dari momen saat ini ke negeri antah berantah yang entah kapan terlaksana. Tentu ada batas tipis antara keinginan yang disertai adanya kesempatan dan kemampuan dibandingkan dengan mengharapkan pepesan kosong.
Tidak ada lain untuk bisa menenangkan diri di tengah gelombang kehidupan yang kadang menggila - selain dengan menguatkan urat kesabaran kita masing-masing. Sabar menunggu penyelesaian masalah dari Allah setelah kita ikhtiar yang optimal. Bukankah Allah juga yang menciptakan langit dan bumi dalam waktu enam hari, sedangkan mudah saja bagi Dia untuk menciptakan semuanya dalam sekejap mata. Artinya alam semesta naturnya adalah berproses. Sama dengan diri kita, kita terlahir tidak langusng dewasa, berproses dari mulai bayi yang tidak punya gigi, kemudian belajar tengkurap, merangkak, berjalan dsb. Semua ada masanya, kita harus mengerti dan menghargai sunatullah ini.

Tiga Janji Hamba Dengan Tuhannya

Dalam Sebuah Hadits Qudsi Allah SWT ber-Firman : ..
"Aku membagi Shalat menjadi dua bagian, untuk Aku dan untuk Hamba-Ku".
Artinya, tiga ayat diatas Iyyaka Na'budu Wa iyyaka nasta'in adalah Hak Allah, dan tiga ayat kebawahnya adalah urusan Hamba-Nya.
Ketika Kita mengucapkan "Alhamdulillahi­Rabbil 'alamin". Allah menjawab : "Hamba-Ku telah memuji-Ku"....
Ketika kita mengucapkan "Ar-Rahmanir-Ra­him", Allah menjawab : "Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku".
Ketika kita mengucapkan "Maliki yaumiddin", Allah menjawab : "Hamba-Ku memuja-Ku"
Ketika kita mengucapkan “Iyyaka na’ budu wa iyyaka nasta’in”, Allah menjawab : “Inilah perjanjian antara Aku dan hamba-Ku”.
Ketika kita mengucapkan “Ihdinash shiratal mustaqiim, Shiratalladzinaan’amta alaihim ghairil maghdhubi alaihim waladdhooliin.”,
Allah menjawab : “Inilah perjanjian antara Aku dan hamba-Ku. Akan Ku penuhi yang ia minta.” (H.R. Muslim dan At-Turmudzi)
Dengan demikian ada tiga perjanjian antara hamba dengan Tuhannya yang tertuang di dalam surat Al Fatihah. Janji yang pertama adalah "iyyaka na'budu" hanya kepada-Mu kami menyembah. Janji kedua adalah "wa iyyaka nasta'in" dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan. Janji ketiga adalah "ihdinash shiratal mustaqiim" tunjukilah kami ke shiraathal mustaqiim.
Ketiga janji itu juga hakikatnya merupakan solusi dari sekian banyak masalah yang ras manusia telah, sedang dan akan alami. Pada saat yang bersamaan secara tersirat mengabarkan bahwa adalah sebuah keniscayaan manusia cenderung tidak beribadah kepada Sang Khaliq dengan sebaik-baik penghadapan, cenderung meminta tolong kepada selain-Nya manakala bala ujian datang mendera dan kebanyakan manusia cenderung tidak mau ditunjuki ke shiraathal mustaqiim.[]

Monday, September 14, 2015

Hati-Hati Guru Palsu

Alkisah di sebuah desa terdapat seseorang yang dianggap orang suci dan kerap mendemonstrasikan berbagai keajaiban. Orang pun berduyun-duyun mendatanginya untuk meraih berkat dan meminta nasihat.
Pada suatu hari terjadi sebuah kegemparan gegara kambing jantan salah satu warga kepalanya tersangkut ke dalam pot perunggu yang biasa digunakan warga untuk mengambil air dari sungai. Sang pemilik kambing yang malang sudah berusaha menarik kepala kambing kesayangannya itu, akan tetapi tanduknya yang lebar menyulitkan upaya tersebut.
"Ayo lakukan sesuatu, kalau tidak kambing itu akan mati!" teriak salah satu warga. Akhirnya karena berbagai upaya yang dilakukan gagal, berbondong-bondonglah sang pemilik kambing dan warga desa meminta pertolongan orang yang mereka anggap suci dan selalu dapat memberi solusi atas berbagai kesulitan hidup.
Tibalah kambing yang kepalanya masih tertutup pot itu di hadapan sang orang suci, ia pun mencoba dari berbagai sudut untuk melepaskan kepala kambing dari dalam pot perunggu, tapi upayanya pun tampak tak membuahkan hasil. Dia kemudian berkata, "Kita terpaksa harus menggunakan pisau!"
Sang orang suci memotong kepala kambing dengan pisau sehingga terpisah antara kepala dan badan. Kambing malang itu pun mati, akan tetapi kepalanya masih tersangkut di dalam pot. Sehingga sang orang suci berkata, "Baiklah, sekarang kita gunakan kapak yang besar untuk membelah pot!"
Dengan mengerahkan tenaga sekuatnya sang orang suci mengayunkan kapak itu ke arah pot yang melingkupi kepala kambing yang telah mati itu sehingga pecahlah pot perunggu itu berkeping-keping. "Nah, beres kan?" ujarnya.
Warga desa pun bersorak kegirangan dan tidak sedikit di antara mereka yang berkata, "Ya, wahai maha guru, sungguh engkau yang selalu bisa membantu kami menyelesaikan permasalahan hidup. Bagaimana kami bisa berterima kasih atas segala bantuanmu." Warga desa memuja sang orang suci dan menghujaninya dengan berbagai hadiah dan pesta syukuran sebagai tanda terima kasih.
Anakku, seperti inilah saat seseorang mengikuti ajaran orang yang dianggap suci tanpa menggunakan akal sehat, tanpa bertafakur dan tanpa ilmu dan kebijaksanaan, maka mereka akan mengalami nasib yang serupa dengan sang pemilik kambing yang akhirnya kehilangan kambing dan pot perunggunya. Yang warga desa lihat adalah bahwa si kepala kambing telah terlepas dari pot dan mengacuhkan fakta bahwa kambing itu mati dan potnya pecah berkeping-keping.
Anakku tersayang, hati-hatilah. Banyak orang yang dianggap guru dan orang bijak seperti ini di dunia. Mereka tampaknya memberi solusi dan membantu akan tetapi justru malah merusak. Carilah guru yang mengerti kebijakan sejati, ia yang mengerti apa yang setiap manusia bawa ke dalam kehidupan ini, mengerti dari mana manusia berasal dan apa yang akan dilalui di alam berikutnya. Hanya dengan bimbingan guru sejati seperti ini jiwamu akan selamat. Kalau tidak engkau akan bernasib sama seperti sang kambing...
(Terjemahan bebas dari "The Golden Words of a Sufi Sheikh", Muhammad Raheem Bawa Muhaiyyaddeen)

Bagaimana Menjadi Pengikut Rasulullah SAW

Manakala Rasulullah SAW memulai tugas kenabiannya di Mekkah, masyarakat di sana sudah mulai menyembah 360 macam berhala yang mereka tempatkan di Ka'bah. Bahkan setelah Rasulullah dan para sahabat mulai gencar berdakwah di Mekkah dan Madinah tidak sedikit orang yang menolak mengikuti Islam. Namun apakah kemudian orang-orang yang menolak mengikuti jalan Rasulullah diasingkan?
Tidak sama sekali. Bukanlah tugas Sang Nabi untuk memecah belah masyarakat. Islam menyeru pengikutnya untuk tidak berbuat aniaya kepada mereka yang tidak memilih jalan yang sama. Islam memang menganjurkan para penganutnya untuk menyebarkan ajaran kebaikan ini dengan cara-cara yang baik karena Islam adalah kasih sayang, toleransi, dan pancaran berbagai sifat-sifat baik Allah Ta'ala.
Seperti halnya Sang Nabi yang mentransformasi para pengikutnya melalui kemilau cinta dan sifat-sifat rahmaniyyah (kasih sayang), masing-masing diri kita juga hendaknya mulai mentransformasi sifat-sifat jahat, keras, malas, kaku, dengki, amarah, sombong, keluh kesah dalam diri kita sendiri yang bercokol sekian lama di dalam ka'bah hati masing-masing. Hanya dengan cara demikian kita betul-betul bisa menjadi pengikut Rasulullah SAW dan menolong agama-Nya.
(Terjemahan dan adaptasi dari The Spread of Islam. Dalam Buku Islam & World Peace. Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen)

Friday, August 21, 2015

Kuat Menghadapi Ujian

Allah SWT memberi cobaan kepada para hamba-Nya, tidaklah berarti Allah Ta’ala benci, akan tetapi Allah Ta’ala menunjukkan kasih sayang dengan memperhatikan hamba yang dicoba itu.
Demikian pula Allah Ta’ala memberi kesempatan kepada para hamba untuk berikhtiar dengan sepenuh hati, agar segala yang menimpanya mendapat jalan keluar dengan pertolongan dan izin Allah semata.
Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 216, “…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.”

Thursday, August 13, 2015

Berserah Diri Adalah Pemberian Allah

"Barangsiapa yang akan dibimbing Allah ke Shiraathal Mustaqiim maka dada (shadr)-nya akan dilapangkan untuk berserah diri."
(QS Al An'aam: 12)
Jadi bahkan kemampuan seseorang berserah diri itu karunia Allah,
artinya telah datang cahaya Allah yang melapangkan shadr.
Barangsiapa yang rela berada dalam pengaturan sang Rabb berarti telah dilapangkan dadanya, karena kalau seseorang tidak berserah diri kepada Allah Ta'ala maka sia-sia petunjuk turun.
Padahal setiap harinya kita memohon ditunjuki ke Shiraathal Mustaqiim (ihdinaashhiraathal mustaqiim - QS Al Faatihah).
Karena itu suluk melatih seseorang untuk fana, mematikan kehendak diri untuk menselaraskan diri dengan karsa-Nya.
(Disajikan ulang dari pengajian Hikmah Al Qur'aan yang disampaikan oleh Zamzam A.J.T)

Wednesday, August 12, 2015

Al Qur'aan Kitab Abadi

Qur'an mengandung hukum-hukum dan kata-kata Tuhan.
Musim mungkin berubah, dunia mungkin berubah, tapi Tuhan dan kata-kataNya
tidak akan berubah-ubah.

Bergantung pada keadaan dunia pada saat itu, kata-kata dalam qur'an akan
terus menyesuaikan dirinya untuk saat tersebut. Maka,setiap kali seseorang
membuka Qur'an, tidak peduli pada masa apapun ia sedang berada, dia akan
bisa mendapatkan jawaban yang dia perlukan. Akan dia temukan penjelasan
rahasia yang dia butuhkan. Tergantung pada tingkatan di mana dia berada
ketika seseorang membuka Qur'an, dia akan menemukan Qadha wal Qadar yang
paling sesuai bagi kondisinya, demikian pula semua takdir dan nasibnya.

- M.R. Bawa Muhaiyaddeen

Kemampuan Manusia Untuk Menyerap Cinta Tertinggi

Ibnu 'Arabi dalam salah satu bab tentang cinta (mahabbah) dalam kitab Futûhât al-Makkiyya menyebutkan beberapa ayat Al Qur'an yang berkata tentang cinta, di semua ayat tentang cinta obyek yang Allah bicarakan adalah manusia. Demikianlah, cinta membedakan manusia dengan makhluk ciptaan Allah lainnya.
Ketika lebih lanjut berbicara tentang cinta, ada dua hadits yang syaikh Ibnu 'Arabi sertakan:
"Aku adalah Khazanah Tersembunyi (Khanzun Mahfiy), dan Aku rindu untuk dikenal.
Lalu Aku ciptakan alam ciptaan sehingga Aku dikenal."
(Hadits Qudsiy)
“Sesungguhnya Allah ta’ala telah berfirman: ‘Barang siapa memusuhi wali-Ku, maka sesungguhnya Aku menyatakan perang terhadapnya. Hamba-Ku senantiasa (bertaqorrub) mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu (perbuatan) yang Aku sukai seperti bila ia melakukan yang fardhu yang Aku perintahkan kepadanya. Hamba-Ku senantiasa (bertaqorrub) mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunah hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka jadilah Aku sebagai pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, sebagai penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, sebagai tangannya yang ia gunakan untuk memegang, sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti akan Aku berikan kepadanya." (HR. Bukhari).
(Kutipan dan terjemahan dari "The Divine Roots of Human Love. William Chittick. Journal of the Muhyiddin Ibn 'Arabi Society, Volume 17, 1995.)

Tiga Tahapan Keikhlasan


Ibnu 'Arabi menjelaskan terdapat tiga tahapan keikhlasan yang terkandung di dalam surat Al Fatihah.
Yang pertama, keikhlasan kebanyakan orang yang dinyatakan dalam ayat "Iyyakana' budu..." (hanya kepada Engkau kami beribadah). Diperlukan kualitas keikhlasan awal untuk menjadi golongan yang disebut dalam ayat tersebut, ikhlas dalam niat dan amal.
Yang kedua, golongan yang memiliki keikhlasan lebih, yaitu mereka yang disebut dalam ayat "...wa iyya kanasta'iin" (dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan). Keikhlasan yang mereka miliki terpancar dalam sikap, tindakan, kebiasaan, karakter hidup yang hanya bergantung kepada Allah Ta'ala.
Golongan ketiga disebut sebagai mereka yang khusus dari yang khusus (elite of the elite). Yaitu mereka yang dengan kesabarannya menjadi sangat harmoni dengan aliran qadha dan qadarnya, karena hati mereka menjadi terbuka dalam menerima tahap demi tahap pengajaran Ilahiyah. Yaitu mereka yang berdo'a "Ihdina shiraathalmustaqiim" (tunjukilah kami kepada shiraathal mustaqiim)
-Terjemahan bebas dari "The Qur'an - A Biography' by Bruce Lawrence (2006), pp. 110-113

Tuesday, August 11, 2015

Berkecimpung Di Dunia Tanpa Terbasahi

"Zuhud adalah engkau mencintai sesuatu yang dicintai oleh Khaaliq-mu dan engkau membenci sesuatu yang dibenci oleh Khaaliq-mu. Engkau meninggalkan yang halal dari dunia sebagaimana engkau meninggalkan yang haramnya, sebab yang halalnya pasti akan dihisab dan yang haramnya pasti akan mengundang azab.

Engkau menyayangi kaum muslimin, sebagaimana engkau menyayangi dirimu sendiri. Engkau memelihara diri dari perkataan-perkataan yang tiada membawa manfaat bagimu, sebagaimana engkau memelihara diri dari perkataan-perkataan yang haram. Engkau memelihara diri dari banyak makan, sebagaimana engkau memelihara diri dari memakan bangkai yang amat busuk.

Engkau memelihara diri dari aneka macam kesenangan dunia dan perhiasannya, sebagaimana engkau memelihara diri dari panasnya api. Dan engkau tidak panjang angan-angan di dunia, inilah arti zuhud yang sebenarnya".

(Hadts Nabi saw riwayat Ad-Dailami)

"Zuhud di dunia itu bukanlah engkau mengharamkan yang halal, dan bukan pula engkau menyia-nyiakan hartamu. Zuhud di dunia itu adalah engkau tidak menggantungkan diri pada sesuatu yang ada pada tanganmu, tetapi engkau lebih percaya pada sesuatu yang ada pada Tangan Allah. Juga engkau lebih banyak mengharapkan turunnya Rahmat Allah pada saat ditimpa oleh musibah, dan engkau lebih senang menerima musibah, sekalipun musibah itu menimpamu seumur hidupmu" (Hadits Nabi saw riwayat At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dari Abu Dzaar ra.)

Dalam hadits juga dikatakan "Barangsiapa yang tidak mencintai dunia pasti dicintai Allah."
Barangsiapa yang mengenal dunia pasti membencinya.
Barangsiapa yang mengenal Allah pasti mencintainya, pasti jatuh cinta kepada Allah.
Jadi, tidak ada obat yang lebih ampuh untuk zuhud kecuali ilmu tentang Allah, karena itu adalah obat untuk tidak mencintai dunia.
Kadang dalam situasi yang ekstrim seorang zahid bisa jadi meninggalkan dunia karena khawatir mencintainya.

Adapun zahid sejati adalah ia yang menyelam di lautan tapi tidak terbasahi. Seperti Nabi Sulaiman a.s. yang hartanya sangat banyak tapi ia tidak mencintai hartanya, sehingga datang dan hilangnya sama saja. Bukan juga zahid yang meninggalkan dunia karena membencinya, sehingga begitu saja menyepi dari manusia dan menelantarkan amanah yang Allah Ta'ala berikan, []





Thursday, August 6, 2015

Kiat Menghadapi Orang Menyebalkan

Kiat Syaikh Muhyiddin Ibnu Arabi dalam menghadapi orang yang menyebalkan :
- Tetap tenang
- Jangan terpancing kelakuan buruk dan aura negatifnya
- Acuhkan (dan lupakan).
Sesungguhnya cara ini lebih efektif daripada menghukum atau membalas orang tersebut.
Sumber : 'What the Seeker Needs' by Muhyiddin Ibn 'Arabi, translated by Shaykh Tosun Bayrak and Rabia Harris.

Kalau Masih Gampang Marah

Kalau orang disindir sedikit langsung meledak kemarahannya, itu artinya masih ada penyakit hati yang cukup parah.
Kalau orang gampang tersinggung, gampang prasangka, gampang mengeluh, itu juga bagian dari penyakit hati.

Setiap orang sungguh akan diuji dalam hidupnya, itu sudah hukum dalam kehidupan tidak ada yang bisa menghindari hal ini.

Yang menciptakan mati dan hidup supaya Dia mengujimu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Qs. Al-Mulk [67]:2)

Ujian itu penting, untuk menampakkan isi hati kita yang sesungguhnya. 
Demikian sayangnya Allah Ta'ala kepada orang beriman, maka ia memebuat banyak hal yang menggerogoti hati kita, tujuannya agar kita semua selamat dunia dan akhirat.[]



Sunday, August 2, 2015

Tiga Derajat Pemaafan

Memaafkan itu tidak mudah, karena sifat bawaan manusia adalah membalas dendam.
Bagaimana memaafkan orang yang menyakiti kita?
Atau yang menikam dari belakang dan memfitnah kita?
Atau yang menipu dan menghabiskan harta kekayaan kita?
Atau yang menyakiti seseorang yang kita cintai?
Atau yang kata-katanya tajam melukai hati?
Padahal setiap hari kita niscaya terpapar oleh rasa sakit hati yang diakibatkan orang lain. Bahkan dikatakan kalaupun seseorang menyepi di tengah lautan sepi, Dia akan mengirimkan sesuatu yang akan menyakiti atau mengujinya.
Tampaknya konsekuensi dari hidup adalah mengalami rasa sakit, a broken heart. Sebuah fase yang penting, karena hanya lewat itu cahaya Ilahiyah Ar Rahmaan dan Ar Rahiim bisa memasuki hati dan meneranginya. Cahaya yang bila telah menerpa lubuk hati seseorang akan membuat dadanya lapang dan mudah untuk memaafkan.
Ya, tidak mudah memaafkan, kalau Allah Ta'ala tidak bantu dengan limpahan cahayanya.
Sifat pemaaf lekat dengan kasih sayang, kualitas yang paling utama dari Dia Sang Rahmaan dan Rahiim. Dalam Al Qur'aan terdapat ratusan ayat yang berkata tentang "memaafkan" dan terdiri dari tiga derajat yang berbeda.
Derajat pertama adalah "maghfirah, ghufraan" yang berarti menutupi.
Derajat kedua adalah "afw" yang berarti menghapus.
Derajat ketiga adalah "shaf" yang berarti tidak mengindahkan.
Aplikasi dari tiga derajat kepemaafan ini tergantung oleh keluasan dan kekuatan hati seseorang, semakin orang itu jauh dari penguasaan sifat amarah maka semakin ia mudah untuk memaafkan. Allah SWT berfirman "Dan orang yang menahan amarahnya dan memaafkan orang lain, Allah mencintai orang yang berbuat kebajikan.” (Surah Ali-Imran ayat 132).
Sungguh kemuliaan manusia terletak pada kemampuan dirinya menahan diri justru pada saat dia bisa menjatuhkan musuhnya atau membalas dendam atas kesalahan orang yang menyakitinya. Dalam sebuah hadis yang di riwayatkan oleh Abu Hurairah ra, bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: Musa bin Imran a.s, berkata: "Wahai Tuhanku diantara hamba-hamba-Mu, siapakah orang yang paling mulia dalam pandangan-Mu ? "Allah Azza Wajalla menjawab, “ Orang yang memaafkan walaupun ia mampu membalas. “ ( Hadis Riwayat Baihaqi )
Sebagaimana Sayyidina Ali k.w. berkata ketika beliau ditanya arti memaafkan, "yaitu wangi yang dikeluarkan oleh bunga saat mereka dilumatkan."

Tiga Tahapan Cinta

Al Qur'aan mengajarkan cinta dalam bentuk yang tertinggi. Di dalamnya ada dua kata sebagai padanan "cinta" yaitu "al-hubb" dan "al wadd". Menurut Ibnu 'Arabi, kedua jenis cinta ini adalah cinta tingkat tinggi, di atas cinta kebanyakan yang disebut "hawa" atau "sudden desire".
Cinta pada tahap awal adalah cinta yang hilang timbul, tidak konstan dan mudah tergerus. Cinta tipe seperti ini mudah hilang oleh amarah, kecewa, jarak, waktu dan ujian kehidupan lainnya.
Cinta tahap selanjutnya adalah yang disebut "al wadd" atau "faithful love". Orang yang memiliki cinta seperti ini akan tetap mencinta walau obyek yang dicintai mengecewakan atau mengujinya. "Al wadd" adalah tipe cinta yang setia, apapun yang terjadi dia tetap mencintainya. Maka dalam doa yang sering diiringkan pada pasangan yang baru menikah adalah "sakinah-mawaddah-wa rahmah", dimana "mawaddah" adalah tahapan berikut yang seyogianya ditempuh oleh mereka yang belajar meraih cinta sejati.
Adapun ketika Allah Ta'ala mengekspresikan cinta pada suatu kaum, "Dia mencintai mereka, dan mereka pun mencintai-Nya" (QS Al Maidah [5]:54) digunakan kata "hubb" untuk cinta yang merupakan bentuk cinta yang lebih tinggi dari "wadd". Cinta tipe ini dikatakan oleh Ibnu 'Arabi sebagai "pure love" cinta yang suci, dimana tidak ada lagi keinginan sang pecinta kecuali kebahagiaan obyek yang dicintai.[]

Kenapa Harus Berdoa?

Akan datang suatu hari saat segala hal yang tidak menyertakan Allah akan musnah.
Setiap perbuatan yang dilaksanakan tanpa kehendak Allah.
Juga setiap perkataan sia-sia yang tanpa-Nya.
- Kitab Nabi Idris a.s.
Guru saya mengajarkan untuk membiasakan memohon kepada Allah Ta'ala dalam setiap keadaan. Persis seperti apa yang Allah perintahkan kepada Nabi-Nya, "Mintalah kepada-Ku walau dalam perihal garam untukmu makan."
Kenapa harus dibiasakan meminta?
Agar kita membiasakan diri menyertakan Dia dalam sebanyak mungkin gerak langkah dalam hidup.
Agar diri ini terbimbing senantiasa dalam jalan dan kehendak-Nya.
Karena tipuan hawa nafsu dan kehidupan begitu menyesatkan.
Jangan-jangan kita merasa berbuat baik padahal di mata-Nya kita tidak lain dari budak hawa nafsu pribadi, keinginan untuk terkenal, terhormat, terunggul, dipandang sukses, dianggap sholeh dan seribu satu motif tersembunyi di balik amal-amal yang dilakukan.
Karena akan datang suatu hari dimana akan dinampakkan amal-amal yang abadi yang menyertakan Allah di dalamnya. Atau amal-amal yang palsu yang akan musnah seperti debu ditiup angin.
Sungguh tidak akan kecewa hamba-Nya yang meminta...
- Zandvoort, 27 Juli 2015.
03.00

Diamlah, Ini Pun Akan Berlalu

Lidahku kelu di hadapan-Mu
Rencana-rencana indahku menjadi hambar jika tak ada restu-Mu di dalamnya
Hatiku membuncah dengan kebahagiaan manakala lirikan-Mu menerpanya
Tuhan, betapa menyakitkan keterpisahan ini
Kerinduan yang tak terperi yang tak dapat diisi oleh apapun kecuali Engkau
Aku ingin belajar menjadi pencinta-Mu yang tangguh
---
Wajahku hancur menjadi debu
Nyeri membara di sekujur ragaku
Hatiku berdarah perih oleh deraan ujian kehidupan
Namun diamlah, jangan mengeluh
Aku tahu engkau lelah, tapi ayo tetaplah jalan karena ini satu-satunya jalan
Diamlah dengan khusyu, seperti harpa dalam pelukan pemainnya
Karena Dia sedang memainkan lagu kehidupan kita masing-masing
Semua pengorbananmu akan diganti dengan kenikmatan yang jauh lebih besar
Tidaklah engkau merasakan sakit melainkan Ia kirimkan obatnya
Tidaklah engkau menangis melainkan Ia sedang mengecup mesra bibirmu
Diamlah, karena ini pun akan berlalu...
*adaptasi dari puisi Jalaluddin Rumi
Amsterdam, 8 Juli 2015
2.11 pm

Semua Dalam Kendali-Nya

Semua dalam kendali-Nya,
Dia yang mengatur perputaran mega trilyun benda-benda langit.
Dia yang mengirim malaikat-malaikatnya untuk menjatuhkan setitik air di tempat tertentu manakala hujan turun membasahi bumi.
Dia yang mendesain kehidupan setiap insan.
Semua direncanakan dan ditata secara apik. Agar ciptaan-Nya yang sangat istimewa bertumbuh kecambah dalam hatinya dengan sempurna.
Tidak ada yang kebetulan dalam hidup. Takdir yang sudah dijalani, mau terlihat baik atau buruk adalah hujan dan benih yang subur agar sang benih tumbuh menjadi pohon yang kuat.
Tidak ada yang salah dalam ciptaan-Nya. Kejadian sekelam apapun, pengalaman seburuk apapun juga musibah seberat apapun adalah manifestasi raupan tangan-Nya untuk membersihkan pohon diri dari berbagai hama dan gulma.
Demikian pun kejayaan kehidupan dan kesuksesan dunia sejatinya bukan semata karena kepintaran atau keberuntungan sang manusia saja.
Senang-sedih, untung-rugi, kaya-miskin, laki-perempuan, usia panjang-pendek, sehat-sakit semua adalah kerangka hidup yang melingkupi manusia semenjak ia ditiupkan ke dalam perut sang ibu dalam usia janin 120 hari. Semua dalam genggaman-Nya.
Adapun hati manusia...
Ah tidak ada yang melebihi kompleksitas hati manusia, bahkan mega trilyunan angkasa luas bagaikan setitik air dibandingkan samudera luas.
Satu-satunya entitas dalam diri insan yang bisa memuat-Nya, bahkan tidak bisa langit dan bumi-Nya berfungsi demikian.
Hati manusia yang diberikan kebebasan oleh-Nya, hendak bersuka cita atau mengeluh terpaksa berjalan bersama-Nya.
Mohon kiranya Engkau mengkaruniai kami hati yang selamat...qalbun saliim. Aamiin ya Rabb...
Amsterdam, 8 Juli 2015
3.27

Tuesday, June 30, 2015

Tentang Bau Mulut Orang Yang Berpuasa


Haditsnya cukup populer, sering disebut-sebut terutama di bulan Ramadhan:
"Sungguh, bau mulut orang berpuasa lebih harum daripada aroma kasturi.” (Hadits Muttafaq alaih).
Pada praktiknya memang orang yang berpuasa mengeluarkan bau yang khas karena pembentukan asam asetat dari metabolisme dalam tubuh dalam kondisi kelaparan. Lalu bau yang khas ini dibandingkan dengan wangi minyak kasturi yang oleh Rasulullah saw sendiri dikatakan, "Sebaik-baik wewangian adalah minyak kasturi” (Hadis Riwayat Muslim). Kalau bagi hidung saya jelas mana yang lebih harum. Tapi, kalau Rasulullah saw berkata sesuatu pasti ada makna yang dalam disana, maka saya coba cari-cari informasi mengenai hal ini, supaya lebih mengerti dan menghayati syari'at yang Allah Ta'ala turunkan bagi hamba-hamba-Nya.
Alhamdulillah, senang sekali hari ini menemukan penjelasan tentang wangi mulut orang yang puasa ini dari paparan Ibnu 'Arabi yang terdapat dalam kitab Futuhat Al Makkiyya bab "On the Secrets of Fasting" yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris oleh Aisha Bewley. Beliau berkata bahwa bau mulut orang yang berpuasa berbeda dengan wangi kasturi, karena bau mulut orang puasa berasal dari nafas orang tersebut sedangkan wangi kasturi hanyalah wangi kasturi - yang tidak ada kaitannya dengan dinamika ruh (ruwah/ angin/ aliran nafas).
Sumber wangi kasturi - yang dikatakan sebagai wewangian terharum paling baik - konon bisa didapat dari hewan atau tumbuhan. Walaupun demikian istilah Kasturi sebenarnya merujuk kepada kandungan yang terdapat dalam bintil kelenjar kijang jantan. Jika ditekan kuat atau diketuk, butiran kecil akan keluar darinya dan bahan itulah yang dicampur bersama minyak atau ekstrak wangian beralkohol. Jadi wewangian terbaik sedunia secara sederhana merupakan proses perubahan dari satu materi ke materi lain.
Bagaimana dengan bau mulut orang yang puasa?
Secara fisik, bau mulut yang timbul adalah proses alami dari pemecahan asam lemak, karena dalam kondisi puasa kadar glukosa - yang berfungsi sebagai suplai energi - menurun, tubuh secara otomatis mencari pengganti sumber energi untuk memasok seluruh sel dalam tubuh yang harus senantiasa bekerja, bagi otot-otot jantung yang harus memompa darah ke seluruh tubuh, kelenjar-kelanjar dalam usus yang mengolah makanan, sel-sel otot tubuh untuk bergerak dsb.
Artinya bau mulut orang yang puasa karena misalnya akan dilakukan cek laboratorium dan bau mulut orang yang puasa Ramadhan tentunya akan sama. Secara fisik, keduanya semata-mata produk perubahan metabolisme tubuh.
Jadi mengapa bau mulut orang puasa Rasulullah saw katakan lebih wangi dari kasturi? Karena bau mulut orang yang berpuasa berasal dari pengosongan diri melalui proses puasa. Seberapa wangi bau nafas orang yang berpuasa di hadapan-Nya tergantung derajat pengosongan diri masing-masing. Ada yang puasa masih dalam tahap sekadar menahan lapar dan dahaga, ada yang mulai sudah meningkat memuasakan segala atribut duniawi-syahwat dan hawa nafsu dari dalam diri. Seperti yang dikatakan oleh Jalaluddin Rumi, "There’s hidden sweetness in the stomach’s emptiness. We are lutes, no more, no less."

Thursday, June 18, 2015

Langkah Pertama Suluk : Menerima Kehidupan Dengan Baik

Anak tangga pertama dalam bersuluk yaitu belajar menerima apapun yang menimpa masing-masing dengan baik.
Dimulai dengan menerima takdir kehidupan yang dibawa kita sejak lahir; jenis kelamin, bentuk fisik, warna kulit, suku bangsa, orang tua, keluarga, serta kelebihan dan kekurangan yang ada dalam diri.
Kebanyakan orang seringkali mencari kambing hitam akan apap-apa yang menimpa mereka dalam kehidupan. Padahal apapun yang menimpa manusia, bahkan setitik gigitan nyamuk di tubuhnya tidak akan terjadi kalau Allah Ta'ala tidak mengijinkan. Jadi langkah pertama, terima dahulu semua perkara yang disampaikan-Nya ke tangan kita, besar atau kecil...

Thursday, June 11, 2015

Hidup : Pinjaman Dari-Nya

Kalau kita memakai sesuatu yang bukan milik kita itu namanya meminjam. Badan kita bukan milik kita, kita dilahirkan ke dunia ini dipinjami semuanya oleh Sang Maha Pencipta. Nah, seiring dengan kelahiran kita terciptalah jaring-jaring yang menghubungkan antara beberapa makhluk yang dipinjamkan-Nya kehidupan. Ada yang bernama ayah, ibu, kakak, saudara kemudian nanti beranjak ke episode pasangan hidup, anak, cucu dst. Ada juga jaring-jaring penunjang kehidupan yang dinamakan pekerjaan, tempat tinggal, kesehatan, bakat dan milyaran bahkan tak terhitung ragam pinjaman yang Gusti Allah berikan kepada makhluknya yang bernama manusia.
Kalau kita dipinjami sesuatu, adalah hal yang sangat wajar bila sang pemilik menerapkan suatu aturan untuk menjaga barangnya. Misalnya dalam bentuk zakat dan infaq dari setiap harta yang dipinjamkan, menggunakan otak kita untuk merancang sesuatu yang maslahat sebagai bentuk shodaqoh dan rasa syukur dipinjami akal yang baik, menggunakan seluruh anggota tubuh dan menjaganya dengan baik dan bahkan hadits meriwayatkan bahwa setiap ruas tulang dalam tubuh kita yang berjumlah 360 buah itu diminta shodaqohnya setiap hari - yang bisa dibayar lunas dengan mengerjakan dua rakaat sholat dhuha.
Dari masa ke masa, manusia selalu mencari cara untuk menghubungkan dirinya dengan Sang Pencipta yang berkenan meminjamkan segalanya. Berbagai bentuk peribadatan sebagai ekspresi rasa syukur masih terpelihara ragamnya hingga sekarang. Setiap orang punya jalannya masing-masing, kita harus hargai itu.
Kembali bicara tentang pinjaman. Ciri khusus barang pinjaman adalah semua punya jangka waktu terbatas untuk digunakan. Badan kita akan menua dan mati, kepintaran otak kita sangat rentan dimakan rayap usia dan lupa, kekuatan tubuh kita terbatas, harta kita bisa diminta kembali oleh Yang Punya melalui berbagai cara; usaha rugi, keluarga sakit, tertipu, dicuri, terbakar dll. Pasangan kita bisa tiba-tiba dipanggil pulang menghadap-Nya, anak kita bisa dibuat tinggal di belahan dunia yang jauh. Apapun dalam hidup ini bersifat fana, pasti rusak dan terpisah dari kita. Jika kita sadar bahwa semua ini hanya titipan-Nya, hati lebih tenang menghadapi sekian banyak dinamika dan kejutan kehidupan. Ringan saja hatinya memberikan kembali apa yang Dia minta. Namanya juga pinjaman...

Monday, June 1, 2015

Ketidaktahuan Itu Suatu Rahmat

Ketidakmampuan melihat apa-apa yg Dia tuliskan itu bukan berarti suatu kekurangan, itu bahkan suatu rahmat.
Akan tetapi kebanyakan manusia bersifat terburu-buru dan tidak sabar, tidak sedikit yang mencari segala cara untuk mendapat 'bocoran informasi' tentang masa depan sehingga tidak segan-segan berkonsultasi dengan apapun dan siapapun yang dianggap bisa memberinya sepenggal informasi di masa yang belum datang.
Barangsiapa yang terlalu sibuk mencari tahu apa yang terjadi di masa depan pasti kehilangan pijakan di momen saat ini. Tentulah ia jauh dari bersyukur kepada Dzat yang memberi semua dengan penuh perhatian dari masa ke masa.
“Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib…” (QS.Al-Baqarah[2]:2-3)

Thursday, April 9, 2015

Saat Hati Kita Dibersihkan

Hidup itu serangkaian lembar takdir-Nya yang dibentangkan dari waktu ke waktu.
Natur kehidupan adalah dinamis. Seperti air, ia akan terus mengalir. Adapun air yang menggenang biasanya akan menjadi sarang penyakit. Begitu pun tubuh manusia, yang nota bene sekitar 70% terdiri dari air, kecenderungan raga manusia adalah bergerak, maka orang yang terlalu banyak diam atau duduk sepanjang hari perlu digerakkan tubuhnya supaya tetap sehat, dan shalat yang baik dan khusyu tentu sangat membantu merapikan sirkulasi tubuh.

Jadi, kalau hidup itu mengalir, maka perubahan adalah sesuatu yang niscaya terjadi. Seperti halnya tubuh kita pun selalu berubah dari saat ke saat, sel yang membentuk kulit kita bukanlah sel yang sama dengan tahun lalu, sel darah pun berganti dalam hitungan puluhan hari. Rambut pun lama kelamaan memutih, kulit mengeriput, otot melemah. It's all part of natural process.

Lalu di tataran jiwa, kalau kondisi hati masih sama malasnya, pemarahnya, sombongnya dengan tahun lalu, itu tidak beda dengan air yang menggenang setahun lamanya, mungkin lebih! Bayangkan betapa sakit dan kotornya air jiwa kita.
Maka kadang Allah Yang Maha Kuasa membantu membersihkan genangan kotor dalam hati kita dengan dibantu dibuat 'cerukan' di sekitar genangan air; diambilnya sesuatu dalam hidup kita bisa berwujud hilangnya benda kesayangan, bisnis yang rugi atau ditipu orang. Semua mekanisme hidup yang terasa menyakitkan sebenarnya berfungsi membersihkan hati kita, bisa jadi karena sudah sekian lama kita lalai membersihkannya.

Seorang bijak berkata, "Jangan bermimpi mendapatkan surga-Nya kalau hanya ingin bersenang-senang dalam hidup." Artinya, kalau kita tengah diuji oleh-Nya saat ini. Berbesar hatilah, karena itu artinya genangan hati di dalam diri  sedang dibersihkan, tentu untuk kebaikan kita. Supaya  pada saatnya nanti sang hamba  berpulang ke hadirat-Nya dalam keadaan bersih.

Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai; lalu masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku (QS al-Fajr [89]: 27-30).

Tuesday, March 24, 2015

Halaal Belum Tentu Thayyib

Konsep "halaal" erat kaitannya dengan "thayyib" (diterjemahkan sebagai baik) ; "nikmat" dan "syukur" dalam Al Qur'an (QS An Nahl [16]: 114). Sebuah gambaran bahwa dalam hidup manusia juga mesti memerhatikan aspek batin yang halus, karena yang disebut halaal sudah jelas aturannya. Misal mengkonsumsi babi, darah, melakukan hubungan intim sebelum menikah adalah tidak halaal. Sedangkan apa yang baik bagi seseorang bisa jadi tidak baik bagi orang lain.

Pengetahuan apa-apa yang baik bagi diri sendiri terkait dengan "nikmat" yang Sang Pencipta berikan kepada manusia. Suatu "nikmat" yang terentang panjang sejak adanya perjanjian di alam persaksian (QS [5]: 7). Artinya nikmat hakiki manusia mestilah ada uhbungannya dengan fitrah diri setiap insan. Suatu ciptaan-Nya yang paripurna, yang para malaikat pun diperintahkan untuk bersujud kepadanya.

Dengan demikian pengetahuan tentang sesuatu yang "thayyib" bagi diri sifatnya sangat personal, karena ia berakar kepada jati diri masing-masing. Mengkonsumsi suatu makanan bisa jadi thayyib buat seseorang tapi merusak buat yang lain, mengunyah banyak buku bisa jadi thayyib buat si fulan tapi bersifat racun buat temannya. Mengetahui kadar diri yang benar itulah pasti yang "thayyib" bagi diri seseorang, apakah itu makanan, tempat tinggal, pasangan, pekerjaan, jam tidur, dan semua hal yang melingkupi kehidupannya. Mari kita berjuang mencari hal yang "thayyib" bagi diri kita masing-masing.[]

Wednesday, March 18, 2015

Bukan Masalah Banyaknya Amal


"Tidak dapat dianggap banyak amal-amal yang keluar dari qalb yang menginginkan dunia, sedangkan tidak dapat dianggap sedikit amal yang keluar dari hati yang tidak menginginkan dunia."
- Syaikh Ibnu Atha'illah
Orang yang tampak banyak ibadahnya, giat beramal tapi sebenarnya hatinya menginginkan kemasyhuran, ingin dianggap sholeh, senang dengan pujian dst. Geliat hati yang tersembunyi dari kebanyakan manusia tentu tampak jelas di hadapan Allah Yang Maha Teliti. Maka amal-amal yang tampaknya banyak dan hebat itu sebenarnya tidak bermakna di hadapan-Nya. Akan tetapi bisa jadi orang yang biasa saja penampakannya dan amalnya menempati derajat tinggi di mata Allah Ta'ala karena hatinya hanya mengharapkan ridha-Nya.
Setiap manusia tanpa kecuali akan tertarik hatinya oleh hembusan dunia, maka Rasulullah saw mencontohkan untuk banyak-banyak istighfar, memohon ampunan akan kelalaian dan keberpalingan hati dari-Nya.[]

Saturday, March 14, 2015

Bukan Masalah Besar Kecilnya Dosa

Sesungguhnya bukan masalah besar kecilnya dosa di mata manusia,
karena dosa kecil yang dianggap remeh bisa jadi besar di mata Allah
adapun perbuatan nista yang diminta ampun dengan sepenuh hati bisa hilang dalam sekejap dengan rahmat-Nya.

Dosa itu urusan pribadi seseorang dengan Tuhannya,
sama sekali bukan wilayah makhluk untuk menentukan sesuatu itu berdosa atau tidak
Biarlah itu menjadi 'privilege' Yang Maha Kuasa.
Yang kita lakukan adalah berbuat sebaik mungkin dalam hidup.
Menebarkan rahmat dan kasih sayang-Nya.[]


Thursday, March 12, 2015

Tanda Hati Bercahaya

Iman itu cahaya yang Allah Ta'ala sematkan ke dalam hati (qalb) hamba-hamba yang Ia kehendaki.
Apabila hati mulai mendapat sentuhan cahaya iman, mulai terasa perubahan dalam diri seseorang.
Di antara tanda-tandanya adalah muncul inspirasi-inspirasi untuk berbuat kebaikan.
Mulai mencuat ilham-ilham untuk memperbaiki hidup.
Sifat-sifat baik mulai terbit.
Jika hati seseorang sudah teraktivasi, makin sering sang hamba mengadu kepada Allah Ta'ala terutama apabila masalah datang menerpanya. Itulah salah satu fungsi iman.[]


Tuesday, March 10, 2015

Apa Yang Membuat Manusia Beriman?

 Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka, niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. 
(QS Al An'aam [6]: 111)

Seseorang bisa beriman itu murni karena adanya kehendak Allah Ta'ala. Kalaupun ia berguru pada seorang syaikh yang dianggap paling alim sekalipun dan belajar agama mendalam bertahun-tahun belum tentu orang itu bisa mendapatkan cahaya iman di dalam hatinya.

Apa yang membuat seseorang beriman memang misteri besar. Bisa jadi hal yang tampaknya kecil seperti membereskan sepatu di depan mesjid, menolong anjing yang sedang kehausan, atau membantu menyeberangkan orang di tengah lalu lintas ramai. Ada hal yang seseorang pernah kerjakan di masa lampau yang menarik perhatian-Nya dan kemudian Dia berkenan mengganjarnya dengan limpahan cahaya keimanan.

Jadi, jangan terlampau terpaku dengan hal yang gemerlap secara spiritual untuk bisa mendapatkan keimanan, hidup yang bersahaja dengan hati yang tawadhu dan memancarkan banyak kasih sayang dan rahmat-Nya dalam keseharian bisa jadi lebih efektif untuk membuat-Nya menoleh kepada hati kita.[]

Monday, March 2, 2015

Hak-hak Suami

Menikah merupakan bentuk pengabdian seorang istri kepada suami.
Ketaatan kepada suami merupakan kewajiban mutlak bagi seorang istri, selama ketaatan itu bukan dalam kemaksiatan.

Rasulullah saw bersabda, “Jika seorang istri meninggal dunia dan suaminya dalam keadaan ridha kepadanya, maka ia akan masuk surga.”

Dikisahkan seorang pria akan bepergian jauh. Ia berpesan kepada istrinya agar tidak turun ke lantai bawah rumahnya. Pada suatu hari, ayah perempuan yang berada di lantai bawah itu jatuh sakit. Perempuan itu ingin menengok ayahnya yang sakit, namun ia teringat pesan suaminya. Akhirnya, ia mengirim seorang utusan kepada Rasulullah saw untuk menanyakan apa yang seharusnya ia lakukan. Lantas Rasulullah saw menyampaikan pesan, “Taatilah suamimu!”
Karena sakitnya semakin parah, ayah perempuan itu meninggal dunia. Lalu perempuan itu mengirim seorang utusan lagi kepada Rasulullah saw untuk menanyakan apa yang harus dilakukannya. Rasulullah saw kembali menyampaikan pesan, “Taatilah suamimu!”
Akhirnya, ayah perempuan itu dikuburkan. Lalu Rasulullah saw menyampaikan pesan kepada perempuan itu bahwa Allah telah mengampuni dosa-dosa ayahnya karena ketaatannya kepada suaminya.

Rasulullah saw bersabda, “Neraka telah diperlihatkan kepadaku. Aku melihatnya, lalu tampaklah kebanyakan penghuninya adalah kaum perempuan.”
“Apa sebabnya, ya Rasulullah?” tanya para sahabat.
“Karena kaum perempuan banyak mencela suami dan melupakan jasa baik mereka,” jawab Rasulullah saw.

Rasulullah saw bersabda, “Surga telah diperlihatkan kepadaku. Aku melihat sedikit sekali kaum perempuan di dalamnya.”
“Di manakah kaum perempuan, ya Rasulullah?” tanya para sahabat.
“Mereka disibukkan oleh perhiasan dan pakaian.”

‘Aisyah r.a. menceritakan bahwa seorang gadis datang kepada Rasulullah saw lalu berkata, “Ya Rasulullah, saya akan dilamar, namun saya tidak suka menikah. Apakah hak seorang suami atas istrinya?”
Rasulullah saw menjawab, “Jika di atas telapak kaki suamimu ada nanah lalu kamu menjilatinya, kamu belum dianggap memenuhi haknya.”
Gadis itu berkata, “Jika demikian saya tidak akan menikah saja.”
Rasulullah saw bersabda, “Jangan begitu. Kamu harus menikah karena banyak kebaikan di dalamnya.”

Ibnu Abbas bercerita bahwa seorang perempuan dari Khats’am datang kepada Rasulullah saw. Lalu ia berkata, “Aku seorang janda yang ingin menikah. Apakah hak suami atas istrinya?”
Rasulullah saw menjawab, “Sebagian dari hak suami adalah jika ia ‘menghendaki dirimu’, kamu tidak boleh menolak sekalipun saat itu kamu berada di atas punggung unta. Kamu tidak boleh memberikan sesuatu tanpa izinnya. Jika kamu tetap mengerjakannya, dosanya bagimu sedangkan pahalanya bagi suamimu. Janganlah kamu berpuasa sunnah tanpa seizinnya. Kalau kamu tetap mengerjakannya, rasa lapar dan hausmu tidak akan diterima Allah. Jika kamu pergi dari rumahmu tanpa seizinnya, malaikat akan melaknatmu sampai engkau kembali lagi ke rumah atau bertaubat.”

Rasulullah saw bersabda, “Seandainya aku memerintahkan seseorang untuk sujud kepada manusia, aku pasti akan memerintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya, karena besarnya hak suami atas istrinya.”

Rasulullah saw bersabda, “Waktu terdekat bagi seorang perempuan kepada Tuhannya adalah saat ia berada di rumahnya. Shalatnya di halaman rumahnya adalah lebih baik daripada shalatnya di masjid. Shalatnya di dalam rumah adalah lebih baik daripada shalatnya di halaman rumah. Shalatnya di kamar adalah lebih baik daripada shalatnya di rumah, padahal kamar itu masih terdapat di dalam rumah juga. (Hal ini adalah untuk menunjukkan bahwa kamar lebih tertutup).

Rasulullah saw bersabda bahwa perempuan itu adalah aurat (tidak boleh dilihat). Jika ia keluar rumah, setan akan menghiasinya. Beliau pun berkata bahwa seorang perempuan mempunyai sepuluh aurat. Jika ia menikah, suaminya menutup satu auratnya. Lalu, jika ia meninggal dunia, kubur menutup seluruh auratnya.

Hak-hak suami atas istrinya sangat banyak. Namun yang terpenting hanya dua:
  1. Menjaga diri dan diam di rumah.
  2. Tidak menuntut suami dengan sesuatu yang tidak dibutuhkan dan menjaga diri dari memakan sesuatu dari pekerjaan yang haram. Kebiasaan perempuan salaf jika suaminya akan pergi bekerja, mereka berkata, “Jauhilah olehmu mencari pekerjaan dengan cara yang haram. Sesungguhnya kami dapat bersabar dengan menahan lapar dan kesulitan, namun tidak dapat bersabar jika dihadapkan kepada api neraka.”

Sekelompok laki-laki bertanya kepada seorang perempuan yang ditinggal bepergian oleh suaminya, “Apakah engkau rela ditinggal pergi suamimu, sedangkan ia tidak meninggalkan nafkah sedikit pun?”
Perempuan itu menjawab, “Sepanjang yang saya ketahui, suami saya hanyalah orang yang bisa makan, bukan pemberi rezeki. Saya mempunyai Tuhan Pemberi Rezeki. Jika orang yang hanya bisa makan pergi, maka tinggallah saya dengan Pemberi Rezeki.”

Di antara kewajiban seorang istri adalah tidak menghambur-hamburkan uang suaminya, bahkan seharusnya ia menghematnya. Rasulullah saw bersabda, “Seorang istri tidak diperbolehkan memberikan makanan tanpa izin suaminya sekalipun kurma basah yang dikhawatirkan busuk jika tidak dimakan. Jika seorang istri memberikan makanan atas izin dan kerelaan suaminya, ia akan memperoleh pahala sebagaimana yang diperoleh suaminya. Namun, jika ia memberi makanan tanpa kerelaan suaminya, suaminya akan mendapat pahala sedangkan ia mendapat dosa.”


Orang tua berkewajiban mendidik anak perempuannya tentang tata krama kepada suaminya. Sebagaimana yang dilakukan Asma’ binti Kharijah al Farazi. Ia berkata kepada anak gadisnya yang baru menikah, “Putirku, kini engkau akan meninggalkan rumah tempat engkau dibesarkan. Engkau akan pindah ke rumah orang yang tidak engkau ketahui sebelumnya. Jadilah engkau bumi agar suamimu menjadi langit bagimu. Jadilah engkau hamparan baginya agar ia menjadi tiang bagimu. Jadilah engkau hamba perempuan baginya agar ia menjadi hamba laki-laki bagimu. Janganlah engkau menjauhinya. Jagalah hidung, pendengaran, dan matanya. Jangan biarkan hidungnya mencium sesuatu darimu kecuali bau harum. Janganlah biarkan ia mendengar sesuatu darimu kecuali perkataan yang baik. Janganlah pula engkau biarkan ia melihat sesuatu darimu kecuali keindahan.”

(Syaikh Abdul Qadir Jailani)