Tuesday, April 9, 2024


 Pilihan hidup hanya dua dalam menyikapi segala hal.

Mau menghadapi dan menjalani dengan suka cita atau terpaksa.


Kalau suka cita apapun yang terjadi akan terasa lebih ringan menjalaninya sedangkan keterpaksaan akan membuat kita terseret-seret melakukannya. Melelahkan.


Kalau suka cita, pelajaran dan hikmah dari apa-apa yang Allah takdirkan lebih mudah menangkapnya. Karena langit jiwa kita lebih jernih dibanding keterpaksaan yang mengepulkan banyak asap di cakrawala hati. Bikin hidup terasa tambah sumpek.


Kalau suka cita, bahkan takdir yang menyakitkan pun jadi bisa dimaknai. Dibandingkan terpaksa menerimanya dengan meraung-raung, sementara tak ada yang berubah dalam ruang takdir kita. Menyedihkan.


So yes, kita barangkali punya freewill. Kebebasan dalam merespon segenap hal yang Allah tetapkan. Mau bersuka cita atau terpaksa melakoninya?


Sementara Allah Ta’ala menjamin dalam Al Quran bahwa kunci terbukanya rezeki kita ada dalam kebersukacitaan dalam menerima ketetapan-Nya. Dari waktu ke waktu. Di setiap nafas dan detak jantung. 


Inilah perjuangan kita. Selalu mencari cara dan berupaya untuk menerima, ridho, bersuka cita dan ikhlas dalam menerima aliran takdir dan ketetapan dari-Nya.


***


“Dia kemudian menuju ke langit dan (langit) itu masih berupa asap. Dia berfirman kepadanya dan kepada bumi, “Tunduklah kepada-Ku dengan suka cita atau terpaksa.” Keduanya menjawab, “Kami tunduk dengan suka cita.


Lalu, Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan pada setiap langit Dia mewahyukan urusan masing-masing. Kemudian langit yang paling dekat (dengan bumi), Kami hiasi dengan bintang-bintang sebagai penjagaan (dari setan). Demikianlah ketetapan (Allah) Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui.” QS Fushshilat : 11-12


(Foto yang menginspirasi tulisan ini. Yang satu doyan bergaya di depan kamera sementara kakaknya paling males kalau disuruh berpose)🥰


 Bulan Ramadhan mengajarkan banyak hal.

Kita belajar untuk menghargai waktu-waktu Tuhan.

Diantaranya, boleh makan dan minum, tapi nanti. Tunggu waktu maghrib tiba. Dan kita pun patuh.

Kepatuhan itu karena ada cahaya dalam dada (shadr). Imam Tirmidzi menyebutnya sebagai “Nur Islam”, cahaya Ilahiyah yang membuat seseorang jadi berserah diri. Dan itu dilakukan tidak sehari, dua hari. Tidak pula seminggu, dua minggu, tapi sebulan penuh! Sungguh menjejakkan sebuah efek transformasi yang mendalam pada diri seseorang, kalau saja ibadahnya ikhlas lillahi ta’ala. Secara fisik pun, sel-sel bertransformasi dalam hitungan hampir dalam waktu satu bulan secara rata-rata. Jadi memasuki bulan Syawal, kita pada dasarnya punya konstelasi raga yang baru, maka jangan dirusak dengan kembali makan berlebihan dan tak memikirkan aspek halal dan thayyib serta mengumbar syahwat setelah bulan Ramadhan.


Bulan Ramadhan juga mengajarkan kebersamaan. Semesta ditundukkan di bulan ini. Setan-setan dibelenggu, kaum Muslim beribadah shaum dan tarawih bersama. Bahkan beberapa non-Muslim ikut ingin merasakan bagaimana rasanya berpuasa di bulan Ramadhan. Lailatul qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan ada di bulan Ramadhan. Semua dikondisikan untuk menerima anugerah tertinggi, yaitu Al Quran. Ada alasannya mengapa dari dua belas bulan yang Allah ciptakan, Al Quran diturunkan di bukan Ramadhan, bukan di bulan yang lain.


Bukan Ramadhan mengkondisikan sebuah kejujuran. Seseorang bisa saja pura-pura tampak berpuasa di depan yang lain dan sembunyi-sembunyi makan dan minum di tempat lain. Tapi dia tahu Allah tidak bisa dibohongi. Kesadaran bahwa Allah Maha Melihat adalah ihsan. Dan karakteristik takut kalau dia berbohong dengan berpura-pura puasa jangan-jangan Allah tidak berkenan kepadanya. Rasa takut itu datang dari hati yang taqwa.


Bulan Ramadhan juga mengajarkan kebersyukuran pada hal-hal “kecil” yang kerap tak kita anggap sebagai sebuah kenikmatan yang besar. Seperti nikmatnya tegukan pertama saat kita meminum air tatkala berbuka. Air putih yang tadinya biasa-biasa saja jadi nikmat tiada tara ketika kita berbuka. 


Manusia memang sering lupa bahwa kita tengah berada di sebuah samudera kenikmatan yang melimpah. Lupa bahwa di setiap saatnya Allah memberi jauh lebih dari apa yang sekadar kita minta dan bahkan yang kita bayangkan. 

Kita kerap lupa nikmatnya bisa bernafas tanpa tersengal-sengal. Betapa nikmatnya berjalan tanpa sakit lutut. Betapa nikmatnya bisa melihat tanpa pandangan yang buram. Betapa nikmatnya bisa belanja di pagi hari dan menghirup udara segar serta mendengar burung berkicau seperti yang saya rasakan di pagi hari ini. All those “little things” that we often take for granted. 


Ramadhan sungguh mengajarkan banyak hal. Tentang sebuah pengabdian. Tentang makna kebersamaan dan sekaligus nilai kesendirian di malam-malam i’tikaf. Semoga ibadah puasa kita tidak hanya di bulan Ramadhan. Karena tak ada ibadah yang Dia klaim seperti puasa.


“Puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya” - Hadits Qudsi


It’s very personal and very special.♥️


Terima kasih wahai bukan Ramadhan untuk membersamai kami menapaki jalan taubat. Semoga kita berjumpa kembali.


Jelang akhir Ramadhan 1445 H

Sunday, March 31, 2024

Pekerjaan sebesar apapun tidak akan pernah selesai kalau kita tidak pernah memulainya DAN tekun menjalaninya. Karena banyak pengalaman mereka yang sudah berhasil memulai tapi kerap kandas di tengah jalan karena kurang sabar melakoninya.


Suatu hari saya bertekad ingin menerjemahkan sebuah buku dalam Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia. Cukup menantang karena bukunya keluaran tahun 1800an. Bukan Bahasa Inggris gaya modern di buku-buku kontemporer yang lebih ringan untuk diterjemahkan. Selain itu, tebal bukunya sebanyak 700 halaman. 


Saat itu saya menimbang-nimbang. Bisa ngga ya? Di tengah kesibukan mengurus anak dan rumah tangga. Antar jemput anak les piano, latihan sepak bola, badminton, dan les biola. Juga saya tengah kuliah online dan kerja pula. Ah, tapi bismillah saja. Allah memberi saya semangat tinggi dan rasanya bisa menyelip-nyelipkan kegiatan menerjemahkan ini di tengah padatnya aktivitas yang ada.


Begini pengalaman saya. Langkah pertama, minta tolong sama Allah agar hari-hari yang akan dihadapi diaturkan. Mintanya hari ke hari. Ngga perlu borongan minta seminggu. Karena toh kita menjalani one day at a time. Biasanya kalau sudah minta sama Allah seperti ini selalu diberi rezeki tak terduga berupa sebuah keluangan waktu yang Dia sediakan, bahkan di tengah jadwal harian yang kadang menggila sekalipun. Dia Maha Kuasa. Namun kita mesti selalu waspada pasang kuda-kuda menangkap peluang ini. Karena kadang waktu yang ada tidak banyak. Lima atau sepuluh menit saja, tapi setiap kemajuan yang ada dari hari ke hari itu berarti sekali. Don’t underestimate the power of 5 minutes progress of your work.


Hal yang kedua, disiplin. Tekadkan bahwa setiap hari harus menerjemah. Walaupun satu kalimat. Dan ya, sering harus berjuang melawan malas dan rasa ngantuk ketika menjalaninya. Tapi kalau Allah Ta’ala memberi tekad yang membara, insya Allah akan dibuat jalan terus.


Kemudian, work with the flow. Kadang kita punya target terlampau optimis. “Hari ini aku mau menerjemahkan 10 halaman!” Okay, sounds good. Kalau memang Allah memberi kesempatan dan kemampuan. Tapi, tidak jarang yang terjadi tiba-tiba ada tamu tak terduga. Tiba-tiba anak minta diantar ini dan itu. Tiba-tiba kunci pagar halaman rusak dan hampir seharian saya harus memperbaiki sambil bulak-balik ke toko bangunan. Now, tenang. Don’t get despair. Lower your expectations. Turunkan target yang tadinya 10 halaman menjadi berapapun, yang penting setiap hari ada kemajuan. Walaupun satu kalimat tadi itu. Yes, really! We need to learn to celebrate progress no matter how small it is.


Dan, sabar dalam melakoninya. Day in, day out. Siang dan malam. Lagi good mood atau bad mood, in good time and bad times, in sickness and health - iya, kita seperti menikah dengan pekerjaan itu. Loke any marriage, it requires commitment and have to be obsessed enough with the project. Sampai kalau ngelamun itu yang dilamunin ihwal penerjemahan ini. 


Terakhir, ini yang paling penting dan yang menjadi ruh sebenarnya. Sering-sering berdoa dan minta pertolongan sama Allah. Karena tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan-Nya. Sebisa mungkin saya dalam kondisi berwudhu dalam menerjemahkan. Memulai dengan basmallah atau membaca Al Fatihah, agar berkah Allah menaungi. Kalau tidak, rugi kan kita sudah cape-cape kerja dan menghabiskan sekian banyak waktu sambil Dia tidak berkenan? Na’udzubillahimindzaalik.


Alhamdulillah, dengan langkah-langkah kecil seperti itu buku tersebut selesai saya terjemahkan dalam waktu 8 bulan. Sambil tetap mengerjakan semua amanah rumah tangga dan pekerjaan.


So yes, anything is possible with Allah.

Remember that no matter how small you start or how slow you’re moving, you’ll eventually get there.

The key is to start somewhere and keep moving.😊

Thursday, March 21, 2024

 In every situation

In every happy moment

In every sorrow

In every scarcity

In every abundance


At the turn of day and night

All of them are Divine greetings that say,

“Find Me!”


Amsterdam, 11 Ramadhan 1445 H

11.11 am

Sunday, February 18, 2024

 "Kebahagiaan itu diukur oleh hati, bukan bentuk takdir yang menimpa seseorang."

- Mursyid Zamzam AJ Tanuwijaya


Bahagia itu letaknya di hati

Dia sebenarnya tidak tergantung oleh situasi dan keadaan
Karena hati hanya mencari wajah-Nya
Maka, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.
Ketenangan hati itu gerbang kebahagiaan.

"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." QS Ar Ra'd 28-30.

Jadi jangan biarkan kebahagiaan kita terampas oleh sebab sekunder.
Jangan biarkan kebahagiaan kita didikte oleh situasi dan keadaan yang senantiasa berganti.
Jangan biarkan kebahagiaan kita pudar karena keraguan kita akan janji Allah yang selalu benar.

Ingatlah, ayat di atas. Agar ketika kesedihan dan duka cita menyelinap ke dalam dada. Buang kegelapan gundah gulana itu dengan cahaya dzikir. Dzikran katsira. Dzikir sebanyak-banyaknya.

"Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya" QS Al Ahzab : 41

Thursday, February 8, 2024

 “Teh, gimana sih caranya biar bisa produktif kaya Teh Tessa? Sambil ngasuh anak, mengurus rumah tangga, berorganisasi, kerja dan lain-lain?”


“Aduh apa ya? Saya juga ngga tahu sejujurnya.

Tapi begini, pengalaman saya yang penting mohon sesering mungkin agar Allah yang aturkan semua buat kita. Karena kalau kita pede atur-atur sendiri percayalah akan pontang-panting, waktu 24 jam selalu terasa tak cukup. Belum lagi apa yang kita sudah susah payah lakukan belum tentu jadi berkah.”


***


Manusia kadang secara tak sadar sombong sama Tuhan. Jarang meminta. Jarang memohon. Sibuk mengatur dunianya sendiri sambil sebenarnya tak tahu apa yang dilakukan. 


Mau dunia kita berubah? Coba hadapkan diri dan minta sungguh-sungguh kepada-Nya. Dan jadilah saksi bahwa Dia sungguh Maha Mendengar dan sangat merespon selangkah kecil kita dalam mendekat kepada-Nya.


Saya bersaksi tentang hal ini. Terjadi berkali-kali. Ajaib sekali. Tanda bahwa Allah ada. Dan Dia Maha Kuasa betul. Tenang saja sudah kalau mentawakalkan segenap diri dan kehidupan dalam genggaman-Nya.

Sungguh, Dia tidak pernah mengecewakan♥️


Musim dingin dan hujan di Amsterdam 

27 Rajab 1445 H

Monday, February 5, 2024

 Kita sering tidak sadar bahwa proses pertaubatan adalah sebuah proses untuk menghidupkan hati. Rasulullah Saw berkata,

“Sesungguhnya hati itu berkarat sebagaimana berkaratnya besi. Agar hati tidak berkarat maka obatnya adalah membaca (memahami) Al Quran dan mengingat mati (dzikrul maut).”

Maka mengalami nuansa kematian adalah salah satu cara untuk menghidupkan hati kita. Bentuknya bisa bermacam-macam, sakit keras, masalah dalam rumah tangga, susah mencari nafkah, kehilangan sesuatu yang dicintai dsb.

Sayangnya kita kerap mengeluhkan takdir bernuansa kematian seperti itu dan terlampau terburu ingin keluar dari kondisi itu tanpa kemudian menjadikan fase itu sebagai sarana untuk bertafakur dan makin memoles cermin hati kita agar makin bening dan karenanya bisa mulai membaca segenap petunjuk dan ayat-ayat Allah yang tersebar dalam semesta kehidupan.

Maka terimalah takdir yang sedang memeluk kita di setiap saatnya. Yakini bahwa itu semua datang dari Yang Maha Kasih dengan sebuah tujuan yang baik dan mulia. Tinggal bersabar menjalaninya dan rasakanlah kehadiran-Nya. Agar dengannya kita semakin mengenal Sang Rabb []

Saturday, February 3, 2024

 PERUBAHAN HIDUP MENUMBUHKAN JIWA

Perubahan dalam hidup adalah hal yang niscaya.
Perubahan adalah tanda-tanda kehidupan. Tanpa perubahan, kematian akan menjelang.

Seperti siang dan malam yang dipergantikan, sungai yang mengalir, pohon yang bertumbuh, angin yang berhembus. Juga di tataran bumi diri kita perubahan dapat diamati secara nyata, jantung yang berdenyut, nafas yang menghirup dan menghembus, kulit dan rambut yang berganti. Perubahan membawa sebuah kesegaran baru.

Dalam tataran kehidupan, kita juga menyaksikan serangkaian perubahan, anak yang tumbuh dan berkembang, kadang semangat – kadang malas, tertawa dan menangis, berkumpul dan berpisah. Semua adalah bagian dari denyut hidup semesta.
Al Qur’an pun mengatakan sesuatu tentang perubahan,
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal (ulil albaab)," (QS Ali Imran: 190).

Siapa itu Ulil Albaab?

(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Mahasuci Engkau. Lindungilah kami dari azab neraka. (QS Ali Imran:191)

Maka perubahan adalah ayat-ayat Allah yang mestinya dapat dibaca dan kemudian dipahami. Hanya dengan pemahaman yang baik kepada seluruh dinamika kehidupan itulah kita menjadi tidak dibuat pontang-panting dan khawatir menghadapinya.


Hanya Ulil Albaab yang senantiasa melihat semua dinamika dan perubahan dalam hidup sebagai sesuatu yang bermakna dan tidak sia-sia. Dikarenakan mereka biasa bertafakur dan berdzikir kepada Allah dalam semua keadaan. Senantiasa berjuang untuk menyadari bahwa Allah ada di balik semua hal dan takdir yang dialaminya hingga mereka bisa bertasbih dengannya dan bisa terhindar dari neraka dunia dan akhirat.


Tuesday, January 23, 2024

IMAJINASI DAN KEIMANAN

 Anak kecil sepatutnya diceritakan tentang kisah rasul-rasul atau kisah-kisah mitologi yang menghidupkan daya imajinasinya. Agar si anak hatinya lebih fleksibel dan lebih terbuka ketika berhadapan dengan sebuah kebenaran. 


Ada hal-hal yang bersifat imajinatif yang dibangkitkan saat mengikuti kisah nabi-nabi, seperti bagaimana Nabi Musa as membelah laut, bagaimana Nabi Ibrahim as selamat dari kepungan api yang menggunung tinggi, bagaimana Nabi Isa as bisa berjalan di atas air dan menghidupkan orang yang mati dsb. Agar si anak tidak hanya berpikir hal yang rasional saja. Karena kalau hanya sekadar mengikuti akal rasional, mana mungkin laut dibelah, mana mungkin selamat dari kepungan nyala api yang panasnya membuat kulit gosong, bagaimana mungkin bisa berjalan di atas air apalagi menghidupkan orang yang telah mati.


Kenapa mengembangkan imajinasi menjadi penting? Karena untuk memberikan ruang untuk tumbuhnya keimanan. Perhatikan bahwa iman tidak bisa didukung hanya dengan akal rasional semata. Banyak hal yang jika dipandang dari sisi akal rasional menjadi mustahil atau bahkan tidak ada. Seakan-akan keajaiban adalah sebuah kata kosong yang hanya terjadi di negeri dongeng. Padahal hidup kita sehari-hari diliputi oleh keajaiban. Hanya saja kita harus membuka hati kita untuk bisa menyadarinya.[]

Amsterdam, musim dingin

23 Januari 2024

Wednesday, January 10, 2024

 

Sering kita merasa doa tidak dikabulkan
Padahal Allah telah membuka pintu pengabulan lain




Masalahnya bukan Allah tidak mengabulkan atau tidak merespon doa dan permintaan kita. Tetapi cara dan waktu Dia mengabulkan itu yang tidak kita pahami. Kenapa tidak paham? Karena kita masih berpikir dengan tataran logika lahiriyah sedangkan Allah Ta'ala tak akan terjangkau hanya dengan menggunakan logika semata.


Kata 'aql' dalam Al Quran merujuk kepada kemampuan intelektual hati (qalb) kita yang daya jangkau dan jelajahnya jauh sekali. Tapi, kebanyakan manusia aqlnya tidak teraktivasi karena tertimbun oleh sekian waham dan dosa.

Lantas bagaimana kita bisa menghidupkan akal hati itu kembali?
Dalam QS Al Hajj [22]:46 Allah Ta'ala berfirman, "Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi hingga mereka punya qalb..."
Berjalan di muka bumi ini juga bermakna membaca dan merenungkan bumi diri masing-masing. Kenapa kita diberi warna kehidupan yang seperti ini, kenapa mengalami takdir yang itu, kenapa diberi sekian kelebihan dan kekurangan yang ada. Semua adalah menjadi bahan perenungan manusia. Dan daya renung itu yang merupakan ciri khas seorang manusia.

Syariat agama pun sebenarnya berfungsi menghidupkan akal hati. Jika kita melakukan perintah Allah, shalat dengan baik, mengeluarkan zakat, berbuat baik dengan sesama, jujur, tidak menyakiti orang ditambah dengan menyediakan ruang-ruang untuk merenungi dan membaca kitab diri sendiri maka perlahan-lahan Allah akan meneteskan ilmu dan pemahaman kepada hati yang mulai hidup dan sudah mulai dipakai untuk membaca (iqra). Seiring dengan itu kita mulai paham satu per satu penggal episode kehidupan kita, terutama hal-hal yang masih berat untuk kita terima dan jalani. Hingga pada akhirnya semua menjadi bermakna dan kita bersaksi bahwa tak ada satu pun keping kehidupan kita yang sia-sia. Di saat itu kita pun merasa utuh. Bahagia. Damai. Dan menjadi paham bahwa Dia benar-benar merespon segenap permohonan kita.[]

Wednesday, January 3, 2024

 Di sebuah kantin seputaran rumah sakit.

Seorang ayah menyuapi anaknya yang berusia balita. Si anak tampak megap-megap sekadar untuk makan, dia memiliki kebutuhan khusus.

Sang ayah merawat dengan sangat telaten. Makanan yang tumpah dari mulutnya diseka dengan lembut dan telaten. 


Tatapan mata si ayah kepada anaknya demikian penuh kasih sayang. Saya yang menyaksikan dari kejauhan saja sudah merasakan kehangatannya.

Sesekali sang ayah mencium pipi si anak itu dan membelai lembut rambutnya.


What a scene…sebuah pemandangan yang menghangatkan hati.

Diam-diam, tak terasa air mata menggenang di mata. Kalau cinta seorang ayah kepada anaknya sudah sedemikian besar, bagaimana lagi cinta Allah pada segenap ciptaan-Nya…


Hatiku meleleh sekadar membayangkannya❤️


Amsterdam, 3 Januari 2024 / 21 Jumadil Akhir 1445 H