Friday, July 28, 2023


 Kalau yang namanya kesibukan itu tidak akan ada habisnya. Setiap hari kita selalu didera oleh sekian “to do list”. Tapi manusia itu kalau lupa Allah akan terlunta-lunta dalam ranah kesibukan yang tak bermakna. Seperti sudah mengerjakan banyak hal tapi ngga kemana-mana. Lebih tragis lagi, seperti sudah berbuat banyak kekaryaan dan kebaikan tapi di mata Allah itu tidak ada apa-apanya bahkan sebuah kerusakan. Na’udzubillahimindzaalik.


Kuncinya memohon Allah tuntun setiap saat. Agar kita tidak terseret pada pusaran ilusi yang tak berujung. Masalahnya di setiap saat ada amal-amal utama yang Allah kehendaki untuk kita lakukan. Maka harus terus waspada.


Misalkan, sebagai emak-emak, kalau menunggu waktu luang tersedia untuk mengerjakan tugas penerjemahan dijamin susah. Kalaupun ada, itupun tidak banyak, 1-2 jam dan butu pengkondisian hati dan pikiran untuk mengerjakannya. Belum tentu banyak waktu luang paralel dengan bisa lebih produktif. Ini bicara dari pengalaman sendiri. Mestinya jangan andalkan waktu luang apalagi sekadar kemampuan diri yang pas-pasan, harus minta Allah aturkan dan bukakan jalannya, nanti waktu-waktu yang ada akan terbuka, hanya kita mesti sigap dalam menangkapnya. Buat saya artinya bawa laptop kemanapun sebisanya, begitu ada waktu yg tersedia 5 menit pun ambil. Memang pegal sih, bawa jinjingan kemana-mana, tak jarang harus melawan lelah dan kantuk. Tapi itu bagian dari jihad, bersungguh-sungguh berusaha mensyukuri setiap penggal hidup yang Dia berikan. Semoga Allah ridho🙏🏻

Thursday, July 27, 2023

 Dulu saya salah strategi dalam menghadapi kehidupan. Terlalu berfokus pada ambisi pribadi, sementara takdir menggiring kita ke arah yang berlawanan. Tentu pontang-panting menghadapinya. Mau sekuat apapun mencoba mengoyak tirai takdir dan pindah ke takdir lain selaly gagal. Berakhir dalam kekecewaan dan kemarahan. Jadinya saya kurang menikmati kehidupan, sama suami banyak mengeluh, jadi galak sama anak-anak. It was really tough… My first three years in the Netherlands.


Lama-lama saya berkata kepada diri sendiri, “Kamu mau hidup seperti ini terus? Menggadaikan kebahagiaan pada obyek-obyek di luar dirimu”. Tapi memang tidak mudah, tarikan-tarikan ambisi, obsesi dan waham itu demikian mencengkeram. Maka langkah pertama saya adalah dengan memperbaiki shalat dan menambah ibadah shalat sunnah saya sebagai sebuah ikhtiar memperkuat jiwa ditambah dengan banyak dzikir dan istighfar. Dan saya bersaksi sampai sekarang itulah cara yang paling ampuh, “Mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat” (QS 2:45). Demi Allah, it works everytime.


Itulah titik balik saya dalam belajar mensyukuri peran baru sebagai istri dan ibu di negeri seberang. Dunia saya di awal waktu seperti dijungkirbalikkan dan saya betul-betul kewalahan menghadapinya. Padahal sebenarnya kalau tawakalnya bagus sama Allah ya tenang saja mau dibolak-balik bagaimanapun toh tetap dalam genggaman Allah. Dia tak pernah menelantarkan hamba-Nya. Itu yang kurang saya imani sebelumnya. 


Yang saya saksikan, seiring dengan saya mengubah cara pandang dan penyikapan terhadap kehidupan, kok orang-orang sekitar kita juga jadi berubah lebih anis, kooperatif, memudahkan dan bahkan rezeki mengetuk pintu dengan sendirinya, padahal sebelunya dikejar-kejar pun susah. Itu ajaib. Saya jadi semakin yakin bahwa medan yang sebenarnya dalam kehidupan itu pertarungannya di dalam diri sendiri. Karena suluk adalah sebuah perjalanan untuk menaklukkan diri. Menundukkan si ego yang selalu ingin eksis dan tidak mau kalah. Membuat bertekuk lutut kebanggaan dalam diri yang selalu ingin dipuji dan merasa benar. Mensujudkan si pikiran yang selalu punya agenda dan keinginannya sendiri dan lupa bahwa hidup ini Dia yang punya.


Kita sering lupa bahwa hidup ini adalah papan catur-Nya. Ada aturan main yang harus diikuti. Ada tirai-tirai takdir yang tak tertembus. Dan ada harta-harta hikmah yang terpendam di setiap kotak langkahnya. Tinggal terserah kita mau hanya menjalani kehidupan yang fisik dan terlinta-lunta di alam sebab akibat atau mau menggali hakikat lain and see beyond. Seperti perkataan Morpheus kepada Neo dalam film The Matrix,

 "You take the blue pill... the story ends, you wake up in your bed and believe whatever you want to believe. You take the red pill... you stay in Wonderland, and I show you how deep the rabbit hole goes."

Wednesday, July 26, 2023

 "Kesedihan adalah kawan karibku..." sabda Kanjeng Nabi Muhammad salallahu 'alaihi wassalam.

Kok sedih jadi kawan karib? Bukankah kita inginnya bahagia? Begitu mungkin akal yang masih diwarnai dengan hawa nafsu bertanya-tanya. Karena hawa nafsu itu yang inginnya semua serba enak, semua serba mudah, kalau perlu tidak ada masalah sedikit pun dalam hidup ini, inginnya senang-senang saja. Tapi apakah itu realistis? Pada kenyataannya kepedihan, tangisan, kehilangan dan kesengsaraan adalah bagian dari hidup.
Ketika Aristoteles, guru dari Aleksander Agung mendengar tentang kematian yang mendatangi Aleksander, maka ia pun menuliskan hal berikut kepada Olympias, ibunda Aleksander,
"...Tidakkah kau tahu bahwa ketika Tuhan Yang Mahaagung, Yang Mahakusa dan Mahatinggi menciptakan dunia ini dan menyelesaikannya, ia berkata kepadanya, “Wahai tempat kesengsaraan, wahai ibu dari kematian, wahai penghalang kebahagiaan dan kesenangan, wahai penghancur kenikmatan, wahai pencerai berai kawan-kawan, wahai kau yang membuat harapan palsu, wahai kau yang mengambil jauh hati, wahai kau yang menarik pemberian-pemberian, saksikanlah bahwa kau akan menangis, kau akan menangis dan kau akan menangis..."
Kesedihan dengan demikian bukan hal yang terkutuk. Dia justru adalah penghias hati mereka yang mencari kebenaran, mencari yang sejati, mencari yang hakiki, mencari-Nya.
Ada keutamaan-keutamaan yang hanya bisa dicecap dengan merasakan kesedihan. Bukankah Tuhan hadir di hati hamba-Nya yang hancur? Bukankah Rasulullah diangkat ke langit ketujuh setelah melalui tahun duka cita, kehilangan orang-orang yang beliau sayangi? Bukankah lautan terbelah ketika Musa dan kaumnya menjerit meminta pertolongan di saat-saat terakhir ketika dihimpit oleh lautan dan pasukan Fir'aun yang bermaksud membantai mereka?
Kesedihan adalah sebuah air yang membasuh kekotoran hati. Yang dengannya semua bongkahan-bongkahan yang memenuhi shadr perlahan-lahan hilang.
Kesedihan membuat kita menjadi melihat hal yang lebih utama dibanding senantiasa tergerus oleh beragam kesibukan sesaat yang tidak ada habisnya.
Kesedihan membuat kita menjadi rendah hati, menyadari posisi diri sebagai makhluk-Nya yang fakir, yang senantiasa membutuhkan pertolongan-Nya, kapanpun dan dimanapun.
Kesedihan bukan berarti menghalangi kebahagiaan. Justru ia berfungsi menyibakkan kebahagiaan-kebahagiaan palsu untuk mulai mengenali kebahagiaan yang sejati.
Kesedihan yang menjadi kawan karib tidak sama dengan menjadi depresif. Karena akar dari kesedihan yang baik itu yang bersumber kepada pencarian kepada-Nya. Dia menjadi sedih tatkala berjauhan dengan-Nya. Menjadi sedih menyadari sekian jauh jarak terbentang antara dirinya dan Sang Pencipta, Dzat Yang Maha Pengasih Maha Penyayang - Ar Rahman Ar Rahiim. Dan hati hanya terpaut kepada-Nya, sudah terlanjur jatuh cinta pada-Nya di pandangan pertama di Alam Alastu, ketika persaksian diangkat "Alastu birabbikum?" - qala "bala syahidna" (QS 7:172). Sejak saat itu tak ada yang bisa memenuhi hati kecuali Dia. Dan manusia terkatung-katung mencari obyek-obyek kecintaan dari satu ke yang lainnya sambil tak pernah merasa terpuasakan sebelum cinta yang hakiki didapatkan.
Kesedihan dengan demikian adalah keniscayaan dalam pencarian kepada yang dirindukan. Dengannya ia sama sekali bukan sebuah keburukan melainkan sesuatu yang indah karena itu menunjukkan sebuah rasa cinta yang telah ada dan selalu ada.
Dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda, “Bacalah Al Qur’an dengan kesedihan, karena Al Qur’an diturunkan dengan kesedihan.” Tentu bukan bermaksud membuat umatnya bermuram durja. Akan tetapi maksudnya Al Quran adalah sebuah berita peringatan dari Allah yang justru berisi kabar gembira. Bahwa hidup di dunia ini bukan satu-satunya kehidupan. Kalau kita belum mendapat apa yang Dia janjikan disini, nanti pasti disana akan didapatkan. Bahwa semua amal akan dibalas setimpal dan Dia Maha Adil. Bahwa tak ada satupun makhluknya yang dizalimi. Bahwa tak ada satupun yang ditimpakan melebihi kapasitas pikul seseorang. Bahwa jangan pusing dengan rezeki, karena bagi yang beriman dan beramal shalih maka rezeki akan diturunkan dari langit dan dari bumi yang dipijak. Dan banyak kabar gembira dan peringatan dari Allah di dalamnya, tapi sedikit dari manusia yang kemudian memerhatikan dan mengikuti apa yang Allah serukan. Sehingga mereka terjebak oleh ilusi kesenangan hidup di dunia akan tetapi hatinya merana. Na'udzubillahimindzaalik.[]

Thursday, July 13, 2023


 Yogyakarta selalu punya tempat di hati saya.

Kakek dari Mama saya konon berasal dari sana. Leluhurnya adalah seorang abdi dalem keraton yang hidup sangat bersahaja. Gaji seorang abdi dalem itu 500 perak sebulan. Tapi kok bisa cukup ya, menafkahi anak dan istri? Itulah rahasia berkah Allah dalam hidup. Bukti bahwa rezeki itu tidak sesimpel pendapatan dari gaji karena Allah Ta’ala punya 1001 cara untuk mengalirkan rezeki kepada hamba-Nya. Bahkan tidak hanya rezeki lahir tapi yang sering luput kita pandang juga adalah rezeki batinnya.


Konon para abdi dalem memang mendedikasikan kehidupannya untuk mengabdi ke kerajaan. Fokus kepada pekerjaannya, kalau tukang sapu ya nyapu saja setiap hari, kalau tukang menggosok kereta kencana ya itu saja yang dilakukan setiap hari, tak neko-neko ingin ini-itu. Hidupnya sederhana, banyak tirakatan, sering laparnya dibanding kenyangnya. Sering menunduknya dibanding mendongaknya. To some, it’s probably a boring life. But for them its a life purposeful life. Sesuatu yang tak akan terjangkau dengan orang yang hanya heboh mencari dunia.

Wednesday, July 12, 2023


 Elia, anak laki-laki saya yang usianya 11 tahun sedang berduka. Black-eye, hewan peliharaannya yang dia dapatkan sebagai hadiah ulang tahun 6 tahun lalu mati. Selama dua hari dia terlihat banyak diam dan sesekali menitikkan air mata. Saya memeluknya sesering mungkin. Dan berdoa bersama. Kadang, dalam keadaan duka yang bisa kita lakukan hanya memberikan perhatian yang hangat. No words needed.


Elia mulai belajar menelan pil pahit kehidupan. Sesuatu yang tidak enak, tapi itu menumbuhkan sebuah kualitas baik dalam dirinya kalau ia bersabar melaluinya. 


Jadi teringat kata-kata bijak dari William Martin terkait hal ini. Dia bilang begini,


Jangan menuntut kepada anak-anakmu

untuk menjalani kehidupan yang luar biasa.

Upaya seperti itu bisa tampak mengagumkan,

tapi itu jalan kebodohan.

Justru bantu mereka untuk menemukan keajaiban

dan ketakjuban dalam kehidupan yang nampaknya biasa-biasa saja.

Ajarkan kepada mereka bagaimana suka citanya

ketika mencicipi tomat, apel dan buah pir.

Ajarkan kepada mereka bagaimana caranya berduka ketika hewan peliharaan mereka mati atau orang yang dicintai tiada.

Ajarkan kepada mereka kehangatan dalam sebuah sentuhan tangan.

Dan buatlah hal-hal yang biasa menjadi hidup bagi mereka.

Maka hal-hal yang luar biasa akan datang dengan sendirinya.

Tuesday, July 11, 2023


 Connecting the dots


Hidup adalah rangkaian perjalanan dari satu titik ke titik lain.

Titik-titik itu jika dihubungkan satu sama lain akan membentuk sebuah gambaran tentang siapa diri kita.


Perentangan titik demi titik dimulai sejak lahir hingga seseorang berusia 40 tahun, dimana di usia itu seseorang harus mulai bertafakur, menghubungkan titik demi titik usianya dan mencoba melihat apa gambaran dirinya. Itu adalah fungsi dan tugas hidupnya di bumi. Sesuatu yang diminta dalam doa usia 40 tahun yang tercantum dalam QS Al Ahqaaf:15, yang meminta arahan bagaimana mensyukuri nikmat - pengaturan Allah - dalam hiduonya dan yang terkait dengan nikmat yang diberikan kepada kedua orang tua, yang dari mereka kita berasal secara jasadiyah. Kemudian meminta amal sholih yang Allah ridhoi, sebuah pekerjaan, kegiatan, tugas yang spesifik yang harus dilakukan selama hidup di dunia. Yang jika kita melakukan itu maka Kita meraih ridho Allah.


Oleh karenanya penting untuk berserah diri kepada pengaturan-Nya, agar posisi titik-titik itu menjadi tidak samar atau bahkan bergeser yang kemudian membuat sulit bagi kita untuk membaca bentuk yang ada tentang siapa diri kita. 


Syukuri apa yang ada. Nikmati kehidupan masing-masing apa adanya. Dan tidak mudah untuk bersyukur itu, perlu rahmat Allah. Karena kekuatan Iblis akan senantiasa menggeser manusia dari titik koordinatnya dari saat ke saat hingga merusak pola dari gambaran yang semestinya,


“…kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” QS Al A’raaf 17

Amsterdam, 12 Juli 2023

8.00 am

Monday, July 3, 2023

 TUHAN YANG KITA CARI...


Wahai yang merasa dirinya sebagai pencari Tuhan.
Lihat dalam-dalam, karena yang kau cari mungkin sekadar Latta dan Uzza.

Wahai yang dirinya merasa shalat menghadap kepada-Nya
Lihat baik-baik, barangkali yang kau hadapi adalah dirimu sendiri. Karena jika saat shalat kau tidak khusyu, artinya wajah hatimu sedang tidak menghadap-Nya. Kau hanya berbincang-bincang dengan sekian elemen yang ada di dalam dirimu yang berupa ketakutan yang mengemuka, angan-angan yang membuncah, dan segenap kesibukan dunia yang tak ada habisnya.

Wahai yang merasa dirinya telah berbuat kebaikan. Pandang dekat-dekat, karena barangkali kau termasuk golongan yang disebut dalam Al Quran :

"Apabila dikatakan kepada mereka, "Janganlah berbuat kerusakan di bumi," mereka menjawab, "Sesungguhnya kami hanyalah orang-orang yang melakukan perbaikan."

Ingatlah, sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari. (QS Al Baqarah [2]:11-12)

Dalam pencarian kita untuk menemukan Tuhan, betapa kita terantuk berkali-kali oleh tuhan-tuhan palsu yang berupa nama baik, kesuksesan material, pamor di mata orang, waham keshalihan, prestasi dunia, atau segenap ketakutan yang demikian menguasai kita hingga kita rela diperbudak olehnya. Takut dibilang miskin, takut dibilang tidak keren, takut dibilang tidak sukses, takut tidak dicintai, takut ditinggalkan, takut ini, takut itu.

Rasanya memang hidup adalah rangkaian perjalanan panjang untuk memaknai "laa ilaaha". Harus melalui berbagai episode dikecewakan oleh ilah-ilah palsu itu. Hingga akhirnya kita dengan segenap kesadaran bisa mengikrarkan "ilallah...ilallah...ilallah...Allah...Allah...Allah...Hu...Hu...Hu"

Amsterdam, 3 Juli 2023 / 15 Dzulhijjah 1444 H

Saturday, July 1, 2023

 Tiga tahun awal tinggal di Belanda (2013-2015) adalah masa terberat yang pernah saya alami selama hidup.  Pindah ke negeri yang jauh dari keluarga besar, meninggalkan comfort zone dan karir yang menjanjikan, berjibaku menyesuaikan diri dalam pernikahan, being part of extended family, menjalani peran sebagai istri dan ibu serta segala keadaan baru sambil mengasuh Elia yang masih berusia 6 bulan saat kami pindah ke Amsterdam. Luar biasa tekanannya. Belum lagi di tahun 2014 secara tak terduga kami mendapat momongan baru dengan hadirnya Rumi Isaiah. Kerjaan sebagai ibu rumah tangga makin naik tingkat kesulitannya. Rasanya hampir tak punya waktu untuk diri sendiri. Mendera kelelahan dan kesepian adalah harga yang harus saya bayar. Kalau saya lihat ke belakang, hanya berkat rahmat Allah saya bisa melalui itu semua dengan lancar.


Tapi sejak tahun 2015 seperti ada angin sejuk yang datang. Sebuah kesegaran baru yang memompakan semangat si jiwa. Gerbangnya adalah dengan mulai lagi mengerjakan tugas saya menerjemah Kitab Nabi Idris. Waktu itu saya kerjakan dari nol lagi seakan saya belum pernah mengerjakan terjemahan kitab itu sebelumnya yang sebetulnya sudah rampung saya terjemahkan di fase peetama di tahun 2007. Satu windu lamanya naskah itu sempat mengendap. Saya seperti diajari selama kurun waktu itu di dalam kawah candradimuka yang bernama kehidupan. Menempuh satu persatu takdir yang Allah Ta’ala gelar mulai dari kepergian almarhum Papa yang mendadak terkena stroke, pindah ke Jakarta meninggalkan Purwakarta kota yang saya tadinya sudah betah sekali tinggal disana. Kemudian menikah dan Allah pindahkan ke kota Amsterdam. Semua rangkaian kehidupan itu tampaknya membekali saya untuk melakukan penerjemahan tahap kedua yang berselang 8 tahun lamanya.


Proses penerjemahan tahap kedua secara logika tidak mungkin dilakukan di tengah tumpukan pekerjaan keseharian mengurus dua balita dan rumah tangga. Naskah Kitab Nabi Idris itu tergolong bahasa kitab suci yang tidak semudah menerjemah novel atau karya berbahasa populer lain. Mencari terjemahan kata yang presisi adalah hal yang membuat kepala cukup pusing dibuatnya. Belum lagi review yang saya baca di jurnal-jurnal ilmiah bahwa kajian naskah Laut Mati itu biasanya menjadi pekerjaan para peneliti selevel Doktor. Lha saya ini secara akademik seolah ngga mumpuni mengerjakan itu, emak-emak tanpa latar belakang menerjemahkan manuskrip lama. Tapi kok bisa? Lagi-lagi karena Allah tolong saja. Titik. Karena kalau mengandalkan kemampuan saya pasti tidak sanggup. Jelas tidak akan pernah selesai.


Tapi begini, saya bersaksi bahwa ketika saya berusaha memberikan sikap yang terbaik terhadap apa-apa yang Dia berikan, mau itu berupa anak rewel, lantai yang kotor, cucian yang menumpuk, melayani keluarga dll, ternyata itu menjadi kunci agar Allah menurunkan pertolongan-Nya di hal-hal yang memang harus saya lakukan. Dalam hal ini, saya kemudian dimudahkan untuk menerjemah. Jari seperti menari saat mengetik di atas keyboard. Kata-kata yang harus ditulis kadang sepeti ada yang membisikkan. Pokoknya ajaib! Masya Allah.


Setelah itu, di tahun 2016 Allah memberikan pintu beramal lain dengan lahirnya kelas Kajian Suluk Online. Diawali dengan permintaan dari 2-3 orang, sekarang anggotanya sekitar 207 orang tersebar di 33 kota dari seluruh dunia. Setiap Kamis kami bertemu dalam ruang maya untuk sama-sama mengaji Al Quran, kitab diri dan kitab kehidupan. Dari situ saya perhatikan satu persatu rezeki dunianya pun dibukakan. Kami tiba-tiba dimudahkan membeli rumah dengan lima kamar tidur di Amsterdam, beli mobil untuk pertama kalinya karena pertimbangan bawa anak dua suka ribet apalagi kalau hujan (foto terlampir kenangan membawa anak dengan strollernya masing-masing lengkap dengan tas berisi keperluan mereka sambil menunggu kereta), lalu saya dimudahkan dapat SIM Belanda yang terkenal susah dan mahal mendapatkannya. Kemudian tahun 2017 Kitab Nabi Idris alhamdulillah diterbitkan oleh Pustaka Prabajati, suami dapat kerja ke tempat yang baru dengan kenaikan gaji yang signifikan, saya pun dapat tempat dimana saya bisa kerja paruh waktu agar tidak mengganggu jadwal saya mengasuh anak-anak. Tahun 2019 pertama kalinya bisa keluar negeri meninggalkan krucil tiga hari saja karena mengikuti simposium Ibnu Arabi di Oxford. Tahun 2021 pertama kalinya saya bisa ke Indonesia solo tanpa anak-anak. Dua kali pula! Masya Allah. Tidak terbayang sebelumnya. Dan yang penting anak-anak ada yang menangani dengan baik. Bagaimanapun mereka adalah prioritas utama pekerjaan saya. Artinya kalau pekerjaan yang lain berprestasi tapi kepentingan dan pendidikan anak-anak terbengkalai jadi seakan tak ada nilainya. What’s the point? Itu prinsip saya. I have to set my priorities in the right order dengan basmallah.


Sepuluh tahun berselang, sekarang alhamdulillah saya rasakan Allah Ta’ala makin menempatkan saya di koordinat yang semakin pas. Terasa pijakannya teguh. Seperti nama suami saya😉 Itu pentingnya menemukan bidang atau kesibukan yang “gue banget”. Karena kalau belum menemukan itu biasanya kita akan cenderung labil, gampang murang-maring, esmosi jiwa mulu (ini pengalaman pribadi😜). Cape kan hidup seperti itu. Sementara Allah ingin kita bahagia kok. Jadi apa yang menghalangi kita untuk berbahagia dengan takdir dan ketetaoan-Nya? Ya tak lain karena kita sendiri yang belum move-on, yang tidak menerima kehariiniannya, yang kurang mahir dalam memanage apa-apa yang Dia hadirkan. Kita yang menginginkan seribu satu hal selain apa yang tengah Dia sajikan saat demi saat. We are the one who don’t allow ourselves to be happy. It’s on us. It’s our choice.


Belajar dari pengalaman hidup saya. Kunci bahagia itu sederhana sekali. Nikmati apapun yang Dia berikan di hari ini. Itulah gerbang kebersyukuran. Sesimpel tersenyum kepada si kecil yang tiba-tiba menyerbu masuk ruang kerja sementara kita tengah melakukan meeting online. Sesederhana geleng-geleng kepala sambil tersenyum melihat kaos kaki yang berserakan. Don’t sweat small stuff. Just pick it up. Tak perlu mendramatisasi keadaan dengan melabel “kamu ngga pernah perhatian tentang hal ini”. Jadinya darting (darah tinggi) terus. Kasihan badan kita bisa rusak karenanya.


Kalau kita biasa menyikapi “hal-hal yang kecil” dengan sukacita dan hati yang bersyukur maka itu adalah anak-anak tangga untuk mensyukuri hal-hal lain yang lebih besar. 


Karenanya ngga perlu pusing menghadapi hidup. Tentang masa depan anak. Masa depan pernikahan. Masa depan bangsa apalagi jauh jangkauannya. Kan ada Allah. Gusti Allah ora sare kalau kata mbah saya. Kita serahkan saja kepada Dia. Pokoknya yang saya selalu coba lakukan adalah bagaimana memberikan respon yang terbaik di setiap takdir yang dibentangkan dari saat ke saat. And let Allah do the rest. Lebih ringan menjalaninya dan menyenangkan. Tak perlu memikul beban yang tak perlu kita pikul. Just travel light. Insya Allah☺️


Amsterdam, 7 menit awal di saat dini hari 

2 Juli 2023 / 14 Dzulhijjah 1444 H