Friday, April 2, 2021

 Hal yang paling menyakitkan di alam dunia ini adalah sebuah kematian. Ia bisa berupa kematian dalam wujud yang fisik seperti yang tengah kita saksikan di tengah wabah Corona yang mendunia seperti sekarang ini yang membuat kehidupan berubah 180 derajat, melalui sebuah manuver Tuhan yang tak terduga seperti ini. Nuansa kematian pun bisa berupa sesuatu yang erat dalam keseharian. Bisnis yang gulung tikar, upaya yang gagal, kondisi fisik yang didera sakit berat, kandasnya pernikahan, turun jabatan, hancurnya cita-cita dan impian, itu semua adalah sebuah keadaan yang bernuansa kematian. Matinya cita-cita, berubahnya kebiasaan, berakhirnya kekuasaan dan lain-lain adalah sebuah gerak semesta dimana sesuatu yang didatangkan kepada seseorang kemudian diambil. Yang ditarik darinya itu bisa berupa ruh, inspirasi, orang yang disayangi, penghasilan yang diandalkan dan lain-lain yang kalau kita telisik, apa-apa yang diambil itu semata-mata segala sesuatu selain Allah Ta'ala. Karena Dia tidak pernah meninggalkan kita sekejap mata.


Dunia bisa berubah, pasangan bisa berganti, teman bisa datang dan pergi, keadaan bisa naik turun, tapi yang selalu setia di sisi kita sebenarnya hanya Allah Ta'ala semata. Suatu hal yang kerap kali kita tidak sadari. Kadang, jika Allah ingin si hamba mendekat kepada-Nya, ingin agar si hamba lebih mengenal-Nya agar makin tumbuh rasa sayang kepada-Nya. Maka semua atribut yang terlanjur menjadi menguasainya akan dicabut satu persatu. Menunggu akhirnya dia tersadarkan atas apa yang seharusnya menjadi fokus dan sasaran pandangan wajahnya selama ini.

Di awal waktu, nuansa kematian itu terasa begitu menyakitkan. Hingga membuat seseorang terpuruk dan meraung-raung di dalam hatinya sedemikian rupa. Akan tetapi, setelah semua debu dunia mulai hilang dari horizon langit. Maka hangatnya sapuan cahaya matahari ke dalam jiwa akan mulai terasa. Di saat itu manusia mulai menyadari bahwa selama ini dia hidup dalam sebuah ilusi kehidupan yang dia bangun sendiri, dalam balutan cahaya lampu palsu yang sebenarnya tidak memberi kehidupan. Hanya ketika seseorang mulai merasakan kehangatan sebuah keakraban dengan-Nya, maka pasang surut dunia menjadi perlahan tapi pasti tidak akan berpengaruh kepada kondisi hatinya lagi. Ia akan bisa berdamai dengan situasi apapun yang melingkupinya, karena jiwanya mulai hidup dan menyadari apa yang sebenarnya tengah terjadi. Di titik itulah manusia mulai melangkah dalam zona kebahagiaan abadinya yang tak akan terkoyak oleh kematian jenis apapun. Insya Allah.



No comments:

Post a Comment