Monday, October 16, 2017

Saat Memakai Jubah Sang Pemelihara

Suatu hari Sulaiman as - seorang nabi yang dianugerahi kekuasaan besar di alam mulkiyah yang meliputi kaum jin dan manusia - memohon kepada Allah Sang Pemelihara alam semesta agar diizinkan sekali saja menghidangkan makanan bagi seluruh makhlukNya, sebuah permintaan yang didasari oleh kasih sayang beliau yang sangat besar kepada seluruh ciptaan.
Pada awalnya Allah Ta'ala menolak permintaan beliau dan berfirman, "Sesungguhnya engkau tidak akan mampu melakukannya." Namun karena ada sebuah pelajaran besar yang akan disampaikan kepada umat manusia maka permintaan sang nabi pun akhirnya dikabulkan.

Maka persiapan besar-besaran untuk menyiapkan hidangan bagi seluruh makhluk dipersiapkan. Dikisahkan banyaknya hidangan yang disediakan terbentang luas kira-kira sepanjang seseorang melakukan perjalanan selama satu bulan lamanya.

Setelah persiapan dirasa telah dihitung dengan cermat maka Nabi Sulaiman mempersilahkan agar para penghuni lautan terlebih dahulu datang dan menyantap hidangan yang tersedia. Tiba-tiba dari dasar lautan muncul sejenis ikan yang sangat besar dan melahap semua hidangan yang ada sekejap mata! Sang nabi kemudian tertunduk dan mohon ampun sambil memuji kekuasaan-Nya yang tak terhingga.

***
Allah Rabbul 'alamin adalah Sang Maha Pemelihara. Dia yang memelihara alam semesta dalam tatanan yang harmoni, Dia yang menyusun keping demi keping urutan takdir manusia dengan presisi, Dia yang merawat seorang manusia sejak alam ciptaan, alam rahim, alam dunia hingga ke alam berikutnya. Pada hakikatnya Dia yang memelihara anak-anak kita, orang tua kita - walaupun secara syariat Dia izinkan keterlibatan tangan manusia untuk ikut memelihara ciptaan-Nya. Bahkan Dia yang memelihara seluruh proses rumit yang terjadi dalam tubuh manusia, kendaraan jiwa yang kita pakai sehari-hari.

Inilah alasan kenapa Allah berfirman agar manusia jangan dibuat susah oleh anaknya, juga anak jangan dibuat pusing oleh perilaku orang tua atau saudara-saudaranya. Bawa Muhaiyyaddeen berpesan bahwa ikatan darah adalah sebuah ilusi. Ia bisa jadi sebuah penghalang bagi seseorang untuk melihat sebuah kebenaran (al haq).

Memang disebutkan bahwa infaq yang utama adalah kepada orang tua dan kerabat terdekat. Adalah hal yang mulia mengurus mereka. Akan tetapi jangan pakaikan jubah Sang Pemelihara kepada diri sendiri dengan merasa kalau tidak kita urus maka mereka akan binasa. Karena kuasa-Nya jauh lebih besar daripada perhitungan cetek seorang manusia.

Mursyid saya berpesan ihwal mempersiapkan masa depan anak. Kalau memang mampu menabung untuk sekolah dan masa depannya silakan lakukan. Akan tetapi kalau memang rezeki yang diterima pas-pasan dan kondisi belum memungkinkan untuk menabung maka jangan berputus asa dari karunia Allah Sang Maha Pemelihara. Manusia harus lebih percaya dengan jaminan Allah dibanding rencana canggih yang dibuat oleh dirinya sendiri. Bukankah masalah kronis kebanyakan manusia seperti gelisah, takut masa depan, panik hingga menghalalkan berbagai cara, semua itu timbul ketika lebih mengandalkan perhitungan diri dibanding menyerahkan kehidupan dengan hati yang bertaqwa kepadaNya. Kuasa-Nya menjadi samar ketika manusia lebih memercayai pertolongan ini-itu, tabungan ini-itu. harta warisan ini-itu atau rencana ini-itu. Padahal siapa yang memberi kesehatan, kepintaran, kelancaran dan kelapangan untuk itu semua?

Belajar dari kisah Nabi Sulaiman as yang ternyata tidak mampu untuk sekali saja mencoba memelihara makhlukNya, kita pun sebenarnya tidak mampu memelihara anak kita, orang tua kita bahkan diri sendiri pun kelabakan kita untuk mengurusnya, kalau tidak Dia turun tangan di balik itu semua. Tapi berapa banyak yang bisa menyadari uluran tanganNya yang dijulurkan setiap saat itu untuk kemudian secara penuh kesadaran meminta pertolongan kepadaNya sebelum menyibukkan diri mengupayakan ikhtiar sana-sini dan meminta pertolongan makhlukNya.

Maka bagi seorang Muhammad saw, seorang insan mulia yang diriwayatkan dijamin surga dan diampuni dosa masa lalu dan masa yang akan datang pun etika yang dibangun di hadapan Tuhannya adalah dengan menghadapkan diri setiap malam saat kebanyakan manusia tertidur lelap dengan menghabiskan waktu shalat berjam-jam lamanya hingga kakinya bengkak dan pecah.
Ketika ditanya mengapa beliau melakukan hal itu, jawabannya singkat dan dalam, ‘Tidakkah boleh aku menjadi hamba yang bersyukur ?`

Amsterdam, 16 Oktober 2017
14.46
Di hari musim gugur yang hangat dan cerah, 24 derajat celcius, een uitzondering!
Jarang-jarang soalnya...

No comments:

Post a Comment