Thursday, September 1, 2016

Ketika Rasulullah saw Dibuat Mencintai Perempuan-Perempuan, Wewangian dan Kesejukan Mata di Dalam Shalat

Hadits ini termasuk yang banyak dikutip, namun tidak banyak yang mengungkap aspek batiniyahnya seperti yang dipaparkan oleh Ibnu Arabi dalam Fusus al Hikam.
"Aku dibuat mencintai tiga hal: perempuan-perempuan (an nisaa), harum-haruman dan kesejukan mata dalam sholat"
(HR.an- Nasa’i)
Bagi seorang Rasulullah saw ungkapan tersebut semata-mata terbit dari kecintaannya yang dalam kepada Allah Ta'ala dan sebuah kesadaran bahwa Dia memberikan segalanya dalam setiap penciptaan, sehingga melalui alam penciptaan inilah kita benar-benar bisa menelusuri Sang Maha Pencipta. Perhatikan bahwa kalimatnya adalah "aku dibuat mencintai..." bukan "aku mencintai".
Kemudian kata yang dipilih untuk menyatakan "tiga hal" adalah "thalath" yaitu bentuk feminin dalam Bahasa Arab, dibandingkan "thalatha" (bentuk maskulin). Rasulullah dalam hal ini mengungkapkan penghargaannya kepada peran seorang perempuan, sesuatu yang tidak lazim di zaman beliau diturunkan. Selain itu, aspek keperempuanan berkaitan dengan aspek kepasifan, oleh karenanya secara organ reproduksi pun seorang perempuan ada dalam posisi pasif, menerima benih yang dituangkan ke dalam rahimnya. Demikian juga keinsanan seseorang tidak akan sempurna tanpa aspek kepasifan, sikap diam dan berserah diri menunggu apa-apa yang diturunkan Sang Pemelihara semesta.
Adapun "an nisaa" kata jamak perempuan dalam Bahasa Arab, lebih menekankan kepada aspek penciptaan karena perempuan adalah akar penciptaan bagi seorang laki-laki, yang mana setiap anak dilahirkan melalui rahim ibunya. Maka kecintaan kepada perempuan dalam konteks ini berkaitan kepada kecintaan kepada asal muasal dirinya dan itu akan bersumber kepada kuasa Sang Pencipta. Dalam surat 9:37 dalam Al Qur'an, 'an nisaa' dimaknai sebagai sebuah penundaan. Dengan kata lain perpanjangan sebuah penciptaan. Siapapun yang mencintai-Nya akan mencintai segenap aspek penciptaan.
Adapun aspek harum-haruman berkaitan dengan 'an nisaa' sebagai penciptaan. Wangi yang paling utama adalah yang timbul dari hembusan nafas ciptaan. Seperti hadits Rasulullah saw yang mengatakan, “Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah pada hari qiyamat dari pada wangi kasturi”. Minyak kasturi wangi karena memang telah diciptakan demikian tidak ada hal yang istimewa tentang hal itu, adapun nafas seorang hamba yang melaksanakan puasa datang dari sifat penghambaan dirinya kepada Allah Ta'ala. Maka bau mulut yang keluar dari hamba yang berpuasa bagi Allah lebih wangi dibandingkan kasturi yang dianggap salah satu wewangian terbaik di bumi. Karena aspek keberserahdirian dan penghambaan menebarkan wewangian yang dapat diendus oleh Allah, para penduduk langit dan hamba-hamba-Nya yang telah terbuka indera batinnya.
Kesejukan mata dalam sholat berkaitan dengan aspek penyaksian (musyahadah), termasuk penyaksian bahwa Ia ada di balik semua ciptaan-Nya. Sholat yang baik adalah saat ketika sang hamba bermunajat dan berdzikir kepada-Nya dengan sepenuh hati, maka dalam setiap ayat yang dibaca ia akan menyaksikan respon Allah Ta'ala yang untuk menangkap respon-Nya diperlukan kualitas pasif (feminin) yaitu diam dan mendengarkan. Seperti halnya apabila surat Al Fatihah (surat yang wajib dibaca saat sholat) dibaca dengan penuh kesadaran, maka akan tercipta sebuah dialog antara hamba dengan Sang Pencipta.
Apabila hamba-KU mengucapkan:
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
Alhamdulillahi rabbil 'alamin (segala puji tertentu bagi allah,tuhan yang memelihara dan mentadbirkan sekalian alam)
Allah سُبْحَانَهُ وتَعَالَى menjawab: hamdani 'abdi(hambaku memujiku)
Apabila hamba-KU mengucapkan:
ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Arrahmanirrahim(Yang maha pengasih lagi maha penyanyang)
Allah سُبْحَانَهُ وتَعَالَى menjawab:'Atsna alayya 'abdi(hambaku menyanjungiku)
Apabila hamba-KU mengucapkan:
مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ
Maliki yaumiddin(Maha penguasa hari kemudian)
Allah سُبْحَانَهُ وتَعَالَى menjawab:Majjadani abdi(hambaku mengagungkanku)
Apabila hamba-KU mengucapkan:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in(kepada engkau kami menyembah dan kepada engkau kami minta pertolongan)
Allah سُبْحَانَهُ وتَعَالَى menjawab:Hadza bayni wa bayna abdi,wali abdi wa saala(inilah bagianku dan bagian hambaku yg dimintanya)
Apabila hamba-KU mengucapkan:
ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ
صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ
Ihdinash siratal mustaqim,siratal ladzina an'amta 'alaihim ghairil maghdubi 'alaihim waladh-dhaalin(pimpinlah kami ke jalan yang lurus,yakni jalan yang tidak engkau murkai dan tidak pula jalan orang yang sesat)
Allah سُبْحَانَهُ وتَعَالَى menjawab:Hadza li abdi,wali 'abdi ma saala(inilah bahagian hambaku,untuk apa yang dimintanya)
Selanjutnya kita ucapkan "Aamiin" dengan ucapan yang lembut, sebab Malaikat pun sedang mengucapkan hal yg sama dengan kita. Barang siapa yang ucapan "Aamiin-nya" bersamaan dengan para Malaikat, maka Allah سُبْحَانَهُ وتَعَالَى akan memberikan ampunan kepada hambaNya." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud)
Namun berapa banyak orang yang sholat kemudian benar-benar mendengar atau setidaknya mencoba merasakan dan mengimajinasikan jawaban Allah tersebut?

3 comments:

  1. Assalamualaikum Wr Wb

    Boleh berkenalan dengan penulis blog ini? Juga sumber-sumber apa saja yang digunakan? Terimakasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Untuk tulisan ini referensinya dari salah satu paper di website Ibnu Arabi Society

      Delete