Wednesday, December 28, 2016

Hujan Dalam Hati Yang Melahirkan Sifat Baik

Dan (Nabi Hud a.s. berkata),
"Wahai kaumku! Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras, Dia akan menambahkan kekuatan di atas kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling menjadi orang yang berdosa."
Setiap diri kita pun mengalami proses yang sama di dalam qalb masing-masing. Apabila kita bersungguh-sungguh menempuh jalan pertaubatan maka Allah Ta'ala pasti akan menurunkan hujan lebat di dalam hati yang dengannya maka pohon jiwa di dalam diri sang insan akan semakin tumbuh berkembang. Seiring dengan itu maka akan bermunculan sifat-sifat Allah Ta'ala yang indah.
Dalam kehidupan serta keseharian yang dapat diobservasi adalah semakin tumbuhnya sifat-sifat baik: semakin tinggi ambang sabarnya, semakin lapang hatinya, semakin bersinar sifat kasih sayangnya, semakin terjaga lisannya, semakin mudah memaafkan, semakin ringan untuk memberi, semakin tegar menjalani ujian, semakin cerdas akalnya hingga ia mampu memahami pesan-pesan Allah Ta'ala yang tersembunyi bahkan dalam kemelut kehidupan. Itulah salah satu tanda taubat yang benar.
(Adaptasi dari Kajian Hikmah Al Qur'an yang disampaikan oleh Zamzam AJT, Mursyid Penerus Thariqah Kadisiyah, 11 Desember 2016)

Monday, December 19, 2016

Terima Sesulit Apapun Itu!

Learn the alchemy true human being (insan kamil) know. The moment you accept what troubles you’ve been given, the door will open.
- Jalaluddin Rumi
"(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata, Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia..."
(QS Ali Imran : 191)
Hamba Allah yang sejati (insan kamil) dimudahkan mengalir hatinya bersama alunan takdir yang Dia turunkan. Hatinya tidak berontak. Ia telah menjadi hamba Sang Waktu.
Tangga awalnya adalah "menerima", sesulit apapun itu, sebingung apapun itu dan walau kita belum paham mengapa. Terima dulu dengan ijab qabul yang baik. Lalu tinggal tunggu saatnya, maka jalan keluar yang baik akan terbuka.
Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami.” (QS. ath-Thur: 48)

Wednesday, December 14, 2016

Kesederhanaan kehidupan Rasulullah Muhammad saw


Dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha : “ Pernah sebulan tidak ada nyala api dalam rumah kami (tidak masak), yang ada hanyalah kurma dan air, kecuali bila kami diberi daging” (Shahih Bukhari, No 5977).
-----
Seorang insan mulia yang menolak ketika ditawari emas sebanyak Gunung Uhud karena lebih memilih kebersahajaan dalam hidup. Kalau pun memiliki harta beliau tidak suka menimbunnya atau menyimpannya untuk waktu lama.
Dari Abu Huraira: Rasulullah SAW bersabda , “Jika saya memiliki emas sebesar gunung Uhud, saya tidak akan suka kecuali setelah 3 hari tidak tersisa 1 Dinar pun yang ada pada ku apabila ada orang lain yang berhak menerimanya dariku, kecuali sejumlah yang akan aku pakai untuk membayar utangku.” (HR. Bukhari)

Wednesday, December 7, 2016

You Already Have What You Need To Be Happy!

Ada yang menyangka dirinya akan bahagia kalau sudah menikah dengan si dia.
Ada yang mengira ia akan mendapatkan kebahagiaan yang puncak kalau menduduki posisi tertentu atau meraih harta dalam jumlah tertentu.
Ada yang menduga hatinya akan tenang kalau punya ini-itu.
Demikianlah, banyak manusia yang menunda menjadi bahagia karena mengikatkan sebab kebahagiaan dengan obyek-obyek di luar dirinya, tak cukup itu, sesuatu yang diinginkannya masih dalam angan-angan atau cita-cita.
Tetapi, apakah betul manusia akan lebih bahagia kalau segala keinginannya terkabul? Ada penemuan yang menarik yang diperoleh oleh seorang peneliti di Amerika yang mendalami masalah kebahagiaan dan titik rentan manusia selama 13 tahun dan telah melakukan puluhan ribu wawancara. Ia menyimpulkan bahwa pernak-pernik kekayaan, titel, ketenaran, memiliki anak, menyandang titel yang tinggi semua itu secara ironi bisa menjadi sumber ketidakbahagiaan. Kenapa demikian? Karena semakin banyak seseorang memiliki sesuatu ia semakin takut untuk kehilangan sesuatu yang ia cintai itu.
Bayangkan jika Anda membeli sesuatu yang diidam-idamkan, bisa jadi itu berupa mobil canggih keluaran baru, tas yang merk itu, atau sebagian mendambakan kehadiran momongan. Pada saat ketika Anda mendapatkan apa yang diimpikan tentu rasa bahagia membanjiri hati namun tidak untuk waktu yang lama, karena seiring dengan itu Anda akan mulai khawatir kalau terjadi sesuatu yang tidak Anda kehendaki pada obyek yang dicintai itu. Rasa khawatir ini lama kelamaan akan menggerus lonjakan rasa bahagia yang sempat dirasakan di awal waktu, bahkan jika mental Anda tidak siap saat sesuatu yang buruk menimpa sang obyek-obyek kesayangan itu bisa-bisa depresi bahkan gila Anda dibuatnya.
Maka lebih aman jika kita mengikuti saran Rasulullah saw, "Cintailah sesuatu sewajarnya." demikianbeliau bersabda. Artinya kita menyisakan ruang dan jarak dalam sekat cinta kepada sesuatu itu agar ia tidak begitu tertawan olehnya.
Masih tentang penemuan sang peneliti tadi, dikatakan mereka yang mudah berbahagia bukan mereka yang tidak pernah gagal dan selalu sukses, bukan sama sekali! Mereka yang meraih hari-harinya dengan penuh aura positif dan antusiasme yang besar justru mereka yang telah mengalami pukulan telak dalam kehidupan. Ada yang sedang menjalani terapi kanker, ada yang baru menghadiri pemakaman orang tuanya, ada yang sedang mendampingi anaknya yang sakit keras dan tak sedikit yang terpuruk dalam kegagalan bisnis. Mereka adalah orang-orang yang menyadari bahwa untuk menjadi bahagia sama sekali tidak tergantung dari faktor-faktor luar, jika saja kita membuka hati kita kepada setiap keajaiban yang terjadi di sekitar. Ia ada pada sapaan sinar matahari pagi yang menyentuh kulit kita dengan hangat, ia hadir pada celetuk dan canda tawa sang anak yang selalu mengajak kita bermain dan ceria, ia bahkan menyelinap di dalam senyum seorang ayah yang bersimbah peluh karena mencari nafkah seharian di bawah pancaran sinar matahari terik.
Jadi, kita tidak perlu menunggu sesuatu datang atau terwujud untuk menjadi bahagia. Karena kebahagiaan itu ada di dalam hati kita saat ini juga, jika saja kita mau merasakannya.[]

Dia Yang Tak Pernah Jauh

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat
(QS Al Baqarah [2]: 216)
Dia selalu ada dan tak pernah berpaling walau sekejap pun.
Karena manakala Sang Maha Kuasa berpaling dari ciptaan-Nya maka semua akan runtuh dan binasa.
Kenyataan bahwa matahari terus bersinar dan jantung kita tetap berdenyut dan roda kehidupan terus berputar adalan bukti bahwa Ia sedang menghadapkan wajah-Nya kepada kita semua.
Ya, kita semua, tanpa kecuali.
Lalu kenapa hati merasa hampa dan diri terasa jauh dari-Nya?
Bukankah Ia selalu bersama dan bahkan lebih dekat dari urat nadi?
Inilah rupanya salah satu tugas kita, untuk menemukan hal-hal yang menjadi penghalang untuk bisa me"rasa" Yang Maha Pengasih.
Menyingkirkan tutup hati yang menghambatnya merasa khusyu dan haru saat menyebut "ya Allah...ya Allah..."
Karena saat cahaya iman hilang, hilang pula getaran hati.
Na'udzubillahi mindzalik
“Orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang apabila disebutkan nama Allah maka bergetarlah hati mereka. Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah keimanan mereka. Dan mereka hanya bertawakal kepada Rabb mereka.” (QS. Al-Anfal: 2)

Suffering Is a State of Mind

Suffering ( penderitaan) is a state of mind, artinya ia mentalitas yang dimiliki oleh seseorang. Seseorang mesti belajar membedakan antara kesulitan dan penderitaan, karena bisa jadi kita sedang didera oleh kesulitan yang beragam: ada yang banting tulang mencari rezeki, ada yang pontang-panting menyelesaikan studi, ada pula yang meregang penyakit bertahun-tahun. Kita sadari itu sakit dan berat, namun tidak perlu memasang label "aku menderita" pada semua ujian kehidupan yang sementara itu. Demikian adab yang baik dari seorang manusia kepada Sang Pencipta.

Monday, December 5, 2016

Saat Api Ujian Kehidupan Mengepung Kita

Tumpukan kayu telah siap, tak lama kemudian algojo melemparkan api ke dalamnya dan dalam sekejap ia berubah menjadi menara api dengan lidah-lidah panas yang menyambar.
Seorang laki-laki perlahan-lahan dibawa ke tengah-tengah pusaran api yang panasnya bisa membuat otak mendidih. Semua orang yang menyaksikan dicekam rasa ngeri, mereka akan menyaksikan jasad manusia dilalap api dan terbakar hangus menjadi abu
Sang lelaki tidak bergeming, hatinya terlalu disibukkan dengan Tuhan yang ia cintai, bahkan tawaran pertolongan dari salah satu malaikat tertinggi di langit, Jibril a.s. pun ia tampik. Jawabnya, “Aku tidak memerlukan apa-apa pertolongan darimu.. Aku hanya memerlukan pertolongan dari Allah”
Kemudian Ibrahim a.s. sang lelaki yang kuat imannya itu dimasukkan ke tengah-tengah panasnya api dan ia berdoa "hasbunallah wa ni'mal wakiil, ni'mal mawla wa ni'man nashiir" "Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung". Dan Allah Ta'ala seketika itu pun menyambut doanya, Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim". (QS. Al Anbiyaa' : 69)
=====
Orang yang beriman akan senantiasa Allah Ta'ala bersihkan jiwanya melalui ujian kehidupan. Sedemikian rupa ujian itu bagaikan api yang menyambar dirinya dan semua orang yang menyaksikan menyangka ia akan binasa, orang yang melihat akan merasa kasihan, dan mereka yang tidak tahu akan mengira ia dalam penderitaan yang amat sangat.
Tetapi orang yang dekat kepada Allah, hatinya dibuat kuat dan tenang walau ia berada di tengah badai kehidupan. Baginya kehilangan apapun di dunia ini tak ada artinya dibanding kehilangan harapan kepada Allah Sang Pencipta.
Api kehidupan yang berupa ujian dalam rumah tangga, mengurus anak, konflik di tempat kerja dan kesulitan di dunia sebenarnya panggilan agar kita mendekat kepada-Nya supaya kita bisa berdoa dengan tulus seperti Khalilullah Ibrahim a.s. yang bekata "Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung". Dan itu kerap kali hanya bisa terucap tulus dari lisan manusia manakala semua jalan seperti tertutup, ketika doa lama seolah tak dikabul, saat semua usaha bagaikan tak membuahkan hasil.
Maka jangan putus berdoa dan berpengharapan kepada-Nya, karena sungguh tidak ada doa yang tidak dijawab, bahkan sesungguhnya keinginan dan kemampuan kita untuk sekadar memanjatkan doa pun sudah merupakan awal dari pengabulan permintaan itu sendiri.

Saat Diri Merasa Jauh Dari-Nya

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat
(QS Al Baqarah [2]: 216)
Dia selalu ada dan tak pernah berpaling walau sekejap pun.
Karena manakala Sang Maha Kuasa berpaling dari ciptaan-Nya maka semua akan runtuh dan binasa.
Kenyataan bahwa matahari terus bersinar dan jantung kita tetap berdenyut dan roda kehidupan terus berputar adalan bukti bahwa Ia sedang menghadapkan wajah-Nya kepada kita semua.
Ya, kita semua, tanpa kecuali.
Lalu kenapa hati merasa hampa dan diri terasa jauh dari-Nya?
Bukankah Ia selalu bersama dan bahkan lebih dekat dari urat nadi?
Inilah rupanya salah tugas kita, untuk menemukan hal-hal yang menjadi penghalang untuk bisa me"rasa" Yang Maha Pengasih.
Menyingkirkan tutup hati yang menghambatnya merasa khusyu dan haru saat menyebut "ya Allah...ya Allah..."
Karena saat cahaya iman hilang, hilang pula getaran hati.
Na'udzubillahi mindzalik
“Orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang apabila disebutkan nama Allah maka bergetarlah hati mereka. Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah keimanan mereka. Dan mereka hanya bertawakal kepada Rabb mereka.” (QS. Al-Anfal: 2)

Sunday, November 20, 2016

Mintalah Kepada-Nya Bahkan Untuk Sekadar Sebutir Garam

Musa a.s. berjalan dari negeri Mesir ke negeri Madyan tanpa bekal makanan, kecuali sayur dan daun-daun pepohonan. Musa berjalan tanpa alas kaki. Karena ketika sampai negeri Madyan, rusak sudah sepasang sandalnya. Musa a.s. duduk di tempat yang teduh dan ia adalah makhluk pilihan Allah. Perutnya melekat ke punggungnya karena lapar. Dan hijau sayuran tak berguna bagi perutnya, Musa a.s. membutuhkan makanan. Saat itulah kemudian ia memohoan kepada Rabb-nya sepotong roti demi untuk menegakkan punggungnya kembali.

Ibnu 'Athaillah mengatakan bahwa setiap orang beriman harus seperti Musa dalam memohon kepada Tuhannya. Mintalah kepada Dia apapun yang kita butuhkan, bahkan sekadar meminta garam untuk makanan kita. Kemudian mintalah hal yang wajar, seperti halnya Nabi Musa tidak meminta makanan yang mewah dan berlebihan, namun sekadar cukup untuk menegakkan punggungnya supaya bisa kembali beribadah kepada-Nya dan mengerjakan tugas yang diemban masing-masing kita di muka bumi.

Kebanyakan manusia lupa untuk meminta, karena sudah terbiasa dilimpahi sedemikian banyak nikmat, padahal untuk bisa bernafas dengan tidak mengalami sesak, untuk jantung supaya berdetak lancar, untuk bisa menelan dengan lancar semua hal kecil dalam hidup kita berjalan semata-mata karena Dia mengurusnya untuk kita.

Maka mintalah, bukan semata-mata mengharapkan terkabulnya beragam macam keinginan kita, tapi melalui proses meminta yang intens itu hubungan yang akrab akan terjalin dengan Yang Maha Pengasih, dan keakraban yang terjalin dengan-Nya sesungguhnya adalah pemberian yang terbaik.

(Referensi: Tafisr Ibnu Katsir & The Book of Illumination, Ibnu 'Athaillah)

Wednesday, November 16, 2016

"The moon stays bright when it doesn't avoid the night"

"The moon stays bright when it doesn't avoid the night"
- Jalaluddin Rumi
Jalan mendaki yang kita hindari,
Bangun dari tidur nyenyak di sepertiga malam terakhir yang sulit kita lakukan,
Menyisihkan sebagian rezeki untuk zakat, infaq dan shodaqoh yang kerap kita masih pelit mengeluarkannya,
Menunggu jalan keluar yang Allah bukakan dibanding tergesa-gesa dan ngoyo mendobrak pagar pembatas,
Memilih tetap bersikap baik walaupun telah disakiti,
Semua bagaikan tibanya kegelapan malam bagi jiwa yang terang.
Tidak banyak yang menyadari bahwa obat bagi ketertutupan hati kita adalah ketika menerima takdir dan fenomena yang kerap dirasa menyakitkan dan berat itu.
Tampaknya hanya para ksatria yang dengan berani menjelang ramuan penawar dari Sang Maha Penyembuh.

Monday, November 14, 2016

Hidup Bukan Untuk Bersenang-senang!

Para nabi diberi gelar "alaihi salaam" karena masing-masing telah melampaui ujian berat kehidupan yang merupakan urusan ('amr) spesifik setiap insan. (Zamzam AJT)

Dikisahkan bahwa Nabi Daud sempat bertanya kepada Allah Ta'ala mengapa namanya tidak dibubuhi salam, maka Allah Ta'ala menjawab "Engkau belum diuji" Kemudian Nabi Daud menjawab, "Ya Allah ujilah hamba!"

Surga pun disebut sebagai Darussalaam.
"Bagi mereka (disediakan) Darussalam (surga) pada sisi Rabbnya dan Dialah Pelindung mereka disebabkan amal-amal shalih yang selalu mereka kerjakan. "
(QS Al An'am:127)

Untuk memasuki surga (Darussalaam) setiap insan mau tidak mau harus menerjang hal-hal yang tidak mengenakkan. Dikatakan dalam hadits "Neraka dikelilingi dengan syahwat (hal-hal yang menyenangkan nafsu), sedang surga dikelilingi hal-hal yang tidak disenangi (nafsu)."(HR Bukhari)

Jadi hidup itu bukan untuk enak-enakan apalagi bermalas-malasan, bukan juga berarti kita mencari masalah. Tetapi kita harus sadar bahwa pada hakikatnya nafas kita yang terbatas di alam dunia ini sebaiknya digunakan untuk berbuat baik sebanyaknya dan mengumpulkan bekal untuk menempuh perjalanan berikut.

Bagi siapapun yang tengah didera oleh penyakit, ujian, masa penantian panjang, konflik rumah tangga, kesibukan yang mematahkan tulang, kebingungan, ketakutan dan kesempitan hidup. Berdiri tegaplah dan tetap berjalan dan menggapai Dia Yang mengirimkan itu semua.

I know you are tired, but come this is the way !
- Jalaluddin Rumi

Saturday, November 12, 2016

Tinggalkan Zona Nyamanmu!

“Run from what's comfortable.
Forget safety.
Live where you fear to live!"
- Jalaluddin Rumi

Rasa takut adalah desain standar dari raga manusia, seperti halnya raga bisa bernafas dan mencerna makanan, maka bagian otak yang bernama amygdala - dikenal juga sebagai pusat rasa takut di otak- berperan untuk merespon suatu stimulus yang dipersepsi sebagai ancaman atau menakutkan sebagai sesuatu yang harus dihindari. Maka respon normal kendaraan sang jiwa terhadap sesuatu yang menakutkan adalah dengan menghindarinya sejauh mungkin.

Dalam hidup masing-masing kita dibayangi oleh sekian banyak ketakutannya masing-masing. Takut kehilangan pekerjaan, takut kehilangan orang yang dicintai, takut diselingkuhi pasangan, takut makin berjauhan dengan anak, takut miskin, takut dianggap hina dsb. Kebanyakan rasa takut yang diadopsi saat kita beranjak dewasa, sedemikian rupa sehingga sadar atau tidak kebanyakan kita menjadi tawanan rasa takut yang telah terjalin rapih di dalam benak kita masing-masing.

Ironinya, saat pikiran kita berpikir bahwa dirinya tengah membangun benteng yang aman bagi diri dan orang-orang yang dicintai pada saat yang bersamaan ia telah menenggelamkan dirinya dalam tarikan pasir hisap bernama "zona nyaman" dan akan hidup dalam ilusi kebahagiaan semu hingga saat kematian datang dan menghancurkan semua bangunan palsu yang ia bangun selama ini.

Seorang salik dilatih untuk selalu berjalan meninggalkan zona nyamannya, karena hanya dengan cara itu jiwanya akan meraih titik potensialnya. Sebuah amanah besar yang bahkan lelangit, bumi dan gunung-gunung pun enggan untuk memikulnya.

---
"Barangsiapa meneyrahkan diri sepenuhnya kepada Allah dan dia berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati."
(QS Al Baqarah [2]:112)

Wednesday, November 9, 2016

Setan Yang Menyebabkan Perceraian

Jalan pernikahan itu tidak mudah, Jalaluddin Rumi menggambarkannya bagaikan jalan kematian. Memang dalam interaksi pernikahan banyak ego dan keinginan kita yang harus ditata dan dimatikan agar dapat berjalan seiring bersama pasangan dengan harmonis.

Dalam pernikahan juga banyak ujiannya, sesuatu yang ujungnya bertujuan menggagalkan perjanjian kedua teragung setelah perjanjian seorang hamba dengan Tuhannya ini. Tak ketinggalan iblis dan bangsa setan pun berlomba-lomba untuk memisahkan penyatuan yang suci ini, dikatakan dalam hadits:

Dari Jabir bin Abdullah Ra., Rasulullah saw bersabda,
"Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas air, lalu mengirimkan bala tentaranya kepada umat manusia. Setan yang paling besar fitnahnya terhadap manusia akan memperoleh kedudukan terdekat di sisi iblis.
Salah satu dari mereka datang lalu berkata, "Aku terus menerus menggoda si Fulan hingga ketika aku meninggalkannya dia telah mengerjakan anu dan anu." Iblis berkata, "Tidak demi Allah, kamu belum berhasil."
Lalu datang lagi yang lainnya dan berkata, "Aku tidak beranjak darinya sebelum dapat medmisahkan dia dari istrinya." Iblis pun memberi kedudukan tinggi, dekat dengannya dan selalu bersamanya seraya berkata, "Kamu benar!"
(HR Muslim)

Ibnu Katsir dalam Tafsir Al Qur'annya mengatakan "Penyebab yang memisahkan sepasang suami istri adalah imajinasi yang disampaikan oleh setan kepada salah seorang dari suami atau istri sehingga ia memandang teman hidupnya itu seakan-akan berpenampilan buruk dan berbudi pekerti buruk. Dia seakan-akan ruwet atau marah jika memandangnya atau hal lain yang menyebabkan perpisahan."

Maka waspadalah kepada godaan setan yang dihembuskan kepada pikiran yang memberikan ide-ide buruk kepada pasangan sehingga kita kurang bersyukur dan cenderung tidak menerima pasangan apalagi mencari-cari kesenangan di luar pasangan kita.
Keburukan yang nampak pada pasangan kita pada hakikatnya adalah keburukan diri sendiri yang ditampakkan lewat cermin keberpasangan yang kalaupun kita berganti pasangan berkali-kali sang keburukan akan ikut serta jika kita sendiri tidak mengubah hati kita.[]

Kapan Seseorang Tergerak Mencari Allah?

Seorang manusia pada umumnya tidak akan punya keinginan mencari Allah kalau belum muncul kebutuhan dalam dirinya untuk mengenal-Nya.
Maka kerap kali Allah menakdirkan mekanisme peruntuhan dunia sang hamba, hidupnya dibuat menabrak-nabrak, disesatkan sana-sini hingga terjerat dalam kebosanan dalam sekian sensasi ragawi yang tak berujung atau tenggelam dalam sebuah keputusasaan. Maka ia akan mulai mencari Allah dan menggali hakikat kehidupan.
(Adaptasi dari petuah Kang Zamzam AJT, Mursyid Penerus Thariqah Kadisiyah yang disampaikan dalam forum Diskusi Suluk, 13 Agustus 2016)

Tuesday, October 25, 2016

Mengatasi Rasa Minder atau Sombong

Akar dari semua kejahatan adalah ketamakan, artinya jika dalam hati seseorang tidak ada sifat tamak maka tidak akan tumbuh kejahatan lain seperti ketamakan terhadap jabatan, kehormatan, ketenaran, harta dan lain-lain.

Ketika Iblis menolak untuk sujud kepada Adam as adalah suatu bentuk ketamakan karena Iblis merasa lebih baik darinya. Demikian pun manusia, kadang ia ingin menjadi yang paling pintar, paling kaya, paling banyak koleksinya, yang paling kuat, paling hebat, serta dianggap serba bisa.

Adapun menyadari bahwa setiap orang memiliki misi hidup yang berkaitan dengan kadar diri masing-masing adalah solusi yang luar biasa terhadap penyakit hati yang satu ini. Dengan kesadaran bahwa setiap manusia adalah berharga dan tidak ada manusia kelas dua di dunia ini karena masing-masing kita menyimpan potensi di dalam jiwa yang sangat luhur. Maka tidak pada tempatnya seseorang merasa lebih baik daripada yang lain, sebaliknya tidak layak juga seseorang merasa minder dan rendah diri seraya mematut dirinya selalu merasa kurang dibandingkan dengan yang lain.

(Adaptasi dari Kajian Kitab Al Hikam yang disampaikan oleh Zamzam AJT, Mursyid Penerus Thariqah Kadisiyah, 19 Juni 2016)

Monday, October 24, 2016

Sabar Boleh Mengeluh (?)

"Sabar bukan berarti meninggalkan keluhan kepada Allah seraya memohon supaya Ia meringankan dan menjauhkan sebuah ujian.
Sabar berarti sang hamba menahan diri untuk tidak mengeluh kepada apapun selain Dia."
- Syaikh Ibnu 'Arabi
Apabila seorang hamba ditimpa oleh penyakit, musibah atau kesulitan hal itu semata-mata sebuah ajakan agar ia menghadapkan wajah kepada-Nya.
"Sungguh pada hari ini Aku memberi balasan kepada mereka, karena kesabaran mereka;
Sungguh mereka itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan."
(QS Al Mu'minuun [23]:111)

Berhala-Berhala Abad 21

144.000 para nabi diturunkan dari masa ke masa, demikian para penyeru yang tak terhitung jumlahnya dan menyeru dengan cara yang telah ditetapkan bagi dirinya masing-masing.
Demikian intens mekanisme pengingatan tersebut, hingga tak kurang manusia diajak mengingat-Nya setidaknya dalam sebuah momen khusus sebanyak lima kali dalam sehari.
Manusia memang mudah lupa dan bisa jadi dibuat lupa. Lupa akan tugas hakikinya, akan makna hidup sebenarnya. Kebanyakan manusia tenggelam dalam samudera dunia yang melenakan ini, mengira bahwa hidup sekadar mengumpulkan harta benda sebanyak-banyaknya, padahal harta benda yang kebanyakan manusia dibuat pontang-panting mencarinya itu sudah ditetapkan kadarnya, demi untuk memenuhi misi hidup mereka masing-masing yang sakral dan bersifat personal.
Para nabi dulu bertarung secara fisik menghancurkan segala jenis berhala, bagaikan Ibrahim yang harus mengangkat kapak dan menebaskannya sedemikian rupa kepada patung-patung berhala. Namun sekarang berhala yang ada menjelma tidak secara fisik akan tetapi di dalam benak dan hati masing-masing.
Segala sesuatu yang menjadi tujuan dan mengkonsumsi sekian banyak waktu, pikiran, perasaan dan energi kita bisa jadi menjadi berhala.
Segala sesuatu yang kita khawatirkan hilangnya dan elu-elukan kedatangannya bisa jadi perwujudan sebuah berhala.
Segala sesuatu yang menguasai keputusan, perilaku dan arah hidup kita bisa jadi datang dari pengaruh berhala dalam diri.
Pada abad ini seseorang mungkin tidak menyembah patung-patung yang berwujud nyata, akan tetapi mereka mengabdikan hidup mereka dalam 'patung-patung' lain yang berupa kenyamanan hidup, karir yang tinggi, ketenaran, kekayaan, keinginan dianggap terpandang di mata manusia, takut miskin, takut dianggap rendah, dan semua tarikan dalam diri yang secara tidak sadar mengendalikan hidup kita, cara pandang kita terhadap dunia dan penyikapan kita terhadap kehidupan.
Sebagaimana berhala zaman dahulu yang mengalihkan manusia dari Tuhan yang sebenarnya, para berhala saat ini pun dengan halus mengalihkan manusia dari tujuan penciptaannya yang sejati, bahwa hidup lebih dari sekedar berkarir, berkeluarga dan mengerjakan sekian hal yang terlihat mulia dan mengagumkan - akan tetapi tidak dengan menyertakan Tuhan di dalamnya.
Berhala-berhala abad 21 tak terjamah oleh senjata materil, ia hanya bisa dijangkau oleh pedang pengetahuan yang benar (haq). Yang dengannya manusia bisa terbebas dari perbudakan di dalam dirinya sendiri dari hawa nafsu dan syahwat, dan hanya dengan itu ia bisa terbebas dan merasakan kebahagiaan yang hakiki.
-----
Cintailah kebenaran dan berjalanlah di dalamnya.
Dan janganlah mendekatinya dengan hati yang mendua
dan jangan menyekutukan diri dengan segala sesuatu yang datang
dari hati yang mendua.
Akan tetapi berjalanlah (dengan kokoh) dalam jalan kebenaran
(Kitab Nabi Idris 92:4)
Dan amal-amal yang tidak menyertakan Allah di dalamnya
akan musnah dari seluruh permukaan bumi.
(Kitab Nabi Idris 94:14b)

Sunday, September 18, 2016

Hijrah Bukan Berarti Meninggalkan Dunia

Hijrah menuju Allah bukan berarti kita tiba-tiba meninggalkan dunia, pekerjaan yang tengah kita geluti atau ragam aktivitas yang tengah kita jalani. Karena dunia dan setiap kejadian yang mewujud adalah manifestasi dari asma-asma Allah Ta'ala.

Dalam kemacetan yang mengepung kita sehari-hari, dalam kungkungan tantangan hidup dan pekerjaan dan di sela-sela kesibukan kita mengurus keluarga, bisnis, pekerjaan, proyek juga semua amanah yang dititipkan ke dalam tangan kita. Dalam permasalahan yang membuat kita resah dan gelisah, dalam ketidaktahuan yang menyesakkan dada, dalam ketidakpastian yang membuat kita lemah. Di semua itu ada Dia yang tersembunyi, yang selalu menanti kita untuk merengkuhkan diri kepada-Nya. Dia yang selalu berkata "Aku adalah khazanah tersembunyi dan Aku rindu untuk dikenal."

Thursday, September 15, 2016

Mengapa Rezekiku Sulit?

"Wahai guru, mengapa rezeki saya susah sekali didapatkan? Sudah sekian lama keluarga saya hidup dalam kesusahan dan setiap malam saya memohon kepada Allah agar melepaskan kami dari penderitaan ini, namun tampaknya tidak dikabulkan jua. Bagaimana saya harus menyikapi hal in i?"

"Wahai anakku terkasih, sebelum kita membahas persoalanmu, pertama kali mari kita perhatikan sama-sama pilihan kata yang engkau baru saja ungkapkan:
'susah sekali didapatkan
'hidup dalam kesusahan''
'kami dalam penderitaan'
'doa tidak dikabulkan jua'
Apa yang engkau rasakan saat mendengar kata-kata seperti itu? Pesimis, berat, sempit semua hal-hal yang terasa negatif dalam diri.

Nak, belajar untuk memilih kata-kata ya, karena apapun yang keluar dari lisan kita adalah cerminan dari kondisi hati. Engkau baru saja mengeluhkan takdir kehidupanmu seolah-olah Tuhan menyiksamu dalam dunia ini, namun aku lihat badanmu sehat, anak istrimu masih mempunyai tempat tinggal yang layak dan beraktivitas dengan baik.
Ketika Tuhan telah memberimu sekian banyak hal mengapa hanya fokus kepada hal-hal yang belum engkau terima dari-Nya? Apakah adil kemudian menuduh Tuhan karena belum mengabulkan permintaanmu?

Lalu, alih-alih melempar batu menyalahkan keadaan apakah dirimu telah mengevaluasi tindakanmu sendiri terlebih dahulu? Bisa jadi gaya hidupmu tidak sesuai dengan rejeki yang Allah tetapkan untuk keluargamu. Bisa jadi engkau memutuskan membeli sesuatu yang sebenarnya tidak perlu dibeli walaupun dengan memaksakan diri. Dan bisa jadi permintaan yang kau panjatkan itu dikabulkannya dalam bentuk lain.

Anakku, saat dirimu melihat anakmu berada dalam buaian sang ibu dengan nyaman, pernahkan engkau berpikir bahwa si ibu akan melemparkan anak ke dalam api yang panas? Nah , Allah Yang Maha Pengasih jauh lebih dahsyat kasih sayangnya kepada semua hamba dan tidak mungkin Ia melemparkan kita dalam penderitaan. Jadi bisa jadi penderitaan itu adanya dalam benak kita atau belum pahamnya kita dalam mengais hikmah dari kesulitan hidup yang tengah dialami."

Perbedaan Alam Barzakh Dan Alam Mahsyar

Apa perbedaan yang paling menonjol antara alam barzakh dan hari-hari setelah alam kebangkitan di yawmil mahsyar nanti?
Kalau masalah kebaikan dan keburukan, keduanya sama-sama dihisab pada saatnya masing-masing. Adapun perbedaan yang paling fundamental adalah ketika di alam barzakh jiwa manusia masih hidup tanpa jasadnya yang sudah membusuk ditelan bumi.
Maka di alam barzakh setiap manusia terikat ke kamarnya masing-masing. Sehingga apapun yang sang manusia alami di alam barzakhnya lebih kepada dosa personalnya. Ada yang membawa amarah, dendam, keraguan, ketidakpuasan, kesombongan dll ketika ia meninggal; maka semua itu akan dibersihkan.
Adapun di Hari Kebangkitan nanti jasad manusia akan dibentuk lagi dan disandingkan kembali bersama jiwanya. Di hari yang penuh huru-hara itulah semua permasalahan mengenai muamalah, hutang, keributan antara suami-istri, adik-kakak, tetangga, teman dan lain-lain akan mengemuka. Setiap orang bisa saling menghujat dan mencakar dengan tak kenal belas kasihan.
Kita berlindung kepada Allah Ta'ala dari keganasan hari tersebut dan sekuat mungkin menjaga diri dari menyakiti orang lain baik melalui lisan atau perbuatan kita.
(Adaptasi dari Kajian Hikmah Al Qur'an yang disampaikan oleh Zamzam AJT, Mursyid Penerus Thariqah Kadisiyah, 17 Juli 2016)

Saat Kita Panik

Fir'aun takut setengah mati mendengar ramalan bahwa salah satu dari bayi laki-laki yang terlahir di Negeri Mesir akan muncul seseorang yang akan melengserkannya dari tahta kerajaan.
Kecintaannya kepada kekuasaan dan dunia menggelapkan matanya dari melihat kebenaran, bahwa janji Allah pasti terjadi. Akhirnya dengan kalut Fir'aun memerintahkan pembunuhan bayi laki-laki di seantero negeri, suatu kebijakan yang pada akhirnya membuat ibu sang bayi Musa menghanyutkan sang permata hati yang baru saja dilahirkannya ke sebuah sungai, sebuah perbuatan yang terbimbing dengan perintah-Nya.
Fir'aun tak menyangka bahwa dalam upayanya menyelamatkan kekuasaan itulah justru yang membawa sang pangeran muda, Musa as ke dalam lingkaran tahta kekuasaan.
Kita pun sangat bisa dibuat panik dan galau oleh fenomena kehidupan tertentu dan pontang-panting mencari jalan keluar yang bersumber dari ketakutan diri yang malah membuat keadaan makin runyam, padahal tak ada yang kuasa mengoyakkan tirai takdir-Nya.
“Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami.” (QS. ath-Thur: 48)

Thursday, September 1, 2016

Dari Mana Mulai Beramal Shalih?

"Wahai Guru dari mana saya bisa memulai melakukan amal shalih? "
"Anakku yang baik, karena amal shalih adalah amal yang terhubung kepada Allah Ta'ala melalui cahaya iman maka ia pada hakikatnya amal-amal yang terbimbing yang apabila engkau mengerjakannya maka Allah akan ridha kepadamu.
Baiklah, supaya pikiranmu tidak mengawang tak karuan mengenai hal ini kita mulai saja dengan mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan apa-apa yang ada di sekelilingmu. Perhatikan kamarmu, ruang makanmu, meja belajarmu. Jika berdebu maka bersihkan, jika lantai perlu disapu atau bahkan dipel maka lakukanlan, jika engkau lihat sepatu dan sandal berantakan maka bergegaslah merapihkan. Bukankah Rasulullah saw bersabda bahwa "Kebersihan itu sebagian dari iman" dan kerapihan merupakan bagian dari kebersihan. Jika engkau cuek terhadap lingkungan sekitarmu itu menggambarkan hatimu yang mulai membeku. Sesungguhnya setiap barang yang ada di tanganmu akan diminta pertanggungjawabannya, apakah itu sepatu di rak yang sudah berdebu karena berbulan-bulan tak dipakai atau bunga di vas yang terletak di ujung meja yang kau lalai untuk menyiramnya. Perhatikan hal-hal yang ada di sekelilingmu dengan baik wahai anakku, lalu berusahalah menebarkan rahmat kepada mereka dengan merawat mereka dengan baik-baik, yang dengannya engkau akan membuat senang Dia yang memiliki semua itu."

Ketika Rasulullah saw Dibuat Mencintai Perempuan-Perempuan, Wewangian dan Kesejukan Mata di Dalam Shalat

Hadits ini termasuk yang banyak dikutip, namun tidak banyak yang mengungkap aspek batiniyahnya seperti yang dipaparkan oleh Ibnu Arabi dalam Fusus al Hikam.
"Aku dibuat mencintai tiga hal: perempuan-perempuan (an nisaa), harum-haruman dan kesejukan mata dalam sholat"
(HR.an- Nasa’i)
Bagi seorang Rasulullah saw ungkapan tersebut semata-mata terbit dari kecintaannya yang dalam kepada Allah Ta'ala dan sebuah kesadaran bahwa Dia memberikan segalanya dalam setiap penciptaan, sehingga melalui alam penciptaan inilah kita benar-benar bisa menelusuri Sang Maha Pencipta. Perhatikan bahwa kalimatnya adalah "aku dibuat mencintai..." bukan "aku mencintai".
Kemudian kata yang dipilih untuk menyatakan "tiga hal" adalah "thalath" yaitu bentuk feminin dalam Bahasa Arab, dibandingkan "thalatha" (bentuk maskulin). Rasulullah dalam hal ini mengungkapkan penghargaannya kepada peran seorang perempuan, sesuatu yang tidak lazim di zaman beliau diturunkan. Selain itu, aspek keperempuanan berkaitan dengan aspek kepasifan, oleh karenanya secara organ reproduksi pun seorang perempuan ada dalam posisi pasif, menerima benih yang dituangkan ke dalam rahimnya. Demikian juga keinsanan seseorang tidak akan sempurna tanpa aspek kepasifan, sikap diam dan berserah diri menunggu apa-apa yang diturunkan Sang Pemelihara semesta.
Adapun "an nisaa" kata jamak perempuan dalam Bahasa Arab, lebih menekankan kepada aspek penciptaan karena perempuan adalah akar penciptaan bagi seorang laki-laki, yang mana setiap anak dilahirkan melalui rahim ibunya. Maka kecintaan kepada perempuan dalam konteks ini berkaitan kepada kecintaan kepada asal muasal dirinya dan itu akan bersumber kepada kuasa Sang Pencipta. Dalam surat 9:37 dalam Al Qur'an, 'an nisaa' dimaknai sebagai sebuah penundaan. Dengan kata lain perpanjangan sebuah penciptaan. Siapapun yang mencintai-Nya akan mencintai segenap aspek penciptaan.
Adapun aspek harum-haruman berkaitan dengan 'an nisaa' sebagai penciptaan. Wangi yang paling utama adalah yang timbul dari hembusan nafas ciptaan. Seperti hadits Rasulullah saw yang mengatakan, “Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah pada hari qiyamat dari pada wangi kasturi”. Minyak kasturi wangi karena memang telah diciptakan demikian tidak ada hal yang istimewa tentang hal itu, adapun nafas seorang hamba yang melaksanakan puasa datang dari sifat penghambaan dirinya kepada Allah Ta'ala. Maka bau mulut yang keluar dari hamba yang berpuasa bagi Allah lebih wangi dibandingkan kasturi yang dianggap salah satu wewangian terbaik di bumi. Karena aspek keberserahdirian dan penghambaan menebarkan wewangian yang dapat diendus oleh Allah, para penduduk langit dan hamba-hamba-Nya yang telah terbuka indera batinnya.
Kesejukan mata dalam sholat berkaitan dengan aspek penyaksian (musyahadah), termasuk penyaksian bahwa Ia ada di balik semua ciptaan-Nya. Sholat yang baik adalah saat ketika sang hamba bermunajat dan berdzikir kepada-Nya dengan sepenuh hati, maka dalam setiap ayat yang dibaca ia akan menyaksikan respon Allah Ta'ala yang untuk menangkap respon-Nya diperlukan kualitas pasif (feminin) yaitu diam dan mendengarkan. Seperti halnya apabila surat Al Fatihah (surat yang wajib dibaca saat sholat) dibaca dengan penuh kesadaran, maka akan tercipta sebuah dialog antara hamba dengan Sang Pencipta.
Apabila hamba-KU mengucapkan:
ٱلْØ­َÙ…ْدُ Ù„ِÙ„َّÙ‡ِ رَبِّ ٱلْعَٰÙ„َÙ…ِينَ
Alhamdulillahi rabbil 'alamin (segala puji tertentu bagi allah,tuhan yang memelihara dan mentadbirkan sekalian alam)
Allah سُبْØ­َانَÙ‡ُ وتَعَالَÙ‰ menjawab: hamdani 'abdi(hambaku memujiku)
Apabila hamba-KU mengucapkan:
ٱلرَّØ­ْÙ…َٰÙ†ِ ٱلرَّØ­ِيمِ
Arrahmanirrahim(Yang maha pengasih lagi maha penyanyang)
Allah سُبْØ­َانَÙ‡ُ وتَعَالَÙ‰ menjawab:'Atsna alayya 'abdi(hambaku menyanjungiku)
Apabila hamba-KU mengucapkan:
Ù…َٰÙ„ِÙƒِ ÙŠَÙˆْÙ…ِ ٱلدِّينِ
Maliki yaumiddin(Maha penguasa hari kemudian)
Allah سُبْØ­َانَÙ‡ُ وتَعَالَÙ‰ menjawab:Majjadani abdi(hambaku mengagungkanku)
Apabila hamba-KU mengucapkan:
Ø¥ِÙŠَّاكَ Ù†َعْبُدُ ÙˆَØ¥ِÙŠَّاكَ Ù†َسْتَعِينُ
iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in(kepada engkau kami menyembah dan kepada engkau kami minta pertolongan)
Allah سُبْØ­َانَÙ‡ُ وتَعَالَÙ‰ menjawab:Hadza bayni wa bayna abdi,wali abdi wa saala(inilah bagianku dan bagian hambaku yg dimintanya)
Apabila hamba-KU mengucapkan:
ٱهْدِÙ†َا ٱلصِّرَٰØ·َ ٱلْÙ…ُسْتَÙ‚ِيمَ
صِرَٰØ·َ ٱلَّØ°ِينَ Ø£َÙ†ْعَÙ…ْتَ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِÙ…ْ غَÙŠْرِ ٱلْÙ…َغْضُوبِ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِÙ…ْ ÙˆَÙ„َا ٱلضَّآلِّينَ
Ihdinash siratal mustaqim,siratal ladzina an'amta 'alaihim ghairil maghdubi 'alaihim waladh-dhaalin(pimpinlah kami ke jalan yang lurus,yakni jalan yang tidak engkau murkai dan tidak pula jalan orang yang sesat)
Allah سُبْØ­َانَÙ‡ُ وتَعَالَÙ‰ menjawab:Hadza li abdi,wali 'abdi ma saala(inilah bahagian hambaku,untuk apa yang dimintanya)
Selanjutnya kita ucapkan "Aamiin" dengan ucapan yang lembut, sebab Malaikat pun sedang mengucapkan hal yg sama dengan kita. Barang siapa yang ucapan "Aamiin-nya" bersamaan dengan para Malaikat, maka Allah سُبْØ­َانَÙ‡ُ وتَعَالَÙ‰ akan memberikan ampunan kepada hambaNya." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud)
Namun berapa banyak orang yang sholat kemudian benar-benar mendengar atau setidaknya mencoba merasakan dan mengimajinasikan jawaban Allah tersebut?

Sunday, August 28, 2016

Jika Sholat Sekadar Formalitas

Salah satu penyebab kita dibuat pontang-panting oleh kehidupan bisa jadi karena sholat kita baru sekadar formalitas, sebatas menggugurkan kewajiban akan tetapi kering dari hati yang berserah diri kepada Allah Ta'ala.

Kerap kali sholat kita dikerjakan seadanya saja bahkan secepat kilat karena demikian kita menyibukkan diri dalam urusan dunia. Padahal sebenarnya saat terbaik kita adalah saat kita sholat yang hanya beberapa menit itu, yang kalau saja kita fokus dan khusyu mengerjakannya maka Dia yang merapikan segala urusan kita.

Kalau saat sholat pikiran kita melayang pada segala tetek-bengek dunia malah bisa jadi tidak akan mendapat apa-apa dalam sholatnya bahkan bisa makin membuat jarak dengan Allah Ta'ala. Akan tetapi jika kita memandang sholat sebagai saat yang dinanti-nanti, walaupun singkat tapi pada saat yang tidak lama itu kita serahkan semua permasalahan kita kepada-Nya. Setiap kita punya masalah yang dianggap besar, sebagian menghadapi permasalahan yang sama bahkan bertahun-tahun lamanya. Inilah saatnya untuk menunjukkan kepercayaan kita kepada-Nya, serahkan pada Dia dengan hati yang yakin dengan kuasa-Nya.

Sesungguhnya sholat adalah hari raya seorang mukmin, karena jika pada saat-saat lain kehidupannya belum tentu dalam genggaman Allah kecuali ia bertawakal kepada-Nya, maka dalam saat munajat di sholat itulah sang hamba berada dalam genggaman kuasa-Nya. Dan barangsiapa memperbaiki hubungan dengan Allah Ta'ala maka Ia akan memperbaiki kehidupan kita.

(Adaptasi dari Kajian Hikmah Al Qur'an yang disampaikan oleh Zamzam AJT, mursyid penerus Thariqah Kadisiyah. 13 Agustus 2016)

Friday, August 19, 2016

Menyikapi Kebandelan

"Bisa jadi kebandelan seseorang menjadi jalan untuk mengungkap suatu kebenaran."
- Zamzam AJT, mursyid penerus Thariqah Kadisiyah
Setiap orang pasti dipertemukan dengan episode bandel dalam hidupnya, entah itu kebandelan diri di masa lalu, bandelnya anak kita, atau diuji dengan bandelnya pasangan.
Makan ati?
Iya!
Cape menghadapinya?
Tak diragukan lagi!
Tapi itulah kehidupan, selalu punya cara untuk menyeret kita keluar dari zona nyaman yang dibentuk oleh pikiran kita sendiri.
Suka atau tidak suka kita harus menghadapinya. Karena seorang ksatria tidak akan lari dari peperangan. Kalau zaman dahulu para sahabat diuji melalui peperangan secara fisik, maka peperangan yang kita hadapi sekarang kebanyakan adalah perang melawan kemalasan kita, menerjang keengganan kita untuk melaksanakan amanah, mengendalikan amarah, menegakkan kesabaran dan menyingkirkan waham dunia.
Sangat membantu apabila kita memiliki kesadaran bahwa dibalik ditakdirkannya kita untuk merumat kebandelan diri, anak atau pasangan itu tersimpan mutiara kebenaran (al haq) yang menjadi bekal yang sangat berharga di dunia dan akhirat* . Maka sikap yang paling baik menghadapi jatah mengurus kebandelan adalah menerima, bersabar dan lebih baik lagi bersuka citalah! Karena kita tengah membuka sebuah hadiah yang bernilai berat di timbangan yaumil akhir nanti.
===
* Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (al haq), maka barangsiapa berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami. (QS: Al'a'raf 8-9)

Tetaplah Berpengharapan!

"Be hopeful, ye righteous!"
- Book of Enoch 96:1
Tetaplah memiliki harapan
Walau permasalahan kehidupan terasa sedemikian menghimpit
Walau pundak terasa lelah menanggung beban kehidupan
Walau akhir dari penantian terasa tak jua nampak.
Tetaplah memiliki harapan
Karena ujian kehidupan sudah dikadar dengan tepat (1)
Karena Yang Maha Kasih mustahil bermaksud membuat sengsara hamba-Nya (2)
Karena roda kehidupan akan senantiasa berputar (3)
Tetaplah memiliki harapan
Karena alam dunia memang diciptakan untuk memilah kualitas kecintaan asli atau palsu (4)
Karena seberat apapun api ujian yang membersihkan kita tidak ada bandingannya dengan api yang mewujud dari segala jenis penyakit hati yang kita bawa ke liang kubur. (5)
Karena kesabaranmu untuk menanti jalan keluar yang Allah berikan akan diganjar dengan sebaik-baik pemberian. (6)
Tetaplah memiliki harapan
Karena kuasa-Nya jauh lebih kuat dibandingkan seluruh tantangan dan ujian di dunia seganas apapun itu.
Tetaplah memiliki harapan karena putus asa hanya datang dari hati yang menutup diri dari cahaya kasih-Nya. (7)
***
(1) Allah tidak membebani seseorang diluar kemampuannya
(QS Al-Baqarah: 286)
(2) Bahwasanya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Nya (QS Ali Imran: 182)
(3) Sungguh bersama kesulitan ada kemudahan (QS Al Insyiraah :6)
(4) Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (ujian) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS Al Baqarah: 214)
(5) Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula. (QS Al Zalzalah: 7-8)
(6) Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam syurga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya. (QS Al Furqaan: 75)
(7) Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir (QS. Yusuf: 87)

Tuesday, August 16, 2016

Dzikir Subhanallah Meringankan Beban Hidup

Ibnu Abbas ra berkata: “Ketika Allah SWT menjadikan
Arsy, lalu menyuruh malaikat memikulnya. Para malaikat merasakan amat berat memikulnya. Kemudian Allah SWT menyuruh malaikat berzikir "Subhanallah". Kemudian saat para malaikat membacanya, jadi terasa ringanlah amanah memikul Arasy dan setelah itu mereka berzikir (kalimat tasbih) tersebut selama-lamanya.”

---
Kita semua mempunyai beban kehidupannya masing-masing, yang setiap beban pemikulan sudah ditakar dengan tepat oleh Sang Pencipta agar sesuai dengan kemampuan sang pemikul.
Keberatan hati kita saat memikul amanah hidup biasanya muncul karena tidak paham akan hakikat dan maksud episode menanggung beban ini, sehingga tidak sedikit manusia yang mencoba melarikan diri dari kesulitan yang harus ditanggung untuk menunaikan amanahnya.

Kalimat tasbih (subhanallah) yang dapat berfungsi meringankan beban yang ditanggung oleh para malaikat di atas tentu bisa diaplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Dimulai dengan mulai membiasakan membasahi lisan kita dengan tasbih, lalu disertai dengan pemahaman bahwa "subhanallah" berarti mengalirkan diri dalam aliran takdir-Nya. Seperti halnya perahu kertas yang mengalir dalam arus sungai, ia tidak berontak sehingga dapat mengalir dengan mulus.

Tidak mudah memang untuk mengalirkan diri dalam kehendak-Nya, butuh langkah besar awal berupa penerimaan yang komplit. Kita terima diri kita apa adanya, pasangan kita apa adanya, keluarga kita apa adanya, pekerjaan per hari ini apa adanya dan hal-hal lain yang Dia hadirkan dalam genggaman kita. Mental menerima (nrimo) membutuhkan kesadaran bahwa kita adalah hamba yang tak berdaya di hadapan ketetapan-Nya, namun hal yang menakjubkan adalah justru pada saat yang bersamaan saat kita menerima kefakiran diri kita kekuatan Ilahiyah akan mulai terasa di dalam diri, karena saat kita menerima semua amanah diri tersebut secara mental kita tengah berjarak dengan mereka dan mulai mengidentifikasi semua itu sebagai sebuah pemberian yang ditata dengan sangat baik dalam pengaturan-Nya, maka pada saat itu beban kita mulai terasa berkurang, karena sadar bukan kita yang menanggung dan bertanggung jawab atas semua itu, namun Dia Sang Maha Pencipta. Adapun tugas kita hanya melakoni semua skenarionya dengan baik, menjadi bahtera yang mengalir dengan tenang.