Wednesday, July 27, 2016

Pernikahan Sebagai Sarana Olah Jiwa

Kita sering mendengar peran penting seorang perempuan sebagai pilar dalam keluarga juga dalam masyarakat dan bernegara. Namun tidak banyak yang menyadari apa arti menjadi sebuah pilar. Bahwa ia harus berdiri kokoh dalam menanggung beban tertentu.

Saat seorang perempuan menerima pinangan seseorang dan melalui walinya melakukan ijab qabul dalam sebuah ritual pernikahan yang sakral, saat itu pula ia mengakadkan dirinya untuk bersiap menanggung beban, karena apapun yang dibawa melalui suaminya- berbagi kesulitan hidup, menanggung beratnya kehamilan dan mengurus anak, semuanya adalah bagian dari sebuah pernikahan.

Tugas perempuan untuk me-manage semua masalah hidup yang datang dalam rumah tangga dan menjadi penyangga yang baik, menenangkan suami saat kondisi keuangan sedang prihatin dan berusaha mengatur pengeluaran dengan terencana; mengurus tetek bengek urusan rumah tangga dan anak-anak yang jumlahnya tak terhitung itu, oleh karenanya otak perempuan didesain bisa melakukan "multi tasking", perempuan bisa melakukan lebih banyak hal dalam waktu satu jam dalam urusan rumah tangga dibandingkan laki-laki. Saat suami lelah apalagi ada masalah di pekerjaan, maka sang istri meraih seraya menenangkannya, karena sekuat-kuatnya seorang laki-laki ia tetap membutuhkan seseorang yang ikut meringankan bebannya.

Setiap perempuan harus mengerti betul mengenai hal ini. Pernikahan harus dipandang sebagai jalan mendidik jiwa, bukan hanya sekadar kisah romantis seperti yang kerap digambarkan di layar kaca, and it's definetely not a walk in the park. Anda akan mengalami jatuh bangun dan menanggung berbagai perasaan yang tidak menyenangkan saat melakoninya, dan Anda harus bisa berkata kepada diri sendiri "it's okay". Justru saat kita merasakan kesakitan meregang semua penderitaan itu pada saat yang sama otot sabar dan syukur kita sedang dikembangkan. Pun kejenuhan dan kesulitan saat berinteraksi saat pasangan bukan berarti menjadi akhir dari penyatuan suci sebuah pasangan. Seperti yang dikatakan oleh Jalaluddin Rumi "I know you're tired. but come this is the way!"

(Adaptasi dari "Marriage", M.R. Bawa Muhaiyyaddeen)

No comments:

Post a Comment