Thursday, August 3, 2017

Sebuah Pencarian Kebahagiaan Sejati

"Masa anak mama kelakuan kaya gitu...
Masa anak pejabat penampilan kumel...
Masa orang tuanya dokter tapi anaknya ga ada yang jadi dokter...
Masa manager handphonenya jadul...
Masa direktur mobilnya itu..."

Demikianlah sebuah keniscayaan akan terselubunginya jiwa manusia yang pada awalnya mengenal fitrah, hidup apa adanya (qanaah), mengetahui kadar dan misi hidup sejati hingga dalam titik tertentu dalam perjalanan seorang manusia akan banyak dihinggapi oleh berbagai pengaruh dari lingkungannya. Sedemikian rupa sehingga identitas dirinya berubah orientasi dari fokus dengan apa yang ada dalam jiwanya sendiri menjadi memberi definisi hidup dirinya pada kepemilikan dan status dunia.

Konsekuensi dari orientasi identitas diri yang berubah itu maka banyak orang yang menjalani kehidupan yang bukan berdasarkan panggilan jiwanya. Ia memaksakan diri mengerjakan sesuatu yang bukan bidangnya, yang hatinya tidak bernyanyi di dalamnya, semata-mata karena sayang melepas posisi atau tawaran tinggi, khawatir kehilangan jumlah gaji tertentu beserta segala fasilitasnya atau takut jatuh posisi sosial di mata keluarga dan orang banyak.

Padahal sebelum seseorang menyentuh akar fitrah dirinya sendiri tidak mungkin ia akan meraih kebahagiaan hakiki.
Kemudian sebagai kompensasi kekosongan hati akan makna hidup ia menambal rasa tidak nyaman itu dengan meraih sensasi kesenangan sesaat melalui membeli barang-barang mahal - yang dengannya sekaligus seolah-olah menjustifikasi bahwa ia pekerjaan itu penting buatnya, ada yang membenamkan diri dalam kelana cinta dengan berganti-ganti pasangan, juga tak sedikit yang terperangkap dalam berbagai kecanduan: obat, minuman keras, seks, makanan, shopping dan lain-lain yang bersifat tambal kesepian hati sementara.

Belum lama kita merayakan momen besar tahunan "Idul Fitri", hari perayaan kembali kepada fitrah. Sebuah momen yang didahului penempaan panjang shaum lahir-batin sebulan lamanya, karena memang tidak mudah untuk sekadar mengidentifikasi fitrah, apalagi menjejakkan kaki di dalamnya. Kembali ke fitrah berarti kerja keras membongkar jauh ke dalam diri untuk menemukan kembali identitas sejati setiap insan, yang dengannya orang menjadi menyadari kadar diri dan mulai menyelaraskan kehidupan dengan ritme suci-Nya. Hingga hal itu tercapai, maka manusia hanya berkelana dalam ruang hampa dalam upayanya mencoba menggapai-gapai setitik cahaya yang ia pikir sebagai kebahagiaan.[]





No comments:

Post a Comment