Wednesday, November 25, 2020

Usaha saya tutup terkena imbas pandemi ini. Sudah hampir setahun saya kerja serabutan. Tapi ya rezekinya ada saja. Pas butuh, pas ada. Aneh bin ajaib.


Ketika bisnis saya terpaksa ditutup saya pikir masa depan saya dan keluarga akan suram. Karena saya menggantungkan betul penghidupan saya dan anak-anak kepadanya. Tapi saya salah. Allah yang selama ini memberi rezeki bukan usaha saya itu, caranya bisa lewat mana saja. Buktinya hampir setahun ini kami sekeluarga baik-baik saja, masih hidup, bisa makan, ada tempat berteduh. Malah saya jadi rajin ke mesjid dan bisa shalat tepat waktu. Sesuatu yang saya sering luput melakukannya saat saya tersibukkan oleh usaha saya. Selain itu, hati saya terasa lebih tenang jika tawakal sama Allah. Dulu, kalau kurang uang sedikit sudah gelisah. Sekarang lebih tenang, menyadari hidup kita ada dalam genggaman Yang Maha Kuasa dan Maha Kasih.


Alhamdulillah bu, ternyata pandemi ini membawa berkah.


- Adaptasi dari pengalaman nyata yang dituturkan kepada penulis pagi ini.

Wednesday, November 18, 2020

 Siapa orang yang paling merugi?


Apakah yang tertipu usahanya?


Atau yang hilang uang pensiunnya karena dikelabui orang?


Atau yang dikecewakan oleh pasangannya?


Al Quran surat Al Kahfi [18]:103-104 memberikan panduan bahwa orang yang tertipu itu justru mereka yang merasa telah berbuat baik tapi di mata Allah semua kekaryaan dan amal itu tidak ada artinya alias sia-sia. Kenapa? Karena tidak ikhlas melakukannya. 


Barangkali saat mengerjakannya tercampur keinginan dipuji dan ingin mendapat kedudukan di mata orang.

Barangkali tercampur motivasu dunia di dalamnya berupa harta, tahta dan jabatan.

Barangkali ya memang dilakukan karena demi memenuhi ego. Takut dianggap gagal, takut dianggap miskin, takut dianggap rendah dll.


Ada hal lain yang lebih halus. Kalaupun yang dilakukan itu tampaknya baik, tapi amalan itu ternyata di mata Allah tidak pas untuknya. Seperti pedang kerajaan yang biasa dipakai untuk berperang kemudian malah digunakan untuk mencacah daging dan sayur mayur di dapur. Memang berfungsi, tapi bukan peruntukannya.


Nah, itulah amal shalih. Amal yang presisi yang Dia ridhoi. Bukan kekaryaan karangan kita sendiri.

Dalam surat Thahaa [20]:82 tahapan untuk sampai ke mengerjakan amal shalih harus melewati taubat dan iman. Pertama wajah hati mencari-Nya bukan yang lain, lalu percayakan segenap keamanan hidup bersandar sepenuhnya kepada-Nya. Setelah itu dunia kita akan dituntun luar dan dalam utk mengerjakan amal shalih itu. Agar kita tidak menjadi orang yang merugi...Aamiin

Tuesday, November 10, 2020

 Sebutlah namanya Mae, ibu dua anak yang sudah beranjak usia 18 dan 14 tahun ini datang ke negeri Belanda sekitar 4 tahun lalu meninggalkan kampung halamannya di Ghana.


Disini ia mengadu nasib, mengais rezeki apapun yang dia bisa lakukan sebagai buruh. Ia bekerja siang dan malam. Menyewa kamar kecil di pinggiran kota Amsterdam. Kelebihan uang yang dia peroleh setiap bulannya ia kirim kepada orang tua yang mengurus anak-anaknya jauh di benua Afrika.


Saat saya tanya, "Ada rencana pulang menjenguk anak-anak dan keluarga?" Dia jawab sambil tersenyum,"Iya, ada. Mungkin tiga tahun lagi." Tatapan matanya seolah sudah membayangkan momen pertemuan dengan orang-orang yang dia kasihi. Saya paham, pendapatannya sebagai tenaga kerja serabutan apalagi tinggal di kota besar seperti Amsterdam dengan biaya hidup yang tidak murah adalah sangat menantang. Kita harus menghitung setiap pengeluaran dengan cermat. 


Lalu saya tanya lebih jauh, dalam perjalanan pulang berdua di dalam mobil sambil mengantarkan dia ke tempat tinggalnya selepas shift kerja malam. 

" Mae, bagaimana kami mengatasi rasa rindu kepada anak-anakmu?"


Dengan pasti dia menjawab, "When you have God, you have everything"


Kami berdua lalu terdiam. Sambil meresapi makna kekuatan kata itu dalam-dalam. Entah kenapa lampu-lampu jalanan menjadi tampak bersinar dengan indah. Rintik hujan yang menerpa kaca mobil jadi terasa menambah hangat suasana. Sebuah senyuman lebar mengembang di wajah saya. Something is telling me that she say the right thing...

Thursday, November 5, 2020

 "Saya pernah dipenjara lima kali." Kata perempuan paruh baya itu dengan santai. Dia tampak tidak sungkan mengatakannya, sebuah episode kehidupan yang mungkin oleh sebagian besar orang dianggap aib atau masa lalu yang kelam.


Saat saya tanya kenapa kok sampai bisa dipenjara, meluncurlah kata-kata deras dari mulutnya. Ia cerita bahwa pernah menyelundupkan narkoba dan ditangkap berkali-kali di bandara. Sekali dia melakukannya kemudian ketagihan. Bagaimana tidak, uang ratusan juta rupiah diraihnya per satu kali perjalanan menyekundupkan barang haram itu dengan cara mengikatkan kantung-kantung berisi narkoba di badannya. Sebuah perjalanan yang berisiko tinggi. Dia bilang, sekali merasakan kenikmatan bermandikan uang sebanyak itu sulit untuk melepaskannya. Makanya dia lagi-lagi melakukannya. 


Dia bercerita tentang kehidupannya yang super glamor. Tidur di hotel bintang lima, mengendarai kendaraan mewah, membuatkan ibunya dua rumah mewah di kampung halamannya, Suriname. Tidak hanya itu kalau orang Jawa bilang "hawa duit", itu selalu membuat dia ingin melakukan hal yang mendatangkan sensasi tersendiri. Dia cerita blak-blakkan bahwa dirinya sempat ketergantungan seks. Dengan uang sebanyak itu dia bisa melakukan pesta-pesta seks di presidential room  sebuah hotel mewah yang biasa disewanya. Dia bisa mendatangkan pria-pria dan perempuan-perempuan bak supermodel dan berpesta semalam suntuk.


Saya bilang sama dia, "Wow, my life seems boring compares to yours!"

Dia tertawa lepas. Lalu kemudian berhenti dan pandangannya terlempar jauh ke sebuah tempat yang tampak tak bertepi. Saya lihat bias kesedihan di wajahnya yang mulai menunjukkan garis-garis keriput dengan rambut-rambut yang memutih menjuntai diantaranya.


"It was my past. I am getting old now." Ternyata dia bilang semua uang yang berlimpah itu tidak mendatangkan kebahagiaan. Pleasure yes, but not happiness. Sayangnya banyak orang terjebak mengira pleasure atau kesenangan adalah sama dengan kebahagiaan. Padahal itu dua hal yang jauh berbeda. Dia bilang uang sebanyak itu entah hilang kemana. Sampai sekarang tak punya tabungan. Bahkan tubuhnya kerap sakit-sakitan karena gaya hidup yang pernah dijalaninya. Yang membuat lebih sedih lagi, uang yang dia berikan untuk ibunya hingga membelikan rumah dan barang-barang mewah pun katanya entah kenapa tidak membuat ibunya bahagia, hingga sampai ibunya meninggal dia masih merasa gagal membahagiakan ibunya. Dan yang tak kalah menyakitkan dia sadar dia merasa telah menghancurkan anak perempuan semata wayangnya. Anaknya pernah menyaksikan ibunya ditangkap oleh polisi di bandara. Lalu tahun-tahun yang hilang saat sang ibu di penjara tidak bisa diulang.


Saat ini dia menjalani hidup sederhana. Tinggal di kamar kontrakan yang cukup nyaman dengan gaji yang dia terima dengan bekerja di restoran cepat saji. Kabarnya anak perempuannya secara teratur mengunjunginya. Dia pun mulai aktif melakukan konseling kepada generasi muda - agar tidak terjebak pada kesalahan yang sama yang telah dia perbuat. Usianya tidak muda lagi, sudah lima puluhan tahun. Keadaan fisiknya pun tak sekuat dulu dan mulai sakit-sakitan. Tapi saya masih merasakan getar semangat dalam dirinya, keinginan untuk menebus tahun-tahun kelam yang telah berlalu.


 Mendengarkan penuturan dia, saya jadi teringat kisah tentang seorang pelacur perempuan yang menjalani kehidupan dalam kenistaan tapi ada satu titik dalam kehidupannya dimana ia bertaubat. Dalam perjalanan taubat melintas padang pasir terik, ia dilanda oleh kehausan yang sangat. Rasa haus yang mematikan. Hingga akhirnya ia menjumpai sebuah sumur dan menemukan air di dalam sumur itu. Saat ia gembira menyiduk air dari dalam sumur itu dengan alas kakinya dan hendak meminumnya, dia baru menyadari bahwa di sebelahnya ada seekor anjing kurus yang tampak kehausan. Rupanya si anjing tidak bisa mengambil air dari kedalaman sumur. Lalu alih-alih dia lebih dulu menenggak air yang sudah ada di tangannya, ia biarkan sang anjing itu minum. Dan pada saat menunggu anjing itu selesai minum malaikat maut datang mencabut ruhnya. Sang perempuan diriwayatkan diganjar dalam taman surganya. 


Benarlah kiranya bahwa kualitas seseorang itu akan ditentukan di akhir hayatnya. Rasulullah saw telah bersabda, – dan beliau adalah orang yang jujur dan dibenarkan – “Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nutfah, kemudian menjadi ‘alaqoh (segumpal darah) selama itu juga lalu menjadi mudhghoh (segumpal daging) selama itu juga, kemudian diutuslah malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk menuliskan 4 hal: rezeki, ajal, amal dan celaka/bahagianya. Maka demi Allah yang tiada Ilah selain-Nya, ada seseorang diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja, kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. Ada diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli neraka sehingga tidak ada lagi jarak antara dirinya dan neraka kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli surga dan ia masuk surga.” (Diriwayatkan oleh Al Bukhari)