Thursday, August 31, 2017

Saat Pisau Tidak Diijinkan Untuk Memotong

Pisau sudah digenggam erat di tangan Ibrahim sang kekasih Allah. Ismail pun sudah berserah diri menghadapi takdirnya dengan ksatria. Tapi hal yang aneh terjadi, pisau setajam itu tidak mampu membelah leher anak mulia itu, bahkan tidak ada sedikit pun luka di kulitnya. Dicoba lagi, gagal lagi. Sampai akhirnya pisau itu dicoba dihentakkan ke batu besar untuk menguji kekuatannya, dan batu itu pun terbelah! Akhirnya Allah menurunkan petunjuknya yang jelas untuk mengganti Ismail dengan seekor domba. Dan dengan pisau yang sama sang domba pun dikorbankan.

-----
Pisau yang tajam sekalipun tanpa kehendak Allah tidak akan mampu memotong.
Kita sering lupa dan tertutup oleh ilusi dunia bahwa semua terjadi sekadar karena hukum sebab akibat, that we are in control of our life. Tapi belajar dari kisah di atas, sang pisau yang tidak dapat dipakai memotong, sama seperti halnya api yang dulu berubah menjadi dingin ketika Ibrahim dibakar. Semua hal hanya bisa menjalankan fungsinya dengan ijin Allah semata.

Jadi bukan gaji bulanan yang mencukupkan kehidupan kita, bukan obat dan terapi itu yang bisa menyembuhkan, bukan makanan itu yang mengenyangkan, bukan upaya ini itu yang bisa membuat rumah tangga harmonis. Ada kuasa-Nya yang tersembunyi di balik itu semua, hal yang kerap luput dicecap oleh rasa hati manusia.

Menanti Suara Azan

Suara azan adalah salah satu yang sangat saya rindukan selama berdiam di negeri ini. Paduan kalimat agung serta lantunannya yang menggugah hati selalu efektif menyentakkan saya dari kesibukan dalam keseharian. Konon, kalimat azan itu merupakan petunjuk yang diterima salah satu sahabat Rasulullah yang bernama Abdullah bin Zaid yang kemudian dibenarkan oleh Sang Nabi untuk kemudian menugaskan Bilal untuk mengumandangkan azan.

Minimal lima kali dalam sehari kita diajak untuk mengkalibrasi hati melalui sholat agar meluruskan niat dan meneguhkan pijakan dalam menempuh shiraathal mustaqiim masing-masing. Sungguh sebuah pertolongan dari-Nya agar jiwa kita tidak terlalu lumpuh oleh pengaruh dunia dan hati tidak terlalu keruh oleh gelora hawa nafsu dan syahwat yang masih menggurita.

Mengetahui waktu azan ini sangat penting jika kita ingin menggembirakan-Nya. Karena ibadah yang Allah sukai diantaranya adalah sholat di awal waktu. Rasulullah pun bersabda bahwa jika kita menjaga waktu-waktu sholat maka Allah akan memberikan penjagaan-Nya pula di antara waktu sholat. Bukankah sebuah 'perniagaan' yang sangat menguntungkan? Kita berjaga beberapa menit sementara Dia membalas dengan penjagaan berjam-jam waktu di antara sholat. Dan siapa yang lebih baik penjagaannya selain Allah Sang Penguasa seluruh alam?

Ijinkan saya bersaksi mengenai keajaiban menjaga sholat awal waktu itu. Buat saya pribadi masih merupakan perjuangan, kadang bisa kadang tidak, tapi Allah memang Maha Baik. Kita berjalan Dia berlari. Walaupun kerap belum bisa konsisten menjaga sholat di awal waktu, apalagi dengan perbedaan waktu sholat di negeri empat musim yang sangat mencolok. Sebagai gambaran, waktu sholat Isya di musim dingin jam 18.30 kemudian di musim panas jam 12 malam - segitu pun Allah sudah membalasnya kontan. Banyak kemudahan yang terjadi dalam kehidupan saya, dalam pernikahan, mengurus anak, menulis, menterjemahkan buku, bersosialisasi dll. Semua mengalir begitu saja. Maka saya selalu istighfar dalam hati kalau ada orang yang melayangkan pujian "teteh hebat! wah super! perempuan perkasa! Brilliant and powerful woman! Super mom! dll" karena saya tahu persis modal saya. Disitulah saya menyaksikan bagaimana Allah bekerja dalam hidup saya dengan cara-Nya yang indah dan kerap kali tak terduga.

Jadi, tidak ada sebenarnya masalah yang terlalu menghimpit, ujian yang terlalu berat, episode kehidupan yang terlalu melelahkan atau bayangan-bayangan suram apapun tentang kehidupan yang menghantui. Karena satu-satunya alasan kenapa semua itu seakan tak bisa dilampaui hanya karena kita belum menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Maha Kuasa. Bukankah itu seruan yang diulang sebanyak 8 kali dalam azan? "Allahu Akbar". Bahwa Dia lebih besar kuasanya dibanding masalah seberat apapun, Dia lebih besar pengampunannya dibanding dosa sekelam apapun, Dia lebih bisa menyembuhkan dibanding kekuatan penyakit seberat apapun, Dia lebih mampu menyelesaikan konflik kehidupan sepelik apapun. Ya, Dia yang memberikan pesan melalui azan yang menginterupsi derap langkah manusia dalam ruang-ruang kesibukannya sambil berkata, "Come, let's talk, you don't have to get through this alone for I am with you always..." <3

Wednesday, August 30, 2017

Kebaikan Yang Banyak Di Balik Sakit

Sakit atau musibah yang Allah ijinkan menimpa seseorang pada hakikatnya adalah sebuah alat komunikasi agar sang hamba kembali berdekatan kepada-Nya. Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan Dia menurunkan obatnya.” (HR Bukhari & Muslim)

Tujuan yang paling penting dari sakitnya seseorang, bahkan jauh lebih penting dari sekadar diberi kesembuhan adalah episode sakitnya itu justru membawa sang hamba lebih dekat kepada-Nya, lebih membaca diri dan kehidupannya. Karena tidak mungkin sesuatu itu menimpa seseorang kecuali Allah ijinkan. Coba temukan 'surat cinta' dari-Nya yang tersembunyi di balik fenomena. Bisa jadi musibah atau sakit itu sebagai pengingat karena barangkali kita kurang sedekah, tidak khusyu sholat, jarang mempelajari Al Quran, renggang silaturahminya dll.

Sekali lagi, kalau hanya ingin sembuh malah tidak kena ke tujuan utama. Justru rahasianya di batiniyah yang harus diperhatikan ke dalam diri masing-masing. Berobat itu wajib sesuai dengan yang dimudahkan ke diri masing-masing, tapi harus digali rahasia ruhani dari apa yang menimpa kita.

(Adaptasi dari sesi tanya jawab yang dipandu oleh Kang Zamzam AJT, Mursyid Penerus Thariqah Kadisiyah, 26 Agustus 2017)


Lelah Hidup Di Dunia?

Lelah karena doa belum juga dikabulkan?
Penat dengan segala persoalan yang terasa menghimpit?
Cemas dengan masa depan diri dan keluarga?
Khawatir akan kesehatan diri dan orang yang disayangi?
Sepanjang hidup manusia akan diuji oleh berbagai dinamika dunia. Natur kehidupan dunia ini memang untuk merontokkan seseorang, bukan dirinya yang sejati yang diruntuhkan akan tetapi agar si ego mengecil hingga seperti unta yang bisa masuk lubang jarum. Hanya dengan melepas cangkang dirinya dia baru bisa merasakan kehadiran-Nya, Dia yang sebenarnya lebih dekat daripada urat nadinya, Dia yang tidak pernah meninggalkan sang hamba, Dia yang senantiasa menjawab doa dalam kadar yang paling baik - namun kerap kali tidak sesuai dengan hawa nafsu sang peminta.
Mengarungi kehidupan dunia bisa jadi akan terasa sangat melelahkan. Namun visi akhirat dan kehidupan jangka panjang akan membuat semuanya relatif ringan. It's a mind game. Meminjam lirik lagunya Utha Likumahuwa, "apalah artinya sebuah derita, bila kau yakin itu pasti akan berlalu..."
---
Seorang sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, pesankan sesuatu kepadaku yang akan berguna bagiku dari sisi Allah." Nabi Saw lalu bersabda: "Perbanyaklah mengingat kematian maka kamu akan terhibur dari (kelelahan) dunia, dan hendaklah kamu bersyukur. Sesungguhnya bersyukur akan menambah kenikmatan Allah, dan perbanyaklah doa. Sesungguhnya kamu tidak mengetahui kapan doamu akan terkabul." (HR. Ath-Thabrani)
Janganlah seorang mati kecuali dia dalam keadaan berbaik sangka terhadap Allah. (HR. Muslim)

Saturday, August 26, 2017

Jangan Orang Tua Dibuat Sengsara Oleh Anaknya

Orang tua sebaik apapun, secerdas apapun, sekaya apapun tidak akan bisa memenuhi semua kebutuhan anak. Tentunya wajib orang tua berikhtiar mendidik anak sebaik-baiknya dan menyediakan penghidupan yang terbaik dengan cara yang diridhoi-Nya akan tetapi akan selalu ada batas akhir ikhtiar orang tua. Disitulah ia dipanggil untuk mentawakalkan diri dan anak yang dicintai kepada Allah Sang Pemilik diri dan anaknya.

Allah memberikan panduan jelas dalam Al Quran, janganlah seorang ibu atau seorang ayah dibuat sengsara oleh anaknya. Kadang demi ingin anak masuk sekolah bonafid orang tua memaksakan diri berhutang yang jauh diluar kemampuan membayarnya dan memaksanya untuk korupsi dan panik meraup harta di sana-sini untuk memenuhi keinginannya. Namun ternyata si anak terjerumus narkoba, terkena depresi dan menambah ruwet pikiran orang tua. Itu artinya menjadikan anak sumber kesengsaraan. Kalaupun ada musibah, kita ikhtiar memulihkannya sampai batas tertentu, adapun sisanya tawakalkan kepada Dzat Yang Maha Memelihara.

Kita, orang tua kerap kali lupa menganggap dirinya bertanggung jawab penuh atas kehidupan anak-anaknya, tidak sedikit yang mengidentifikasi dirinya dengan kehidupan anak. Padahal anak hanya titipan semata, orang tua bukan Tuhan yang bisa memenuhi semua kebutuhan anak apalagi mengetahui nasibnya di masa depan. Berikan ikhtiar yang optimal sampai batas kemampuan dan sisanya tawakalkan kepada Allah, sungguh Dia lebih mencintai anak kita dibanding diri kita sendiri.



(Adaptasi dari kajian pembekalan suluk yang disampaikan oleh Kang Zamzam AJT, 12 Agustus 2017)


Friday, August 25, 2017

Banggalah Dengan Kehidupanmu!

Salah satu perbedaan mendasar antara manusia dan makhluk lainnya adalah kemampuannya memaknai kehidupan.
Setiap orang sebenarnya punya kebutuhan besar untuk bisa menyerap makna di balik semua penggal kehidupannya. Kenapa ia dilahirkan di keluarga yang itu, kenapa ia terlahir dalam tubuh yang itu, kenapa ia berwajah seperti itu, kenapa ia mengalami ini itu, kenapa kadar rezekinya demikian, kenapa berjodoh dengan yang itu, dsb.

Perputaran dunia ini didasari oleh sebuah niatan Dia yang ingin memperkenalkan Dirinya. Allah berfirman dalam hadits qudsiy: “Aku adalah khazanah yang tersembunyi (kanzun makhfiy). Aku rindu untuk dikenal. Karena itu Aku ciptakan makhluk supaya Aku diketahui.” Dan entitas dalam diri manusia yang berkapasitas menangkap pengetahuan yang Maha Luas itu adalah qalb bukan sekitar 100 milyar sel yang membentuk otak manusia yang sangat terbatas kapasitasnya.

Itulah mengapa penting untuk mengaktifkan hati, merawatnya dan tidak melumpuhkannya dengan hidup seenaknya tanpa bimbingan Sang Pencipta. Karena dengan hati (qalb) yang hidup manusia mulai bisa menyatukan keping-keping puzzle yang berserak dalam hidupnya dan mulai melihat bahwa semua yang ia alami dan ia dapatkan sungguh membentuk suatu gambar yang luar biasa. Dengan hati yang hidup seseorang mulai bisa bangkit dari keterpurukan kegelisahan hidup, keluar dari dominasi syahwat dan hawa nafsunya dan jiwanya mulai bangkit untuk menghirup udara kebebasan.

Setiap manusia adalah mulia, tidak ada manusia kelas dua di mata-Nya, semuanya begitu berharga karena kapasitas qalb yang dimilikinya masing-masing. Kaya dan miskin; laki-laki dan perempuan; atasan dan bawahan; pejabat dan rakyat; pembicara dan pendengar; guru dan murid itu semua hanya masalah peran yang harus dilakukan. Adapun yang membuat seseorang tinggi derajatnya di mata Tuhannya hanya ketaqwaan dalam hatinya. Demikian pun takdir kehidupan yang melingkupinya. Semuanya terjadi persis dalam takaran dan rancangan-Nya semata. Tidak ada satu pun penggal hidup seorang manusia sehancur apapun kelihatannya merupakan sebuah produk gagal. Itu hanya ungkapan fatalis manusia yang belum bisa menjangkau hikmah agung yang ada di dalamnya. Allah itu Maha Kasih, yang tidak mungkin menzalimi hamba-Nya. Setiap kejadian adalah sesuatu yang Dia ciptakan khusus dengan cinta. Kehidupan kita begitu berharga, kalau bukan kita sendiri yang bangga dengannya, lantas siapa lagi?

Anugerah Di Balik Ujian Hidup

Bisa jadi episode terkelam dalam hidup manusia malah menjadi momen paling bercahaya dalam dirinya. Justru pada saat seseorang ambruk, kehabisan tenaga, pikiran mentok, raga tengah didera penyakit atau sedang di tengah-tengah badai kehidupan itulah ketika ia sedang difakirkan hatinya, dikondisikan demi menatap dalam-dalam wajah Sang Pencipta seraya mengharapkan betul uluran tanganNya.
Sesungguhnya manusia itu dicipta lemah kalau tidak Allah pinjamkan segala fasilitas ilmu dan kekuasaan. Namun hanya sedikit yang menyadari bahwa dibalik kepandaian seseorang, lancarnya rezeki, sehatnya raga, suksesnya usaha, kemahiran yang disanjung orang sejagad itu semua hanya bersifat dipinjamkan dan setiap saat bisa diambil oleh Yang Punya. Ilusi dunia memang terlalu kuat untuk ditembus oleh manusia, bahkan Iblis berkata satu-satunya yang bisa selamat dari jebakan sihir dunia hanya sang hamba yang ikhlas. Yang tidak merasa hebat dengan posisi yang saat ini dimilikinya, yang tidak jemawa dengan harta titipan yang ada, yang tidak sombong dengan kepintarannya. Kadang ketika seseorang lupa dengan posisinya sebagai hamba, lalai dengan amanah yang harus dilaksanakannya dalam penggal waktu yang singkat di dunia maka diturunkanlah musibah yang menghentakkan hidupnya. Mekanisme ini hanya berlaku bagi mereka yang dikehendakiNya untuk kembali (taubat) agar dia bergegas bangkit dari kemalasannya, melepaskan selimut kenyamanannya untuk berjibaku menjalankan fungsinya sebagai khalifah (God' representative) di bumi.
Memang kerap kali mekanisme dibangunkannya jiwa seseorang itu diiringi dengan beberapa kali patah hati (broken heart) berupa patah semangat, pupus harapan, fatalis bahkan marah kepada takdirNya. Namun pada hakikatnya bukan hati manusia yang patah karena hati adalah entitas manusia yang sangat canggih sedemikian rupa hingga Allah berfirman dalam hadits qudsiy:
"Tidak memuat-Ku bagi-Ku petala langit dan bumi-Ku, yang memuatKu hanyalah qalb hamba -hamba-Ku yang mu’min.”
Rasa sakit yang dirasakan datang dari selubung hawa nafsu dan syahwat yang demikian erat menyelimuti hati sehingga kita mengira itu bagian dari diri sendiri. Maka bagi mereka yang bertaubat wajib kiranya menanggung kadar kesedihan tertentu dalam hidup sebagaimana seseorang yang sakit harus menahan pahitnya obat dan perihnya proses penyembuhan. Karena kesedihan itu adalah pintu yang bisa melambungkan jiwa supaya bisa mi'raj kepada Allah Sang Pencipta.[]

Wednesday, August 23, 2017

Belajar Tawakal Dari Kumbang Australia

"Looks can be deceiving". Apa yang kita tangkap dengan panca indera tidak mumpuni untuk disebut sebagai suatu kebenaran karena jangkauan persepsi manusia sangat terbatas.

Terburu-buru menyimpulkan sesuatu berdasarkan informasi apa adanya yang ditangkap oleh panca indera adalah bagaikan menggambarkan apa itu komputer semata berdasarkan deskripsi yang nampak di layar monitor. Padahal banyak aspek komputer seperti motherboard, CPU, RAM dll yang sangat penting untuk menentukan bagaimana sebuah komputer dapat bekerja dengan baik.

Demikianlah, jika hanya mengandalkan kesan yang diperoleh melalui panca indera banyak hal yang kita anggap kebenaran ternyata terbukti salah sekian waktu kemudian. Misalnya anggapan bahwa bumi itu datar karena sejauh mata memandang bumi terlihat datar ternyata kemudian bisa dibuktikan tidak benar dengan adanya teleskop yang melayang di ruang angkasa. Pun dulu orang mengira bumi adalah pusat dari jagad raya karena segala sesuatunya terlihat mengelilingi bumi, namun pemahaman ini dibuktikan tidak tepat di kemudian hari.

Bicara tentang keterbatasan nalar dan indera. Salah persepsi ini bisa berakibat fatal bagi spesies kumbang tertentu di Australia yang terancam punah lantaran pada periode waktu tertentu para kumbang jantan tidak mau membuahi sang betina karena terpikat 'ke lain hati', demikian sebuah penelitian yang dilakukan oleh Darryl Gwynne dari Universitas Toronto Mississauga.

Ia menemukan penyebab mengapa para kumbang jantan tersebut tidak mau membuahi betinanya yaitu karena mereka lebih memilih mendekati botol-botol bir bekas yang bergelimpangan yang mereka anggap betina dalam bentuk jumbo, sepertinya mereka menganut paham "the bigger the better".

Ini kasus unik "mistaken attraction", yaitu tertarik pada sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Para kumbang jantan itu mengira obyek yang berwarna coklat dan memiliki lekukan tubuh sebagai versi kumbang betina yang lebih aduhai dan lebih besar dan entah kenapa mereka betah berlama-lama berdekatan dengan obyek yang sebenarnya berupa botol bir bekas itu hingga para spesies betina dibiarkan, dan hal itu terjadi secara massal seiring dengan tingkat pencemaran lingkungan yang meningkat di Australia. Sedemikian rupa hingga kabarnya pemerintah Australia membuat kebijakan melarang produksi botol berwarna coklat untuk melindungi spesies kumbang yang malang itu.

Begitulah kalau hanya sekadar mengandalkan informasi yang bisa ditangkap oleh panca inderawi banyak hal yang tak terbaca disana. Fenomena kumbang yang mengawini botol bir bekas itu tidak jarang terjadi dalam kehidupan manusia. Ada yang memilih jodoh berdasarkan perkenalan dan informasi yang terbatas yang kemudian dirundung banyak kekecewaan di tahun pertama pernikahan dan tidak jarang berakhir dengan perceraian. Ada yang memilih pekerjaan sekadar tergiur dengan titel dan gaji yang sedikit lebih besar lalu di kemudian hari ternyata tidak betah di pekerjaannya karena kondisi lingkungan kerja yang tidak mendukung. Ada yang memilih sekolah yang dianggap elit dan favorit kemudian terkena musibah karena sang anak malah menderita.

Demikianlah, manusia memang memiliki keterbatasan dalam meraba dan membaca kehidupan jika hanya mengandalkan nalar dan panca indera semata. Secanggih apapun rancangan manusia tetap terantuk oleh tirai besar bernama masa depan yang gaib, tidak ada yang bisa memastikan apakah dirinya masih hidup bulan depan, minggu depan, besok, atau bahkan satu jam ke depan. Sang Rabb memang demikian baik dalam memelihara semua ciptaan hingga sebagian besar mengira semua ini terjadi otomatis begitu saja, padahal "Dia setiap saat selalu dalam kesibukan."(QS Ar Rahman: 29). Artinya setiap saat semua makhluk begitu tergantung kepada-Nya, hingga kalau Tuhan mengantuk sesaat saja alam semesta akan hancur. Oleh karena itu tidak ada yang lepas dari pengaturan-Nya Yang Maha Kuasa.

Kembali ke kasus "salah pilih" sang kumbang Australia tadi. Kita pun bisa jadi merasa salah menentukan pilihan di satu titik dalam kehidupan. Walaupun sebenarnya secara hakikat tidak ada yang salah dalam semua ciptaan-Nya, artinya kalau sudah terjadi itu pasti ada kebaikan di dalamnya, masalahnya manusia harus menggali dalam-dalam hikmah yang tersimpan di semua kejadian. Maka yang paling penting sebelum membuat keputusan adalah doa yang dipanjatkan kepada-Nya, dengan permohonan itu kalaupun yang terjadi tidak seperti diharapkan kekuatan iman akan membantu kita melihat sisi positif dan kita pun menjadi tetap kuat dan optimis. Sebaliknya kalau ternyata memang berhasil ia tidak terjebak dalam kesombongan dan bangga diri karena menyadari bahwa kesuksesan itu semata-mata karena Dia mengijinkan terjadi.

Manusia yang tidak bergeming dengan gunjang-ganjing dan pasang surut kehidupan itu adalah mereka yang sudah mempunyai cahaya iman dalam hatinya.

“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.”
(HR Muslim).

Ihwal mengambil keputusan bukan perkara mudah, karena kita berurusan dengan area gaib yaitu masa depan. Tapi seorang mukmin memang selaiknya "beriman kepada yang gaib"(QS Al Baqarah :3). Artinya menyerahkan dan lebih bersandar kepada kekuatan dan rencana-Nya dibanding sebaik apapun analisa dan persiapan yang dilakukan. Memang manusia wajib mengoptimalkan ikhtiar, sebagaimana sabda Rasulullah, "ikatlah untamu terlebih dahulu" - sebelum seorang sahabat beristirahat, karena dikhawatirkan sang unta akan lari. Tantangannya adalah tidak menyandarkan diri kepada ikhtiar itu akan tetapi hati lebih bersandar kepada kuasa-Nya. Itu bisa jadi yang melambungkan manusia menjadi lebih tinggi derajatnya dari para kumbang Australia tadi.[]


Thursday, August 17, 2017

Lebih Baik Sabar Sesaat Untuk Menuai Hasil Terbaik

Sesaat kita menderita mendera ujian hidup sebenarnya dari segi manfaat sangat besar bagi jiwa.
Orang-orang yang meninggal dunia pun digambarkan dalam Al Quran memohon untuk dikembalikan ke bumi lagi untuk melakukan amal saleh.

"Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat ketika orang-orang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Rabbnya, (mereka berkata), “Wahai Rabb kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami ke dunia. Kami akan mengerjakan amal shaleh. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yakin." (QS as-Sajdah [32]:12)

Mengerjakan amal saleh itu tidak mudah, ia adalah jalan mendaki. Seorang ulama dari Bandung pernah berkata, "Teu kaci mun teu ngesang (tidak sah kalau tidak sampai berkeringat". Berbuat kebaikan tertinggi itu harus ada unsur pengorbanan di dalamnya, tidak hanya harta namun juga mengorbankan keinginan diri (baca ahwa nafsu dan syahwat), menahan marah, menahan ngantuk, berkuat diri dari pandangan sinis orang, itu semua 'keringat' yang harus dikeluarkan ketika seseorang beramal saleh.

Dalam bimbingan seorang guru sejati, seorang mursyid yang terbimbing oleh Allah Ta'ala maka seseorang dikuatkan hatinya agar bersabar dalam waktu yang sebentar ini. Sungguh tidak akan lama lagi, lebih baik sabar sesaat untuk menuai hasil yang terbaik.

(Adaptasi dari kajian Hikmah Al Quran yang disampaikan oleh Kang Zamzam AJT, Mursyid Penerus Thariqah Kadisiyah)


Kesenangan Terhadap Pangkat

"Pangkat adalah suatu kesenangan yang paling besar dari kesenangan-kesenangan hidup duniawi."
- Imam Al Ghazali.

Arti memiliki pangkat lanjut Al Ghazali adalah memiliki hati manusia.

Kesenangan dipandang terpuji, dianggap lebih keren, dikira kaya dan berkuasa, meraih kemahsyuran di tengah manusia, atau dalam istilah zaman sekarang 'banyak follower' atau 'like', senang jika orang membungkukkan diri di hadapannya apalagi diikuti dengan puja-puji setinggi langit. Apapun dilakukan untuk menundukkan hati manusia, sehingga manusia menjadi tunduk kepadanya itu dikatakan sebagai kesenangan dunia yang terbesar.

Mengapa demikian? Karena jiwa anak Adam dan hatinya adalah yang paling berharga dari apa yang ada di atas permukaan bumi. Adapun yang lain hanya perhiasan semata. Hati manusia ini juga yang menjadi tahta yang diperebutkan oleh Iblis, yang sejak awal bersumpah untuk menyesatkan sebagian besar manusia dari jalan-Nya, kecuali mereka yang ikhlas tidak akan dapat disentuhnya.

Kecintaan kepada pangkat ini memberikan peluang besar yang membuat hati manusia berpaling dari-Nya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, "Cinta kepada harta dan pangkat menumbuhkan kemunafikan di dalam hati, sebagaimana ia bisa menumbuhkan sayur-sayuran."

(Adaptasi dari Ihya 'Ulumuddin, Al Ghazali, Bab Tercelanya Kemegahan dan Riya)

Wednesday, August 16, 2017

Dijadikan Indah Perbuatan Manusia

Hal yang paling efektif menyesatkan manusia adalah dengan membujuknya menggunakan sesuatu yang sesuai dengan alam hawa nafsu dan syahwatnya masing-masing.

- Setan Terkutuk

Rasulullah saw pernah membuat sebuah garis lurus di hadapan para sahabat, lalu bersabda, "ini adalah jalan Allah,"kemudian beliau membuat garis lain pada sisi kiri dan kanan garis tersebut lalu bersabda, "Ini adalah jalan-jalan (yang banyak). Pada setiap jalan ada setan yang mengajak kepada jalan lain itu."Kemudian beliau membaca, "Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah shiraathal mustaqiim, maka ikutilah dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya"(QS Al An'am:153). Hadits tersebut diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas'ud ra.

Implikasi dari sebuah ketersesatan yang nyata adalah saat manusia mengeluh dan tidak menerima takdir kehidupannya karena merasa skenarionya, rancangan yang dihembuskan oleh setan dalam dirinya lebih baik dari apa-apa yang Allah tetapkan.
Manusia akan selalu berjuang untuk menahan tarikan dari empat penjuru hidupnya agar bisa berpijak dengan kokoh di tempat pijakannya masing-masing dan berkata dengan kesadaran penuh "ini yang terbaik dariNya, ini kondisi yang terbaik dariNya, episode ini yang terbaik dariNya."

Kebanyakan orang terseret dengan tarikan dari depan berupa ketakutan akan masa depan dirinya, khawatir dengan masa depan anaknya, takut tidak dapat jodoh, takut rezeki tidak cukup dsb;
Tarikan dari belakang yang menghembuskan pikiran seperti "kamu orang yang terlanjur berdosa, hidupmu kelam sudah tidak ada harapan" juga hantu-hantu masa lalu seperti dendam dan amarah yang seolah tak ada ujungnya;
Tarikan dari sebelah kiri yang memoles dosa dan kegiatan yang tidak Allah sukai dengan segala dalil dan argumen yang nampak solid dan dapat diterima.
Dan yang tak kalah menghanyutkan adalah tarikan dari kanan yaitu ajakan kepada sesuatu amalan yang tampak baik tapi tidak haq untuknya karena bercampur syahwat dan hawa nafsu.

Yang mengerikan adalah sedemikian canggih dan halusnya ketergelinciran dalam kesesatan ini sedemikian rupa hingga manusia tidak sadar bahwa dirinya sesat. Ia akan memandang perbuatannya sebagai sesuatu yang terpuji, "Maka apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaitan)?"(QS Faathir:8)
Orang paling tidak suka kalau dikatakan dirinya sesat, alih-alih bertafakur untuk melihat apakah benar ada kesesatan dalam dirinya ia akan sekonyong-konyong menyerang sang penyeru yang berusaha menunjukkan kondisi kesesatannya.

Maka kaidah dalam memberi peringatan adalah, "Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah walaupun dia tidak melihatnya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia."(QS Yasiin:11). Kita tidak bisa memberi peringatan kepada orang yang masih tertidur dan tenggelam dalam jerat dunia, karena setiap orang memiliki ritme dan tempo kehidupannya masing-masing yang semuanya berada dalam genggaman Allah Yang Maha Ilmu.

Peribahasa mengatakan, "Gajah di pelupuk mata tak nampak, semut di seberang lautan tampak." Salah satu hal yang paling sulit memang meneropong kondisi diri sendiri karena lebih mudah menganalisa dan bahkan menghukumi orang lain. Padahal setiap fenomena, setiap perlakuan orang justru merupakan cermin tiga dimensi super canggih yang memperlihatkan kondisi hati masing-masing per saat itu.

Allah Yang Maha Kasih senantiasa menginginkan yang terbaik bagi hamba-hambaNya, Ia tidak ingin hambaNya terkatung-katung di dunia dalam kesesatan yang membawa kerugian bagi dirinya.

"Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?
Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya."(QS Al Kahfi: 103-104)

Untuk kebaikan sang hamba maka Allah terpaksa menurunkan mekanisme ujian untuk menunjukkan kualitas hati seseorang per saat itu. Allahmu menguji engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak.(Ulangan 8:2)

Tuesday, August 15, 2017

Membaca Tetes Hujan

Hujan selalu membawa kesegaran tersendiri. Tidak heran jika Rasulullah diriwayatkan pada satu waktu merayakan kehadiran hujan dengan berlari keluar dan merangkul kedatangan titik demi titik air dari langit dengan suka cita.

Diriwayatkan pula bahwa setiap tetes air hujan dibawa oleh satu malaikat untuk diletakkan di titik tertentu di muka bumi. Ada yang dijatuhkan di atap gedung, ada yang membasahi tanah, ada yang menempel di bunga dan dedaunan. Setiap hal diatur secara detil dalam pengaturan-Nya Yang Maha Ilmu.

Setiap kejadian yang hadir dan menimpa manusia pasti tidak akan mewujud tanpa kehendak dan dalam pengetahuan-Nya. Dia Yang tahu setiap daun yang berguguran di kedalaman hutan rimba yang bahkan manusia belum pernah menjejakkan kaki kesana *.

Kesadaran bahwa sesuatu itu ada yang mengatur sebetulnya membuat kita lebih ringan menjalani kehidupan. Jika hidup masih dirasa berat tanda memang kita belum sepenuhnya menitipkan persoalan dan menggantungkan harapan kepada Allah.

Kalau alam raya diatur sedemikian rupa dengan rapih apalagi manusia sebagai ciptaan yang memiliki potensi pengenalan kepada-Nya yang paling tinggi. Seekor burung saja dijamin makannya, "mereka pergi di pagi hari dalam keadaan lapar dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang." Maka manusia juga telah disiapkan kantung-kantung rezeki yang harus dijelangnya. Pada awal waktu memang manusia akan didatangkan rezekinya, seperti bayi yang diberi asi dan makanan oleh orang tuanya. Namun makin ia beranjak dewasa kompleksitas kehidupan mulai ditingkatkan, mulai harus menyiapkan makanannya sendiri, lalu mulai harus bekerja untuk mencari nafkah. Akan tetapi pada prinsipnya, "manusia selalu punya asi asal jiwanya bersih", demikian pesan sang mursyid. Sebagaimana bayi terjamin rezeki karena kejernihan jiwanya. Kuncinya iman dan amal saleh, maka PASTI dijamin penghidupan yang baik (hayatan thayyiban), rezeki yang membawa kedamaian di hati dan keberuntungan di dunia dan akhirat. Insya Allah.

*" dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula)...." (al-An'aam: 59)

"... Allah mengatur urusan (makhluk-Nya)." (ar-Ra'd: 2)

Rezeki itu ada dua macam. Rezeki yang umum, yaitu yang telah ditetapkan kadarnya dan tercatat ketika janin berusia 120 hari dalam kandungan dan ada rezeki khusus, yaitu yang berfungsi untuk menegakkan agamanya (ad diin). Almarhum mursyid pernah berkata bahwa sebagian besar manusia ketika meninggal kantung rezeki khususnya ini masih kosong. Artinya ia sekadar numpang lewat menjalani takdir kehidupan tanpa meraup ilmu pengetahuan tentangNya dan membangun struktur ad diin dalam dirinya.

Oleh karena itu seorang muslim diajarkan untuk memohon `ihdinashiraathal mustaqiim´ agar diberi petunjuk kepada shiraathal mustaqiim yang terbentang di depannya dan tidak lalai dengan pagelaran berita besar (an nabaa) ini. Seperti hal jatuhnya sebutir air hujan di tempat tertentu. Ada hikmah dalam segala hal yang terjadi, karena semuanya dikirim dari Dia sang Khanzun Mahfiy, yang rindu untuk dikenal...



Saturday, August 12, 2017

Kesombongan Menghalangi Kepatuhan: Tentang Memaafkan

Iblis mendatangi Musa as dan berkata, "Wahai Musa, aku menyadari bahwa aku telah berbuat salah, aku hanyalah makhluk ciptaan Allah seperti halnya dirimu dan aku ingin bertaubat kepada Allah, maka dapatkah kau mohonkan ampunan bagiku kepada-Nya?". Lalu Musa as berdoa kepada Allah seraya memohonkan ampunan bagi iblis. Kemudian Allah Swt menjawab permohonan ampun Musa as dengan menyuruh Musa berkata kepada Iblis bahwa Allah akan memaafkannya apabila ia bersujud di hadapan kuburan Adam as. Seketika itu juga Iblis kembali menunjukkan kesombongannya dan berkata, "Aku tidak sudi bersujud kepadanya saat ia hidup dan kau harap aku bersujud kepada jasadnya yang telah mati?"

Demikianlah kesombongan bagaikan api yang menyala dan panasnya menghilangkan kesejukan ketaatan. Iblis yang diluar sana bisa jadi bayangannya ada dalam diri masing-masing. Misalnya saat orang susah sekali untuk memaafkan, padahal perintah Allah jelas dalam Al Quran dan Al Hadits diantaranya:

“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.”
(QS al-A’raf [7]:199)

“Allah tidak akan menambah kemaafan seseorang, melainkan dengan kemuliaan, dan tidaklah seseorang merendahkan dirinya karena Allah melainkan Allah akan meninggikan derajatnya.” (HR Bukhari dan Muslim)

"Ah tapi kan dia yang salah, dia dong yang harus minta maaf!
Oh kesalahan seperti itu keterlaluan dan tak mungkin dimaafkan!"
Seribu satu emosi mengambil kendali perilaku seseorang sehingga ia lebih mendengarkan sakit hatinya dibandingkan firman Allah dan Rasulullah.

Memaafkan itu memang tidak mudah, "Orang-orang yang lemah tidak sanggup memaafkan, (sifat pemaaf) itu adalah atribut orang-orang yang kuat", demikian kata Mahatma Gandhi, seorang figur yang terkenal salah satunya karena sifat pemaafnya yang tinggi dan memilih untuk melawan tirani dengan menghindari kekerasan dan menanggung penyiksaan.

Menyimpan amarah dan dendam secara ilmiah terbukti meracuni diri sendiri. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Charlotte vanOyen Witvliet, seorang psikolog dari Hope College, ia meminta beberapa orang untuk mengingat seseorang yang pernah menyakitinya. Saat itu juga ia memonitor detak jantung, tekanan darah, ketegangan otot-otot wajah dan aktivitas kelenjar keringat. Kesimpulannya, hanya dengan mengingat kembali kenangan lama itu membuat mereka marah, sedih, gelisah dan merasa tidak berdaya. Lalu Witvlet secara bertahap mengajak orang tersebut untuk memaafkan. Saat setiap orang memaafkan, hal yang menakjubkan terjadi, setiap indikator stress dalam tubuhnya menghilang.

Dendam dan amarah yang dipendam bagaikan bara yang menghanguskan kedamaian dan berdampak buruk kepada kesehatan diri sendiri. Agar kita berjalan ringan menghadapi kehidupan lebih enak melepas semua beban yang memenuhi dada, seperti petuah mursyid almarhum "Lupakan dan maafkan."
And keep walking our life, that's how we move forward ...

Ahad pagi Amsterdam, 13 Agustus 2017
8.26

Thursday, August 10, 2017

Bahkan Semut Lebih Percaya Rezeki Dari Tangan-Nya

Sebuah kisah indah tentang kebersandaran kepada Allah Ta'ala ditampilkan dalam kisah antara seekor semut piaraan dengan Nabi Sulaiman as.

Suatu hari Nabi Sulaiman bertanya kepada seekor semut berapa banyak makanan yang diperlukannya untuk hidup selama setahun. Sang semut menjawab, ia hanya memerlukan makanan sebesar sebutir gandum.

Lalu Nabi Sulaiman memasukkan semut tersebut dalam sebuah botol bersih nan indah dan diletakkan di dalamnya sebuah gula sebesar gandum untuk mencukupi kebutuhan sang semut selama setahun. Mulut botol itu kemudian ditutup lalu diberi lubang sedikit untuk memberi ruang bagi pertukaran udara.

Setahun kemudian, Nabi Sulaiman kembali membuka botol itu dan mendapati sang semut berada di sebelah gula yang hanya separuh habis. Nabi pun bertanya, mengapa hanya separuh makanan yang dihabiskan sedangkan sang semut pernah berkata bahwa kebutuhan makanannya selama setahun adalah sebutir gandum?

Sang semut menjelaskan bahwa jika ia hidup di luar botol, rezekinya dijamin sepenuhnya oleh Allah dan Ia selalu mencukupi rezekinya. Oleh karenanya ia tidak perlu khawatir tentang kebutuhan hidup. Tapi kali ini karena ia dikurung oleh manusia dan mengandalkannya untuk mencukupi rezeki maka ia berjaga-jaga karena kurang yakin dengan pengaturannya, siapa tahu ia lalai memberinya makanan, jatuh miskin atau sakit bahkan meninggal dunia. Maka ia menghemat makanannya.

Begitulah bahkan seekor semut lebih percaya dengan pengaturan rezeki yang dibuat oleh Allah Ta'ala dibandingkan 'pendapatan tetap' yang disiapkan oleh manusia.[]