Wednesday, April 28, 2021

 Saya tidak setuju dengan istilah "stay at home mom" atau "full time mom". Karena ibu itu pekerjaan penuh waktu dan seumur hidup, walaupun kadang ia mesti ngantor, keluar mengurus bisnisnya sejenak atau melakukan aktivitas di luar rumah karena kebetulan anak-anak tertangani oleh support system di sekitarnya.


Kalau kita taqwa, maka akan diajari mana langkah yang paling baik yang harus diambil khususnya sebagai ibu. Oleh karenanya tidak perlu harus keluar cibiran ibu yang sibuk ngantor atau bekerja seolah ia 'menelantarkan' anaknya. Siapa tahu memang itu pilihan  yang terbaik untuk semua pihak yang telah Allah mudahkan. Juga tak perlu merasa minder hingga keluar ucapan, "ah, saya kan hanya ibu rumah tangga biasa". Waduh sedih mendengarnya. Karena kehidupan setiap orang itu sungguh LUAR BIASA, sebab semua dituliskan oleh Tuhan Yang Maha Hebat. Ungkapan seperti itu sama dengan merendahkan Tuhan Sang Pencipta seluruh alam yang mendesain setiap dengan teliti berdasarkan ilmu dan keadilan-Nya. 


Jadi ibu-ibu, apapun situasi yang Allah berikan pada saat ini, percayalah itu yang terbaik untuk sekarang. Ke depan bagaimana? Kita tidak tahu. Tapi rezeki apa-apa yang datang menjelang hanya akan terbuka ketika kita menyikapi semua yang Allah hadirkan di semesta kita dengan sebaik-baiknya dan dengan hati yang tulus dan ikhlas. 


Sudah, tak usah khawatirkan apa yang belum datang, tak perlu juga mempertakuti diri dengan  sesuatu yang tidak riil. Fokus saja dengan apa yang ada di depan mata sambil tawakal yang penuh kepada Allah, percayalah selebihnya Allah yang mengurus. 


"I know you are tired, but come! This is the way!" - Jalaluddin Rumi

Sunday, April 25, 2021

 25.Al-Furqān : 44


أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ ۚ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ ۖ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا


Atau apakah engkau mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? Mereka itu hanyalah seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat jalannya. (QS Al Furqan 25:44)


Manusia yang belum bisa mendengar dan memahami petunjuk-Nya itu seperti hewan ternak atau bahkan lebih sesat. Disebut hewan ternak karena yang mendominasi pikirannya dan apa yang dicarinya hanya sekadar kebutuhan makan dan berkembang biak. Dengan kata lain kalau yang menjadi fokus kesibukan kita hanya kerja, bisnis, mencari uang, mengurus ini-itu tanpa menyertakan Allah di dalamnya. Itu kualitasnya tak beda dengan hewan ternak, walaupun pakai baju keren dan mengendarai mobil bagus. Wallahu'alam



Friday, April 23, 2021

 KUALITAS SURGA


Hajar Aswad itu batu surga yang dibawa turun ke bumi oleh Jibril a.s. Konon batu ini pernah dirampok  oleh sekelompok orang yang merobohkan Ka’bah sekitar tahun 317 H dan dibawa ke Persia. Selama 22 tahun lamanya batu Hajar Aswad tidak berada di Mekkah hingga akhirnya ada seorang khalifah yang bersedia menebus batu itu dengan bayaran 30.000 dinar, tapi pada awal waktu batu yang diberikan ternyata palsu. Untung kemudian ada cara untuk mengetahui apakah batu Hajar Aswad asli atau tidak, berdasarkan hadits Rasulullah saw batu asli tidak akan tenggelam di dalam air dan tidak akan hancur jika dibakar oleh api. Maka sang khalifah berhasil membawa batu Hajar Aswad yang mulia itu kembali ke Mekkah. Dikisahkan unta kurus yang membawa batu itu di awal waktu begitu sampai ke Mekkah malah menjadi gemuk untanya, demikian berkah dari batu mulia.


Begitulah kualitas surga, tak akan tenggelam dalam air dan tak akan hancur oleh api. Jika hati kita berkualitas surga tentu tak akan tenggelam dalam samudera dunia dan tak akan hancur oleh api ujian-Nya. Juga hati berkualitas surga akan ‘menggemukkan’ kendaraan raga dan kehidupannya, hingga tak usah mengkhawatirkan perkara rezeki. Insya Allah 

Wednesday, April 21, 2021

 21 April, 8 Tahun Lalu


Dalam kegaiban saya melangkah sambil mengucap bismillah. 

Hari ini, delapan tahun lalu saya resmi pindah ke Belanda. Membawa perbekalan satu bagasi penuh, membawa Elia yang masih berusia 10 bulan dan tas bayi perlengkapannya, but most of all saya berbekal harapan besar bahwa Allah selalu menyiapkan yang terbaik untuk hamba-hamba-Nya. 


Mungkin itu pula yang membuat keputusan saya untuk hijrah meninggalkan comfort zone di awal waktu terasa begitu ringan. Sekian banyak pertanyaan berbasis logika dan sebab akibat terbungkam dengan sendirinya berhadapan dengan pilar pengaturan takdir-Nya. Seperti orang yang mengalami operasi besar dan dalam keadaan dibius total, saya tidak merasakan apa-apa. Semua dilancarkan, saya seperti Dia tidurkan. Untuk sementara waktu...


Kemudian saya harus belajar menerima kenyataan bahwa warna dunia saya sudah berubah. Lingkungan sekitar berubah. Jauh dari keluarga besar dan sahabat-sahabat serta forum-forum pengajian yang bagai menjadi oase di pedang gurun kehidupan.

Tetangga saya berubah, sekarang saya harus belajar bahasa dan adat istiadat yang baru, dan tidak sebebas dulu meminta menitipkan anak maupin bergerak.

Karir saya berubah, dari kerja kantoran biasa berpacu dengan target dan deadlines, kemudian harus membiasakan diri bahwa jam kerja seorang ibu itu hampir 24 jam dalam seminggu. Bahkan yang disebut dengan liburan adalah kerja lembur sebenarnya😅 Iya kita pergi ke tempat wisata, tapi yang kita lakukan pada dasarnya sama dari hari ke hari. Dan ada perbedaan yang nyata, kalau dulu di kantor saya kerja keras visa dapat bonus di akhir bulan plus gaji yang memuaskan, jadi ibu rumah tangga rewardnya bukan hal yang bersifat nominal atau materi. Tapi di situ saya belajar bahwa sesuatu yang berharga di dunia ini justru hal-hal yang bersifat non materi. Ganjarannya ada pada senyuman si buah hati, pada setiap kata dia memanggil kita "mama" - it's still like sound to my ear till today. Apalagi hati meleleh kalau dia menatap mata kita dalam-dalam sambil bilang "I love you mama, you're the best mother in the world"❤ rasanya tak terlukiskan. Beberapa kali saya dapat penghargaan di tempat kerja tak pernah merasa leleh seperti ini.


So, lot's of things have changed. Saya yang 8 tahun lalu rasanya sangat berbeda dengan saya hari ini. Delapan tahun dalam tempaan Tuhan. Mudah? Sama sekali tidak. Harus dijalani pontang-panting, jungkir balik, kepala jadi kaki-kaki jadi kepala. Didera prahara dalam pernikahan, harus membiasakan diri dalam kehidupan blended family, you name it. Tapi kok ya selamat-selamat saja tuh. Alhamdulillah. Aneh sih, ajaib sepertinya. Kalau dilihat lagi ke belakang, rasanya tidak mungkin saya menjalaninya sendiri, pasti Dia yang membawa saya. Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan-Nya. 


Satu hal berharga yang saya pelajari dari proses 8 tahun dalam didikan-Nya adalah saya belajar untuk hidup di saat ini. Menghargai "my present moment as PRESENT from above". Saya belajar bahwa yang membuat saya menderita bukan karena takdir dan situasi yang saya hadapi tapi persepsi pikiran saya yang masih berpaling kesana kemari. Tidak fokus. Akibatnya banyak hal yang indah dan keajaiban terlewatkan. Sayang sekali, itu yang masih saya istighfari sampai sekarang dan seterusnya. Saya tidak tahu bagaimana saya menebus itu, menebus momen-momen yang hilang bersama-Nya karena saya tertundukkan oleh keluhan dan hawa nafsu, hingga Dia seolah tidak ada. Astaghfirullah...


But again, i still have hope. Rasanya itu pula yang selalu membuat saya kembali bergerak, walaupun dalam keadaan terpuruk seperti apapun. Alhamdulillah saya selalu punya harapan akan Dia, bahwa hidup terlalu berharga untuk disia-siakan. So i move on. Dengan setiap bekal dan energi yang tersisa. Saya sudah bertekad, walaupun merangkak saya akan terus maju mendekat kepada-Nya. And that's what keeps me going everyday. Dia lah sumber semangat dan energi yang berlimpah  dari dalam diri.


Seiring dengan hati saya yang semakin menerima hidup apa adanya, pintu-pintu kehidupan pun terbuka dengan sendirinya. Sekali lagi aneh bin ajaib. Tapi semua rezeki datang dan terpenuhi. Apa yang saya butuhkan dihadirkan sendiri nyaris tanpa saya harus keluar dari rumah. Dia sungguh Maha Kuasa. Tapi kuasa-Nya baru mulai terasa ketika kita berhenti mencoba menguasai hidup itu sendiri. Just sit back and enjoy the road dan serahkan kemudi hidupmu pada-Nya. Dijamin beres dan tak tersesat!


Pernah dalam sebuah penyesalan yang dalam, rasanya saya telah mengambil banyak keputusan yang salah. And i was so hard to myself, blaming myself for it. Kemudian saya banyak istighfar dan Allah mulai mengajarkan bagaimana cara melihat kehidupan, dan setiap kali hal itu membuat saya terpana. It's all perfect! Adalah saya yang tidak paham pengaturan-Nya. Because it's way beyond my imagination. Sekarang saya yakin, kalau saya harus mengulangi lagi kehidupan saya. I wouldn't change a thing. Karena semua hal yang mewujud terjadi karena Dia kehendaki. Dan kalau Dia berkehendak pasti tak ada di dalamnya kecuali kebaikan. Karena Dia adalah Dzat Yang Maha Baik❤


Alhamdulillah, terima kasih ya Allah

Sunday, April 18, 2021

 

Rasulullah saw bersadbda: Ada empat hal yang merupakan penderitaan, yaitu: pandangan yang picik; hati yang keras; keinginan yang menggebu-gebu; dan cita-cita yang berkepanjangan.

(Riwayat Abu Na’im)

 

Awasi keempat hal ini, karena biasanya derita yang kita alami karena kita kurang makrifat kepada-Nya, kurang paham kaidah kehidupan dan menyandarkan diri kepada selain-Nya.

 

1. Hindari pandangan yang picik

Melihat kehidupan dengan sudut pandang yang negatif. Melihat pembagian rezeki-Nya dalam kehidupan dengan tidak puas. Rekan kantor dapat promosi dan kita tidak lalu kita ngedumel, itu memandang dengan picik. Tetangga renovasi rumah dan beli mobil baru, lalu kita iri – itu pandangan yang picik. Teman mendapat kebahagiaan lalu kita cemburu, itu pandangan yang picik.

 

Kenapa orang bisa memandang kehidupan dengan picik? Karena kurang tauhidnya, bahwa Allah sudah mengkadar rezeki dengan sebaik-baiknya. Tidak ada istilah rezeki kita direbut orang, itu adalah ketidakpahaman kita dalam memandang kehidupan. Juga orang memandang picik kehidupan karena kurang yakin bahwa semua yang Allah izinkan terjadi tak lain hanya mendatangkan kebaikan semata. Dengan demikian yang bersangkutan harus banyak-banyak berdzikir dan menghayati kalimat tauhid “laa ilaa ha ilallah”

 

2. Waspadai hati yang keras

Hati yang sulit memaafkan, susah untuk “let go” dan “move on”. Hati yang tidak mau menutupi kekurangan orang lain dan malah mengumbarnya. Hati yang keras membuat seseorang sulit untuk bermunajat kepada-Nya. Karena ia bengis terhadap orang lain, maka itu membuat cahaya kelembutan-Nya menjadi redup. Ia pun tak bisa menangis dalam doa kepada-Nya dan tidak bisa menikmati saat shalat – berhadapan dengan Sang Rabbul ‘alamiin.

 

Kenapa hati menjadi keras? Karena kurang berdzikir kepada-Nya. Mengingat-Nya itu harus dalam setiap hembusan dan tarikan nafas. Ingat kepada-Nya membawa cahaya. Cahaya itu akan melembutkan hati dan menyibakkan sekian hijab yang menyelubunginya.

 

3. Matikan keinginan yang menggebu-gebu

Keinginan yang menggebu-gebu tanda itu ditunggangi oleh hawa nafsu. Jika kita merasakan ada gemuruh perasaan menggebu-gebu, ingin ini dan itu, ingin meraih ini dan itu. Coba ajak dia lari marathon. Jangan biarkan kita menjadi budak keinginan kita yang ingin dikabulkan apapun maunya secepatnya. Jika itu yang terjadi, biasanya akan berakhir dengan penyesalan dan akan berat pertanggung jawabannya di akhirat nanti. Salah satu cara untuk menapis apakah sesuatu itu hawa nafsu atau bukan, ukur dia dengan dua hal. Satu hal adalah yang terkait dengan kemampuan yang berasal dari diri sendiri dan ukur dengan kesempatan yang ada di sekitar kita, termasuk keadaan anak, pasangan, keuangan, pekerjaan dsb. Ciri hawa nafsu – karena ia akan berkongsi dengan syaithan- adalah dia cenderung tergesa-gesa. Maka jangan langsung mengeksekusi sebuah keinginan dalam tempo waktu yang singkat. Bawa ia berlari lama dan perhatikan perubahannya.

 

Karena keinginan menggebu biasanya datang dari kekuatan hawa nafsu dan syahwat, kadang Allah menurunkan pertolongan-Nya dengan sekian banyak peristiwa kehidupan yang berfungsi efektif melemahkan hawa nafsu dan syahwatnya. Bisa jadi sebuah perubahan di dalam karir dan rumah tangga yang meruntuhkan egonya. Bisa jadi diberi sakit yang melemahkan syahwatnya dll. Bisa jadi diberi ujian kehilangan sesuatu yang ia cintai dan ujian yang bernuansa kematian untuk melemahkan daya hawa nafsu dan syahwatnya terhadap dunia. Tapi ingat bahwa Allah tak pernah setitik pun menzalimi hamba-Nya. Jadi kesulitan yang kita alami itu bersumber dari keburukan diri sendiri yang tengah Allah sucikan dalam kehidupan, agar kita selamat di dunia dan akhirat. Maka yang biasakan berdzikir “alhamdulillah” dengan apapun yang ada, tak perlu terburu-buru untuk mengejarnya dan nikmati apa yang ada.

 

4. Amati cita-cita yang berkepanjangan

Ini berkaitan dengan butir ketiga di atas. Bisa jadi ada hawa nafsu yang menyelip dan bisa memiliki stamina berkepanjangan. Tapi jika sesuatu itu sebenarnya bukan yang haq untuk kita, hati nurani akan bicara dan semestanya akan memberikan tanda-tanda. Misal, ada yang merasa jatuh cinta dengan seseorang yang sebenarnya bukan hak bagi dirinya, itu kadang bisa membutakan. Atas nama cinta yang menggebu ia bisa membungkam hati nuraninya sendiri dan mengacuhkan peringatan yang datang dari kiri dan kanannya. Obat untuk menghadapi keadaan seperti ini harus shalat dengan baik diiringi dengan istighfar banyak-banyak dan jika sanggup shaum sunnah untuk melemahkan kekuatan hawa nafsu dan syahwatnya. Hanya jika daya hawa dan syahwat melemah maka suara Ilahiyah akan mulai terdengar kembali.

 

Rasulullah saw melarang umatnya berpanjang angan-angan. Bukan berarti tidak boleh merencanakan sesuatu di masa depan. Tapi angan-angan itu yang membuat dia tidak menikmati kehariiniannya. Panjang angan-angan itu sebuah skenario ilusi psikologis di masa depan, karena sebenarnya ia tidak puas dengan kehidupan yang ada saat ini. Jadi sesuatu yang tidak produktif dan tidak mendatangkan solusi praktis di hari ininya. Dia harus lebih memahami tasbih “subhanallah” agar bisa mengalir dengan suka cita dalam aliran takdir-Nya.

 

Wallahu’alam

(Catatan Kajian Suluk Online Grup, 18 April 2021/6 Ramadhan 1442 H)

Sunday, April 4, 2021

 Bagaimana mengetahui misi hidup kita, tujuan kita diciptakan dan hidup di dunia ini?

Misi hidup atau life's purpose itu a big words, bukan sesuatu yang datang dalam sehari dua hari lewat ilham, but its a life quest itself. 


Setiap manusia sebenarnya jika dia mencari kebenaran, mencari Allah dan jujur dengan dirinya sendiri akan mulai bisa mengendus menggunakan sekadar perangkat pikiran bahkan hawa nafsunya pun. Karena semua perangkat yang Allah hadirkan ke semesta dirinya, termasuk segenap takdir yang melingkupi adalah menunjuk kepada satu hal, bercerita tentang siapa dirinya. Hanya melalui jembatan 'nama dirinya' seseorang itu bisa mengenal Rabbnya. "Man 'arafa nafsahu faqad 'arafa Rabbahu'.


Seyogianya, sekitar usia 40 tahunan, bahkan usia 30 tahunan akhir seseorang biasanya akan mulai berpikir tentang siapa dirinya, apa pekerjaan atau usaha yang cocok baginya. Fitrahnya akan memanggil-manggil dia. Terutama bagi mereka yang Allah panggil dan mulai menapaki jalan taubat.


Bagaimana seseorang akan mengenali misi hidupnya? Allah akan mengajarkan dengan sangat presisi ke setiap orang. Pengajaran-Nya kepada satu orang dan yang lainnya berbeda-beda, disesuaikan dengan kapasitas dirinya yang terdiri dari entitas ruh, jiwa dan raga. Itu kenapa takdir orang akan berbeda-beda. Karena Sang Penanam benih akan menurunkan treatment yang spesifik agar si benih tumbuh optimal.


Secara praktis, shalat yang merupakan tiang agama adalah jalan yang efektif untuk membangun hubungan ketaqwaan kepada Allah Ta'ala. Bukankah dalam shalat tercantum doa memohon siapa diri kita dalam seuntai kalimat "ihdina shiraathal mustaqiim"? Pun shalat di awal waktu serta posisi sujud dalam shalat adalah hal yang Allah sukai. Jika kita ingin tahu siapa diri kita, maka satu-satunya tempat bertanya bukan kepada ustadz, malaikat, jin atau nabi-nabi, apalagi dukun. Tapi tanyalah Dia Yang Menciptakan kita semua, tanya kepada Allah "siapa hamba ya Allah, apa yang Engkau ingin aku lakukan dengan semua pemberian-Mu disini?" Itu adalah langkah awal yang penting, dengan mendekat kepada-Nya. Seiring dengan itu, perbaiki ibadah dan perbanyak tafakur atau kontemplasi diri. Baca akan segenap potensi yang ada yang Allah mudahkan. Sesuatu yang merupakan passion, yang kita bergairah untuk melakukannya. Dalam istilah Rumi, "there is a river in you" ada sebuah kesegaran yanh dibawa oleh aliran sungai di dalam diri. Itu adalah sungai pengetahuan. Karena salah satu tanda shahih seseorang bekerja di misi hidupnya, di orbit dirinya adalah melimpah pengetahuan Ilahiyah di dalam diri, sebuah pengajaran khusus dari Dia kepada si hamba. Air pengetahuan itu yang membuat dia menjadi semakin mencintai-Nya dan merasakan kedamaian dalam hidup, sebuah kedamaian yang tak terikat oleh hukum sebab akibat dunia dan tidak tergadai oleh sebuah kepemilikan apapun di alam raya.


Kemudian, karena misi hidup itu sesuatu yang harus dithawafi. Butuh waktu untuk berjalan sebagaimana thawaf mengelilingi ka'bah sebanyak 7 putaran. Itupun berfungsi sebagai batu ujian, jika itu memang misi hidupnya maka akan tahan diajak 'lari marathon'. Tidak akan bosenan, dan selalu mengalami kesegaran dan mendapat inspirasi ketika melakukannya. 


Itu ikhtiar yang dapat dilakukan dari sisi kita. Kalau kita benar ikhlas hanya mencari wajah-Nya, kalaupun yang kita thawafi itu kurang presisi maka akan  Dia arahkan dengan cara-Nya yang indah. Kita pun harus terus berjalan dengan keberserah dirian. Apapun urusan yang datang dari-Nya sambut dengan bersuka cita sambil berkata "labbaik allahumma labbaik" , aku datang ya Allah. Terus thawafi kehidupan hingga pada satu titik Allah akan berikan sebuah tanda yang terang. Sebuah sirajan muniira. Hati akan menyala terang dengan sebuah cahaya dari alam jabarut. Apa itu? Well i guess you just need to find out yourself at that point😊

Friday, April 2, 2021

 Hal yang paling menyakitkan di alam dunia ini adalah sebuah kematian. Ia bisa berupa kematian dalam wujud yang fisik seperti yang tengah kita saksikan di tengah wabah Corona yang mendunia seperti sekarang ini yang membuat kehidupan berubah 180 derajat, melalui sebuah manuver Tuhan yang tak terduga seperti ini. Nuansa kematian pun bisa berupa sesuatu yang erat dalam keseharian. Bisnis yang gulung tikar, upaya yang gagal, kondisi fisik yang didera sakit berat, kandasnya pernikahan, turun jabatan, hancurnya cita-cita dan impian, itu semua adalah sebuah keadaan yang bernuansa kematian. Matinya cita-cita, berubahnya kebiasaan, berakhirnya kekuasaan dan lain-lain adalah sebuah gerak semesta dimana sesuatu yang didatangkan kepada seseorang kemudian diambil. Yang ditarik darinya itu bisa berupa ruh, inspirasi, orang yang disayangi, penghasilan yang diandalkan dan lain-lain yang kalau kita telisik, apa-apa yang diambil itu semata-mata segala sesuatu selain Allah Ta'ala. Karena Dia tidak pernah meninggalkan kita sekejap mata.


Dunia bisa berubah, pasangan bisa berganti, teman bisa datang dan pergi, keadaan bisa naik turun, tapi yang selalu setia di sisi kita sebenarnya hanya Allah Ta'ala semata. Suatu hal yang kerap kali kita tidak sadari. Kadang, jika Allah ingin si hamba mendekat kepada-Nya, ingin agar si hamba lebih mengenal-Nya agar makin tumbuh rasa sayang kepada-Nya. Maka semua atribut yang terlanjur menjadi menguasainya akan dicabut satu persatu. Menunggu akhirnya dia tersadarkan atas apa yang seharusnya menjadi fokus dan sasaran pandangan wajahnya selama ini.

Di awal waktu, nuansa kematian itu terasa begitu menyakitkan. Hingga membuat seseorang terpuruk dan meraung-raung di dalam hatinya sedemikian rupa. Akan tetapi, setelah semua debu dunia mulai hilang dari horizon langit. Maka hangatnya sapuan cahaya matahari ke dalam jiwa akan mulai terasa. Di saat itu manusia mulai menyadari bahwa selama ini dia hidup dalam sebuah ilusi kehidupan yang dia bangun sendiri, dalam balutan cahaya lampu palsu yang sebenarnya tidak memberi kehidupan. Hanya ketika seseorang mulai merasakan kehangatan sebuah keakraban dengan-Nya, maka pasang surut dunia menjadi perlahan tapi pasti tidak akan berpengaruh kepada kondisi hatinya lagi. Ia akan bisa berdamai dengan situasi apapun yang melingkupinya, karena jiwanya mulai hidup dan menyadari apa yang sebenarnya tengah terjadi. Di titik itulah manusia mulai melangkah dalam zona kebahagiaan abadinya yang tak akan terkoyak oleh kematian jenis apapun. Insya Allah.