Sunday, November 26, 2017

Merubah Strategi Menjalani Kehidupan

Kebanyakan manusia tenggelam dalam kesibukan membangun kehidupannya, dikuasai oleh kekhawatiran masa akan depan diri dan keluarganya, dibuat gelisah oleh pembagian rezekiNya, dan pontang-panting merajut jala pengaman finansial sekokoh mungkin. Jika sebatas itu yang dilakukan maka sepanjang hidupnya ia hanya akan berkutat untuk mengatasi hal-hal yang bersifat horizontal dan luput untuk mengenal Dia Yang Menghadirkan semua yang ada.

Masalah akan selalu ada, itulah natur kehidupan. Orang tua misalnya kerap mengkhawatirkan anaknya yang masih kecil jika ia sakit, lalu saat ia remaja akan mengkhawatirkan pergaulannya, kemudian saat ia memilih jurusan perguruan tinggi juga akan dibuat bingung oleh pilihan yang ada dan kecocokan bakat sang anak, lalu macam pekerjaan yang akan dijelang, belum lagi perkara jodoh, setelah itu memikirkan cucu dan seterusnya. Sebuah gerak melingkar yang hanya dapat dihentikan oleh kematian.

Memang banyak orang yang shalat, tapi kelakuannya menunjukkan seolah-olah Allah hanya hadir dalam ruang kecil seluas sajadahnya itu. Tubuhnya membungkukkan diri dan membenamkan kepala selevel dengan tanah, tapi jika sedang kekurangan rezeki, menunggu jodoh yang belum tiba, penyakit yang mendera, masalah di pekerjaan atau rumah tangga ia membungkukkan diri kepada ´what so called by´ ajengan, jampi ini itu, usaha ini itu yang ia kerahkan perhatian, jiwa dan raganya ke sana. Sedangkan waktu dan perhatian untuk Tuhan? Sekadarnya saja yang beberapa menit dalam gerakan sholat yang tidak menghadirkan hati itu. Jika ini strategi yang seseorang terapkan dalam kehidupan, selamat menjelang kepayahan yang tidak berujung. Karena di balik setiap solusi horizontal yang ia lakukan akan ada ujian lain dan Dia Yang Maha Mengendalikan kehidupan.

Strategi cerdas menjalaninya sebenarnya sangat simpel, yaitu dengan hati yang bersyukur. I know it's easier said than done. Tapi itulah kapasitas superpower manusia yang bisa melambungkannya ke langit dengan merubah hatinya ia bisa mengubah cara pandang terhadap dunia dan sekitarnya. Mungkin secara fisik masih tetap harus menempuh macet yang itu juga, masih harus mengukur jalanan yang sama, masih harus berkantor di tempat yang sama, dan masalah yang dihadapi sama sekali tidak berubah. Tapi kebersyukuran akan mengundang berkah dan karuniaNya yang tak terhingga. Dan jika Dia sudah 'turun tangan' tidak ada yang bisa menghentikannya. Itulah kebersyukuran, menerima, menjalani dan memuji kehidupan apa adanya dengan suka cita. Dengan kesadaran bahwa segala sesuatunya mewujud dengan pertimbangan ilmu dan keadilanNya Yang Maha Agung. Insya Allah

Amsterdam, 26 November 2017
14.40



Thursday, November 23, 2017

Jika Hanya Sibuk Menyelesaikan Masalah Dunia

Kesadaran bahwa tidak ada musibah apapun yang menimpa seseorang tanpa Dia izinkan akan membuat hati sang hamba menjadi lebih tenang bahwa semua dalam kendaliNya.
Adapun sebagian besar manusia luput dari melihat tanganNya ada di balik setiap hal yang digerakkan kepada dirinya. Kebanyakan akan terantuk pada masalah yang ada, menyalahkan orang lain hingga mengutuk takdir dan kehidupan. Jarang yang mampu melihat ke dalam diri dan merenung ada apa di balik Sang Maha Kuasa mengizinkan hal itu terjadi? Mungkin ada orang yang menyakiti kita, mungkin diri atau orang yang dikasihi ditimpa penyakit atau musibah, mungkin tengah dirundung kesulitan dalam kehidupan dan lain sebagainya ujian kehidupan.

Selama seseorang masih berkutat pada solusi horizontal, menghadapkan diri kepada kemampuan diri dan bantuan makhlukNya, selama itu juga pemahamannya akan diri dan kehidupan tidak akan meningkat dan seumur hidup ia hanya akan tenggelam dalam kesibukan menyelesaikan urusan dunia yang tidak ada habisnya.

- Adaptasi dari Kajian Al Hikam yang disampaikan oleh Kang Zamzam AJT, Mursyid Thariqah Kadisiyah, Jakarta, 18 November 2017

Tuesday, November 21, 2017

Dari Air Asin ke Air Tawar: Cara Seorang Guru Sejati Mendidik Muridnya

Wahai cucu-cucuku, wahai anak-anakku . Wahai cinta dan kasihku. Semoga Allah menolongmu. Aamiin.

Lihatlah ke lautan luas. Perhatikan di dalamnya beragam kehidupan yang ada. Mereka semua membutuhkan air yang asin untuk bisa hidup. Apakah mereka dapat bertahan di dalam air tawar? Tentu saja tidak. Mereka bisa mati jika sekonyong-konyong dipindahkan ke dalam air tawar.

Air lautan bermuatan berat karena di dalamnya terkandung banyak mineral. Setidaknya ada delapan belas jenis mineral yang terkandung di dalam air lautan yang asin itu. Para penghuni air laut telah menghabiskan sepanjang usia mereka beraktivitas di dalam air laut dan mengecap banyak pengalaman dengan tinggal di dalamnya.  Mereka biasa hidup dan mencari makan disana. Maka jika tiba-tiba kita mengambilnya dari lautan kemudian memasukkan mereka ke dalam air tawar maka tak ayal lagi mereka akan segera mati.

Ada cara untuk mengkondisikan hewan laut sehingga ia dapat tinggal di dalam air tawar, yaitu dengan cara secara bertahap mengencerkan air laut asin dengan air tawar. Sedikit demi sedikit kita dapat mengurangi kandungan garam agar hewa laut itu beraklimatisasi terhadap lingkungan air tawar.  Hanya dengan cara demikian maka hewan laut dapat melanjutkan hidupnya dalam lingkungan air tawar. Akan tetapi jika kita langsung memasukkan ia ke dalam air tawar untuk sekian lama, maka ia akan mati seketika.

Seperti itulah, manusia memiliki dua bagian dalam dirinya. Dia memiliki satu bagian jiwa yang suci dan bagian yang lain membentuk raga, yaitu tanah, air, udara dan eter. Elemen-elemen tersebut mengandung rasa sombong, karma dan ilusi; turunan dari ilusi (tarahan, singhan dan suran); hasrat, amarah, serakah, kekikiran, fanatisme, iri dengki, ego, cemburu. Penipuan, judi, 64 macam seni dan sains, dan 64 macam seni bercinta. Elemen-elemen tersebut juga mengandung dunia keajaiban air, mantara dan ilusi, keajaiban dunia hewan, dunia setan dan hantu, dunia setan, dunia iblis, dunia jin dan peri, serta dunia alam langit. Semua yang tinggal dalam samudera raga, pikiran dan keinginan meraup setiap pengalamannya dari dalam lautan tersebut. Beragam bentuk kehidupan yang berasal dari bumi, air, api, udara dan eter tinggal di dalamnya bersatu dengan berbagai kualitas dan energi negatif tersebut. Hidup mereka tertampung di dalamnya. Jika mereka berupaya untuk pergi darinya akan seperti hewan laut yang mencoba hidup di air tawar.

Air yang murni bagaikan air kebaikan yang mengandung kuasa Tuhan, kebenaran, kasih sayang, toleransi, kedamaian, kebaikan, ketenangan, keadilan sejati dan berbagai sifat Tuhan. Inilah air yang baik, air yang didalamnya mengandung berbagai rahasia Tuhan. Jika engkau mencoba untuk memindahkan ikan yang biasa hidup di lautan ilusi ke dalam air suci tersebut secara tiba-tiba, maka ia tidak akan dapat hidup di dalamnya, sekeras apapun upaya kita, mereka tidak akan dapat tinggal disana.

Jika samudera ilusi demikian luas, maka samudera kebenaran bagaikan setitik atom. Di dalamnya tersimpan berbagai penjelasan yang halus. Ia mengandung kebajikan Tuhan, kekuasaan Tuhan dan keadilan Tuhan. Perbandingan antara dunia ilusi dan kebenaran di dunia ini adalah bagaikan setitik atom di lautan luas. Titik kecil itu adalah kebenaran Tuhan yang tidak dapat dimasuki oleh para penghuni dunia ilusi.

Anakku sayang, seorang guru sejati, seorang insan kamil, adalah hamba sejati yang diberi kemampuan untuk menyelamatkan beberapa orang dari samudera ilusinya. Hanya manusia seperti itu yang dapat membimbing seseorang untuk keluar dari lautan ilusi dunia ini. Ia akan mampu menyelamatkan satu atau dua orang dari sana, dengan secara bertahap melatihnya dalam waktu yang cukup lama, ia akan pertama kali mencampurkan unsur kebenaran dan duniawi untuk kemudian secara perlahan mengurangi kadar duniawinya. Ia akan secara perlahan tapi pasti meningkatkan kadar kebaikan dan mengurangi kadar keburukan. Akhirnya ia akan mengajari orang-orang sedikit yang terpilih itu untuk hidup sepenuhnya dalam air yang suci. Semua proses ini akan membutuhkan waktu yang lama, kira-kira sepuluh hingga dua belas tahun. Ya, akan dibutuhkan waktu selama dua belas tahun lamanya untuk mengubah mereka, dan hal ini hanya mungkin terjadi apabila mereka tinggal di dalam kolam naungan sang guru sejati.

Akhirnya, mereka akan dapat tinggal di dalam air tawar yang suci, dalam naungan cahayaNya. Mereka akan tinggal di dalam titik cahaya Tuhan itu. Namun walaupun seolah hanya setitik, di dalamnya mereka bisa memahami alam semesta, semua yang terjadi dari awal hingga akhir, semua rahasia dan misteri penciptaan, rahasia dari lima elemen, rahasia dari dunia jiwa, rahasia Ilahiyah, rahasia dari pembagian rezeki dan rahasia dari suara-suara. Semuanya tertampung dan terkondensasi di dalam titik kecil yang Tuhan ciptakan. Disanalah mereka akan menemukan kebahagiaannya yang sejati. (Disana) mereka akan meraih kebahagiaan dan kedamaian sang jiwa serta penyempurnaannya. Lalu mereka akan mendapatkan kemenangan dan kedamaian yang abadi. Seorang guru sejati akan membimbing mereka hingga mencapai keadaan demikian.

Yang seorang guru sejati lakukan adalah dengan secara bertahap mengganti kadar air laut duniawi di dalam diri seorang manusia. Raga seorang manusia juga mengandung kadar garam, darah mengandung mineral, air mata megandung mineral, keringat mengandung mineral, dan makanan mengandung mineral. Semua hal yang berasal dari bumi mengandung beragam mineral. Ada delapan belas jenis mineral yang terkandung di dalam raga manusia, lima diantaranya terdapat di dalam air laut. Untuk menggantinya engkau membutuhkan bimbingan seorang guru sejati. Ia akan memberimu secara bertahap air kebenaran, air amal-amal mulia, air sifat-sifat kebenaran dan air keadilan. Sang guru akan mengurangi kadar garam secara bertahap dan meningkatkan kadar air segar. Hanya seorang guru sejati yang memiliki pengetahuan kebenaran yang dapat membimbingmu melakukan itu semua. Ia akan membimbingmu mengganti kualitas hidup, membawamu ke titik kebenaran, melatihmu untuk mati sebelum mati, untuk lahir kembali ke dunia tanpa terlahir, untuk menyantap makanan tanpa makan, dan untuk hidup tanpa hidup. Secara bertahap sang guru akan membawamu ke titik itu, hingga akhirnya ketika jiwamu telah matang ia akan berkata, “Baiklah, engkau bisa pergi sekarang. Engkau sudah menjadi manusia yang sempurna (insan kamil).”

Demikianlah cara seorang guru sejati mengubah kehidupanmu dari yang sebelumnya kaya dengan nuansa lautan dunia yang asin menjadi lautan yang suci. Ia akan membawamu kepada kehidupan yang utuh dengan kehadiranNya. Inilah sifat dan tugas seorang guru sejati. Ia akan mengajarimu rahasia-rahasia Ilahiyah, kewajiban Tuhan dan perbuatan (af’al) Tuhan. Akan tetapi saat ia melakukan itu semua engkau harus tinggal di dalam kolam penampungan yang telah ia bangun. Engkau harus senantiasa tinggal di dalamnya dan tidak menerobos pembatas yang telah ia buat. DI dalam kolam itulah ia akan menuangkan air segar yang akan mengencerkan kadar garam dalam dirimu. Hanya jika dirimu bersabar diri untuk tinggal di dalamnya maka ia akan mengubahmu. Ia akan membersihkan semua kotoranmu* dan membuatmu menjadi bisa hidup di dalam air segar keagunganNya.   

Untuk itulah engkau membutuhkan bimbingan seorang manusia sejati, seorang insan kamil, yang akan mengajarimu ilmu (ílm) atau pengetahuan suci. Itulah yang disebut dengan hikmah. Ia akan menunjukkan jalan menuju kemurnian jiwa dan cahaya jiwamu yang menyeluruh. Inilah sebabnya engkau memerlukan seorang guru sejati. Jika engkau dipertemukan dengan seorang guru sejati yang dikaruniai berbagai sifat Ilahiyah maka sadarilah bahwa itu merupakan anugerah dari Tuhan. Renungkanlah hal ini, wahai anak-anakku.[]

(Dikutip dan terjemahkan dari Bawa Muhaiyyaddeen, 101 Stories for Children. The Fellowship Press Philadelphia, 2006)


* Sebagaimana fungsi seorang utusan yang tertuang dalam QS Al Baqarah [2]:129,  “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”

Menatap Cermin Kehidupan

Saya punya cermin yang bisa berbicara, namanya Elia. Anaknya sangat peka, kalau wajah saya tegang karena kesal dia akan langsung mendekat dan bertanya "Ben je boos?"(apakah mama marah?) dan dia akan terus bertanya sampai raut wajah saya kembali ceria. Kalau saya sedang kesal sama adiknya, Elia yang kembali datang dan bilang "Als mama boos is dan heb ik keelpijn..." (kalau mama marah, tenggorokanku sakit) - sambil merayu memeluk mamanya.
Melalui episode mengasuh dua balita ini saya jadi ditunjukkan ada kadar-kadar marah dan ketidaksabaran tertentu dalam diri. Alhamdulillah ada bahan untuk meminta ampun.
Manusia tidak mungkin sanggup melihat wajahnya sendiri. Ia butuh cermin untuk melihat keadaannya. Adapun kehidupan sekitar kita adalah cermin yang sangat canggih dan indah yang memantulkan kondisi dada (shadr) dan hati (qalb) kita per saat itu. Bisa jadi bayangannya berbentuk yang menyenangkan, namun tidak jarang berwujud hal yang menyedihkan bahkan menyakitkan. Di tempat kerja kadang berhadapan dengan orang yang judes bahkan memfitnah kita, kalau respon awal kita marah dan membalas keburukannya, maka luputlah dari melihat kondisi diri kita yang sebenarnya. Gesekan yang paling intens biasanya datang dari keluarga atau pasangan sendiri. Berbagai dinamika yang menyertai bagaikan gerinda yang memperhalus cermin hati. Jika kita terpaku hanya sekadar menyalahkan si dia dan melewatkan kesempatan untuk bertafakur demi melihat Allah sedang ingin menunjukkan titik yang mana dalam hati, maka sudah habis saja episodenya lewat dan hanya menyisakan kekesalan yang abadi.
Ini yang dimaksud sebagian besar manusia ketika meninggal dunia lalai mengisi kantung rezeki batinnya. Kalau masalah kantung rezeki lahir jangan khawatir sudah dijamin, dalam hadits bahkan disebutkan rezeki lahir itu lebih cepat larinya dibanding kematian seseorang. Artinya kalau seorang sudah habis jatah usianya di dunia, pasti ia telah diberikan hak lahiriyahnya. Akan tetapi hak batin seperti ilmu, kesabaran, kebersyukuran, rasa keadilan, kebijaksanaan dan lain-lain itu hanya bisa diraih jika seseorang mau menyelami penggal demi penggal episode kehidupannya dengan perenungan (tafakur) yang dalam. Dan bertafakur itu bukan hal yang mewah, tidak perlu dilakukan di ruang meeting hotel bintang lima. Kita bisa bertafakur saat menerjang kemacetan sehari-hari, seorang ibu bisa bertafakur sambil menyuapi makan anak-anaknya, seorang pekerja pabrik bisa bertafakur sambil mengurai helai demi helai benang, seorang rukang batu bisa bertafakur seiring dengan irama palunya dan seterusnya.
Demikian pentingnya menyisakan ruang perenungan dalam diri ini hingga dikabarkan dalam hadits "Berpikir sesaat lebih baik daripada beribadah 60 tahun." Dengan berpikir kita mengaktivasikan potensi tertinggi manusia, yaitu aspek perenungannya. Dan hanya dengan itu manusia terlepas dari fenomena kehidupan yang sepertinya itu-itu saja, dari pertikaian yang itu lagi-itu lagi, dari doa yang lama tidak dikabul dan lain-lain hal yang membuatnya sesak dada. Agar ia bisa melihat rencana Ilahiyah di balik itu semua dan mengerti kebaikan yang terkandung di balik hal yang akal pikirannya sendiri tidak sanggup untuk mencernanya.
Allah itu Maha Baik, Ia ingin kita menjadi manusia seutuhnya, bukan robot kehidupan yang mengejar sesuatu dan menyelesaikan masalah secara horizontal semata yang tidak ada habisnya. Ada kerajaanNya yang jauh lebih kaya dan dahsyat di balik segala dunia bayangan ini yang menanti untuk dilimpahkan kepada kita semua. Syaratnya hanya satu, tatap baik-baik cermin diri masing-masing.