Thursday, December 14, 2017

Belajar Kesabaran Dari Seekor Trenggiling

Manusia harus belajar dari kesabaran seekor trenggiling. Hewan ini memiliki lidah yang panjang untuk berburu makanannya yang berupa rayap dan semut. Cara ia menangkap makanannya sangat unik, yaitu dengan menjulurkan lidahnya yang panjang ke dalam sarang semut dan membiarkan semut-semut itu satu persatu menggigitnya hingga mereka mengira daging itu adalah makanan mereka. Ia harus diam sedemikian rupa agar tidak membuat kaget kawanan semut yang berkerumun di atasnya. Kemudian setelah sekian lama hampir seluruh permukaan lidah akan ditutupi oleh semut yang berkerumun di atasnya, mereka mulai menggigitnya dan mengelupas sedikit demi sedikit lapisan lidahnya. Lalu dalam satu gerakan cepat, "glek!" seluruh semut yang rata-rata berjumlah 15 ribu hingga 20 ribu sekali telan itu ditelan masuk ke dalam lambung sang trenggiling. Tahukah berapa banyak semut kira-kira dibutuhkan untuk memuaskan perut sang trenggiling yang kelaparan? Sekitar satu juta! Bayangkan sebanyak apa gigitan yang harus ditanggung oleh seekor trenggiling.
Adapun manusia, apa yang kita inginkan? Kebahagiaan sejati? SurgaNya? RidhoNya? Jika itu yang diinginkan maka manusia harus sanggup menanggung sekian banyak gigitan. Gigitan berwujud kesulitan ekonomi, konflik dengan teman, masalah di kantor, tetangga yang rewel, kondisi kesehatan, keluarga yang membuat kecewa, ribut dengan pasangan, argumen tajam dengan anak dan seribu satu macam dinamika dunia akan menggigit hati kita. Kita harus menahan rasa sakitnya, harus tegar menghadapinya, lalu 'glek!' telan bulat-bulat dengan kearifan dan kesabaran.
Jika kehidupan menggigitmu, telanlah seperti halnya seekor trenggiling menelan semua itu untuk kebaikan dirinya.
(Adaptasi dari petuah Muhammad Raheem Bawa Muhaiyyaddeen, "The Anteater Endures Many Bites." The Bawa Muhaiyyadden Fellowship, Philadelphia 1981.)


Sunday, December 10, 2017

Jangan Layani Orang Yang Menyebalkan

Kadang kita harus berhadapan dengan seseorang yang tindakan atau kata-katanya tidak berkenan di hati dan tak jarang menyakitkan. Orang seperti ini kerap kali belum siap diberi masukan atau nasihat, hal itu semata disebabkan karena kebodohan kondisinya per saat itu. Karena ia tengah dikuasai oleh egonya, kesombongannya, dan ilusi dirinya

Cara yang terbaik menghadapi orang seperti ini adalah dengan tidak melayani adu debat dan menghindari atau menjauhinya sebisa mungkin. Namun jangan sekali-kali menganggap orang tersebut sebagai musuh kita, karena perasaan memiliki musuh memunculkan kebencian dalam hati, perasaan itu bagaikan racun yang mematikan diri kita sendiri dan dapat termanifestasi menjadi berbagai penyakit fisik.

Manusia harus memiliki hati selapang samudera, yang kalaupun orang melemparkan sampah ke dalamnya ia tidak membalas, tetap tenang dan merahmati. Itulah jiwa yang tenang (nafs muthmainnah) []


Saturday, December 9, 2017

Kekuatan Tauhid Ibrahim as

Sebuah teladan tentang memegang teguh keimanan telah didemonstrasikan oleh Nabi Ibrahim as. Ketika berbagai upaya Raja Nimrod untuk membunuhnya gagal, maka dibuatlah makar terakhir dengan membangun lubang raksasa yang diisi oleh berton-ton kayu bakar. Dengan harapan jika api yang membakar kayu itu sudah membumbung ke angkasa maka Ibrahim as akan dilempar untuk mati di dalamnya.
Saat api mulai membakar satu persatu kayu yang ada datanglah empat malaikat muqarrabun, empat malaikat tertinggi untuk menawarkan pertolongan. Tapi setiap kali Nabi Ibrahim as menolak dan berkata "Dia yang menempatkanku disini mengetahui keadaanku, dan Dia yang akan menolongku."
Demikian teguh kekuatan iman dan kepercayaan Nabiyullah Ibrahim kepada Rabbnya, hingga Allah berkata-kata dengan suara yang dapat didengar oleh semua nabi, malaikat, orang-orang suci, penghuni alam malakut, semua ciptaanNya. "Tidakkah engkau menyaksikan kekuatan hati hambaKu Ibrahim? Adapun kalian lebih memercayai kekuatan harta, air, sumber bumi, matahari, bulan, orang sakti, orang bijak, kepintaran diri, jin, malaikat dan setan. Kalian meminta pertolongan kepada mereka semua. Tapi lihatlah Ibrahim. Api sudah menyala di hadapannya namun hatinya tidak gentar, ia tetap mengandalkanKu. Sungguh Aku tidak pernah melihat seorang pun yang memiliki iman dan keyakinan sekuat dia. Dia yang hanya meminta pertolonganKu."
(Kutipan dan adaptasi dari kisah Ibrahim as yang disampaikan oleh Muhammad Raheem Bawa Muhaiyyaddeen)



Friday, December 8, 2017

Jangan Curang

Curang bukan ciri seorang muslim.
Kejujuran adalah salah satu ciri tandanya. Jika ia pedagang maka ia tidak akan mengurangi kualitas barang atau jumlah timbangannya demi meraup keuntungan berlipat. Jika ia menawarkan sesuatu maka ia tidak akan mengucapkan sesuatu yang tidak sesuai dengan manfaat barang yang dijualnya. Jika ia naik kendaraan umum jangan senang dengan membayar di bawah harga sepatutnya. Jika kasir supermarket lupa menghitung suatu barang sekecil apapun, kembalikan ia karena bukan haknya jika belum dibeli dengan cara yang halal.

Begitupun jika ia pekerja maka kualitas pekerjaannya akan disesuaikan seminimalnya dengan jumlah gaji yang diterimanya. Misalnya seseorang digaji 5 juta rupiah sebulan, maka produktivitas dan kualitas kerjanya seminimalnya harus setara dengan jumlah yang diterima. Jika ia bermalas-malasan di tempat kerja, facebook-an pada jam kerja, kurang produktif, hanya sekadar mengisi absensi kerja tanpa berkontribusi yang sesuai dengan jenis pekerjaannya, maka gaji yang ia terima sesungguhnya terlalu banyak, misalnya dengan kerja seperti itu semestinya ia digaji 3 juta saja, maka 2 juta kelebihannya sebenarnya bukan hak dirinya karena tidak memenuhi kaidah takaran dalam jual-beli. Kelebihan harta itu tidak akan membawa kebaikan baginya, bahkan akan membawa kesempitan hidup. Cara Allah mensucikan harta seperti itu bisa jadi dengan diberi penyakit lewat dirinya atau sanak saudara, kecurian harta atau ditipu orang, dan hal-hal lain yang pada prinsipnya mengambil jumlah yang tidak seharusnya ia terima.

Maka perhatikan takaran dalam melakukan aktivitas sehari-hari, jangan bersenang hati dengan prinsip melakukan sedikit dan mendapatkan sebanyak-banyaknya. Karena manusia diciptakan untuk beramal. Jadi apabila ia digaji X rupiah maka ia akan memberikan kontribusi X plus, karena kelebihan kerjanya akan menyinari jiwa dan memberkahi diri dan keluarganya. Itulah cara mendapatkan berkah dari rezeki yang diterima, dengan memperhatikan takaran dan timbangannya.[]



Tuesday, December 5, 2017

Jika Engkau Sakit Hati

Ketahuilah bahwa kehidupan dunia akan selalu berusaha untuk mencederai kesucian hatimu. Itu memang naturnya.
Jika engkau terbakar oleh amarah, cemburu, dengki, kecewa dan lain-lain dalam menghadapi fenomena dunia itu tanda jiwamu telah ditaklukkan oleh hawa nafsumu sendiri.

Jika engkau tersakiti, alihkan pandanganmu dari rasa sakit itu sendiri karena semakin lama engkau memandangnya semakin engkau merasakan sakit dan jiwamu menjadi lemah karenanya. Tahan sedikit rasa sakit yang ada sambil mengingat Dia Yang Mengirim rasa sakit itu. Yakinlah bahwa seluruh rasa sakit dan ujian hanya lewat sesaat saja.

(Adaptasi dari kisah Beruang dan Lebah yang disampaikan oleh Muhammad Raheem Bawa Muhaiyyaddeen)


Saturday, December 2, 2017

Rezeki Setiap Orang Sudah Terkadar Dengan Baik

Allah itu senantiasa ingin memberikan yang terbaik bagi segenap ciptaanNya. Sang Pencipta tentu paling tahu apa yang dibutuhkan oleh hamba-hamba-Nya. Perut semut akan dikenyangkan dengan beberapa butir biji-bijian, akan tetapi seekor gajah baru kenyang setelah melahap lebih dari seperempat kilogram rumput. Jika semut mencoba menyantap porsi makanan gajah dan sebaliknya mereka bisa sakit bahan mati.

Setiap manusia pun diberi jatah rezekinya masing-masing yang pasti cukup untuk menunaikan amanah hidupnya. Tapi hawa nafsu membuat manusia senantiasa merasa tidak cukup, ingin selalu lebih, selalu tergoda oleh nikmat dan kelebihan yang diperoleh oleh manusia lainnya sehingga memaksakan diri untuk meraihnya. Akibatnya tidak sedikit yang jatuh dalam perangkap berlomba-lomba makan melebihi kapasitasnya. Akhirnya mereka pun jatuh sakit, bisa jadi raganya tampak sehat-sehat saja tapi jiwanya terpuruk dan wajah hatinya mengkelam. Hidup hanya akan menjadi ajang bermegah-megah dan mencari kesenangan sesaat saja hingga akhirnya mereka terlena dan baru tersadar saat maut datang menjelang.


Sunday, November 26, 2017

Merubah Strategi Menjalani Kehidupan

Kebanyakan manusia tenggelam dalam kesibukan membangun kehidupannya, dikuasai oleh kekhawatiran masa akan depan diri dan keluarganya, dibuat gelisah oleh pembagian rezekiNya, dan pontang-panting merajut jala pengaman finansial sekokoh mungkin. Jika sebatas itu yang dilakukan maka sepanjang hidupnya ia hanya akan berkutat untuk mengatasi hal-hal yang bersifat horizontal dan luput untuk mengenal Dia Yang Menghadirkan semua yang ada.

Masalah akan selalu ada, itulah natur kehidupan. Orang tua misalnya kerap mengkhawatirkan anaknya yang masih kecil jika ia sakit, lalu saat ia remaja akan mengkhawatirkan pergaulannya, kemudian saat ia memilih jurusan perguruan tinggi juga akan dibuat bingung oleh pilihan yang ada dan kecocokan bakat sang anak, lalu macam pekerjaan yang akan dijelang, belum lagi perkara jodoh, setelah itu memikirkan cucu dan seterusnya. Sebuah gerak melingkar yang hanya dapat dihentikan oleh kematian.

Memang banyak orang yang shalat, tapi kelakuannya menunjukkan seolah-olah Allah hanya hadir dalam ruang kecil seluas sajadahnya itu. Tubuhnya membungkukkan diri dan membenamkan kepala selevel dengan tanah, tapi jika sedang kekurangan rezeki, menunggu jodoh yang belum tiba, penyakit yang mendera, masalah di pekerjaan atau rumah tangga ia membungkukkan diri kepada ´what so called by´ ajengan, jampi ini itu, usaha ini itu yang ia kerahkan perhatian, jiwa dan raganya ke sana. Sedangkan waktu dan perhatian untuk Tuhan? Sekadarnya saja yang beberapa menit dalam gerakan sholat yang tidak menghadirkan hati itu. Jika ini strategi yang seseorang terapkan dalam kehidupan, selamat menjelang kepayahan yang tidak berujung. Karena di balik setiap solusi horizontal yang ia lakukan akan ada ujian lain dan Dia Yang Maha Mengendalikan kehidupan.

Strategi cerdas menjalaninya sebenarnya sangat simpel, yaitu dengan hati yang bersyukur. I know it's easier said than done. Tapi itulah kapasitas superpower manusia yang bisa melambungkannya ke langit dengan merubah hatinya ia bisa mengubah cara pandang terhadap dunia dan sekitarnya. Mungkin secara fisik masih tetap harus menempuh macet yang itu juga, masih harus mengukur jalanan yang sama, masih harus berkantor di tempat yang sama, dan masalah yang dihadapi sama sekali tidak berubah. Tapi kebersyukuran akan mengundang berkah dan karuniaNya yang tak terhingga. Dan jika Dia sudah 'turun tangan' tidak ada yang bisa menghentikannya. Itulah kebersyukuran, menerima, menjalani dan memuji kehidupan apa adanya dengan suka cita. Dengan kesadaran bahwa segala sesuatunya mewujud dengan pertimbangan ilmu dan keadilanNya Yang Maha Agung. Insya Allah

Amsterdam, 26 November 2017
14.40



Thursday, November 23, 2017

Jika Hanya Sibuk Menyelesaikan Masalah Dunia

Kesadaran bahwa tidak ada musibah apapun yang menimpa seseorang tanpa Dia izinkan akan membuat hati sang hamba menjadi lebih tenang bahwa semua dalam kendaliNya.
Adapun sebagian besar manusia luput dari melihat tanganNya ada di balik setiap hal yang digerakkan kepada dirinya. Kebanyakan akan terantuk pada masalah yang ada, menyalahkan orang lain hingga mengutuk takdir dan kehidupan. Jarang yang mampu melihat ke dalam diri dan merenung ada apa di balik Sang Maha Kuasa mengizinkan hal itu terjadi? Mungkin ada orang yang menyakiti kita, mungkin diri atau orang yang dikasihi ditimpa penyakit atau musibah, mungkin tengah dirundung kesulitan dalam kehidupan dan lain sebagainya ujian kehidupan.

Selama seseorang masih berkutat pada solusi horizontal, menghadapkan diri kepada kemampuan diri dan bantuan makhlukNya, selama itu juga pemahamannya akan diri dan kehidupan tidak akan meningkat dan seumur hidup ia hanya akan tenggelam dalam kesibukan menyelesaikan urusan dunia yang tidak ada habisnya.

- Adaptasi dari Kajian Al Hikam yang disampaikan oleh Kang Zamzam AJT, Mursyid Thariqah Kadisiyah, Jakarta, 18 November 2017

Tuesday, November 21, 2017

Dari Air Asin ke Air Tawar: Cara Seorang Guru Sejati Mendidik Muridnya

Wahai cucu-cucuku, wahai anak-anakku . Wahai cinta dan kasihku. Semoga Allah menolongmu. Aamiin.

Lihatlah ke lautan luas. Perhatikan di dalamnya beragam kehidupan yang ada. Mereka semua membutuhkan air yang asin untuk bisa hidup. Apakah mereka dapat bertahan di dalam air tawar? Tentu saja tidak. Mereka bisa mati jika sekonyong-konyong dipindahkan ke dalam air tawar.

Air lautan bermuatan berat karena di dalamnya terkandung banyak mineral. Setidaknya ada delapan belas jenis mineral yang terkandung di dalam air lautan yang asin itu. Para penghuni air laut telah menghabiskan sepanjang usia mereka beraktivitas di dalam air laut dan mengecap banyak pengalaman dengan tinggal di dalamnya.  Mereka biasa hidup dan mencari makan disana. Maka jika tiba-tiba kita mengambilnya dari lautan kemudian memasukkan mereka ke dalam air tawar maka tak ayal lagi mereka akan segera mati.

Ada cara untuk mengkondisikan hewan laut sehingga ia dapat tinggal di dalam air tawar, yaitu dengan cara secara bertahap mengencerkan air laut asin dengan air tawar. Sedikit demi sedikit kita dapat mengurangi kandungan garam agar hewa laut itu beraklimatisasi terhadap lingkungan air tawar.  Hanya dengan cara demikian maka hewan laut dapat melanjutkan hidupnya dalam lingkungan air tawar. Akan tetapi jika kita langsung memasukkan ia ke dalam air tawar untuk sekian lama, maka ia akan mati seketika.

Seperti itulah, manusia memiliki dua bagian dalam dirinya. Dia memiliki satu bagian jiwa yang suci dan bagian yang lain membentuk raga, yaitu tanah, air, udara dan eter. Elemen-elemen tersebut mengandung rasa sombong, karma dan ilusi; turunan dari ilusi (tarahan, singhan dan suran); hasrat, amarah, serakah, kekikiran, fanatisme, iri dengki, ego, cemburu. Penipuan, judi, 64 macam seni dan sains, dan 64 macam seni bercinta. Elemen-elemen tersebut juga mengandung dunia keajaiban air, mantara dan ilusi, keajaiban dunia hewan, dunia setan dan hantu, dunia setan, dunia iblis, dunia jin dan peri, serta dunia alam langit. Semua yang tinggal dalam samudera raga, pikiran dan keinginan meraup setiap pengalamannya dari dalam lautan tersebut. Beragam bentuk kehidupan yang berasal dari bumi, air, api, udara dan eter tinggal di dalamnya bersatu dengan berbagai kualitas dan energi negatif tersebut. Hidup mereka tertampung di dalamnya. Jika mereka berupaya untuk pergi darinya akan seperti hewan laut yang mencoba hidup di air tawar.

Air yang murni bagaikan air kebaikan yang mengandung kuasa Tuhan, kebenaran, kasih sayang, toleransi, kedamaian, kebaikan, ketenangan, keadilan sejati dan berbagai sifat Tuhan. Inilah air yang baik, air yang didalamnya mengandung berbagai rahasia Tuhan. Jika engkau mencoba untuk memindahkan ikan yang biasa hidup di lautan ilusi ke dalam air suci tersebut secara tiba-tiba, maka ia tidak akan dapat hidup di dalamnya, sekeras apapun upaya kita, mereka tidak akan dapat tinggal disana.

Jika samudera ilusi demikian luas, maka samudera kebenaran bagaikan setitik atom. Di dalamnya tersimpan berbagai penjelasan yang halus. Ia mengandung kebajikan Tuhan, kekuasaan Tuhan dan keadilan Tuhan. Perbandingan antara dunia ilusi dan kebenaran di dunia ini adalah bagaikan setitik atom di lautan luas. Titik kecil itu adalah kebenaran Tuhan yang tidak dapat dimasuki oleh para penghuni dunia ilusi.

Anakku sayang, seorang guru sejati, seorang insan kamil, adalah hamba sejati yang diberi kemampuan untuk menyelamatkan beberapa orang dari samudera ilusinya. Hanya manusia seperti itu yang dapat membimbing seseorang untuk keluar dari lautan ilusi dunia ini. Ia akan mampu menyelamatkan satu atau dua orang dari sana, dengan secara bertahap melatihnya dalam waktu yang cukup lama, ia akan pertama kali mencampurkan unsur kebenaran dan duniawi untuk kemudian secara perlahan mengurangi kadar duniawinya. Ia akan secara perlahan tapi pasti meningkatkan kadar kebaikan dan mengurangi kadar keburukan. Akhirnya ia akan mengajari orang-orang sedikit yang terpilih itu untuk hidup sepenuhnya dalam air yang suci. Semua proses ini akan membutuhkan waktu yang lama, kira-kira sepuluh hingga dua belas tahun. Ya, akan dibutuhkan waktu selama dua belas tahun lamanya untuk mengubah mereka, dan hal ini hanya mungkin terjadi apabila mereka tinggal di dalam kolam naungan sang guru sejati.

Akhirnya, mereka akan dapat tinggal di dalam air tawar yang suci, dalam naungan cahayaNya. Mereka akan tinggal di dalam titik cahaya Tuhan itu. Namun walaupun seolah hanya setitik, di dalamnya mereka bisa memahami alam semesta, semua yang terjadi dari awal hingga akhir, semua rahasia dan misteri penciptaan, rahasia dari lima elemen, rahasia dari dunia jiwa, rahasia Ilahiyah, rahasia dari pembagian rezeki dan rahasia dari suara-suara. Semuanya tertampung dan terkondensasi di dalam titik kecil yang Tuhan ciptakan. Disanalah mereka akan menemukan kebahagiaannya yang sejati. (Disana) mereka akan meraih kebahagiaan dan kedamaian sang jiwa serta penyempurnaannya. Lalu mereka akan mendapatkan kemenangan dan kedamaian yang abadi. Seorang guru sejati akan membimbing mereka hingga mencapai keadaan demikian.

Yang seorang guru sejati lakukan adalah dengan secara bertahap mengganti kadar air laut duniawi di dalam diri seorang manusia. Raga seorang manusia juga mengandung kadar garam, darah mengandung mineral, air mata megandung mineral, keringat mengandung mineral, dan makanan mengandung mineral. Semua hal yang berasal dari bumi mengandung beragam mineral. Ada delapan belas jenis mineral yang terkandung di dalam raga manusia, lima diantaranya terdapat di dalam air laut. Untuk menggantinya engkau membutuhkan bimbingan seorang guru sejati. Ia akan memberimu secara bertahap air kebenaran, air amal-amal mulia, air sifat-sifat kebenaran dan air keadilan. Sang guru akan mengurangi kadar garam secara bertahap dan meningkatkan kadar air segar. Hanya seorang guru sejati yang memiliki pengetahuan kebenaran yang dapat membimbingmu melakukan itu semua. Ia akan membimbingmu mengganti kualitas hidup, membawamu ke titik kebenaran, melatihmu untuk mati sebelum mati, untuk lahir kembali ke dunia tanpa terlahir, untuk menyantap makanan tanpa makan, dan untuk hidup tanpa hidup. Secara bertahap sang guru akan membawamu ke titik itu, hingga akhirnya ketika jiwamu telah matang ia akan berkata, “Baiklah, engkau bisa pergi sekarang. Engkau sudah menjadi manusia yang sempurna (insan kamil).”

Demikianlah cara seorang guru sejati mengubah kehidupanmu dari yang sebelumnya kaya dengan nuansa lautan dunia yang asin menjadi lautan yang suci. Ia akan membawamu kepada kehidupan yang utuh dengan kehadiranNya. Inilah sifat dan tugas seorang guru sejati. Ia akan mengajarimu rahasia-rahasia Ilahiyah, kewajiban Tuhan dan perbuatan (af’al) Tuhan. Akan tetapi saat ia melakukan itu semua engkau harus tinggal di dalam kolam penampungan yang telah ia bangun. Engkau harus senantiasa tinggal di dalamnya dan tidak menerobos pembatas yang telah ia buat. DI dalam kolam itulah ia akan menuangkan air segar yang akan mengencerkan kadar garam dalam dirimu. Hanya jika dirimu bersabar diri untuk tinggal di dalamnya maka ia akan mengubahmu. Ia akan membersihkan semua kotoranmu* dan membuatmu menjadi bisa hidup di dalam air segar keagunganNya.   

Untuk itulah engkau membutuhkan bimbingan seorang manusia sejati, seorang insan kamil, yang akan mengajarimu ilmu (ílm) atau pengetahuan suci. Itulah yang disebut dengan hikmah. Ia akan menunjukkan jalan menuju kemurnian jiwa dan cahaya jiwamu yang menyeluruh. Inilah sebabnya engkau memerlukan seorang guru sejati. Jika engkau dipertemukan dengan seorang guru sejati yang dikaruniai berbagai sifat Ilahiyah maka sadarilah bahwa itu merupakan anugerah dari Tuhan. Renungkanlah hal ini, wahai anak-anakku.[]

(Dikutip dan terjemahkan dari Bawa Muhaiyyaddeen, 101 Stories for Children. The Fellowship Press Philadelphia, 2006)


* Sebagaimana fungsi seorang utusan yang tertuang dalam QS Al Baqarah [2]:129,  “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”

Menatap Cermin Kehidupan

Saya punya cermin yang bisa berbicara, namanya Elia. Anaknya sangat peka, kalau wajah saya tegang karena kesal dia akan langsung mendekat dan bertanya "Ben je boos?"(apakah mama marah?) dan dia akan terus bertanya sampai raut wajah saya kembali ceria. Kalau saya sedang kesal sama adiknya, Elia yang kembali datang dan bilang "Als mama boos is dan heb ik keelpijn..." (kalau mama marah, tenggorokanku sakit) - sambil merayu memeluk mamanya.
Melalui episode mengasuh dua balita ini saya jadi ditunjukkan ada kadar-kadar marah dan ketidaksabaran tertentu dalam diri. Alhamdulillah ada bahan untuk meminta ampun.
Manusia tidak mungkin sanggup melihat wajahnya sendiri. Ia butuh cermin untuk melihat keadaannya. Adapun kehidupan sekitar kita adalah cermin yang sangat canggih dan indah yang memantulkan kondisi dada (shadr) dan hati (qalb) kita per saat itu. Bisa jadi bayangannya berbentuk yang menyenangkan, namun tidak jarang berwujud hal yang menyedihkan bahkan menyakitkan. Di tempat kerja kadang berhadapan dengan orang yang judes bahkan memfitnah kita, kalau respon awal kita marah dan membalas keburukannya, maka luputlah dari melihat kondisi diri kita yang sebenarnya. Gesekan yang paling intens biasanya datang dari keluarga atau pasangan sendiri. Berbagai dinamika yang menyertai bagaikan gerinda yang memperhalus cermin hati. Jika kita terpaku hanya sekadar menyalahkan si dia dan melewatkan kesempatan untuk bertafakur demi melihat Allah sedang ingin menunjukkan titik yang mana dalam hati, maka sudah habis saja episodenya lewat dan hanya menyisakan kekesalan yang abadi.
Ini yang dimaksud sebagian besar manusia ketika meninggal dunia lalai mengisi kantung rezeki batinnya. Kalau masalah kantung rezeki lahir jangan khawatir sudah dijamin, dalam hadits bahkan disebutkan rezeki lahir itu lebih cepat larinya dibanding kematian seseorang. Artinya kalau seorang sudah habis jatah usianya di dunia, pasti ia telah diberikan hak lahiriyahnya. Akan tetapi hak batin seperti ilmu, kesabaran, kebersyukuran, rasa keadilan, kebijaksanaan dan lain-lain itu hanya bisa diraih jika seseorang mau menyelami penggal demi penggal episode kehidupannya dengan perenungan (tafakur) yang dalam. Dan bertafakur itu bukan hal yang mewah, tidak perlu dilakukan di ruang meeting hotel bintang lima. Kita bisa bertafakur saat menerjang kemacetan sehari-hari, seorang ibu bisa bertafakur sambil menyuapi makan anak-anaknya, seorang pekerja pabrik bisa bertafakur sambil mengurai helai demi helai benang, seorang rukang batu bisa bertafakur seiring dengan irama palunya dan seterusnya.
Demikian pentingnya menyisakan ruang perenungan dalam diri ini hingga dikabarkan dalam hadits "Berpikir sesaat lebih baik daripada beribadah 60 tahun." Dengan berpikir kita mengaktivasikan potensi tertinggi manusia, yaitu aspek perenungannya. Dan hanya dengan itu manusia terlepas dari fenomena kehidupan yang sepertinya itu-itu saja, dari pertikaian yang itu lagi-itu lagi, dari doa yang lama tidak dikabul dan lain-lain hal yang membuatnya sesak dada. Agar ia bisa melihat rencana Ilahiyah di balik itu semua dan mengerti kebaikan yang terkandung di balik hal yang akal pikirannya sendiri tidak sanggup untuk mencernanya.
Allah itu Maha Baik, Ia ingin kita menjadi manusia seutuhnya, bukan robot kehidupan yang mengejar sesuatu dan menyelesaikan masalah secara horizontal semata yang tidak ada habisnya. Ada kerajaanNya yang jauh lebih kaya dan dahsyat di balik segala dunia bayangan ini yang menanti untuk dilimpahkan kepada kita semua. Syaratnya hanya satu, tatap baik-baik cermin diri masing-masing.

Monday, October 30, 2017

The Power of Your Name

Sudah beberapa hari ini saya berpapasan dengan anak perempuan lucu teman sekolahnya Rumi dalam perjalanan ke sekolah. Setiap kali berjumpa saya selalu menyapanya hangat sambil memanggil namanya "Hoi Rani, goede morgen!" Dan setiap kali pula sang anak memberikan tatapan yang aneh kalau tidak cuek bebek. Tapi saya ngga menyerah, pagi ini saya ketemu lagi sama dia dan tetap saya sapa hangat "Hoi Rani! Leuke vakantie gehad?" Lalu Rumi tiba-tiba mendekat dan berbisik "Nee mama, itu namanya Seven" dengan intonasi mirip karakter "sadness" dalam film Inside Out.
Ah, terjawab sudah misteri selama ini....

-----
Seseorang tidak akan memberikan respon yang adekuat jika dipanggil tidak sesuai dengan namanya.
Jiwa kita pun punya nama langitnya sendiri, sesuatu yang memberikan identitas serta peran seseorang dalam menempuh takdirnya di alam ciptaan. Maka jangan seenaknya memberi nama anak, karena nama itu doa dan memberikan visi tentang misi sang anak.

Sebagaimana seseorang yang tidak akan merespon saat namanya tidak dipanggil. Jiwa kita tidak akan memberikan respon yang tepat saat identitasnya tidak diseru. Jiwa tidak akan bergairah jijka diberi makanan yang tidak sesuai dengan seleranya. Inspirasi, semangat dan tekad yang sejati hanya muncul ketika jiwa dengan namanya sendiri. Seorang yang berjiwa seni akan selalu merindukan kapan saat ia dapat menyalurkan bakat seninya. Seorang yang berjiwa ilmuwan akan selalu senang diberi ruang untuk memikirkan problematik di bidangnya. Demikian seterusnya.

Tantangan yang ada saat ini adalah membuat takaran hidup masing-masing seimbang. Agar kewajiban mencari nafkah tidak ditelantarkan, hak anak dan keluarga tidak disia-siakan dan kebutuhan mengurus diri sendiri tidak dianggap remeh. Kuncinya hanya dengan menjalankan semua dalam timbangan keadilanNya. Dan tidak akan orang berbuat adil tanpa dilandasi taqwa. Adapun taqwa mensyaratkan adanya iman yang menyala sebagai jembatan komunikasi antara sang hamba dengan Rabbnya. Jika jembatan itu tegak maka sang jiwa akan menari gembira mendengar seruan dari-Nya di setiap saat, dan ia pun akan menjawab "labbaik, Allahumma labbaik..."

Gein, Amsterdam 30 Oktober 2017
10.00 pagi selepas mengantar Rumi ke sekolah

Sunday, October 29, 2017

"To increase your wealth your have to increase your wisdom"
- Muhammad Raheem Bawa Muhaiyyaddeen.

Hikmah (wisdom) terkait dengan kebersyukuran. Semakin orang bersyukur akan semakin bijak dalam berlaku.
Oleh karenanya kekayaan satu juta rupiah di tangan orang yang bersyukur bisa mendatangkan berkah dan kebaikan banyak bagi diri dan sekitar dibanding harta trilyunan di tangan orang yang tidak bijak.

Amsterdam, Gein 29 Oktober 2017
Saat menerjemahkan "The Bear Cub that Harmed the Sheikh"
12.06 siang

Wednesday, October 25, 2017

MENYIKAT WC & IDE TULISAN

Sejauh saya membaca materi tentang "How to find writing ideas", belum ada yang mencantumkan tips "menyikat wc"untuk mendapatkan ide tulisan. Well it happened to me anyway :)

Penekanannya bukan semata-mata "membersihkan wc" tapi lebih kepada mengerjakan segala amanah yang ada di depan mata. Saya perhatikan banyak ide tulisan serta inspirasi untuk menerjemahkan datang saat saya sedang mengerjakan pekerjaan rumah yang selalu menumpuk setiap hari itu mulai dari merapikan tempat tidur, mencuci dan melipat pakaian, membersihkan rumah, mengantar anak-anak ke sekolah dan mengasuh mereka sejak bangun sampai tidur lagi. And here's what i've experienced. Pernah satu saat mencoba menunda beberapa pekerjaan karena tergoda hawa nafsu yang cenderung terburu-buru itu dengan jargon "harus hari ini selesai, yes you can!" and it all went south ladies and gentlemen. Inspirasi macet, kata-kata yang keluar terasa dipaksakan it just didn't feel good.

Pelan-pelan saya belajar bahwa sebuah amal shalih tidak bisa diraih dengan mengabaikan asas keadilan. Menganggap seakan kegiatan dan tugas yang lain kurang penting atau bahkan tidak penting dibanding sang "amal shalih" yang nampak lebih memukau itu. Karena semua yang Allah hadirkan seremeh apapun kelihatannya justru adalah tiang-tiang yang menyokong kemisian yang jika tiangnya tidak ditegakkan maka mustahil sebuah urusan akan tegak. Seperti firman Allah, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu..."(QS Ibrahim:7)

Dalam pengalaman saya pribadi, amanah untuk menerjemahkan sebuah kitab kuno (Kitab Nabi Idris) yang oleh para ilmuwan di bidangnya diklasifikasikan sebagai tulisan yang njelimet oleh karenanya mursyid saya mengatakan fakta bahwa seorang emak rempong dengan dua balita bisa merampungkan proses penerjemahannya dalam sepuluh tahun adalah "sebuah keajaiban." In other words, it simply doesn't make sense!
Tapi dengan izin Allah terjemahannya bisa rampung ala kadarnya - namanya juga diterjemahkan oleh seorang amatir - editor saya tahu betul tentang ini :) Saya sadar betul yang saya lakukan hanya melayani satu persatu tamu-Nya yang dihadirkan tanpa harus ngoyo "harus kejar deadline". Metoda pendekatannya dibalik. Justru layani setiap apa yang hadir di saat itu. Tiba-tiba anak sakit, minta digendong, ada tamu di depan pintu, ada cucian numpuk, mainan berantakan, dan ya termasuk wc belum disikat. Lakukan semua itu dengan hati yang bernyanyi dan tiba-tiba begitu kembali ke laptop inspirasi mengalir deras hingga jari serasa menari sendiri.

Jadi jangan anggap remeh hal-hal kecil di sekitar kita. Kebaikan dan kontribusi yang kita berikan semungil apapun kelihatannya bisa jadi sebuah jalan dialirkannya rezeki lain lahir dan batin.

Gein, Amsterdam 25 Oktober 2017
16.28
Jelang les Bahasa Belanda

Monday, October 23, 2017

Apa Yang Kau Cari?

Kalau Anda ditanya, "Apa yang akan diraih 5, 10 atau 20 tahun ke depan?" Rata-rata dalam hitungan detik berbagai ide jawaban mulai menyeruak di relung pikiran kita.
Namun jika pertanyaan tadi dilanjutkan dengan "Bagaimana Anda dapat meraihnya?" Umumnya dibutuhkan waktu lebih lama untuk berpikir dan menyusun langkah untuk kemudian menilai apakah keinginan dan ambisi itu realistis atau tidak.
Pertanyaan berikutnya akan membutuhkan waktu lebih banyak lagi, karena selaiknya jawaban pertanyaan itu tidak hanya mengandalkan hasil informasi dari olah pikiran akan tetapi juga mengaktivasi elemen hati atau indera lain dalam diri seseorang. Dan pertanyaan itu adalah "Mengapa Anda menginginkan hal tersebut?"
Dari ketiga pertanyaan itu justru pertanyaan "mengapa" merupakan fondasi penting dari semua yang akan dan sedang kita lakukan. Jawaban dari "mengapa" itu menentukan niat dan arah yang sedang seseorang bangun. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, "Sesungguhnya amalan itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan."
Oleh karenanya bisa jadi seseorang tampak mempunyai karya yang hebat di mata orang banyak akan tetapi niatnya sekadar untuk diri dan dunianya, maka amal-amal itu hanya berumur pendek dan tidak akan dibawa abadi ke hadapan-Nya. Di sisi lain ada orang amalnya yang sepi dari pujian dan perhatian manusia akan tetapi justru amalan kecil itu bernilai tinggi di hadapanNya karena dikerjakan dengan hati yang ikhlas.
Kita semua punya peran masing-masing yang tidak sama. It's simply a role to play here on earth, Tidak perlu merasa lebih hebat dari yang lain juga tak usah merasa minder, karena setiap diri kita membawa keping puzzle informasi yang penting yang jika satu keping hilang maka gambaran yang utuh dari puzzle itu tidak akan sempurna. Maka penting untuk selalu mengevaluasi jawaban kita akan pertanyaan "kenapa saya melakukan ini?", "untuk siapa?", "apa yang aku cari?". Karena kita hanya akan mendapat apa-apa yang kita cari dan cara pandang kita terhadap kehidupan dan diri sendiri ditentukan oleh jawaban tersebut.
Kemudian sadarilah bahwa diri kita beserta kehidupan yang melingkupi adalah bagian dari skenario besar kehidupan. Agar kita tidak dibuat murung dengan pembagian takdir yang sudah Dia kadarkan. Supaya kita bisa bangga dengan kehidupan masing-masing. Sebangga seorang tukang sapu yang bekerja di NASA yang tiba-tiba disapa oleh Presiden Kennedy dalam kunjungannya ke NASA Space Center pada trahun 1962. Saat sang Presiden Amerika itu bertanya, "Apa yang kau lakukan disini?" Sang tukang sapu itu menjawab dengan pasti, "Saya membantu orang pergi ke bulan pak!".

Amsterdam, 23 Oktober 2017
Tijdens herftsvakantie

Tuesday, October 17, 2017

Berserah Diri Berarti Paham PengaturanNya Adalah Yang Terbaik

Seorang muslim adalah orang yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah Ta'ala, sesuai dengan nama agama Islam yang salah satu artinya berserah diri.
Arti berserah itu paham kalau hanya Allah yang tahu ihwal diri kita, apa yang terbaik bagi kita dalam kehidupan kini dan yang akan datang.

Namun kebanyakan orang berkiblat pada hawa nafsu, berserah diri pada keinginan ego dan syahwat, bukan kepada kehendak Allah. Orang yang belum berserah diri menganggap semua rencana yang ia susun di dalam benaknya adalah yang terbaik untuknya sehingga berkeyakinan jika itu belum diraih maka ia belum meraih kebahagiaan.

Sungguh kasihan orang yang terbelenggu dengan hawa nafsu dan syahwatnya karena natur dari hawa nafsu adalah senantiasa menginginkan dunia dan tidak akan kenyang sebelum mulut dipenuhi oleh tanah, dengan kata lain ketika jasad sudah dikubur di dalam kegelapan bumi.

Agama diturunkan menawarkan solusi untuk terbebas dari semua belenggu penjajahan hawa nafsu dan syahwat diri yang cenderung memperbudak jiwa manusia. Jika seseorang mau berserah diri saja, maka semua jalan, pengaturan dan kebaikan-Nya akan mulai nampak sehingga manusia tidak perlu tenggelam dalam duka nestapa karena Dia tidak pernah berhenti melimpahkan anugerah dan pertolonganNya di setiap saat.

Berserah diri tentu berbeda jauh dengan pasrah tanpa terlebih dahulu mengoptimalkan ikhtiar. Karena pemahaman bahwa Allah selalu memberi yang terbaik tidak akan datang begitu saja. Harus ada upaya dari sang hamba untuk menuntut ilmu, berkawan dengan teman-teman yang memberi manfaat baik bagi jiwa dan mengubah gaya hidup menjadi melihat kehidupan akhirat nanti sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan aktivitas di dunia per hari ini.

Tentu tidak mudah pada awal waktu, karena hawa nafsu dan jiwa akan selalu menginginkan hal yang berbeda. Di situlah justru jihad akbar kita masing-masing.

(Adaptasi dari kelas pembekalan yang disampaikan oleh Kang Zamzam AJT, Mursyid Penerus Thariqah Kadisiyah. Dari catatan mbak Dian Noviyanti)



Karena Allah Mustahil Menganiaya HambaNya

Karya seni ini kecil kemungkinan dipajang di Saatchi Gallery London apalagi disimpan di Rijksmuseum Amsterdam, bahkan dikasih gratis saja belum tentu ada yang mau. Tapi buat saya, ini sangat-sangat berharga karena ia adalah buah tangan si bungsu. Saya simpan di dalam file dengan rapih supaya dia atau anak cucunya bisa lihat kembali bertahun-tahun dari sekarang.

Allah, kasih sayangnya jauh lebih dalam dibanding sayang orang tua kepada anaknya. Makanya setiap amalan dicatat rapih, ada petugasnya khusus pula yang melakukan ihwal pencatatan tersebut. Suatu saat nanti semua catatan itu akan diperlihatkan kembali. Bukan untuk mempermalukan hamba-Nya, sungguh Dia jauh dari sifat itu apalagi untuk menganiaya sang hamba.

Yang Dia inginkan adalah agar sang hamba beserta seluruh amalnya menjadi abadi bersamaNya, itu sebabnya Dia mengutus sekian banyak utusan berupa penyeru dalam kehidupan juga memberi petunjuk ke dalam lahir dan batin manusia. Agar manusia meraih kebahagiaan hakikinya masing-masing dan tidak tertipu oleh ilusi sesaat.

Karena Allah itu Maha Suci maka segala sesuatu yang tidak suci akan otomatis hancur terbakar menjadi api begitu mendekat dengan-Nya. Jadi bukan maksud Dia menyiksa seseorang di dunia maupun di alam yang menjelang datang. Akan tetapi ketika sang hamba datang masih membawa sekian banyak kekotoran hati, ketidakmurnian dan kebusukan jiwa semua kualitas itu akan terbakar habis ketika berhadapan dengan cahaya kesucian dan kebenaran.

Seperti orang tua yang memperlihatkan kembali kekaryaan masa kecil anak-anaknya, Dia akan membuka kembali setiap episode dalam hidup yang di dalamnya kebanyakan masih luput dan khilaf untuk mengenalNya karena wajah kita saat itu sedang berpaling kepada selainNya. Sebab semua dicipta karena Dia rindu untuk dikenal.

Gein, Amsterdam 17 Oktober 2017
11.09 ba´da sholat dhuha sambil menunggu jemput Rumi dari voorschool


Monday, October 16, 2017

Saat Memakai Jubah Sang Pemelihara

Suatu hari Sulaiman as - seorang nabi yang dianugerahi kekuasaan besar di alam mulkiyah yang meliputi kaum jin dan manusia - memohon kepada Allah Sang Pemelihara alam semesta agar diizinkan sekali saja menghidangkan makanan bagi seluruh makhlukNya, sebuah permintaan yang didasari oleh kasih sayang beliau yang sangat besar kepada seluruh ciptaan.
Pada awalnya Allah Ta'ala menolak permintaan beliau dan berfirman, "Sesungguhnya engkau tidak akan mampu melakukannya." Namun karena ada sebuah pelajaran besar yang akan disampaikan kepada umat manusia maka permintaan sang nabi pun akhirnya dikabulkan.

Maka persiapan besar-besaran untuk menyiapkan hidangan bagi seluruh makhluk dipersiapkan. Dikisahkan banyaknya hidangan yang disediakan terbentang luas kira-kira sepanjang seseorang melakukan perjalanan selama satu bulan lamanya.

Setelah persiapan dirasa telah dihitung dengan cermat maka Nabi Sulaiman mempersilahkan agar para penghuni lautan terlebih dahulu datang dan menyantap hidangan yang tersedia. Tiba-tiba dari dasar lautan muncul sejenis ikan yang sangat besar dan melahap semua hidangan yang ada sekejap mata! Sang nabi kemudian tertunduk dan mohon ampun sambil memuji kekuasaan-Nya yang tak terhingga.

***
Allah Rabbul 'alamin adalah Sang Maha Pemelihara. Dia yang memelihara alam semesta dalam tatanan yang harmoni, Dia yang menyusun keping demi keping urutan takdir manusia dengan presisi, Dia yang merawat seorang manusia sejak alam ciptaan, alam rahim, alam dunia hingga ke alam berikutnya. Pada hakikatnya Dia yang memelihara anak-anak kita, orang tua kita - walaupun secara syariat Dia izinkan keterlibatan tangan manusia untuk ikut memelihara ciptaan-Nya. Bahkan Dia yang memelihara seluruh proses rumit yang terjadi dalam tubuh manusia, kendaraan jiwa yang kita pakai sehari-hari.

Inilah alasan kenapa Allah berfirman agar manusia jangan dibuat susah oleh anaknya, juga anak jangan dibuat pusing oleh perilaku orang tua atau saudara-saudaranya. Bawa Muhaiyyaddeen berpesan bahwa ikatan darah adalah sebuah ilusi. Ia bisa jadi sebuah penghalang bagi seseorang untuk melihat sebuah kebenaran (al haq).

Memang disebutkan bahwa infaq yang utama adalah kepada orang tua dan kerabat terdekat. Adalah hal yang mulia mengurus mereka. Akan tetapi jangan pakaikan jubah Sang Pemelihara kepada diri sendiri dengan merasa kalau tidak kita urus maka mereka akan binasa. Karena kuasa-Nya jauh lebih besar daripada perhitungan cetek seorang manusia.

Mursyid saya berpesan ihwal mempersiapkan masa depan anak. Kalau memang mampu menabung untuk sekolah dan masa depannya silakan lakukan. Akan tetapi kalau memang rezeki yang diterima pas-pasan dan kondisi belum memungkinkan untuk menabung maka jangan berputus asa dari karunia Allah Sang Maha Pemelihara. Manusia harus lebih percaya dengan jaminan Allah dibanding rencana canggih yang dibuat oleh dirinya sendiri. Bukankah masalah kronis kebanyakan manusia seperti gelisah, takut masa depan, panik hingga menghalalkan berbagai cara, semua itu timbul ketika lebih mengandalkan perhitungan diri dibanding menyerahkan kehidupan dengan hati yang bertaqwa kepadaNya. Kuasa-Nya menjadi samar ketika manusia lebih memercayai pertolongan ini-itu, tabungan ini-itu. harta warisan ini-itu atau rencana ini-itu. Padahal siapa yang memberi kesehatan, kepintaran, kelancaran dan kelapangan untuk itu semua?

Belajar dari kisah Nabi Sulaiman as yang ternyata tidak mampu untuk sekali saja mencoba memelihara makhlukNya, kita pun sebenarnya tidak mampu memelihara anak kita, orang tua kita bahkan diri sendiri pun kelabakan kita untuk mengurusnya, kalau tidak Dia turun tangan di balik itu semua. Tapi berapa banyak yang bisa menyadari uluran tanganNya yang dijulurkan setiap saat itu untuk kemudian secara penuh kesadaran meminta pertolongan kepadaNya sebelum menyibukkan diri mengupayakan ikhtiar sana-sini dan meminta pertolongan makhlukNya.

Maka bagi seorang Muhammad saw, seorang insan mulia yang diriwayatkan dijamin surga dan diampuni dosa masa lalu dan masa yang akan datang pun etika yang dibangun di hadapan Tuhannya adalah dengan menghadapkan diri setiap malam saat kebanyakan manusia tertidur lelap dengan menghabiskan waktu shalat berjam-jam lamanya hingga kakinya bengkak dan pecah.
Ketika ditanya mengapa beliau melakukan hal itu, jawabannya singkat dan dalam, ‘Tidakkah boleh aku menjadi hamba yang bersyukur ?`

Amsterdam, 16 Oktober 2017
14.46
Di hari musim gugur yang hangat dan cerah, 24 derajat celcius, een uitzondering!
Jarang-jarang soalnya...