Monday, July 30, 2018

Kisah penyembahan patung anak sapi emas oleh kaum Bani Israil dalam Al Quran adalah kisah tentang kita semua.

Dan kaum Musa, setelah kepergian Musa ke gunung Thur membuat dari perhiasan-perhiasan (emas) mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan kepada mereka? Mereka menjadikannya (sebagai sembahan) dan mereka adalah orang-orang yang zalim. (QS Al A’raaf [7]: 148)

Emas adalah lambang keabadian, sesuatu yang dapat menjamin keberlangsungan kehidupan seseorang. Dalam konteks kehariinian, barangkali seseorang tidak sedang menyembah patung anak sapi emas secara fisik, akan tetapi ada obyek-obyek lain yang mendominasi hati dan pikirannya sedemikian rupa sehingga keberadaan obyek itu membuatnya tenang dan tidak adanya membuat ia gelisah. Patung anak sapi emas saat ini bisa berupa skema pensiun yang diperjuangkan bertahun-tahun, mega proyek yang dikejar siang malam, membuat bisnis properti dengan membayangkan jumlah uang yang diterima terus sepanjang hidup dan bisa diwariskan kepada anak cucu; atau “patung anak sapi emas” yang berupa pasangan hidup yang kita demikian tergantung sangat kepadanya, orang tua yang kita nantikan warisannya dsb.

Bukan berarti tidak boleh mengejar semua itu, dunia tentu adalah ladang bagi akhirat, akan tetapi ia akan merusak aqidah seseorang manakala obyek-obyek itu masuk dan mendominasi hati, yang dengannya kekuasaan Allah menjadi samar karena seseorang demikian mengandalkan usahanya sendiri. Dikiranya semua tabungan, aset dan properti yang ia miliki akan menjamin masa tua dan masa depan anak-anaknya, dengan melupakan peran besar Allah disana.
Jika Allah berkenan membuat hamba-Nya baik, maka akan dibuat sebuah mekanisme yang mengguncang seluruh rencana canggihnya itu. Sang hamba akan diuji dari arah yang tidak disangka yang membuat dia berpikir ulang tentang apa yang sebenarnya ia tengah perjuangkan. Walaupun tampak pontang-panting ia akan tetapi ia tengah berada dalam perawatan Yang Maha Kasih, yang berkenan menariknya ke jalan taubat selagi masih ada jatah usia di dunia ini. Dibandingkan mereka yang tersentak kaget menyadari semua usaha yang ia bangun bagi diri dan keturunannya musnah bagaikan membangun istana pasir di tepi pantai, yaitu saat seseorang berpulang menghadap kepada-Nya ke alam barzakh dengan hanya ditemani amal sholih, ilmu tentang Allah dan doa anak shalih, kalaupun semua itu ia miliki…

(Adaptasi dari kelas diskusi suluk yang diampu oleh Mursyid Zamzam AJT)



Friday, July 27, 2018

Jika Aku memalingkan wajahKu, maka semua hal akan musnah.
- Kitab Nabi Idris XXXIII:5

لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ
“Allah tidak mengantuk dan tidak tidur.” (QS. Al-Baqarah: 255)

Di antara bentuk kesempurnaan dari sifat Allah (al hayyu al qayyum), Allah itu tidak mengantuk dan tidak tidur. Karena jika Allah Sang Pemelihara seluruh alam sedetik saja mengejapkan mata, maka seluruh alam akan musnah.

Fakta bahwa kita hari ini masih bernafas dengan baik, jantung kita masih memompa dengan lancar, telinga masih bisa mendengar, masih ada makanan tersaji di meja, masih dapat belajar; semua karena Allah telah mengurus kita dengan sangat baik, dan Dia Sang Pengurus yang terbaik.
Dia yang senantiasa menghadapkan wajah-Nya kepada setiap ciptaan, SETIAP ciptaan tanpa kecuali. Yang dengan penghadapan wajah itu sang ciptaan menjadi ada dan mewujud. Adalah manusia yang kerap kurang etika dan menghadapkan wajah hatinya kepada sesuatu selain Dia. Na'udzubillahimindzaalik []

Monday, July 23, 2018

“…Karena setiap jiwa telah disiapkan untuk keabadian, (bahkan) sebelum penciptaan dunia.”
- Kitab Nabi Idris II (XXIII:2)

Setiap kita yang tercipta sebagai manusia diberikan dua pemberian besar, seperti kata Ibnu Athaillah dalam Al Hikam, yaitu berupa nikmat penciptaan dan nikmat penyempurnaan. Fakta bahwa hari ini kita hidup sebagai manusia, bukan sebagai hewan atau batu adalah hal yang harus disyukuri betul. Maka celakalah mereka yang menyianyiakan potensi besar penciptaan dengan hidup seenaknya tanpa mempertimbangkan apa yang Sang Pencipta kehendaki dari kemanusiaannya.

Setiap saat kita semua berjalan menuju kesempurnaan, karena sifat Allah adalah selalu memberikan yang terbaik. Namun akal manusia yang masih lemah tidak bisa menangkap kesempurnaan ciptaan-Nya. Hawa nafsu dan syahwat manusia yang kemudian selalu menganggap ada yang kurang dalam kehidupannya. Hal itu dikarenakan sebagian besar manusia luput dari melihat keseluruhan ciptaan di segenap alamNya (alam mulkiyyah, malakutiyyah dan jabarutiyyah) dan terpaut pada fenomena lahiriyah saja.[]

Sunday, July 8, 2018

Dan disana (surga) tidak ada pohon yang tidak berbuah, setiap tempatnya diberkahi.

Kitab Nabi Idris II, Pasal VIII ayat 8

Karakteristik pohon surga adalah menghasilkan buah yang menyenangkan. Setiap manusia menyimpan sebuah benih yang Allah titipkan ke dalam diri masing-masing yang harus tumbuh dengan baik dan berbuah. Agar benih tumbuh dengan baik, ia harus dirawat dan dijaga dari hama dan hal-hal yang dapat merusak. Tanah tempat biji itu ditanam adalah takdir Allah yang melingkupinya;bumi tempat kita dilahirkan, orang tua dan mereka yang membesarkan kita semua takdir hidup yang telah terjadi berfungsi untuk menumbuhkan benih hingga tumbuh menjadi pohon yang mengeluarkan buah yang bermanfaat. Ciri seseorang pohon dirinya sudah mulai berbuah maka akan mengeluarkan ilmu, akhlak dan amal shalih yang spesifik yang bersumber dari potensi dirinya masing-masing. Dan disitulah sumber keberkahannya.