Sunday, July 31, 2016

Bolehkah Berdoa Sambil Memaksa?

"Wahai guru, bolehkah kita memaksa Tuhan dengan terus menerus berdoa meminta hal yang sama sedemikian rupa hingga siapa tahu suatu saat Dia akan mengabulkannya?"
"Anakku yang baik, gerak hati untuk meminta kepada Dia Sang Pencipta dan Penguasa seluruh alam adalah hal yang baik. Kebanyakan orang malah lalai meminta kepada-Nya dan menganggap diri dan kehidupannya dalam genggamannya sendiri.
Namun ketahuilah bahwa doa yang kita panjatkan berfungsi sebagai tonggak pengukur sejauh mana keinginan kita sesuai dengan keinginan-Nya. Jadi ketika doa dikabulkan itu semata-mata karena pas keinginan kita dengan karsa Sang Gusti, itu kenapa doa nabi-nabi dan para orang sholeh dikatakan makbul, karena mereka hanya meminta apa-apa yang memang Dia kehendaki. Adapun ketika seorang manusia telah berdoa namun dirasa belum dikabulkan juga kemungkinannya dua hal: bisa jadi saat pengabulannya belum tiba atau dikabulkan dalam bentuk yang lain. Karena permohonan kita pasti Ia penuhi, seperti janjinya yang tertuang dalam Al Qur'an, "Berdoalah kepada-Ku maka akan Aku kabulkan."
Doa yang baik adalah doa yang dipanjatkan dari hati yang berserah diri atau kalaupun hati dirasa kalut oleh sergapan keinginan hawa atau syahwat yang menggelora setidaknya selipkan seutas harapan bahwa sang pendoa akan tunduk pada jawaban doa berbentuk apapun yang Allah ridhoi. Karena sekuat apapun keinginan kita takkan mampu mengoyak tirai takdir-Nya."[]

Wednesday, July 27, 2016

Pernikahan Sebagai Sarana Olah Jiwa

Kita sering mendengar peran penting seorang perempuan sebagai pilar dalam keluarga juga dalam masyarakat dan bernegara. Namun tidak banyak yang menyadari apa arti menjadi sebuah pilar. Bahwa ia harus berdiri kokoh dalam menanggung beban tertentu.

Saat seorang perempuan menerima pinangan seseorang dan melalui walinya melakukan ijab qabul dalam sebuah ritual pernikahan yang sakral, saat itu pula ia mengakadkan dirinya untuk bersiap menanggung beban, karena apapun yang dibawa melalui suaminya- berbagi kesulitan hidup, menanggung beratnya kehamilan dan mengurus anak, semuanya adalah bagian dari sebuah pernikahan.

Tugas perempuan untuk me-manage semua masalah hidup yang datang dalam rumah tangga dan menjadi penyangga yang baik, menenangkan suami saat kondisi keuangan sedang prihatin dan berusaha mengatur pengeluaran dengan terencana; mengurus tetek bengek urusan rumah tangga dan anak-anak yang jumlahnya tak terhitung itu, oleh karenanya otak perempuan didesain bisa melakukan "multi tasking", perempuan bisa melakukan lebih banyak hal dalam waktu satu jam dalam urusan rumah tangga dibandingkan laki-laki. Saat suami lelah apalagi ada masalah di pekerjaan, maka sang istri meraih seraya menenangkannya, karena sekuat-kuatnya seorang laki-laki ia tetap membutuhkan seseorang yang ikut meringankan bebannya.

Setiap perempuan harus mengerti betul mengenai hal ini. Pernikahan harus dipandang sebagai jalan mendidik jiwa, bukan hanya sekadar kisah romantis seperti yang kerap digambarkan di layar kaca, and it's definetely not a walk in the park. Anda akan mengalami jatuh bangun dan menanggung berbagai perasaan yang tidak menyenangkan saat melakoninya, dan Anda harus bisa berkata kepada diri sendiri "it's okay". Justru saat kita merasakan kesakitan meregang semua penderitaan itu pada saat yang sama otot sabar dan syukur kita sedang dikembangkan. Pun kejenuhan dan kesulitan saat berinteraksi saat pasangan bukan berarti menjadi akhir dari penyatuan suci sebuah pasangan. Seperti yang dikatakan oleh Jalaluddin Rumi "I know you're tired. but come this is the way!"

(Adaptasi dari "Marriage", M.R. Bawa Muhaiyyaddeen)

Tuesday, July 26, 2016

Cara Mempersiapkan Kematian

"Wahai guru, kematian adalah hal yang pasti datang menjemput setiap insan, lalu bagaimana sebaiknya kita mempersiapkan kedatangannya?"

"Anakku yang dirahmati Allah, kiranya Dia sedang melimpahkan sinar tauhidnya kepadamu karena tidak banyak manusia yang mengingat satu hal yang pasti merenggut mereka dari apapun yang tengah mereka kerjakan ini.

Manusia terbagi tiga golongan berdasarkan penyikapannya menghadapi kematian:

Ada yang acuh tidak mau tahu, ia seolah menutup telinga saat mendengar kabar tentang kematian. Jiwanya masih tertawan kuat oleh dunia, pikirannya masih terberati dengan kekhawatiran akan bagaimana kondisi orang-orang yang disayanginya jika ia tiada; kemana harus ia harus mendistribusikan kekayaannya, apa yang harus ditinggalkan untuk keluarganya. Pikirannya akan disibukkan sedemikian rupa oleh kepayahan mengurus dunia - padahal Allah Ta'ala sudah kadar sedemikian rupa - sehingga manakala maut datang menjemput lisannya akan sulit untuk mengucap "laa ilaaha ilallah" karena 'ilah-ilah'(tuhan-tuhan) selain Allah yang sedemikian mendominasi hatinya.

Ada golongan manusia yang telah mulai menempuh jalan pertaubatan. Kematian bagi mereka bagaikan bel yang berdentang keras sebagai pengingat bahwa kapal akan segera berlayar menuju kehidupan yang berikutnya, maka mereka bergegas banyak-banyak memohon ampun dan memperbaiki kehidupan mereka manakala mereka mengingatnya. Akan tetapi seringkali golongan yang kedua ini tenggelam dalam kesibukan waham dirinya masing-masing.

Ada pula golongan manusia yang benar-benar menantikan saat kematian sebagai momen berjumpa dengan Sang Kekasih. Mereka adalah orang-orang yang sudah mati sebelum mati, kehidupan mereka bagaikan orang yang jasadnya telah mati dan tengah dimandikan di tangan Sang Pencipta. Mereka sudah mati dari kehendak hawa nafsunya sehingga kehendaknya seirama dengan kehendak Allah, mereka adalah orang-orang yang dikatakan dalam hadits qudsi, Allah menjadi penglihatannya yang dengannya ia melihat, sebagai gambaran hubungan yang demikian intim antara hamba dengan Rabbnya.

Anakku, engkau harus berjuang dalam kehidupan ini untuk menundukkan dirimu sendiri, ia adalah penghalang terbesar antara dirimu dengan Tuhanmu, Sang Pemilik kebahagiaan sejati. Caranya dengan menerima dan melakukan setiap amanah yang ada di tanganmu per hari ini dengan baik, dengan penyikapan yang baik lahir dan batin. Hanya dengan demikian maka benih yang ada dalam hatimu akan tumbuh berkembang dan pada saatnya menghasilkan buah-buahan yang akan menyenangkan Sang Penanam Benih. Demikianlah cara terbaik mempersiapkan menyambut saat kematian, saat perpindahan kita ke alam lain, dengan berjuang menumbuhkan benih diri dengan baik dan benar. Karena apabila dekat saat kematian sedangkan benih diri kita lalai untuk dipupuk dan disiram selama kurun waktu hidup yang diberikan sebelumnya, maka permohonanmu kepada Allah untuk menumbuhkan benih dalam waktu yang singkat akan sia-sia dan engkau akan kembali kepada-Nya dengan tangan hampa. Sungguh merugi. Maka bangkitlah anakku dari keterpurukanmu, singkirkan selimut kemalasanmu yang selama ini membalut dirimu, jadilah pejuang yang baik dalam kehidupan. Semoga Allah Ta'ala menolongmu. Aamiin."

Monday, July 25, 2016

Kekayaan Suami Istri Yang Hakiki

Sepasang suami istri hendaknya mencari kekayaan yang hakiki dan bersifat lebih abadi, apakah kekayaan yang dimaksud?
Apapun aset yang bersifat material hanya datang dan pergi; ia bisa hilang dicuri, digerus oleh zaman dan yang pasti tidak akan dibawa ke alam berikutnya, malah banyak ditemui dengan berlimpahnya aset material hanya membawa malapetaka dan sumber keributan di dalam keluarga dan keturunannya.
Demikian pun kepintaran, kesehatan dan kecantikan hanya bersifat sementara. Hanya menunggu waktu semua komponen itu pudar dan lenyap dari diri kita.
Sama halnya, kesulitan hidup, kekurangan harta dan sekian banyak tantangan hidup pun hanya bersifat sementara. Roda kehidupan akan terus berjalan, malam akan berganti siang dan seganas apapun badai pasti akan berlalu.
Adapun cinta, kasih sayang, kesabaran, kepemaafan semua itu adalah kualitas dan harta kekayaan yang abadi dan akan memberi manfaat bagi keduanya di dunia dan akhirat. Inilah kualitas-kualitas intan yang setiap pasangan layak memperjuangkannya.
(Adaptasi dari "Marriage", Bawa Muhaiyyaddeen)

Friday, July 22, 2016

Perempuan Bagai Tanah Bagi Sang Langit

Hati perempuan itu bagaikan bunga. Dia bisa lekas berkembang dengan indah dan jika kita memetiknya dengan hati-hati ia bisa menghasilkan wewangian. Namun jika ia diambil dengan serampangan dan meremasnya maka ia akan hancur dan tidak bisa mengeluarkan wangi intinya. Demikianlah hati seorang perempuan itu demikian halus dan sangat rentan.
Seorang laki-laki bisa menjadikan perempuan menjadi buruk bagaikan setan dan membuat sang pria sengsara atau seorang lelaki bisa merawat hari sang perempuan sedemikian rupa hingga ia mengeluarkan wewangian dirinya. Oleh karena itu saat seorang laki-laki mengambil perempuan menjadi istrinya, sang lelaki harus memiliki komponen sabar-syukur-tawakal juga berbagai sifat baik, cinta, kasih sayang, kelembutan dan kepemurahan. Saat seorang perempuan diperlakukan dengan baik maka ia akan berubah menjadi emas, itulah sebetulnya kekayaan utama seorang laki-laki. Sebaliknya jika laki-laki itu tidak bisa membimbing sang perempuan maka ia malah akan membawa kemiskinan (jiwa atau raga) dan kesengsaraan.
Adapun seorang perempuan berfungsi seperti tanah bagi sang langit. Sifat tanah itu tenang, menerima, dan menumbuhkan. Tanah itu bersifat merengkuh apapun yang ditaburkan di atasnya, baik atau buruk. Seorang perempuan harus menumbuhkan kemampuan untuk membaca kondisi suami, saat ia berangkat kerja, meraba perasaannya saat pulang ke rumah.
Kadang suami pulang ke rumah membawa sekian kekesalan yang timbul di tempat kerjanya. Ia akan pulang ke rumah dengan muka yang kusut dan melampiaskan kemarahannya kadang ke orang sekitarnya. Di sinilah istri sebagai tanah yang subur dan menyejukkan berfungsi menenangkannya. Raih dia, tenangkan dia dengan senyuman dan kata-kata manis. Jangan coba memberikan saran atau masukan pada saat suami sedang lelah, jangan pula mencoba memberikan koreksi bahkan saat kita pikir ia melakukan kesalahan yang nyata. Tunggu saat yang tepat untuk memberikan masukan atau saran, yaitu saat suami terlihat tenang dan rileks, upaya sebaik apapun yang dilakukan pada saat yang tidak tepat hanya akan menimbulkan hasil yang negatif.
Sungguh seorang perempuan bisa mengubah seorang laki-laki dari seorang bodoh menjadi pintar atau sebaliknya. Perempuan bagaikan pilar di keluarganya, jika pilarnya kuat maka kuat pula keluarga itu. Adapun kekuatan perempuan justru terletak pada kelembutannya, kasih sayangnya, empatinya, kesabarannya, keindahan akhlaknya, suaranya yang menenangkan dan ketelatenan luar biasa yang membuatnya dilimpahi amanah merawat anak-anak manusia.
Sehebat dan sepintar apapun seorang istri harus berendah hati kepada suaminya, bagaikan tanah yang menampung khazanah langit. Sesungguhnya Tuhan memberikan kemampuan kepada kaum perempuan untuk mengendalikan sifat laki-laki yang menggelora bagaikan gelombang laut seperti kekuatan, kebanggaan dan energinya yang menderu.Maka sebagaimana Tuhan telah menciptakan tanah untuk menghentikan lautan maka seluruh kekuatan laki-laki akan luruh di hadapan tanah yang tepat. Cinta sejati seorang perempuan yang bisa menaklukkan keperkasaan seorang laki-laki. Kelembutan seorang perempuan yang membuat laki-laki terikat kepadanya, melebihi keterikatan ia terhadap ibu dan anak-anaknya. Bahkan jika sifat sang laki-laki itu demikian buruk, kekuatan cinta akan bisa mengubahnya.
Jika masing-masing laki-laki dan perempuan mengerti peran dan fungsinya masing-masing dan berupaya sekuat tenaga untuk mengeluarkan potensi yang baik dari diri mereka masing-masing maka penyatuan keduanya akan menjadi cermin indah yang merefleksikan asma-asma Allah Ta'ala.
(Adaptasi dari "Marriage", Bawa Muhaiyyaddeen)

Cara Mengajak Orangtua Bertaubat

" Wahai guru, besar harapan saya agar orang tua bisa ikut juga belajar mengaji dan lebih bersiap mempersiapkan bekal untuk kehidupan berikutnya, bagaimana caranya?"
"Anakku yang budiman. Adalah kewajibanmu sebagai anak untuk sebisa mungkin memfasilitasi orang tua dalam menempuh jalan pertaubatan. Bantu mereka memahami bahwa Allah benar-benar hidup, tempat meminta pertolongan, tempat curahan hati dan tempat bergantung yang paling kokoh. Adapun sebaik-baik nasihat adalah melalui perbuatan yang nyata bukan perkataan semata.
Hanya itu yang bisa kau lakukan. Namun jangan sekali-kali berpikiran bahwa dirimu yang bisa memberikan hidayah atau dirimu yang bisa membawa mereka menempuh jalan kebenaran. Hal itu harus timbul dari diri mereka sendiri dan hanya Allah Yang Kuasa melakukannya. Mengenai kapan dan bagaimana caranya Allah tentu sudah mempersiapkan yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya."
(Adaptasi dari "Questions of Life, Answers of Wisdom". Bawa Muhaiyyaddeen)

Takut Pasangan Selingkuh

"Wahai guru, saya takut sekali pasangan saya selingkuh sehingga setiap gerak-gerik dan komunikasinya saya pantau secara berkala, apakah itu salah?"
"Anakku yang terkasih, kecintaanmu kepada pasangan telah sedemikian rupa membuatmu mabuk sehingga engkau lupa mengurus dirimu sendiri dan mengerjakan apa-apa yang telah menjadi kewajibanmu.
Camkan kata-kataku ini anakku, siapapun yang berusaha mengalungkan kekang pada orang yang dicintainya sedemikian rupa hingga ia berkehendak menguasainya hanya akan membuatnya lari menjauh, itu hanya masalah waktu dan pada akhirnya ia akan kehilangan orang yang dicintainya itu.
Yang setiap orang harus lakukan adalah fokus memperbaiki dirinya sendiri, menghaluskan perkataan, membaguskan perbuatan dan mempercantik akhlak, itu yang utama. Setiap manusia siapapun itu apalagi pasangan kita akan dengan sendirinya tertawan dengan halus dan tanpa paksaan dengan berbagai kelakuan baik kita yang dilakukan dari hati yang penuh cinta. Hanya dengan melakukan ini keduanya akan bisa hidup bersama dalam harmoni dan kasih."
(Adaptasi dari "Suratur Rahmah", Bawa Muhaiyyaddeen)

Thursday, July 21, 2016

Mengenal Baik & Buruk Diri

Jika kita diberi kemampuan untuk mengubah atau menghapus satu penggal kehidupan yang kita anggap memalukan atau gagal atau sedemikian gelap sehingga kita ingin melupakannya apakah akan melakukannya?
Adalah wajar untuk mengingat hal-hal yang indah saja dalam hidup dan cenderung menekan dalam-dalam kenangan buruk di alam bawah sadar kita. Akan tetapi karena kita yang ada per detik ini adalah hasil dari semua proses yang telah terjadi maka sebenarnya jika kita menghapus satu penggal kehidupan yang kita anggap tak berkenan di hati itu semua jalan hidup bisa berubah dan kita belum tentu ada di titik dimana kita sekarang berada.
Keterkaitan yang tak terpisahkan antara setiap episode kehidupan itu dijabarkan secara lugas oleh Ibnu 'Arabi dalam Fusus Al Hikam:
" Berikut adalah suatu kebenaran
dan kami tidak bermaksud menyatakannya secara metaforis.
Jika saya mengatakan sesuatu yang berdiri sendiri tanpa memiliki kebutuhan apapun, anda akan tahu Siapa yang aku maksud.
(Adapun) setiap ciptaan terkait ke ciptaan yang lainnya, dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, maka pahamilah apa yang telah aku katakan!"
Tentu baik untuk menyesali perbuatan buruk yang telah dilakukan supaya kita tidak mengulanginya. Akan tetapi kenyataan bahwa semua itu telah terjadi adalah bukti jelas bahwa Allah pun berkehendak hal itu terjadi. Dengan demikian sebelum kita sampai ke titik menerima dan dengan sepenuh kesadaran diri mengerti mengapa Ia izinkan itu terjadi dan berucap "Rabbana maa khalaqta haadzaa bathilaa..." (Ya Rabb tidak ada satu pun yang kau ciptakan dengan sia-sia), maka pengetahuan tentang diri kita belum paripurna. Sedangkan barangsiapa yang tidak mengenal dirinya maka ia tidak mengenal Tuhannya.[]

Monday, July 18, 2016

Bagaimana Membedakan Ujian & Anugerah

"Wahai guru, bagaimana kita membedakan jika sesuatu itu ujian atau anugerah dari Allah Ta'ala."
"Apapun yang membuat hatimu makin dekat, intim dan merindui-Nya maka itu adalah anugerah.
Adapun ujian ada dua macam.
Pertama ujian yang berupa kesakitan, kesengsaraan dan kesulitan hidup. Banyak orang tumbang imannya saat diberi ujian sakit, kehilangan harta benda, ditinggal orang yang dicintai, didera kesulitan mencari rezeki dan hal-hal yang membuat hati patah. Umumnya respon awalnya adalah menyalahkan orang lain dan jika perlu melempar tuduhan bahwa Allah berlaku tidak adil.
Ujian yang kedua tidak kalah sulitnya berupa kesenangan, kemudahan hidup dan pernak-pernik kesuksesan. Tidak sedikit manusia tercederai imannya saat sedang di puncak sukses, di singgasana ketenaran dan momen berlimpahnya fasilitas hidup. Kesalahpahaman yang sering tejadi adalah klaim bahwa kesuksesan itu diraih karena kerja kerasku, karena kepintaranku, karena keberuntunganku dan embel-embel lainnya yang melekat pada "aku" seakan Tuhan tenggelam dalam kebesaran sang diri.
Beruntunglah mereka yang bisa meningkatkankan kualitas sabarnya saat diberi ujian yang menyakitkan, makin dapat memaafkan, makin halus tutur kata dan budi pekertinya, semakin santun perilakunya dan semakin mencerminkan sifat-sifat yang terpuji, yang merupakan pertanda dirinya semakin dekat kepada Allah Ta'ala.
Juga beruntung mereka yang semakin merunduk hatinya dalam kebersyukuran, semakin pemurah, berkembang sifat penyantunnya dan makin rendah hati tatkala dijalankan dalam ujian kemudahan hidup.
Tiada daya dan upaya tanpa pertolongan Allah semata."

Sunday, July 3, 2016

Hati-Hati Mengambil Keputusan Hidup

Orang boleh berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya akan tetapi kalau perbuatan itu tidak terhubung kepada Allah di dalam hati maka amal itu hanya terbatas menjadi amal baik saja, bukan amal sholeh yang akan menjadi pemberat timbangan di yawmil akhir nanti.

Kuncinya adalah mengerjakan apa-apa yang Allah mudahkan ke dalam diri masing-masing; ada yang dimudahkan dalam mengerjakan proyek, ada yang terampil dalam menjahit, ada yang encer otaknya dalam membuat tulisan dsb. Setiap potensi diri yang ada patut untuk diberi perhatian agar ia tumbuh berkembang dengan baik.

Akan tetapi berhati-hatilah karena dalam suluk kita akan diuji dengan tembok yang merintangi, apabila sesuatu urusan dirasa banyak rintangannya dan belum pas maka sebaiknya jangan diterjang. Demikian pula kalaupun yang melintang bukan tembok akan tetapi ada pintu namun ia masih tertutup maka sebaiknya jangan paksa untuk membuka peluang mengerjakan sesuatu sebelum pintunya Allah bukakan. Di tahap yang lebih halus kadang penghalang itu bagaikan sehelai sutra tipis, seolah-olah bukan penghalang bagi kita untuk mengerjakannya akan tetapi secara etika penghalang yang tipis itu jangan disibakkan sampai Allah Ta'ala berkenan memberikan ketetapan saat yang haq.

Jadi apapun itu proses penantian kita, menanti datangnya jodoh, menanti pekerjaan lain, menanti momongan, keinginan memulai bisnis baru, menanti saat yang tepat untuk melanjutkan sekolah, rencana menambah anak, keinginan pindah dsb berhati-hatilah dalam membaca tanda-tanda kehidupan, yaitu kapan saat yang tepat untuk mengambil keputusan karena bisa jadi kita diuji dengan 'binatang buruang yang mudah didapat'*. Sujudkan kepala dalam-dalam dengan menyerahkan hati dengan penuh keberserahdirian. Dan tidak akan kecewa mereka yang memohon kepada-Nya

(Adaptasi dari Kajian Hikmah Al Qur'an yang dipandu oleh Kang Zam, mursyid penerus Thariqah Kadisiyah, 12 Juni 2016)

*"Hai orang-orang beriman, sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan sesuatu dari binatang buruan yang mudah didapat oleh tangan dan tombakmu supaya Allah mengetahui orang yang takut kepada-Nya, biarpun ia tidak dapat melihat-Nya. Barangsiapa melanggar batas sesudah itu, maka baginya azab yang pedih." (QS Al MaaĆ­dah [5]:94)