Wednesday, February 22, 2023

BELUM TENTU

Diterima di kampus ternama sedunia.
Jaminan kesejahteraan di masa depan?
Belum tentu.
Tidak sedikit yang burn-out, stress berat sampai tidak selesai kuliah bahkan terjerumus narkoba karenanya.
Dapat kerja di tempat keren dan terkenal.
Jaminan hidup bahagia?
Belum tentu.
Tidak sedikit yang hidup seperti zombie. Kurang tidur, sibuk terus dengan pekerjaan sampai tak punya waktu untuk diri sendiri dan keluarga. Akhirnya patah, tidak bahagia walaupun hidup dikelilingi fasilitas mewah.
Dapat pasangan dari keluarga kaya dan punya pekerjaan bagus.
Jaminan pernikahan bahagia?
Belum tentu.
Tidak sedikit yang pernikahannya hanya seumur jagung, atau kalaupun dilanjutkan semata-mata bertahan karena anak-anak saja sambil mendera sepi dan hati yang sedih.
Menyekolahkan anak di institusi keagamaan tertentu yang memiliki reputasi baik.
Jaminan anak jadi baik agamanya?
Belum tentu.
Tidak sedikit anak yang rusak cara pandangnya terhadap dunia dan jadi berperilaku ekstrem.
Kita kerap terpeleset tawakalnya kepada sesuatu selain Allah.
Begitu mengandalkan reputasi sebuah institusi pendidikan sebagai jaminan masa depan dibanding menyerahkan anak-anak kita ke dalam perlindungan-Nya sebagai hal yang paling utama.
Lebih mengandalkan gaji bulanan atau status kontrak permanen untuk memenuhi kebutuhan hidup dibanding yakin dengan rezeki yang di tangan-Nya.
Lebih mengandalkan pendidikan agama di tangan guru agama dibanding kita berserah diri kepada Allah Ta’ala dulu dan berjuang memberikan pendidikan melalui contoh perilaku yang
terbaik
.
Ya, tentu Allah penting. Tapi secara tak sadar kita sudah menggeser makna kehadiran-Nya jadi nomor sekian setelah hal-hal yang diandalkan dan belum tentu hasilnya itu.
Posisi kita sebagai manusia sebenarnya jelas. We simply don’t know. Period.
Allah Ta’ala berfirman,
“Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
(QS Al Baqarah: 216)
Jadi?
Ikhtiar itu wajib. Tapi sebelum melangkah berikhtiar lebih baik dan lebih aman hadapkan diri kepada-Nya dulu. Kulo nuwun sebelum mengambil keputusan atau sebelum melangkah. Agar Dia mengilhamkan sesuatu yang haq. Agar Dia memberi inspirasi yang benar. Agar yang baik didekatkan. Yang buruk dijauhkan. Dan insya Allah akan selamat dan memiliki hikmah apapun yang terjadi karena di awal sudah menyerahkan urusan kepada-Nya. Sungguh Dia sebaik-baik pemelihara.[]

Amsterdam, di penghujung musim dingin bersuhu 6 C
22 Februari 2023 / 2 Sya'ban 1444 H

Saturday, February 18, 2023

 Mulutmu Harimaumu


Hati-hati dengan apa yang kita katakan.
Kalau orang bilang "Jangan sompral!"

Percaya atau tidak, takdir kita bisa dipengaruhi oleh lisan kita sendiri. Nenek saya dulu suka wanti-wanti, "Hati-hati kalau bicara, nanti ada malaikat yang mencatat" Apa yang kita katakan bisa jadi doa.

Coba perhatikan baik-baik, jangan-jangan musibah yang menimpa kita adalah sebuah pembersihan karena di sebuah waktu kita pernah berkata tidak pada tempatnya. Mungkin pernah meremehkan seseorang bahkan menghinanya. Mungkin pernah terlontar prasangka yang buruk yang tidak semestinya diucapkan. Mungkin pikiran buruk kita kerap diungkapkan berkali-kali hingga ia mewujud jadi kenyataan.

Kadang saat kita disakiti oleh seseorang sakitnya luar biasa. Tapi jangan sampai kekecewaan dan sakit hati kita membuat kita mengucapkan kata-kata yang akan disesali. Rasulullah Saw pun pernah bersabda,

“Janganlah kalian mendoakan kebinasaan terhadap diri kalian, janganlah kalian mendoakan kebinasaan terhadap anak-anak kalian, janganlah kalian mendoakan kebinasaan terhadap pelayan kalian, dan jangan pula kalian mendoakan kemusnahan terhadap harta benda kalian agar jangan sampai kalian menjumpai suatu saat Allah yang di dalamnya semua permintaan diberi, kemudian (doa) kalian diperkenankan.”

(Muslim Kitabuz Zuhd Raqaaiq 5328 dan Abu Dawud, Kitabush Shalat 1309).


Wednesday, February 8, 2023

 BAHAGIA ITU...


Saya suka memerhatikan orang di sekitar. Apa yang mereka lakukan. Apa yang membuat mereka menangis dan tertawa. Apa yang membuat mereka tersenyum dan apa yang membuat mereka murung.

Pernah saya lihat seorang laki-laki pemulung tengah beristirahat sambil duduk di pinggir jalan. Ia membuka nasi bungkus dan memakannya dengan lahap bersama anaknya yang naik di atas gerobak. Dia tampak ceria dan bahagia, makan di emperan jalan dengan semburan asap knalpot dan debu dari sekelilingnya.

Di kesempatan lain, saya pernah melihat seorang laki-laki duduk berhadapan dengan perempuan cantik di sebuah restoran mewah. Dua-duanya mengenakan pakaian rapi. Mereka duduk berhadapan demikian dekat tapi seperti ada jurang di antara mereka. Jarang saya perhatikan mereka berbicara. Lebih disibukkan dengan telepon genggamnya masing-masing yang kadang diletakkan karena makanan hendak dihidang oleh pelayan restoran. Tak tertangkap nuansa kehangatan apalagi kebahagiaan yang terpancar dari keduanya.

Betapa kontras keadaan keduanya. Satu dalam keadaan yang orang pandang sulit dan berkekurangan. Yang lain dalam keadaan berlebih. Tapi bahagia itu rupanya memang tidak bisa dibeli. Dia adalah sesuatu yang Allah turunkan dari langit.

"dan sesungguhnya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis" QS An Najm:43

Monday, February 6, 2023

 Going through hard times makes you stronger


Ujian kehidupan itu bisa menempa kita jadi orang yang lebih tangguh.

Saya mengalaminya sekitar 30 tahun yang lalu.
Ketika kondisi ekonomi keluarga Allah buat jungkir balik begitu saja dalam semalam. Satu per satu saya menyaksikan aset orang tua habis bersamaan dengan krisis keluarga dan krisis moneter yang menimpa negeri.

Saya yang biasa kalau nge-mall setiap minggu beli jaket Esprit kesukaan favorit seharga ratusan ribu atau kacamata merk Benetton yang dibandrol 1,5 juta di saat itu kemudian harus terbiasa menunggu pembeli membeli roti tawar seharga 10.000 rupiah di toko roti keluarga, sekadar untuk punya bekal sekolah.

Sedih? Iya. Tapi karena saya tidak pernah melihat orang tua saya mengeluh dengan keadaannya, hal itu membuat saya pun tegar menghadapinya dan tidak berkecil hati karenanya.

Tahun pertama kuliah di Jatinangor, orang tua menyisihkan uang untuk bisa membayar uang kost - agar saya bisa tinggal jalan ke kampus. Kami menemukan tempat kost baru yang hanya tersedia meja belajar dan lemari baju kayu. Saat pindahan di malam hari, saya bisa melihat ibu saya diam-diam menitikkan air mata karena belum mampu membelikan saya sekadar kasur lipat seharga 150 ribu. Tapi kami tidak kehilangan akal. Karpet tebal dari rumah kami bawa dan dilapisi dua lapis sprei, et voila! Jadilah alas tidur yang nyaman. Dua bulan kemudian baru Papa datang membawakan kasur lipat. Untuk pertama kalinya, saya merasakan nikmatnya tidur di kasur. Kenikmatan yang selama ini saya abaikan.

Setelah itu, kondisi keuangan orang tua makin memburuk. Bisnis ditipu ditambah dengan krisis rumah tangga. Saya tahu diri untuk tidak menambah beban mereka. Di saat yang sama buku-buku kedokteran itu harganya mahal. Saya tidak mampu bahkan memfotokopinya seperti yang banyak teman-teman lain lakukan. Tapi Allah senantiasa memompakan semangat dan inspirasi. Ada buku yang bisa saya pinjam dari perpustakaan, sedangkan sisanya saya pinjam di malam hari dari teman kost sebelah saya. Sengaja saya izin pinjam saat dia tidur agar tidak mengganggu waktu belajarnya. Semalaman saya akan terjaga menyalin semua isi buku sampai terbentuk cekungan di jempol dan jari telunjuk saya karena menulis puluhan halaman tanpa henti.

Kadang, saat uang bekal sudah menipis saya mencoba tahan selama mungkin agar tidak sedikit-sedikit meminta tambahan kepada orang tua. Caranya adalah dengan menghemat biaya makan, yaitu hanya makan nasi seharga 500 perak per bungkus dengan kerupuk pedas yang sedap. Enaknya...:)

Itu sekilas perjuangan saat kuliah dulu. Alhamdulillah lulus juga :)
Setelah itu roda kehidupan kembali naik. Punya penghasilan lebih dan bisa jalan-jalan ke luar negeri. Tapi, pengalaman dulu pernah Allah perjalankan ke episode prihatin sungguh tak terlupakan. Tanpa itu mungkin saya akan jadi orang yang cengeng dan manja and taking things for granted.

Pengalaman disempitkan dalam kehidupan mengajari saya untuk mensyukuri hal-hal yang kerap kita anggap sepele. Seperti tidur di atas kasur yang empuk, punya bekal cukup untuk sekolah setiap hari, makan dengan lauk pauk. Simple things in life yang sering kita lalai untuk sekadar berucap syukur atasnya.

Pengalaman itu menempa hati saya juga jadi biasa-biasa saja dalam memegang dunia. Adanya syukur - ga usah lebay dan sombong. Tidak adanya tak perlu panik dan kecil hati. Jalani saja hidup itu dengan suka cita. Semua akan indah pada saatnya <3

Amsterdam 6 Februari 2023, musim dingin bersuhu 4 C seperti di dalam kulkas ;)

Sunday, February 5, 2023

 BALANCING YOU


Hidup itu selalu mengalir mencari keseimbangan. Sebuah sunatullah, sesuatu yang tidak dalam keadaan seimbang pasti tidak kokoh dan rapuh.

Tapi tidak mudah menemukan titik keseimbangan, karena diperlukan prinsip keadilan yang berdasarkan ilmu Allah. Karena kalau kita punya 10 urusan, belum tentu setiap urusan kita beri kadar 10%. Mungkin ada yang urgen, perlu kita hadapi dengan upaya 40%, lainnya dibagi-bagi sesuai dengan kebutuhan. Di satu waktu anak yang sedang menyita banyak waktu dan perhatian. Di waktu lain, pernikahan membutuhkan kerja keras untuk memelihara keharmonisannya. Di penggal lain, adalah pekerjaan yang demikian memeras tenaga dan pikiran kita.

Hidup itu mengalir saja. Dari satu keadaan ke keadaan lain. Tak perlu ngoyo dan memaksakan diri. Agar kita tidak terlampau keras kepada diri sendiri. Dan biasanya, orang yang keras kepada diri sendiri otomatis akan keras kepada orang sekitarnya, sadar atau tidak sadar. Karakter keras itu akan cenderung mudah pecah, karena takdir hidup terlampau kuat di suatu waktu. Flexibility is the key. Itu yang membuat pohon bambu mampu menghadapi angin badai, karena dia bisa 'berdansa' seiring dengan tiupan angin kencang dan tak mencoba mendorongnya dalam arah yang berlawanan.

Keseimbangan akan membuat orang nyaman berada di keadaannya. Karena ia menjadi menjejak, tak perlu berjinjit. Sesuatu yang tak seimbang bisa dirasakan sebenarnya jauh-jauh hari. Itu jika hati nurani kita sering dipoles dengan dzikir kepada Allah. Hati akan menyeru, "Eh, kamu kurang mengurus rumah tuh", "Eh, sudah lama kamu tidak memeluk pasangan dan mengatakan 'i love you'", "Hey, jangan lupa memberi perhatian lebih kepada anakmu", "Kok dzikirmu setelah shalat jadi kurang akhir-akhir ini?". "Sudah telepon ibu belum?" Inspirasi yang baik itu datang dari Allah Ta'ala. Manusia bahkan tidak punya kemampuan untuk mencetuskan sebuah gagasan dari nol. Inspirasi datang bagaikan angin yang berhembus yang menggerakkan perahu dalam berlayar melintasi samudera kehidupan. Tapi, terlalu banyak inspirasi pun akan malah membuat stress. Kelabakan kita mengatur waktu melaksanakannya. Maka penting kita berdoa, "Ihdina shiraathal mustaqiim", memohon ditunjukkan kepada jalan yang membuat kita seimbang, meminta agar ditunjukkan kepada keputusan yang paling tepat dari antara waktu shalat ke waktu shalat lainnya.

Itu kenapa ada karunia yang besar bagi mereka yang memenuhi seruan shalat di awal waktu. Ia adalah ibadah yang paling Allah cintai. Di situ sebenarnya kesetimbangan manusia tengah dikalibrasi. Ada yang cenderung sibuk di kantor atau bisnis, saat shalat diingatkan lagi tentang kewajiban yang lain. Ada yang cenderung dibuat emosi dengan keadaan anaknya, di saat shalat diluruskan lagi perspektif hidupnya agar tidak dibuat susah oleh anaknya. Ada yang merasa gagal dalam hidup, saat shalat diingatkan lagi tentang kuasa Allah dan hidup akhirat - bahwa apa-apa yang luput di dunia ini akan seseorang dapatkan di akhirat nanti.

Shalat jadinya bukan sekadar menggugurkan kewajiban.
Mendengar suara adzan menjadi hal yang indah dan dirindukan, bukan sebuah interupsi di tengah kesibukan dunia.
Shalat mulai dirasakan sebagai sebuah oase di gurun kehidupan dunia.

Jadi, kalau merasa kelelahan mengatur kehidupan. Sudah merasa kecil hati dengan kegagalan demi kegagalan dan penolakan demi penolakan yang dihadapi. Merasa stress dan kelimpungan mengatur sekian banyak pekerjaan dan amanah sedangkan waktu dan tenaga yang tersedia demikian terbatas. Coba berhenti sejenak dari mengatur dan mencari solusi semua itu dengan mengandalkan selain Dia. Coba dengan lebih tepat memanggil seruannya. Kalau kita bisa selalu tepat waktu jika meeting dengan orang penting. Kenapa berlambat-lambat saat ada meeting dengan Sang Maha Pencipta? Sementara di waktu itu Dia hanya ingin memberikan rahmat-Nya. Karena tahu kita begitu kelabakan dan pontang-panting mengurusi kehidupan ini. Dia tahu, karena Dia Maha Tahu. Dan karena Dia Sang Maha Pencipta.

Sadari bahwa kita tengah berada di atas papan catur kehidupan yang Tuhan desain. Satu-satunya cara untuk memenangkan kehidupan ini adalah dengan mengikuti aturan main-Nya. Dengannya keseimbangan yang setengah mati kita perjuangkan itu akan beres dengan sendirinya. Karena Dia satu-satunya yang bisa membereskan.[]