Thursday, December 14, 2017

Belajar Kesabaran Dari Seekor Trenggiling

Manusia harus belajar dari kesabaran seekor trenggiling. Hewan ini memiliki lidah yang panjang untuk berburu makanannya yang berupa rayap dan semut. Cara ia menangkap makanannya sangat unik, yaitu dengan menjulurkan lidahnya yang panjang ke dalam sarang semut dan membiarkan semut-semut itu satu persatu menggigitnya hingga mereka mengira daging itu adalah makanan mereka. Ia harus diam sedemikian rupa agar tidak membuat kaget kawanan semut yang berkerumun di atasnya. Kemudian setelah sekian lama hampir seluruh permukaan lidah akan ditutupi oleh semut yang berkerumun di atasnya, mereka mulai menggigitnya dan mengelupas sedikit demi sedikit lapisan lidahnya. Lalu dalam satu gerakan cepat, "glek!" seluruh semut yang rata-rata berjumlah 15 ribu hingga 20 ribu sekali telan itu ditelan masuk ke dalam lambung sang trenggiling. Tahukah berapa banyak semut kira-kira dibutuhkan untuk memuaskan perut sang trenggiling yang kelaparan? Sekitar satu juta! Bayangkan sebanyak apa gigitan yang harus ditanggung oleh seekor trenggiling.
Adapun manusia, apa yang kita inginkan? Kebahagiaan sejati? SurgaNya? RidhoNya? Jika itu yang diinginkan maka manusia harus sanggup menanggung sekian banyak gigitan. Gigitan berwujud kesulitan ekonomi, konflik dengan teman, masalah di kantor, tetangga yang rewel, kondisi kesehatan, keluarga yang membuat kecewa, ribut dengan pasangan, argumen tajam dengan anak dan seribu satu macam dinamika dunia akan menggigit hati kita. Kita harus menahan rasa sakitnya, harus tegar menghadapinya, lalu 'glek!' telan bulat-bulat dengan kearifan dan kesabaran.
Jika kehidupan menggigitmu, telanlah seperti halnya seekor trenggiling menelan semua itu untuk kebaikan dirinya.
(Adaptasi dari petuah Muhammad Raheem Bawa Muhaiyyaddeen, "The Anteater Endures Many Bites." The Bawa Muhaiyyadden Fellowship, Philadelphia 1981.)


Sunday, December 10, 2017

Jangan Layani Orang Yang Menyebalkan

Kadang kita harus berhadapan dengan seseorang yang tindakan atau kata-katanya tidak berkenan di hati dan tak jarang menyakitkan. Orang seperti ini kerap kali belum siap diberi masukan atau nasihat, hal itu semata disebabkan karena kebodohan kondisinya per saat itu. Karena ia tengah dikuasai oleh egonya, kesombongannya, dan ilusi dirinya

Cara yang terbaik menghadapi orang seperti ini adalah dengan tidak melayani adu debat dan menghindari atau menjauhinya sebisa mungkin. Namun jangan sekali-kali menganggap orang tersebut sebagai musuh kita, karena perasaan memiliki musuh memunculkan kebencian dalam hati, perasaan itu bagaikan racun yang mematikan diri kita sendiri dan dapat termanifestasi menjadi berbagai penyakit fisik.

Manusia harus memiliki hati selapang samudera, yang kalaupun orang melemparkan sampah ke dalamnya ia tidak membalas, tetap tenang dan merahmati. Itulah jiwa yang tenang (nafs muthmainnah) []


Saturday, December 9, 2017

Kekuatan Tauhid Ibrahim as

Sebuah teladan tentang memegang teguh keimanan telah didemonstrasikan oleh Nabi Ibrahim as. Ketika berbagai upaya Raja Nimrod untuk membunuhnya gagal, maka dibuatlah makar terakhir dengan membangun lubang raksasa yang diisi oleh berton-ton kayu bakar. Dengan harapan jika api yang membakar kayu itu sudah membumbung ke angkasa maka Ibrahim as akan dilempar untuk mati di dalamnya.
Saat api mulai membakar satu persatu kayu yang ada datanglah empat malaikat muqarrabun, empat malaikat tertinggi untuk menawarkan pertolongan. Tapi setiap kali Nabi Ibrahim as menolak dan berkata "Dia yang menempatkanku disini mengetahui keadaanku, dan Dia yang akan menolongku."
Demikian teguh kekuatan iman dan kepercayaan Nabiyullah Ibrahim kepada Rabbnya, hingga Allah berkata-kata dengan suara yang dapat didengar oleh semua nabi, malaikat, orang-orang suci, penghuni alam malakut, semua ciptaanNya. "Tidakkah engkau menyaksikan kekuatan hati hambaKu Ibrahim? Adapun kalian lebih memercayai kekuatan harta, air, sumber bumi, matahari, bulan, orang sakti, orang bijak, kepintaran diri, jin, malaikat dan setan. Kalian meminta pertolongan kepada mereka semua. Tapi lihatlah Ibrahim. Api sudah menyala di hadapannya namun hatinya tidak gentar, ia tetap mengandalkanKu. Sungguh Aku tidak pernah melihat seorang pun yang memiliki iman dan keyakinan sekuat dia. Dia yang hanya meminta pertolonganKu."
(Kutipan dan adaptasi dari kisah Ibrahim as yang disampaikan oleh Muhammad Raheem Bawa Muhaiyyaddeen)



Friday, December 8, 2017

Jangan Curang

Curang bukan ciri seorang muslim.
Kejujuran adalah salah satu ciri tandanya. Jika ia pedagang maka ia tidak akan mengurangi kualitas barang atau jumlah timbangannya demi meraup keuntungan berlipat. Jika ia menawarkan sesuatu maka ia tidak akan mengucapkan sesuatu yang tidak sesuai dengan manfaat barang yang dijualnya. Jika ia naik kendaraan umum jangan senang dengan membayar di bawah harga sepatutnya. Jika kasir supermarket lupa menghitung suatu barang sekecil apapun, kembalikan ia karena bukan haknya jika belum dibeli dengan cara yang halal.

Begitupun jika ia pekerja maka kualitas pekerjaannya akan disesuaikan seminimalnya dengan jumlah gaji yang diterimanya. Misalnya seseorang digaji 5 juta rupiah sebulan, maka produktivitas dan kualitas kerjanya seminimalnya harus setara dengan jumlah yang diterima. Jika ia bermalas-malasan di tempat kerja, facebook-an pada jam kerja, kurang produktif, hanya sekadar mengisi absensi kerja tanpa berkontribusi yang sesuai dengan jenis pekerjaannya, maka gaji yang ia terima sesungguhnya terlalu banyak, misalnya dengan kerja seperti itu semestinya ia digaji 3 juta saja, maka 2 juta kelebihannya sebenarnya bukan hak dirinya karena tidak memenuhi kaidah takaran dalam jual-beli. Kelebihan harta itu tidak akan membawa kebaikan baginya, bahkan akan membawa kesempitan hidup. Cara Allah mensucikan harta seperti itu bisa jadi dengan diberi penyakit lewat dirinya atau sanak saudara, kecurian harta atau ditipu orang, dan hal-hal lain yang pada prinsipnya mengambil jumlah yang tidak seharusnya ia terima.

Maka perhatikan takaran dalam melakukan aktivitas sehari-hari, jangan bersenang hati dengan prinsip melakukan sedikit dan mendapatkan sebanyak-banyaknya. Karena manusia diciptakan untuk beramal. Jadi apabila ia digaji X rupiah maka ia akan memberikan kontribusi X plus, karena kelebihan kerjanya akan menyinari jiwa dan memberkahi diri dan keluarganya. Itulah cara mendapatkan berkah dari rezeki yang diterima, dengan memperhatikan takaran dan timbangannya.[]



Tuesday, December 5, 2017

Jika Engkau Sakit Hati

Ketahuilah bahwa kehidupan dunia akan selalu berusaha untuk mencederai kesucian hatimu. Itu memang naturnya.
Jika engkau terbakar oleh amarah, cemburu, dengki, kecewa dan lain-lain dalam menghadapi fenomena dunia itu tanda jiwamu telah ditaklukkan oleh hawa nafsumu sendiri.

Jika engkau tersakiti, alihkan pandanganmu dari rasa sakit itu sendiri karena semakin lama engkau memandangnya semakin engkau merasakan sakit dan jiwamu menjadi lemah karenanya. Tahan sedikit rasa sakit yang ada sambil mengingat Dia Yang Mengirim rasa sakit itu. Yakinlah bahwa seluruh rasa sakit dan ujian hanya lewat sesaat saja.

(Adaptasi dari kisah Beruang dan Lebah yang disampaikan oleh Muhammad Raheem Bawa Muhaiyyaddeen)


Saturday, December 2, 2017

Rezeki Setiap Orang Sudah Terkadar Dengan Baik

Allah itu senantiasa ingin memberikan yang terbaik bagi segenap ciptaanNya. Sang Pencipta tentu paling tahu apa yang dibutuhkan oleh hamba-hamba-Nya. Perut semut akan dikenyangkan dengan beberapa butir biji-bijian, akan tetapi seekor gajah baru kenyang setelah melahap lebih dari seperempat kilogram rumput. Jika semut mencoba menyantap porsi makanan gajah dan sebaliknya mereka bisa sakit bahan mati.

Setiap manusia pun diberi jatah rezekinya masing-masing yang pasti cukup untuk menunaikan amanah hidupnya. Tapi hawa nafsu membuat manusia senantiasa merasa tidak cukup, ingin selalu lebih, selalu tergoda oleh nikmat dan kelebihan yang diperoleh oleh manusia lainnya sehingga memaksakan diri untuk meraihnya. Akibatnya tidak sedikit yang jatuh dalam perangkap berlomba-lomba makan melebihi kapasitasnya. Akhirnya mereka pun jatuh sakit, bisa jadi raganya tampak sehat-sehat saja tapi jiwanya terpuruk dan wajah hatinya mengkelam. Hidup hanya akan menjadi ajang bermegah-megah dan mencari kesenangan sesaat saja hingga akhirnya mereka terlena dan baru tersadar saat maut datang menjelang.