Kisah penyembahan patung anak sapi emas oleh kaum Bani Israil dalam Al Quran adalah kisah tentang kita semua.
Dan kaum Musa, setelah kepergian Musa ke gunung Thur membuat dari perhiasan-perhiasan (emas) mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan kepada mereka? Mereka menjadikannya (sebagai sembahan) dan mereka adalah orang-orang yang zalim. (QS Al A’raaf [7]: 148)
Emas adalah lambang keabadian, sesuatu yang dapat menjamin keberlangsungan kehidupan seseorang. Dalam konteks kehariinian, barangkali seseorang tidak sedang menyembah patung anak sapi emas secara fisik, akan tetapi ada obyek-obyek lain yang mendominasi hati dan pikirannya sedemikian rupa sehingga keberadaan obyek itu membuatnya tenang dan tidak adanya membuat ia gelisah. Patung anak sapi emas saat ini bisa berupa skema pensiun yang diperjuangkan bertahun-tahun, mega proyek yang dikejar siang malam, membuat bisnis properti dengan membayangkan jumlah uang yang diterima terus sepanjang hidup dan bisa diwariskan kepada anak cucu; atau “patung anak sapi emas” yang berupa pasangan hidup yang kita demikian tergantung sangat kepadanya, orang tua yang kita nantikan warisannya dsb.
Bukan berarti tidak boleh mengejar semua itu, dunia tentu adalah ladang bagi akhirat, akan tetapi ia akan merusak aqidah seseorang manakala obyek-obyek itu masuk dan mendominasi hati, yang dengannya kekuasaan Allah menjadi samar karena seseorang demikian mengandalkan usahanya sendiri. Dikiranya semua tabungan, aset dan properti yang ia miliki akan menjamin masa tua dan masa depan anak-anaknya, dengan melupakan peran besar Allah disana.
Jika Allah berkenan membuat hamba-Nya baik, maka akan dibuat sebuah mekanisme yang mengguncang seluruh rencana canggihnya itu. Sang hamba akan diuji dari arah yang tidak disangka yang membuat dia berpikir ulang tentang apa yang sebenarnya ia tengah perjuangkan. Walaupun tampak pontang-panting ia akan tetapi ia tengah berada dalam perawatan Yang Maha Kasih, yang berkenan menariknya ke jalan taubat selagi masih ada jatah usia di dunia ini. Dibandingkan mereka yang tersentak kaget menyadari semua usaha yang ia bangun bagi diri dan keturunannya musnah bagaikan membangun istana pasir di tepi pantai, yaitu saat seseorang berpulang menghadap kepada-Nya ke alam barzakh dengan hanya ditemani amal sholih, ilmu tentang Allah dan doa anak shalih, kalaupun semua itu ia miliki…
(Adaptasi dari kelas diskusi suluk yang diampu oleh Mursyid Zamzam AJT)
No comments:
Post a Comment