Sunday, December 7, 2014

Saat Merasa Diri Lebih Baik


“Sesungguhnya kamu semua menjadi lupa dari ibadah yang paling utama, yaitu Tawadhu.” - 'Aisyah r.a.
Diriwayatkan bahwasanya Nabi SAW berada dalam suatu golongan dari sahabat-sahabat di rumahnya, dimana mereka makan-makan. Maka berdirilah seorang peminta-minta yang sakit lumpuh yang tidak disenangi orang. Kemudian peminta-minta itu diizinkan masuk. Maka ketika peminta-minta itu masuk, lalu ia didudukkan oleh Rasulullah di pangkuannya. Kemudian beliau berkata kepadanya, “Makanlah”
Maka ada seorang Quraisy yang merasa jijik dan tidak senang kepadanya. Sehingga matilah orang Quraisy itu, dimana ia pun terkena penyakit lumpuh seperti yang diderita oleh peminta-minta itu.
Sahabat, kita sedang berada di abad informasi dimana berita tumpah-ruah hanya dalam genggaman tangan. Tak terelakkan berita tentang manusia ada yang kita suka dan tidak sedikit yang hati kita membenci bahkan mengutuknya. Tipis memang geliat hati saat kita merasa 'menyuarakan kebenaran' yang tanpa disisipi oleh perasaan ujub, merasa diri lebih baik daripada orang yang dikritik.
Kiranya kisah seorang Quraisy di jaman Rasulullah yang 'merasa jijik' dengan seseorang menjadi pembelajaran bagi kita semua. Jangan sampai ketidaksukaan kita terhadap seseorang mengotori cermin hati seraya minta pertolongan kepada-Nya banyak-banyak agar dijauhkan dari makar-Nya. Karena adalah mudah bagi Dia untuk menjadikan kita seperti orang yang kita benci atau bahkan lebih buruk lagi. Mohonkan juga kepada-Nya agar kita dikaruniai hati yang tawadhu.
Al Hasan Al Bashri ra berkata, “Tahukah kamu apa arti tawadhu itu? Tawadhu adalah hendaknya kamu keluar dari rumahmu dan apabila kamu menjumpai orang, hendaknya kamu melihat bahwa orang itu mempunyai kelebihan daripada kamu.” []

Thursday, December 4, 2014

Sujud : Puncak Penghapusan Diri


"Sedekat-dekatnya hamba dengan Tuhannya adalah ketika ia bersujud, maka perbanyaklah do'a. (HR. Muslim)
Tindakan ritual bersujud sejatinya betul-betul merupakan puncak penghapusan diri. Posisi yang secara simbolik kepala kita tempat akal yang sering diagung-agungkan itu ditempatkan paling bawah, lebih bawah dari letak hati, komponen dalam diri manusia yang dapat mengenal petunjuk Allah Ta'ala.
Sujud adalah puncak kehambaan seseorang. Tanda seseorang sujudnya baik adalah semakin berkurang penghambaan diri kepada selain Allah. Dengan kata lain, tidak mungkin mendekatkan diri seorang kepada Tuhannya tanpa terlebih dahulu sirna dari sesembahan selain Dia.
Sekarang mari kita bercermin ke dalam diri masing-masing. Sejauh mana kita menyerahkan hidup kita dalam kehendak-Nya? Sekuat apa dunia material menarik kita dibandingkan dengan tarikan janji-Nya? Sesering apa kita mengingat-Nya diantara deru kesibukan hidup? Segelisah apa hati kita saat guncangan ujian datang dibanding dengan menyandarkan hati pada-Nya?
Jangan-jangan kita belum benar-benar bersujud...

Monday, November 24, 2014

Berdamai Dengan Takdir Kehidupan


Setiap kita lahir ke dunia ini dengan warna kehidupan yang telah ditetapkan, kita tidak punya peran dalam menentukan siapa orang tua kita, dari kalangan keluarga mana kita berasal, bagaimana bentuk tubuh kita, warna kulit hingga talenta yang dimiliki. It's all given.
Begitu pun lembaran-lembaran kehidupan yang telah berlalu, suka-duka, berhasil atau gagalnya hingga catatan kehidupan yang dianggap kelam atau memalukan, semua telah menjadi bagian dari diri kita masing-masing yang tak terpisahkan.
Sayangnya sebagian besar manusia cenderung ingin melarikan diri dari takdir kehidupannya masing-masing. Tidak menerima ketetapan-Nya dan selalu ingin menjadi seseorang yang bukan dirinya sejati. Kebanyakan manusia cenderung mengkhianati dirinya sehingga alih-alih hidup mengalir dalam jati dirinya, ia akan mencoba mengambil persona yang dianggap 'baik' dan 'sukses' oleh orang kebanyakan.
Demikianlah, ketika paradigma kesuksesan seseorang diukur dari tataran duniawi; sekaya apa dia, setinggi apa jabatan, posisi atau pendidikannya atau bahkan yang tampaknya lebih 'spiritual' seperti sebanyak apa pengikutnya. Apapun itu yang penting kelihatan 'hebat' di mata kebanyakan manusia.
Dengan cara pandang seperti itu manusia akan terdorong untuk senantiasa merengkuh sesuatu yang di luar jangkauannya per hari ini. Atau bahkan menafikan sekian penggal kehidupan di masa lalu yang ia anggap sebuah 'kegagalan' dan dipandang memalukan.
Sepanjang seseorang belum bisa menerima takdir kehidupan apa adanya dan berkata "tidak ada satu pun ketetapan-Nya yang sia-sia", sepanjang itu pula dia belum menjadi hamba-Nya yang bersyukur.
(Disajikan ulang dari Pengajian Kitab Al Hikam yang disampaikan oleh Zamzam AJT)

Wednesday, November 19, 2014

Investasi Abadi

Saat ada pembangunan sebuah mesjid di sebuah perumahan, tersebutlah seorang ibu yang hanya mempunyai kelebihan harta untuk membeli sebuah tegel keramik saja. Pergilah sang ibu menemui panitia pembangunan mesjid dan berakad ingin menginfakkan harta yang sedikit itu untuk membeli tegel yang diharapkan dapat disimpan di mimbar.
Sahabat, kalau ada kemauan niscaya Allah akan berikan kecerdikannya, sebuah jalan yang akan membuat amalnya abadi.
Rasulullah SAW bersabda, "Walau engkau menanam sebuah pohon dan pohon itu berbuah dan buahnya dimakan oleh binatang atau sekalipun dimakan oleh penjahat, maka pahalanya akan mengalir hingga akhirat, hingga pohon itu ditebang."
Mari kita bersemangat berinvestasi untuk alam berikut yang pasti datang.
(Disajikan ulang dari Pengajian Hikmah Al Qurán yang disampaikan oleh Zamzam AJT)

Tuesday, November 18, 2014

Jangan Abaikan Sebuah Kebaikan

Rasulullah SAW bersabda, "Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia."
(HR Thabrani)
Jangan pernah mengabaikan sebuah kebaikan walaupun nampaknya sepele. Jangan pernah berpikir, "ah saya cuma bisa ini.. dan itu.."
Karena barangkali hal yang kita anggap kecil itu yang bisa menarik kita mendekat pada Allah Ta’ala.[]

Wednesday, October 29, 2014

Antara Dzikir Lisan dan Dzikir Hati


Sahabat-sahabat boleh saja melazimkan dzikir ribuan kali secara rutin. Tapi jangan lupa untuk memohon kepada Allah Ta'ala agar dengan dzikir yang didawamkan di lisan kita itu hati masing-masing menjadi lebih tercahayai sehingga akhlak kita senantiasa menjadi lebih baik.
Sesungguhnya seutama-utama dzikir adalah dzikir Al Qur'an, karena dengan ilmu yang didalami dari Al Qur'an itu kita menjadi lebih menghayati dzikir-dzikir kita yang ratusan bahkan ribuan kali itu.
Dengan mengenal Allah melalui kalam-Nya, maka untaian dzikir yang membasahi lisan akan terasa gaungnya ke dalam hati. Saat kita membaca hamdalah misalnya, "Alhamdulillah...alhamdulillah...alhamdulillah..." itu merupakan ungkapan yang datang dari hati yang terdalam. Jangan sampai lisan kita membaca hamdalah banyak-banyak tapi hati masih menggerutu, tidak menerima takdirnya; masih mencak-mencak, tidak ridho menerima pembagian-Nya dalam kehidupan.
Semoga dzikir yang menggema di lisan kita berlanjut hingga ke hati...
(Disajikan ulang dari Pengajian Hikmah Al Qurán yang disampaikan oleh Zamzam AJT)

Thursday, October 2, 2014

Ujian Itu Mencerdaskan Jiwa


Allah Ta'ala mendesain setiap ciptaan-Nya dengan timbangan kebenaran dan keadilan-Nya dan tidak sembarangan. Kapan kita lahir, dari orang tua yang mana, diberi masalah apa, dipasangkan dengan siapa dst. Semua itu adalah hal-hal yang menguatkan jiwa masing-masing insan.
Jiwa yang tumbuh akan makin kuat akarnya juga makin kompleks ragam kehidupan yang dihadapi. 
Jangan gentar!
Ujian itu akan mencerdaskan.
Seseorang Allah uji karena memang sedang Allah kuatkan pohon dirinya.
Perhatikan semua hal yang kita sukai atau kita tidak sukai dalam kehidupan.Karena ujian itu bentuknya ada yang menyakitkan ada juga yang melenakan. Kunyahlah dengan baik diiringi keberserahdirian. Sungguh semua itu adalah lingkungan yang akan menumbuhkan diri kita.
(Disajikan ulang dari Pengajian Hikmah Al Qurán yang disampaikan oleh Zamzam AJT)

Monday, September 22, 2014

Etika Rasulullah SAW Dalam Melindungi Aib Sesama


Suatu ketika Rasulullah saw dan para sahabatnya sedang melaksanakan haji dengan niat melakukan haji Ifrad - para sahabat cenderung memilih yang berat-berat dan yang utama dalam mengabdi kepada Allah Ta'ala, artinya sejak ihram di Mekkah mereka sudah berniat akan menanggung penderitaan sebuah perjalanan dengan ebrjalan kaki dari miqat sampai Al Haram, sebuah penderitaan dalam pengabdian kepada Allah Ta'ala.
Menjelang masuk Arafah tiba-tiba Rasulullah mengakan, "Kita mengubah Ifrad dengan Tamattu, sekarang dipersilahkan untuk berhubungan kembali dengan istrinya masing-masing." Dalam literatur dikatakan saat itu para sahabat banyak yang merasa muak dan merasa tidak memiiki hasrat melakukan hubungan seksual hingga membuat Rasulullah marah dan berkata, "Saya Rasulullah, saya yang paling benar dan paling tahu!". Oleh karena itu sebagian ulama fiqih mengatakan Haji Tamattu lebih utama daripada Haji Ifrad.
Tidak banyak sumber sejarah yang mengungkap apa yang terjadi di balik perintah Rasulullah saw saat itu. Ketika di antara puluhan masyarakat Muslim yang berhaji ada yang guncang pikirannya karena ia membutuhkan hubungan seksual yang lebih dibanding yang lain. Tapi situasi tidak memungkinkan, karena kalau seorang batal pasti ketahuan. Untuk orang tersebut Rasulullah saw kemudian membatalkan keseluruhan haji Tamattu. Beginilah akhlak seorang Rasulullah saw untuk melindungi aib seseorang, bukan digembar-gembor kemana-mana.
Disebutkan juga sebuah peristiwa dimana seseorang buang angin saat Rasulullah berbicara dengan para sahabat, lalu Rasulullah memalingkan wajah seolah-olah tidak mendengar apa yang terjadi. Hal ini berbeda dengan fenomena yang sering kita temui dalam keseharian, apabila ada orang yang melakukan kesalahan malah kita permalukan habis orang tersebut. Rumah tangga orang, aib istri, aib suami dibuka-buka di media sosial. Sungguh bukanlah perilaku baik seperti yang diajarkan oleh Rasulullah saw.
(Disajikan ulang dari Pengajian Hikmah Al Qurán yang disampaikan oleh Zamzam AJT)

Monday, September 15, 2014

Dimulai Dengan Tersenyum Pada Apapun Yang Allah Berikan

Ketika kita mulai tersenyum dengan segala yang Allah berikan, ridho dengan segala urusan, menerima dengan baik pemberian-Nya dan menyambut setiap kejadian sebagai sebuah 'jabatan tangan'-Nya, sungguh ini adalah langkah terbaik sebagai seorang manusia, yang tanpa itu manusia sebenarnya tidak sedang menghargai dirinya sendiri.
Terima dulu keadaan kita per hari ini, nyatakan hal ini dengan Sang Pencipta dalam doa kita yang khusyu, curahkan segala ketidakberdayaan dan ketidaktahuan kita menghadapi setiap jengkal urusan. Berjalanlah langkah demi langkah dalam naungan rahmat-Nya. Baru kemudian setiap keping kehidupan kita akan mulai berkata-kata dan tampak bertautan satu sama lain. Hingga saatnya nanti kita akan mempunyai kisah hidup yang sangat indah yang bahkan bisa menghidupkan orang lain. Dalam proses itu semua kita akan menemukan diri kita.
Saat semua urusan dalam kehidupan sejak awal hingga akhir mulai tampak menyatu artinya kita telah sampai di pintu gerbang Ad Diin, di situlah Shiraathal Mustaqiim kita, inilah tauhid yang indah.
(Disajikan ulang dari Pengajian Hikmah Al Qurán yang disampaikan oleh Zamzam AJT)

Kisah Uzair: Yang Ditidurkan Allah Selama 100 Tahun

Dikisahkan seorang nabi dari kalangan bani Israel bernama Uzair berjalan menyusuri sebuah perkampungan dengan mengendarai seekor kudanya. Setelah jauh berjalan, tiba-tiba dia tersesat ke suatu perkampungan yang porak-poranda setelah dihancurkan oleh sekelompok tentara. Di perkampungan itu, dia melihat kehancuran yang luar biasa, bangkai manusia berserakan di mana-mana serta tulang-belulang manusia bertebaran di semua tempat. Ketika itulah, dia berkata dalam hati, “Bagaimana caranya Allah menghidupkan semua yang sudah berserakan ini setelah matinya?”.
Karena kelelahan Uzair beristirahat di bawah sebatang pohon. Dia kemudian tertidur dengan tidur yang sangat lama, karena Allah menidurkannya selama seratus tahun. Tubuhnya kemudian hancur dan telah menjadi tanah, orang-orangpun telah melupakannya.
Setelah seratus tahun berlalu, Allah membangunkannya kembali. Alangkah terkejutnya dia, ketika melihat perubahan yang sangat luar biasa dari perkampungan yang dia saksiskan sebelum tidurnya. Jika sebelum tidurnya perkampungan itu adalah tempat yang dipenuhi reruntuhan dan sisa bangunan yang roboh, setelah dia bangun sudah berubah menjadi perkampungan yang sangat padat dengan banguan megah dan indah. Jika sebelum dia tidur perkampungan itu adalah daerah yang sunyi dari manusia, hingga tidak seorangpun yang dia temui di sana, namun ketika bangun dia mendapatkan perkampungan itu sangat padat dan ramai oleh manusia.
Kemudian Allah mengutus malaikat kepadanya, dan malaikat pun bertanya, “Sudah berapa lama engkau di sini?”. Dia menjawab, “Saya di sini hanya satu hari atau mungkin setengah hari saja”. Malaikat memberitahukan kepadanya, “Engkau sudah berada di sini selama seratus tahun. Lihatlah makanan dan minumanmu yang masih utuh, namun lihatlah kudamu yang sudah hancur menjadi tanah”. Dengan kekuasaan Allah, kudanya perlahan-lahan berkumpul dan menjadi tulang kemudian dibungkus daging akhirnya hidup kembali seperti sediakala. Malaikat kemudian berkata, “Begitulah kekuasaan Allah menghidupkan kembali yang telah mati dan menyusun tulang belulang yang sudah hancur dan berserakan menjadi bersatu kembali dengan sangat mudahnya”. Barulah Uzair mendapatkan jawaban atas pertanyaannya ketika sebelum tidur. Lalu dia berkata, “Maha Suci Allah, Yang Berkuasa menghidupkan kembali setelah kematian”.
Setelah itu, Uzair menaiki kudanya berjalan menuju rumah dan kampungnya. Setelah sampai di kampungnya, dia mendapatkan rumahnya sudah hancur dan tinggal hanya sebagian puingnya saja. Dia kemudian bertanya kepada seorang perempuan tua yang ditemuinya di tempat itu, “Inikah rumah tuan Uzair?”. Perempuan itu menjaawab, “Benar, inilah rumah tuan Uzair, namun dia telah lama pergi dan meninggalkan kampung ini. Saya sudah sangat lama tidak pernah mendengar namanya disebut kecuali hari ini”. Perempuan itu kemudian bercerita bahwa sewaktu dia masih kecil dia pernah bertemu dengan Uzair. Uzair adalah seorang yang sangat shalih dan baik hati, bahkan kedua orang tuanya adalah pembantu di kebunnya Uzair.
Uzair berkata kepada perempuan tua itu, “Akulah Uzair itu”. Alangkah terkejutnya perempuan itu mendengar perkataan orang yang di depannya yang mengatakan bahwa dia adalah Uzair. Akan tetapi, karena matanya yang sudah rabun, dia tidak dapat melihat wajah orang itu. Untuk mengetahui kebenarannya, perempuan itu kemudian berkata, “Uzair adalah manusia yang sangat shalih. Dia adalah hamba yang sangat dekat dengan Allah, sehingga semua do’anya selalu dikabulkan Allah. Jika engkau memang Uzair, do’akanlah kepada Allah supaya mata saya yang sudah rabun ini dapat melihat kembali, dan tubuh saya yang sudah lemah ini dapat kuat kembali”.
Uzairpun berdo’a kepada Allah supaya menyembuhkan kedua mata orang tua itu dan menjadikannya kuat kembali. Atas izin Allah, kedua mata orang tua itu dapat melihat kembali dengan baik, dan tubuhnya kembali kuat seperti masa mudanya dahulu. Setelah melihat wajah orang itu, barulah dia mengakui bahwa dia adalah Uzair. Perempuan itupun kemudian memberitahukan hal itu kepada seluruh bani Israel. Semua orang berkumpul untuk melihat keajaiban tersebut. Akan tetapi, sebagian besar mereka tidak percaya kalau orang yang di depan mereka adalah Uzair.
Untuk menguji kebenarannya, dipanggillah anak Uzair yang mengetahui ada tanda khusus di punggung ayahnya. Setelah diperiksa, ternyata memang tanda yang dimaksud terdapat di punggungnya. Namun, mereka belum juga puas dengan bukti tersebut, sehingga salah seorang diantara mereka berkata, “Setelah penyerangan Nebukadnezer kepada bangsa bani Israel dan menghancurkan tempat-tempat ibadah dan kitab sucinya, tidak satupun dari kalangan bangsa bani Israel yang hafal isi Taurat. Jika engkau memang Uzair pastilah engkau dapat membacakan Taurat secara utuh, karena Uzair adalah salah seorang tokoh bani Isreal yang hafal semua isi Taurat”.
Uzairpun membacakan isi Taurat secara sempurna, tanpa satupun yang tertinggal. Barulah semua mereka mempercayai bahwa dia adalah Uzair. Namun, kemudian sebagian manusia menganggap bahwa Uzair adalah anak Tuhan. Maha Suci Allah yang tidak punya Anak bernama Uzair seperti yang diyakini oleh sebagian manusia.
Kisah tentang Uzair yang tidur selama seratus tahun ini disebutkan Allah dalam surat al-Baqarah [2]: 259
أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّى يُحْيِي هَذِهِ اللَّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا فَأَمَاتَهُ اللَّهُ مِائَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالَ بَلْ لَبِثْتَ مِائَةَ عَامٍ فَانْظُرْ إِلَى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ وَانْظُرْ إِلَى حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ ءَايَةً لِلنَّاسِ وَانْظُرْ إِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنْشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya: “Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: "Berapa lama kamu tinggal di sini?" Ia menjawab: "Saya telah tinggal di sini sehari atau setengah hari". Allah berfirman: "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berobah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging". Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: "Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Adapun pelajaran yang bisa diambil dari kisah di atas adalah, begitulah kekuasaan Allah Yang Maha Berkuasa menghidupkan yang mati, dan menyusun tulang belulang yang sudah menjadi tanah seperti sedia kala dengan sangat mudahnya. Jika Allah menghendaki sesuatu maka tidak ada yang akan menghalangi kehenda-Nya. Oleh karena itu, tidaklah patut manusia meragukan tentang adanya kehidupan setelah mati, karena hal itu sangatlah mudah bagi Allah.
Banyak ayat Allah di dalam al-Qur’an yang menegaskan hal itu. Di antaranya surat al-Baqarah [2]: 56
ثُمَّ بَعَثْنَاكُمْ مِنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: “Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur.”
Bgeitu juga dalam surat al-Baqarah [2]: 243
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَهُمْ أُلُوفٌ حَذَرَ الْمَوْتِ فَقَالَ لَهُمُ اللَّهُ مُوتُوا ثُمَّ أَحْيَاهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَذُو فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَشْكُرُونَ
Artinya: “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati; maka Allah berfirman kepada mereka: "Matilah kamu", kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.”
===
Sama seperti ketika Nabi Uzair melangkah ke suatu negeri yang telah berantakan dihancurkan oleh Nebukadnezar, baitullahnya pun habis, mirip halnya kondisi kebanyakan manusia yang qalbnya tidak ada. Kebanyakan manusia berada dalam sebuah kehidupan yang berserakan, dihancurkan oleh alam setan, hawa nafsu dan syahwatnya masing-masing. Dibutuhkan seorang 'Uzair' dalam diri kita untuk menghimpunkan apa yang berserak, insya Allah bisa dengan rahmat-Nya semata.
(Disajikan ulang dari Pengajian Hikmah Al Qurán yang disampaikan oleh Zamzam AJT & http://ruang-suara.blogspot.nl/2011/07/kisah-uzair-yang-ditidurkan-allah.html)

Monday, September 1, 2014

Golongan Yang Tak Tergoda Iblis


Suatu saat Iblis berkata kepada Allah Ta'ala, bahwa dirinya tidak dapat menyesatkan orang-orang yang dimukhlaskan. Penggalan kalimat itu diabadikan dalam Al Qur'an.
"Berkata iblis: Ya Tuhanku, oleh karena Engkau telah menetapkanku sesat, sungguh akan aku usahakan agar anak manusia memandang indah segala yang ada di bumi dan aku akan sesatkan mereka semua....Kecuali hamba-hambaMu dari antara mereka yang ikhlas.........(Al-Hijr: 39-40).
Mukhlas adalah sebuah status yang bersih dari hawa nafsu sedemikian rupa sehingga setan tidak bisa menggelincirkan. Kadang orang yang mukhlas juga disebut orang yang Ikhlas. Ingat juga surat Al Ikhlas atau disebut juga Surat Qulhu, ini bicara tentang diin kita, hidup kita, yang mestinya dipersembahkan hanya untuk Allah Ta'ala. Jadi ini adalah sebuah status muwahid, orang yang bisa bertauhid dengan murni.
Hanya orang yang bertauhid murnilah yang tidak bisa digelincirkan dan digoda oleh Iblis, karena murni dan jelas tujuannya untuk Allah Ta'ala tanpa ada embel-embel lain yang menyertai.
(Disajikan ulang dari Pengajian Hikmah Al Qurán yang disampaikan oleh Zamzam AJT)
Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah kamu ke dalam Diin Islam (dengan mematuhi) segala hukum-hukumnya dan janganlah kamu menurut jejak langkah Syaitan sesungguhnya Syaitan itu musuh bagi kamu yang terang nyata.
(QS Al Baqarah [2]: 208)
Makna' udkhulu fisilmi kaffah dalam ayat di atas adalah perintah untuk memukhlaskan diin

Benarkah Kita Sedang Mengabdi Kepada-Nya ?


Seorang hamba yang mengabdi kepada Allah Ta'ala maka karakternya hanya diatur oleh keadaan Allah, bagaimana sedihnya, cemasnya, gembiranya, semua hanya terkait dengan Allah Ta'ala bukan dengan masalah ini atau itu. Gelisahnya ketika sholatnya kemudian kesat, sedihnya ketika hati beku dalam berdoa kepada-Nya, semua terkait Sang Pencipta.
Mari kita melihat ke dalam, kepribadian kita, perubahan wajah kita, cemasnya, gembiranya, sedinya apakah itu bayangan dirinya dengan interaksi bersama Allah atau itu berkaitan erat dengan interaksinya dengan ujian yang berwujud persoalan hidup, anak, pasangan, pekerjaan dll. Jangan-jangan anak itu menjadi tuhan kita, mobil itu menjadi tuhan kita, kebanggan itu menjadi tuhan kita. Bercerminlah dengan seksama, ini adalah tertib yang harus dibangun oleh seorang mukmin dalam berinteraksi dengan Rabb-nya, saya bersaksi kepada Allah Ta'ala tentang hal ini.
(Disajikan ulang dari Pengajian Hikmah Al Qurán yang disampaikan oleh Zamzam AJT)

Thursday, August 28, 2014

Saat Dirundung Kesulitan

Seorang hamba, yang tengah dirundung kesulitan, mengeluh, dengan berbagai cara, kepada Rabb-nya.
Dan Rabb berkata, "Bukankah dengan semua derita dan sakitmu engkau menjadi taat dan berdoa dengan berendah hati kepada-Ku;
Seharusnya yang engkau keluhkan adalah semua kelimpahan yang engkau terima, yang menyebabkan engkau menjauh dari pintu-Ku."
Sejatinya, musuhmu adalah obat bagimu: dia ramuan penyembuhmu, dia hadiah untukmu, dia yang menguasai hatimu; karena dia, engkau bergegas berkhalwat bersama Rabb-mu dan sepenuh diri berusaha mencari Rahmat-Nya.
(Maulana Jalaluddin Rumi)
Sumber: Rumi, Matsnavi IV: 91 - 95
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.
Terjemahan ke Bahasa Indonesia oleh mas Herman Soetomo.

Saturday, August 16, 2014

Kita Mainkan Peran Kehidupan Sebaik-baiknya

Ayat "Arrijalu qowwamuna álannisa"yang diterjemahkan sebagai "laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan"dalam Al Quran [4]:34 adalah berbicara tentang keperanan.
Semua orang, entah ia laki-laki atau perempuan berada di bawah sebuah hukum tertentu, jadi jangan merasa "ah, saya sebagai perempuan kok banyak diatur hanya di bawah laki-laki saja!"bukan begitu. Semua tidak ada yang bebas kalau kita konsisten ingin menjadi hamba Allah, artinya kita harus konsekuen dengan hukum yang Allah berikan, kita bebaskan diri ini dari penuhanan dengan hal-hal selain Allah Azza wa Jalla.
Setiap orang diuji dengan apa-apa yang Dia berikan, entah itu dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan, diberikan orang tua tertentu, tubuh tertentu, rejeki tertentu. Kita semua sedang memerankan tokoh tertentu dan urusan (ámr) tertentu, mari kita lakoni peran yang diberikan kepada kita dengan sebaik-baiknya.[]
(Disajikan ulang dari Pengajian Hikmah Al Qurán yang disampaikan oleh Zamzam AJT)

Apa Itu Thayyib?

'Thayyib' sering diterjemahkan sebagai 'baik'.
Allah Taála juga mempunyai sifat Ath Thayyib (Yang Maha Baik)
Dari Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya- beliau berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah adalah baik dan tidaklah menerima kecuali yang baik."
Hadits ini juga menunjukkan bahwa salah satu nama Allah adalah Thayyib (Yang Maha Baik). Allah Maha Baik dalam segala hal; dalam dzat-Nya, sifat-sifat, maupun perbuatan-Nya. Allah tersucikan dari segala macam bentuk aib, cela, dan kekurangan. Tidak serupa dengan makhluk. Tidak ada sesuatupun yang menyamainya.
Perbuatan Allah seluruhnya baik. Apa yang Allah takdirkan pasti baik dan mengandung hikmah, sesuai keadilan dan kelebihan kebaikan (fadhilah) yang Allah berikan. Allah Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Karena itu, ibadah yang diterima Allah adalah hanya ibadah yang baik (thayyib).
Kethayyiban itu juga hal yang berkaitan dengan persoalan dirinya, sifatnya sangat personal. Dengan kata lain, sesuatu yang thayyib buat seseorang belum tentu thayyib buat orang lain. Jadi, kethayyiban berkaitan dengan pengetahuan seseorang tentang dirinya, mulai dari makanan yang baik buat dirinya, pakaian yang pas untuk dirinya, kendaraan yang cocok untuk dirinya, semua diukur dengan seksama sehingga tidak berlebihan atau tidak kekurangan.[]
(Disajikan ulang dari Pengajian Hikmah Al Qurán yang disampaikan Zamzam AJT & http://darussalam-online.com/kajian/ahad-subuh/pelajaran-dari-kata-thayyib-di-dalam-alquran/)

Makna 'Menjulurkan Pakaian'

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya orang yang menjulurkan pakaiannya dengan sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat nanti.” (HR. Muslim No. 2085)
Zaman dulu rasulullah melarang memanjangkan jubah sampai melampaui batas mata kaki, mungkin sekarang tidak masalah berpakaian seperti itu. Namun bentuk 'jubah-jubah' lain entah itu kendaraan, merk pakaian tertentu, rumah mewah, pangkat, anak dll itu semua bisa jadi sebuah jubah yang dipanjangkan. Dia sebenarnya sedang memanjangkan sumber-sumber keangkuhan dalam dirinya.
(Disajikan ulang dari Pengajian Hikmah Al Qurán yang disampaikan Zamzam AJT)

Kita Mungkin Masih Musyrik


Kemusyrikan adalah penyembahan terhadap berhala.
Seringkali fokus kita lebih terhadap objek-objek kemusyrikan yang ada di luar diri, seperti cincin ajaib atau patung yang disembah. Sebetulnya keberhalaan itu ada dalam diri sendiri, bahwa kemudian ada patung di luar hanya sebuah bukti yang Allah Ta'ala tampilkan bahwa di dalam hatinya masih ada berhala.
Mungkin kita tidak memiliki patung besar yang disembah-sembah, tapi berhala itu bisa jadi berbentuk mobil terbaru yang dinanti-nanti, pekerjaan atau jabatan top yang dikejar siang-malam, proyek tertentu yang bisa jadi dibalut nuansa dunia, kemanusiaan atau spiritual yang kita perjuangkan mati-matian, keluarga yang kita dambakan dan sayangi dan lain-lain dari mulai yang berwujud secara material hingga yang samar. Semuanya bisa jadi obyek sembahan kita di samping Allah Ta'ala.
Seorang ustadz pernah memberikan tips menarik untuk menguji apakah sesuatu itu menjadi obyek yang kita sembah atau bukan. Tanyakan kepada hati masing-masing dua pertanyaan ini berkaitan dengan obyek tertentu:
1. Adanya membuat hati kita tenang
2. Tidak adanya membuat hati kita gelisah.
Nah mari kita bertafakur menguji masing-masing sesuatu yang melekat pada kita per hari ini, apakah sesuatu itu kemudian menjelma menjadi sesembahan kita tanpa kita sadari. Jika ya, bisa jadi hati kita masih diliputi oleh kemusyrikan. Astaghfirullahaladziim....
(Disajikan ulang dari Pengajian Hikmah Al Quran : Hikmah Surat Al Baqarah yang disampaikan oleh Zamzam AJT & kultum di RS Asri Purwakarta)

Monday, July 21, 2014

Belajar Memilih Dengan Ketaqwaan

Seorang Guru yang bijak suatu hari menunjukkan sesuatu di hadapan para muridnya. "Di tangan bapak ada lima amplop, silahkan anak-anak mohon kepada Allah Ta'ala amplop nomor berapa yang berisi uang!".
Sang Guru tidaklah semata-mata mengajarkan murid-muridnya untuk tajam mencari uang, tapi lebih jauh daripada itu, beliau mengajarkan agar murid-murid yang beliau sayangi itu mahir dalam berkomunikasi dengan Sang Pencipta dan menyandarkan pilihan selaras dengan kehendak-Nya.

Semenjak membuka mata di pagi hari kita selalu dihadapi oleh pilihan, mau langsung bangun atau tidak? sarapan roti atau bubur? pake baju putih atau biru? - sekian banyak pilihan-pilihan teknis hingga pilihan yang membuat orang pusing dari mulai memilih jodoh, tempat kerja juga yang sedang heboh saat ini adalah memilih presiden.

Ketika harus memilih dalam perkara-perkara besar yang kiranya akan membawa dampak yang besar dalam hidup seseorang, biasanya akal pikiran akan mentok berhadapan dengan dinding hijab yang bernama 'masa depan'. Hanya Sang Pencipta yang tahu apa yang akan terjadi di masa yang akan datang, apakah pilihan kita baik atau tidak. Ketika Allah berfirman, "“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216) - posisi manusia jelas disini, makhluk yang bodoh, tidak tahu apa yang baik bagi dirinya. Oleh karenanya penting untuk menjalin kedekatan dengan Dia Yang Maha Tahu apa yang terbaik untuk hamba-hamba-Nya. Untuk memilih dengan kesepakatan dengan-Nya. Karena pilihan-pilihan kita akan mempunyai konsekuensi panjang hingga ke kehidupan di alam akhirat nanti.

Lalu, bagaimana caranya memilih dengan ketaqwaan?

Seorang ulama bernama Thalq bin Habib rahimahullah berkata, "Taqwa adalah engkau melakukan ketaatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah.."
Cahaya itu adalah iman kepada Allah Ta'ala.
Sabda Rasulullah SAW:
"Apabila cahaya Allah telah masuk kedalam qalbi maka dadapun menjadi lapang dan terbuka…” Seorang sahabat bertanya, “Apakah yang demikian itu tanda-tandanya ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Ya, orang-orang yang mengalaminya lalu merenggangkan pandangannya dari negeri tipuan(dunia) dan bersiap menuju ke negeri abadi (akhirat) serta mempersiapkan mati sebelum mati."

Jadi kita hendaknya memohon untuk diberikan keimanan yang berupa cahaya darinya untuk menerangi hati dan akal dalam kita hingga kokoh dalam menentukan beragam pilihan dalam kehidupan. Rasulullah SAW memberikan beberapa tips untuk meraih keimanan. Diriwayatkan dari Anas ra. katanya: Nabi saw. bersabda: "Tiga perkara, jika terdapat didalam diri seseorang, maka dengan itulah dia akan memperoleh manisnya iman: 1.) Seseorang yang mencintai Allah SWT. dan Rasul-Nya lebih dari selain keduanya, 2.) Mencintai seseorang hanya karena Allah SWT, dan 3.) Tidak suka kembali kepada kekafiran setelah Allah SWT. menyelamatkannya dari kekafiran itu, sebagaimana dia juga tidak suka dicampakkan kedalam neraka." (HR. Bukhari Muslim)

Masih ada beberapa hari terakhir di bulan Ramadhan yang mulia ini untuk kita bertafakur dan menyepi dengan Allah Ta'ala. Memikirkan kembali orientasi hidup masing-masing, apa yang kita cari? Apa yang Dia ingin kita lakukan di dalam hidup yang hanya sekali ini? Siapa diri kita sebenarnya? dll. Inilah bulan jamuan dari-Nya yang para hamba-Nya dikondisikan untuk meraih ketaqwaan. Semoga...

Thursday, July 17, 2014

Seandainya Nabi Muhammad SAW Lahir Dari Orang Tua Kaya Raya


Seorang Rasulullah Muhammad SAW ditakdirkan melalui berbagai ujian, saat beliau lahir sang ayah, Abdullah sudah tiada. Muhammad SAW yang masih bayi - sesuai dengan tradisi gurun pada saat itu - dititipkan untuk disusui oleh para wanita badui, pada saat itu tidak ada yang mau mengambil bayi Muhammad SAW karena beliau dilahirkan di keluarga yang sangat miskin, dengan kata lain tidak bisa membayar kepada sang ibu untuk disusui, hingga akhirnya sepasang suami istri yang tidak mendapat bayi mengambilnya karena tidak mau pulang kembali ke gurun dengan tangan kosong. Sejarah mencatat bahwa keajaiban terjadi saat sepasang suami istri yang membawa bayi mulia Muhammad SAW kembali ke tempatnya, tiba-tiba semua kambingnya menjadi subur, air susu ibunya melimpah ruah, dan unta yang mereka kendarai melesat cepat jalannya hingga bisa menyusul rekan-rekannya yang lebih dulu pergi.
Rasulullah SAW berumur 5 tahun ketika kembali dalam pengasuhan sang ibunda tercinta dan harus menelan kepahitan lagi dalam waktu yang tidak lama karena sang ibu berpulang ke pangkuan Sang Pencipta. Selanjutnya Muhammad SAW kecil diasuh oleh sang kakek, yaitu Abdul Muthalib hingga beliau berusia 8 tahun dan juga harus merasakan kepedihan ditinggalkan orang tercinta, sang kakek yang begitu mencintai dan melindunginya wafat dalam usianya yang ke-80 tahun. Sebelum meninggal sang kakek sudah berwasiat agar Muhammad SAW diasuh oleh salah satu anaknya yang bernama Abu Thalib, yang merupakan putranya yang paling miskin saat itu. Abu Thalib juga adalah seorang pedagang dan Muhammad SAW yang masih berusia 12 tahun sudah diajak bepergian jauh untuk berdagang.
Ada kalanya seseorang lahir dalam kondisi atau lingkungan yang tampaknya berat dan keras untuk dijalani. Tapi itu semua adalah sebuah kondisi yang Allah tetapkan dan kehendaki secara presisi bagi orang per orang untuk sebuah tujuan tertentu. Bisa jadi kalau seorang Muhammad SAW lahir dari orang tua yang kaya raya dan lingkungan yang serba nyaman jiwanya tidak akan tumbuh menjadi seorang yang kokoh dan tangguh dalam kehidupan.
Allah punya tujuan di balik semua ciptaan, seringkali kita belum bisa membaca apa hikmah di balik ketetapan-Nya, maka kita selayaknya belajar ridha dengan rezeki dan kondisi apapun yang Allah berikan per hari ini dan kemudian bersyukur dengannya semampu kita.
(Disajikan ulang dari Pengajian Hikmah Al Quran : Hikmah Surat Al Baqarah yang disampaikan oleh Zamzam AJT)

Tuesday, July 15, 2014

Apa Itu Sufisme ?


Jika ada yang bertanya "Apa itu sufisme? "
Anda bisa menjawab, "Sufisme adalah ajaran yang menekankan pencarian Tuhan di dalam hati setiap manusia"

Sebagaimana sabda Rasulullah saw, "Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa kalian dan harta kalian akan tetapi Dia melihat kepada hati kalian dan perbuatan-perbuatan kalian." (HR Muslim)

Ada tiga cara untuk berusaha mengenal Tuhan melalui ciptaan-Nya:

1. Menyadari ada Tuhan di belakang setiap ciptaan.
    Ketika kita berinteraksi dengan pasangan, orang tua, tetangga, rekan sekerja dan lingkungan lain,  
    sadarilah bahwa tidak ada kata-kata yang keluar, tidak bahkan kedipan mata terjadi tanpa ijin-Nya.
    Manusia adalah makhluk yang sangat kompleks, setiap orang mempunyai latar belakang masing-  
    masing yang menempanya hingga menjadi pribadi yang sekarang ada. Oleh karena itu kita
    selayaknya mengembangkan sifat empati, toleran dan kasih sayang dalam menghadapi setiap
    orang, apalagi kepada mereka yang tampaknya menyakiti kita. Kita justru tidak menyakiti balik,
    karena perbuatan menyakiti orang lain apakah lewat perbuatan atau perkataan hanya
    mencerminkan hati yang belum sensitif terhadap cahaya Tuhan.
   
2. Berikutnya adalah memikirkan ciptaan-Nya yang tidak nampak di depan mata kita, mendoakannya
    dan menyikapinya dengan baik. Seorang Sufi adalah ia yang peduli dengan lingkungannya,
    masyarakatnya, negaranya juga kemanusiaan di manapun ia berada. Ia selalu berusaha berkata dan
    berbuat yang baik, mengembangkan senyuman di wajahnya yang merupakan pancaran dari lubuk
    hatinya. Ia kerja keras menjadi pemakmur bumi dan berlomba-lomba menyebarkan kebaikan
    sebanyak mungkin bagi sekitarnya.

"Barangsiapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat.
Barangsiapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat.
Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat.
Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu suka menolong saudaranya"
(HR Muslim)

3. Setelah kita melihat ciptaan-Nya yang jauh maupun dekat, tampak atau tidak; maka selanjutnya  
    kita melihat ke dalam diri. Menyadari bahwa setiap gerakan hati dan perasaan yang timbul dari hati
    nurani adalah petunjuk dari-Nya.
    Menyadari bahwa ada hati nurani yang kerap menyeru kita apabila kita melakukan sesuatu hal
    yang tidak pantas, ia yang berbisik "hei, ini salah.." "ini tidak pada tempatnya.." "ini adalah dosa"
    "engkau seharusnya berbuat lebih baik" dst.

Begitu pentingnya mendengarkan hati nurani, karena sebenarnya kalau kita mau jujur kepada diri sendiri maka kita akan menemukan bahwa kebenaran itu membawa pada ketenangan dan sebaliknya pembenaran yang kita lakukan akan membawa kita kepada kegelisahan.

Sebagaimana jawaban Rasulullah SAW kepada Wabishah ra yang bertanya bagaimana membedakan antara kebajikan dan dosa. Beliau menjawab, "Mintalah pendapat kepada hatimu dan mintalah pendapat pada jiwamu. Sesuatu itu adalah kebaikan bila ia membuat hati tentram, membuat jiwa tentram, sedangkan dosa membuat kegelisahan dalam hati dan kegoncangan dalam dada. Mintalah pendapat pada hatimu meskipun orang-orang telah memberikan pendapat mereka kepadamu tentang hal itu." (HR Ahmad)

Pesan yang diberikan melalui ajaran Sufisme adalah pesan keseharian, bukan sebuah doktrin atau tambahan kepada ajaran yang sudah ada. Apa yang dunia butuhkan saat ini adalah pesan tentang cinta, harmoni dan keindahan di sela-sela hingar bingar tragedi kehidupan.
Sufisme tidak mengada-adakan hukum baru, ia membangunkan sifat-sifat baik yang ada di dalam setiap manusia dengan mengajarkan toleransi, saling memaafkan, saling menghargai dan berempati.
Dengannya setiap orang melakukan kebaktian yang agung terhadap diri, sesama dan Tuhan dalam perdamaian agar dunia menjadi tempat yang lebih indah untuk kita tinggal bersama-sama.


Sumber :
1. http://wahiduddin.net/hik/hik_sufism_heart.htm : religion of the heart: teaching of Hazrat Inayat Khan
2. Kumpulan Hadits




Friday, July 11, 2014

Bukan Hak Manusia Mengatakan Seseorang Berdosa

Sesungguhnya bukan hak kita untuk mengatakan seseorang berdosa atau tidak, karena kita tidak pernah tahu persoalan dan kedalaman hati manusia, kita hanya bisa menempuh fenomena yang nampak secara syariat.
Jadi manusia itu hanya bertindak sebatas ada pelanggaran yang sifatnya fisik, tapi sekali-kali tak berhak mengatakan dia berdosa, karena pada prinsipnya kehidupan seorang manusia ada dalam genggaman Sang Pencipta.
(Disajikan ulang dari Pengajian Hikmah Al Quran : Hikmah Surat Al Baqarah yang disampaikan oleh Zamzam AJT)

Monday, June 30, 2014

Saat Gentar Dalam Kondisi Kekurangan

Menanti penyelesaian dari Allah adalah ibadah, barangsiapa rela dengan rezeki sedikit, maka Allah rela pula dengan sedikit amal yang dikerjakannya.
(Riwayat Ibnu Abud Dunya)
Rezeki itu Allah yang memberikan, lihat saja seorang bayi lahir tanpa membawa apapun dan tak berdaya. Dengan rahmat-Nya dia mejadikan kasih sayang yang membuat orang tua dan orang sekitarnya merawat sang bayi. Ketika bayi lahir ASInya tersedia, kalaupun ASI tidak didapatkan dari sang ibu bisa Allah hadirkan ibu sepersusuan atau diberinya orang tua rejeki untuk memberi susu bagi sang bayi tercinta.
Sesungguhnya kalau setiap manusia mau berserah diri seperti bayi yang tidak berdaya maka Allah sebenarnya selalu menjamin rejeki setiap orang. ASI yang keluar melalui ibu hanya simbol saja, dalam kehidupan selanjutnya akan ada bentuk 'ASI-ASI' lain asal kita memaksimalkan ikhtiar masing-masing.
Jadi, jangan gentar menghadapi kekurangan dalam kehidupan, jangan panik lalu grasa-grusu hutang sana-sini apalagi rebut hanya masalah ekonomi dalam rumah tangga, itu tidak baik. Kita punya Allah Yang Maha Memberi Rezeki, mintalah kepadanya baik-baik sambil terus ikhtiar tanpa harus ngoyo.
(Disajikan ulang dari Pengajian Hikmah Al Quran : Hikmah Surat Al Baqarah yang disampaikan oleh Zamzam AJT)

Monday, June 23, 2014

Memberi Dalam Kekurangan

"Akan tiba pada umat manusia suatu masa yang penuh kesulitan dimana seorang mukmin kikir dengan apa yang ada di kedua tangannya dan melupakan keutamaan."
(Rasulullah saw)
Tiada seorang pun kecuali akan didatangi masa sulit atau kekurangan.
Keuangan sedang mepet tiba-tiba Allah datangkan orang yang meminjam uang; Waktu sedang sibuk-sibuknya tiba-tiba orang tua minta diantar sana-sini; Badan sedang cape tiba-tiba tetangga datang minta tolong diantar hendak melahirkan.
Rasulullah saw mengingatkan bahwa manusia cenderung bersifat kikir dan enggan mengulurkan tangan saat berada dalam kesempitan, padahal itu justru merupakan keutamaan. Oleh karena itu salah satu sifat orang yang bertaqwa adalah mereka yang memberikan rezekinya di waktu lapang maupun sempit. Rezeki itu bermacam-macam bentuknya, tidak selalu berupa material, bisa jadi keluangan waktu, kekuatan fisik, kemampuan untuk mendengarkan dsb.
Maka berlomba-lombalah untuk berbuat kebajikan baik di saat lapang maupun sempit.[]
(Disajikan ulang dari Kajian Hikmah Al Qur'aan yang disampaikan oleh Zamzam AJT)

Friday, June 20, 2014

Mengapa Penting Mempelajari Sejarah

Manusia terlahir di dunia ini tidak lepas dari ordinat ruang dan waktu.
Kapan kita dilahirkan? Peristiwa apa yang mengelilingi kita? Apa jaman yang tengah dihadapi sekarang? Bagaimana masa lalu kita dan orang tua?
Suka atau tidak suka, kita semua terikat dengan sejarah masing-masing. Oleh karenanya tidak bisa menutup mata, cuek terhadap sejarah atau bahkan mencoba memotong sejarah masing-masing dengan alasan 'terlalu kelam untuk diingat', karena sesungguhnya setiap penggal kehidupan kita sangat berharga dan tidak ada yang sia-sia karena semua datang dari desain Sang Maha Pencipta.
Di kitab suci pun kita menemukan banyak kisah tentang Nabi, Rasul dan para Shiddiqin, karena semua itu memberikan bekal dan arahan untuk kita dalam menghadapi kehidupan. Akan tetapi kebanyakan manusia terperangkap oleh urusan per hari ini, kesibukan hari ini, butuh uang hari ini dan setan pun akan sibuk menutup pandangan kita dari melihat permasalahan secara utuh agar kita pontang-panting menghabiskan usia hanya dengan disibukkan dengan urusan dunia yang tidak ada habis-habisnya.
Penting untuk belajar sejarah, karena itu memberikan visi dan kita bukan sekedar belajar data sejarah, peradaban dan berjuang memperbaiki masyarakat tapi mencari sesuatu yang ada sentuhan Tuhan di dalam sejarah itu, jadi target kita adalah Allah-nya, kita berjuang untuk mencintai dan dicintai oleh-Nya.
(Disajikan ulang dari pengajian Hikmah Al Qur'an yang disampaikan oleh Zamzam AJT)

Wednesday, June 18, 2014

Jalan Memperbaiki Hidup

"Barangsiapa memperbaiki hubungannya dengan Allah, maka Allah akan memperbaiki hubungannya dengan manusia."
(Rasulullah saw)
Kita semua punya masalah dalam kehidupan, ada yang bermasalah dengan pasangannya, anaknya, tetangganya, mertuanya, rekan sekerjanya; ada yang terlilit hutang; ada yang tidak betah dalam pekerjaan; ada yang gelisah menanti jodoh; ada yang cemas menghadapi ujian dan lain sebagainya.
Orang yang mengandalkan usahanya akan langsung sibuk mencari penyelesaian yang bersifat horizontal; yang bermasalah dengan pasangan mungkin mencari konselor pernikahan; yang punya hutang mungkin sibuk meminjam kesana-kemari; yang menanti jodoh mungkin sibuk memasang profil di biro jodoh atau mendadak rajin ikut pengajian di mesjid, apapun itu masing-masing seperti panik ingin segera melepaskan diri dari masalah yang tengah dihadapinya.
Orang yang cerdas dan tauhidnya kuat adalah mereka yang respon pertamanya menghadapi masalah adalah dengan menjerit kepada Sang Pemberi masalah. Tak mengapa jika kemudian ia pun berikhtiar sana-sini, namun hatinya sudah keburu ditambatkan pada Yang Maha Kuasa menghilangkan masalah itu dari kehidupannya.
(Kajian Kitab Al Hikam)

Mencari Nada Pribadi

Dunia dan kehidupan yang berjalan di dalamnya adalah bagaikan sebuah simfoni yang agung, maka tujuan utama setiap ciptaan adalah untuk menyempurnakan penciptaan simfoni ini.
Manusia menghabiskan tahun demi tahun dalam hidupnya, kebanyakan dalam keadaan tidak bahagia, tidak menemukan kebahagiaannya yang hakiki, senantiasa merasa ada ruang hampa dalam hati terdalam yang seringkali tidak dapat dijelaskan. Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya setiap jiwa mengetahui bahwa dirinya diciptakan untuk menyanyikan suatu nada tertentu dalam hidup yang sekali ini, dan apabila nada itu belum ditemukan maka sang jiwa tidak akan pernah merasakan kebahagiaan sejati.
Tidak ada satu jiwa pun yang berkata "Aku telah puas dalam kehidupan ini, aku tidak mempunyai keinginan lagi." Siapapun dia, apapun statusnya, baik ia kaya atau miskin, berada dalam kelimpahan atau berkubang dalam kekurangan, dalam semua kondisi kehidupan - manusia dalam hati yang paling dalamnya akan merasakan suatu kerinduan, menunggu sesuatu.
Apa sesungguhnya yang ia nantikan?
Yaitu untuk memenuhi misi hidupnya masing-masing. Suatu momen sakral manakala sang jiwa berhasil menemukan nada pribadinya dalam konstelasi harmoni simfoni semesta.
Selama manusia belum menemukan misi hidupnya, maka ia belum memainkan nada universal yang telah digariskan dan inilah sebenarnya tragedi terbesar dalam hidup. Karena sesungguhnya jika seseorang belum diberi rahmat Tuhan mengenali misi tersebut maka hidupnya hanya akan terombang-ambing dari satu kejadian ke kejadian lain sambil kehilangan maknanya yang terdalam. Ia akan dilanda kebingungan dan kehampaan di dalam hatinya.
Maka terbekatilah ia yang Tuhan berikan jalan mengenali jati diri sejatinya, menemukan nada pribadinya dalam semesta dan menjalankan misi hidupnya di dunia ini.[]
(Hazrat Inayat Khan)

Ketika "Aku" Menghilang

Sufi sejati adalah seseorang yang berjuang untuk mengecilkan egonya setiap saat, hingga 'Bagaikan unta memasuki lubang jarum' (Al Qur'an).
Apa yang dimaksud dengan egoisme?
Yaitu apapun, baik itu pikiran, tindakan, sikap yang mementingkan diri sendiri. Ini untuk'ku', ia milik-'ku', 'aku' tersinggung', bukan 'gue' banget, bukan tipe'ku', suami-'ku', anak-'ku', harta-'ku' ..dan banyak 'aku'-'aku' yang lain. Apapun yang berfokus pada si 'aku'.
Di sisi lain adalah wajar jika setiap manusia memiliki ketertarikan dan kemelekatan pada apapun yang disukainya. Pada saat yang bersamaan ketergantungan hatinya pada obyek-obyek itu membuatnya merasa was-was, takut, khawatir akan kehilangan hal yang dicintai hingga hidupnya tidak tenang.
Lalu, bagaimana seseorang bisa menjembatani kedua hal tersebut?
Seorang Sufi dapat lebih ringan melaluinya dengan cara BERSERAH DIRI, meleburkan diri untuk tiada. I AM NOTHING, I AM NO ONE.
Seperti yang Syamsuddin Tabrizi katakan, "Manakala diri sendiri tiada, maka Allah akan muncul..."
(Terjemahan bebas dari 'Practical Sufism' oleh Syaikh Kabir Helminski)

Melatih Fokus Diri

Seorang salik adalah ia yang sedang melatih dirinya untuk fokus, melayani hidangan Allah yang sedang hadirkan di hadapannya.
Pada intinya setiap orang akan memberi perhatian penuh pada hal-hal yang ia anggap penting dalam hidupnya, maka coba perhatikan dalam-dalam hal apa saja yang selama ini menarik perhatian kita masing-masing.
Untuk melihat apa yang mendominasi hati dan pikiran kita mudah sekali, perhatikan saat kita sedang sholat, apa yang sering melintas dalam kepala atau hati kita? Apakah pekerjaan? Urusan rumah tangga? Keuangan? Anak? Apapun bayangan yang terpantul dalam pikiran kita adalah cerminan atas hal-hal yang mendominasi hati pada saat itu. Padahal saat sholat semestinya kita mendedikasikan waktu yang 'hanya' beberapa menit itu untuk berkomunikasi dengan Allah Ta'ala semata.
Melatih konsentrasi saat sholat kita juga bisa terapkan untuk fokus dalam keseharian, misalkan kita sedang mengikuti pengajian atau paparan seorang guru di sebuah ruangan, biasanya bila ada sahabat lain yang masuk kemudian ke dalam ruangan kita secara refleks akan mengalihkan wajah kita menoleh kepadanya. Nah, bayangkan apabila kita sedang diajak berbicara oleh Allah Sang Penguasa langit dan bumi kemudian kepala kita tolah-toleh kesana-kemari tertarik oleh berbagai obyek yang melintas dalam hati, bagaimana kiranya perasaan-Nya?
Maka kita mulai berlatih untuk fokus kepada hal-hal yang sedang kita hadapi, pada sesuatu yang kita anggap penting bagi dunia dan akhirat. Kita berlatih untuk tidak mudah teralihkan perhatiannya kepada hal yang bukan tujuan utama. Berlatihlah dari hal yang halus dan terlihat 'kecil' dengan demikian kita sudah membiasakan diri menjaga pintu hati masing-masing.
(Syaikh Kabir Helminski)

Wednesday, June 11, 2014

Surat Perdamaian Nabi Muhammad saw kepada Biara St. Catherina

Nabi Muhammad saw dalam suratnya kepada Biara St.Catherina berjanji:

Ini adalah sebuah pesan dari Muhammad ibn Abdullah, sebagai sebuah janji kepada mereka-mereka umat kristen, jauh dan dekat, kami (Nabi/Muslim) bersama mereka (Umat Kristen)

Sesungguhnya aku, pembantu-pembantuku, penolong-penolongku, dan pengikutku akan membela mereka (Umat Kristen), karena umat kristen adalah wargaku. dan demi Allah, aku menentang siapa pun yang membuat mereka tidak senang.

Tidak ada paksaan bagi mereka. Tidak pula bagi hakim-hakim mereka untuk dilepaskan dari pekerjaan mereka atau pun pendeta-pendeta mereka diusir dari biara-biara mereka. Tidak ada satu pun orang yang boleh menghancurkan tempat peribadatan mereka, merusak, atau mengambil sesuatu darinya untuk di bawa ke rumah-rumah Muslim

Siapa pun dari mereka melanggar hal-hal tersebut, dia akan melanggar Janji Allah dan durhaka kepada Nabinya. Sesungguhnya, mereka (Umat Kristen) adalah sekutuku dan mendapat perlindunganku dari semua hal yang mereka tidak sukai.

Tidak ada satupun yang dapat mengusir atau memaksakan mereka (umat Kristen) untuk berperang. Muslim harus berpihak kepada mereka (Umat Kristen). Jika seorang wanita Kristen menikahi pria Muslim, tidaklah dia dapat memaksakan kehendak tanpa persetujuannya. Wanita tersebut tidak dapat dilarang untuk mengunjungi gereja di mana dia berdoa. Gereja-gereja mereka harus dihormati. Mereka tidaklah boleh dicegah untuk memperbaiki gereja-gereja mereka ataupun menganggu kesucian dari kitab-kitab suci mereka.

Tidak ada satu pun bangsa (muslim) yang dapat melanggar janji ini sampai hari kiamat.


***

Tuesday, June 10, 2014

Ketika 'Aku' Tiada

Sufi sejati adalah seseorang yang berjuang untuk mengecilkan egonya setiap saat, hingga 'Bagaikan unta memasuki lubang jarum' (Al Qur'an).
Apa yang dimaksud dengan egoisme?
Yaitu apapun, baik itu pikiran, tindakan, sikap yang mementingkan diri sendiri. Ini untuk'ku', ia milik-'ku', 'aku' tersinggung', bukan 'gue' banget, bukan tipe'ku', suami-'ku', anak-'ku', harta-'ku' ..dan banyak 'aku'-'aku' yang lain. Apapun yang berfokus pada si 'aku'.
Di sisi lain adalah wajar jika setiap manusia memiliki ketertarikan dan kemelekatan pada apapun yang disukainya. Pada saat yang bersamaan ketergantungan hatinya pada obyek-obyek itu membuatnya merasa was-was, takut, khawatir akan kehilangan hal yang dicintai hingga hidupnya tidak tenang.
Lalu, bagaimana seseorang bisa menjembatani kedua hal tersebut?
Seorang Sufi dapat lebih ringan melaluinya dengan cara BERSERAH DIRI, meleburkan diri untuk tiada. I AM NOTHING, I AM NO ONE.
Seperti yang Syamsuddin Tabrizi katakan, "Manakala diri sendiri tiada, maka Allah akan muncul..."
(Terjemahan bebas dari 'Practical Sufism' oleh Syaikh Kabir Helminski)

Wednesday, April 16, 2014

Apakah Benar Kita Sudah Beragama?

Di dalam Al Qur'an, Bani Israil diperintahkan untuk memasuki kota yaitu Baitul Maqdis atau Yerusalem, tanah yang dijanjikan Allah kepada mereka. Baitul Maqdis artinya rumah yang dikuduskan, sebuah rumah menjadi kudus (suci) karena adanya Ruhul Qudus, singkatnya demikian.
Hal ini berlaku bagi kita semua, namun rumah mana yang dimaksud?
Itulah qalb yang ada dalam diri kita masing-masing.
Artinya diri kita harus bergerak dari yang sebelumnya dikuasai oleh syahwat dan hawa nafsu menjadi ke qalb sebagai pemimpinnya.
Kalau kita masih dikuasai oleh kesenangan pada makanan, seksual, harta benda dan semua hal yang bersifat material, ingin dihargai, ingin dihormati, khawatir esok hari, takut miskin, takut dikatakan sebagai orang yang tidak mampu dsb maka pertanda diri masih dikuasai oleh hawa nafsu dan syahwat. Pada saat itu maka merekalah tuhan-nya, yang mengatur gerak dan aspek kehidupan.
Adapun Ad Diin atau agama itu letaknya di qalb (hati), jadi orang sebenarnya belum dikatakan beragama selama masih menggunakan selain qalb sebagai imam.

(Zamzam AJT)

Sunday, March 30, 2014

Sikap Yang Terbaik Saat Menunggu Terkabulnya Doa

Dalam hidup kita harus belajar berserah diri kepada Allah Ta'ala, belajar bertaqwa, hanya dengan demikian maka lama-kelamaan hakikat hidup akan terbuka. Toh pada kenyataannya hidup tidak ada yang mulus terus, pasti ada hal yang tidak menyenangkan, pasti ada pertarungan batin. Karena semua manusia dalam berbagai tingkatan, mau miskin atau kaya, kuat atau lemah, setiap orang diberi kurikulum kehidupan oleh Allah Ta'la, sungguh dia akan dibuat menabrak 'dinding' hingga menyerah.
Adapun hawa nafsu dan syahwat inginnya ke kiri atau kanan, akan tetapi Allah berkehendak lurus, kan sudah ada benturan disana. Jadi kalau kita tidak belajar untuk menundukkan hawa nafsu dan syahwat kita untuk berserah diri kepada takdir-Nya maka tidak akan pernah terbuka rahasia Allah Ta'ala. Hanya dengan menerima ketetapan-Nya maka pengetahuan tentang kehidupan mulai terbuka bagi kita.
Misalkan seseorang sangat ingin memiliki rumah, pasangan, pekerjaan baru dan lain sebagainya, saat menunggu itu kan bisa membuat ia tersiksa, keinginan itu bisa menyeret seseorang pada masalah yang sebenarnya dibangun oleh dirinya sendiri. Akan tetapi kalau menjalaninya kita ikhlas menerima apa yang Allah berikan nanti sejatinya hidup akan terbuka. Akhirnya sudah tidak ada lagi prasangka buruk kepada Allah Ta'ala karena ia melihat semua yang datang dari-Nya hanya kebajikan semata.

(Dari Pengajian Hikmah Al Quran yang disampaikan oleh Zamzam AJT)

Agar Rezeki Makin Mengalir

"Di antara manusia ada orang-orang yang dianugerahkan rezeki yang banyak." (Al Hadits)

Rezeki itu banyak bentuknya, bisa jadi harta benda, keluangan waktu, kemampuan untuk mendengarkan orang dengan baik, mengasuh anak, membersihkan ruangan, kepandaian menulis, raga yang sehat dll. Kita wajib menginfaqkan apa yang Allah infaqkan jadi dialirkan terus. Kalau kita membendung apa yang Allah alirkan maka bisa mengundang bencana. Rasulullah saw bersabda, "Selama dia mengalirkan untuk orang lain, ia akan dipercaya untuk dititipkan rezeki itu."

Berinfak itu merupakan realisasi dari Sifatnya Ar Rahman. Jika kita melatih untuk bersifat pemurah, banyak shodaqoh, infaq, zakat, menyebarkan senyuman, kebaikan dan memberikan bantuan untuk orang lain, itu adalah bukti di dalam dirinya sudah tumbuh pengetahuan tentang itu. Niatkanlah semua itu untuk mendapatkan ridha Allah, jadi bukan sekedar menolong seseorang agar orang itu di kemudian hari menolong balik, itu pamrih namanya. Seharusnya kita menolong dengan niatan semoga Allah menolong saya, kita menyantuni orang lain dengan harapan semoga Allah menyantuni saya, kita memaafkan orang lain semoga Allah pun berkenan memaafkan saya. Jadi semua amalan itu kita jadikan jalan agar kita menuju Allah Ta'ala.

Sungguh tidak akan pernah miskin mereka yang menolong orang lain. Dimulai dengan kita memulai hari dengan yang baik, itu kenapa kita dianjurkan untuk sholat Dhuha, karena kita mensyukuri raga kita sebelum kita pergunakan untuk bekerja. Shalat Dhuha itu indah sekali.

Rasulullah saw bersabda:
" Pada setiap persendian kalian harus dikeluarkan sedekahnya setiap pagi; Setiap tasbih (membaca subhanallah) adalah sedekah, setiap tahmid (membaca Alhamdulillah) adalah sedekah, setiap tahlil (membaca Lailaha illallah) adalah sedekah, setiap takbir (membaca Allahu Akbar) adalah sedekah, amar bil ma'ruf adalah sedekah, nahi ‘anil munkar adalah sedekah. Semua itu dapat terpenuhi dengan (shalat) dua rakaat yang dilakukan di waktu Dhuha." (HR. Muslim, no. 1181)

(Dari Pengajian Suluk yang disampaikan oleh Zamzam AJT)

Friday, February 28, 2014

Mengenal "Sang Khazanah Tersembunyi"

"Aku adalah Khazanah Tersembunyi (Khanzun Mahfiy), dan Aku rindu untuk dikenal.
Lalu Aku ciptakan alam ciptaan sehingga Aku dikenal."
(Hadits Qudsiy)

Syekh Najmuddin Al Qubra dalam Kitab Adab Al Suluk berkomentar tentang ini, bahwa yang dimaksud perjalanan untuk menyingkap Sang Khazanah Yang Tersembunyi berarti hati manusia akan dikonfrontasi oleh berlapis jenis hijab, halangan, tantangan dan terpisah oleh jarak yang jauh.

Disebutkan juga bahwa hijab pertama yang harus disingkap dan merupakan hijab yang terbesar adalah diri sendiri. Oleh karena itu dikatakan "Barangsiapa yang mengenal dirinya akan mengenal Rabbnya", karena memang pengenalan akan diri yang sejati, bukan diri bentukan yang terdidik sekian lama oleh hawa nafsu, syahwat dan sayyiah orangtua dan lingkungan.

Hijab pertama ini yang menyebabkan seseorang meragukan Tuhan dalam berbagai aspek kehidupan, ia mempertanyakan "mengapa begini? mengapa begitu? " beranggapan bahwa ide dan pikirannya lebih baik daripada rencana Tuhan. Ciri lainnya adalah ia harus pontang-panting menerima kenyataan hidup yang seringkali menjegal keinginannya yang kebanyakan berdasarkan hawa nafsu dan syahwat seraya mengeluh bahkan marah kepada Tuhan.

Saat seseorang masih berat hati menjalani kehidupan,
Saat dia masih dibuat galau oleh kenyataan dunia
Saat dia masih dibuat gentar akan hari esok
Itulah tanda masih tebal ketertutupan hatinya (kafara), inilah kekafiran yang sesungguhnya
Hijab hati yang paling gelap
Sungguh patut kita istighfari dengan serius…[]

Monday, February 17, 2014

Apa Pentingnya Shalat?

"…dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat…" 
(QS Al Baqarah [2]: 43)

Kenapa di dalam Al Qur'an selalu dikaitkan antara shalat dan zakat?

Kalau kita bicara iman dan amal sholeh, maka wakil ibadah mahdhoh dari keimanan adalah shalat, sedangkan wakil ibadah mahdhoh dari amal shaleh adalah zakat.

Apa pentingnya shalat?

Pada hakikatnya shalat adalah untuk si hamba bukan untuk Allah, karena Allah tidak perlu dipuja manusia, Dia Yang Maha Mulia. Adapun kita shalat adalah agar jiwa kta terhubung kepada Allah Ta'ala, Yang Maha Hidup, Maha Ilmu, Maha Menuntun.

Namun, apabila baru menegakkan shalat, kita seperti baru menegakkan sendi keimanan, harus dilengkapi dengan beramal shaleh, bentuknya macam-macam, bisa menolong orang, bersedekah, berkorban, dan semua itu adalah justru dipersembahkan untuk Allah Ta'ala. Keduanya : shalat dan zakat, saling berkaitan untuk mensucikan jiwa manusia.

Jadi kalau sudah sekian lama kita mengerjakan shalat tapi jiwa masih tertutup, masih buta terhadap kehidupan, dibuat bingung dan pusing dengan masalah yang ada, bisa jadi penanda bahwa shalat kita belum tegak dan belum ikhlas mengerjakannya.[]

Friday, February 14, 2014

Gelapnya Hari Esok Menjadikan Kita Manusia Yang Sempurna

Hari esok memang gelap, tapi kita tetap harus berencana, memberikan hak bagi pikiran kita, karena pikiran akan cenderung lari kemana-mana kalau tidak diberikan haknya dengan baik. Jangan pula kita terikat dan dihantui trauma masa lalu, itu tidak boleh dalam suluk.

Manusia kalau diberikan kepastian dalam persoalan cenderung tidak akan fakir hatinya, justru dengan kegelapan itu membuat mereka menemukan Tuhan, mereka menjadi bersimpuh tidak berdaya dalam kehidupan. Kita kan tidak pernah tahu apa yang akan terjadi esok, adapun kita sebatas merencanakan, makanya niat baik pun diberi pahala, padahal baru sebatas niat.

Sekali lagi, kita berkiprah di saat ini, di hari ini, gelapnya masa depan justru akan membuat kita memohon pertolongan kepada Allah, siapa lagi coba yang senantiasa siap menolong kita? Jibril as? Nabi as ? Pasangan ? tidak ada, hanya Allah Ta'ala yang memandu kita, DIa yang selalu mendengar bisikan bahkan bisikan yang terhalus yang ada dalam hati kita yang bahkan makhluk lain tidak ketahui.

Maka tidak bisa hidup itu harus selalu sesuai dengan rencana kita, pasti akan ada benturan, ada hambatan, ada tantangan, karena natur ketidakberdayaan harus ada. Kita memang merencanakan, tapi itu semata-mata hanya memberikan hak pikiran saja, kalau nggak kita akan goncang menghadapi kehidupan. Kalau niat kita mencari Allah, maka apapun yang kita dapatkan esok hari, yang saat ini masih gelap, itu semua adalah rezeki lahir dan batin.[]

Monday, February 10, 2014

Jangan Menengok Ke Belakang

Dalam hidup kita akan diperjalankan dari satu episode ke episode yang lainnya. Seperti halnya Bani Israil yang dihijrahkan bersama Musa as, meninggalkan zona nyamannya di negeri Mesir.

Namun tidak sedikit manusia yang mengeluh pada saat dihijrahkan lalu membandingkan kehidupannya dengan yang lalu. 'Menengok ke belakang' tidak diperbolehkan dalam kondisi seperti ini, konsekuensinya akan 'ditenggelamkan' seperti halnya istri Nabi Nuh as yang ditenggelamkan karena tidak taat kepada suami dengan menengok ke belakang.

Hati-hati, jangan membanding-bandingkan masa lalu dengan sekarang, kita yang nyata adalah yang hari ini, jangan sedikit-sedikit berkata "Aduh, saya dulu begini-begitu..sekarang kok menderita" dsb. Bersabarlah menyambut ketetapan-Nya []

Monday, January 20, 2014

Aktifkan Pikiranmu!

Pikiran itu rajanya jasad, sehingga kita harus punya kegiatan untuk mengaktifkan pikiran, sebab kalau pikiran tidak digunakan dalam hal yang produktif dia akan cenderung ingin ini-itu, syahwat dan hawa nafsunya yang berkembang.

Silahkan diamati pekerjaan atau kegiatan apa yang kita sukai, bisa jadi menulis, membaca, merawat bonsai itu semua kan tidak mudah ada ilmunya. Apapun itu berikan pikiran kita haknya. Bagi yang kerja di kantor atau di rumah, jangan jadikan hari-hari berlalu hanya sebagai rutinitas saja tanpa ada usaha untuk menghidupkan pikiran kita. Pelajari dengan baik apa saja yang dirasa perlu, tua muda sama saja.

Pengalaman saya manakala belajar bidang yang disukai, kita akan tenggelam betul, bisa berjam-jam mempelajarinya, tapi saat tidak ada kerjaan, santai lihat tv sambil tiduran lalu ngantuk. Hati-hati, kebanyakan tidur bisa mematikan hati, kata Rasulullah.
Mari kita mulai dari saat ini juga, dengan hal yang simpel, sembari berdoa "ya Allah, ilhamkan kepadaku sesuatu yang akan memberi manfaat dunia dan akhirat pada pikiran saya..."

(Zamzam AJT)

Friday, January 17, 2014

Menguji Kemurnian Hati

Semua orang akan diuji kadar kemurnian dalam mencari Allah Taála. Kalau kita tidak ikhlas mengabdi kepada Allah akan banyak terjebak dalam kehidupan. Misal seseorang pontang-panting di bidang matematika hingga dia berhasil, seharusnya yang menjadi target utama adalah apakah setiap langkahnya membuat ia semakin dekat hatinya kepada Allah Taála, adapun keberhasilan, kekayaan dan sebagainya hanya oleh-oleh semata, toh rezeki kita bukan dari bidang-bidang yang kita tekuni, rezeki kita dari Allah Sang Maha Pemberi Rezeki.

Coba sahabat introspeksi dan lihat ke dalam diri, kalau masih merasa bangga bisa berbuat sesuatu, senang dipuji, merasa diri hebat dan pintar, lebih baik dari orang lain dan menganggap rendah orang lain, itu ciri kita terjebak pada waham sendiri dan masih belum murni pengabdiannya. Tapi apabila kita mengerjakannya dengan didampingi munajat, tahajud, rendah hati, merasa bergantung penuh kepada Allah, maka tercapailah tujuan utamanya.


(Zamzam AJT)

Fokus Di Bidangnya Masing-Masing

Setiap orang pasti Allah berikan kesukaan di bidangnya masing-masing, entah itu dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, sastra, seni, lingkungan, sains dsb. Seyogyanya masing-masing berusaha penuh dalam bidangnya itu, jangan setengah-setengah belajarnya, harus optimal - apalagi natur kehidupan itu tidak mudah. Allah Taála memberi arahan bahwa setelah "kesulitan"baru ada "kemudahan". Hanya memang seringkali upaya memberikan ikhtiar yang sebaiknya ini juga dihambar dengan rasa malas, ini yang pertama kali harus diperjuangkan oleh diri sendiri, tidak bisa menggantungkan diri kepada orang lain.

Seseorang harus kerja keras di bidangnya masing-masing hingga menemukan apa yang berharga, dalam menempuh setiap kesulitan kita memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala, mungkin hingga menemukan teori dan pemikiran yang merupakan terobosan di bidangnya masing-masing, tapi itu pun hanya oleh-oleh saja sebenarnya, karena yang sejatinya kita dapatkan adalah kedekatan kepada Allah Ta’ala melalui munajah kita. Melalui bidang itu kita menjadi punya cara untuk berkomunikasi dengan Allah Ta’ala.


(Zamzam AJT)

Wednesday, January 15, 2014

Hati-Hati Menggunakan Firasat

Hati-hati dalam menggunakan firasat, kita harus belajar dulu sampai ke tahapan diridhai Allah, baru akan terasa mana yang haq (benar) dan mana yang tidak. Kalau dalam hati kita masih tercampur aduk bisa berbahaya, kita bisa mengira sesuatu itu haq padahal batil dan sebaliknya. 

Jadi tumbuhkan titik ridha dulu, cinta kepada Allah Ta’ala, karena itu tanda Allah ridha kepada kita. Entah apa yang membuat Dia ridha, kita hanya tiba-tiba dibuat mencintai-Nya, mencintai kehendak-Nya, mencintai ketetapan-Nya, memang bukan kita yang aktif, diberi begitu saja. Maka berbuat kebajikanlah banyak-banyak.

Tentang kebajikan (al birr) lihat QS Al Baqarah ayat 177.
...Kebajikan itu ialah orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan, peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan masa peperangan. 


(Zamzam AJT)