Wednesday, December 28, 2016

Hujan Dalam Hati Yang Melahirkan Sifat Baik

Dan (Nabi Hud a.s. berkata),
"Wahai kaumku! Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras, Dia akan menambahkan kekuatan di atas kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling menjadi orang yang berdosa."
Setiap diri kita pun mengalami proses yang sama di dalam qalb masing-masing. Apabila kita bersungguh-sungguh menempuh jalan pertaubatan maka Allah Ta'ala pasti akan menurunkan hujan lebat di dalam hati yang dengannya maka pohon jiwa di dalam diri sang insan akan semakin tumbuh berkembang. Seiring dengan itu maka akan bermunculan sifat-sifat Allah Ta'ala yang indah.
Dalam kehidupan serta keseharian yang dapat diobservasi adalah semakin tumbuhnya sifat-sifat baik: semakin tinggi ambang sabarnya, semakin lapang hatinya, semakin bersinar sifat kasih sayangnya, semakin terjaga lisannya, semakin mudah memaafkan, semakin ringan untuk memberi, semakin tegar menjalani ujian, semakin cerdas akalnya hingga ia mampu memahami pesan-pesan Allah Ta'ala yang tersembunyi bahkan dalam kemelut kehidupan. Itulah salah satu tanda taubat yang benar.
(Adaptasi dari Kajian Hikmah Al Qur'an yang disampaikan oleh Zamzam AJT, Mursyid Penerus Thariqah Kadisiyah, 11 Desember 2016)

Monday, December 19, 2016

Terima Sesulit Apapun Itu!

Learn the alchemy true human being (insan kamil) know. The moment you accept what troubles you’ve been given, the door will open.
- Jalaluddin Rumi
"(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata, Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia..."
(QS Ali Imran : 191)
Hamba Allah yang sejati (insan kamil) dimudahkan mengalir hatinya bersama alunan takdir yang Dia turunkan. Hatinya tidak berontak. Ia telah menjadi hamba Sang Waktu.
Tangga awalnya adalah "menerima", sesulit apapun itu, sebingung apapun itu dan walau kita belum paham mengapa. Terima dulu dengan ijab qabul yang baik. Lalu tinggal tunggu saatnya, maka jalan keluar yang baik akan terbuka.
Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami.” (QS. ath-Thur: 48)

Wednesday, December 14, 2016

Kesederhanaan kehidupan Rasulullah Muhammad saw


Dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha : “ Pernah sebulan tidak ada nyala api dalam rumah kami (tidak masak), yang ada hanyalah kurma dan air, kecuali bila kami diberi daging” (Shahih Bukhari, No 5977).
-----
Seorang insan mulia yang menolak ketika ditawari emas sebanyak Gunung Uhud karena lebih memilih kebersahajaan dalam hidup. Kalau pun memiliki harta beliau tidak suka menimbunnya atau menyimpannya untuk waktu lama.
Dari Abu Huraira: Rasulullah SAW bersabda , “Jika saya memiliki emas sebesar gunung Uhud, saya tidak akan suka kecuali setelah 3 hari tidak tersisa 1 Dinar pun yang ada pada ku apabila ada orang lain yang berhak menerimanya dariku, kecuali sejumlah yang akan aku pakai untuk membayar utangku.” (HR. Bukhari)

Wednesday, December 7, 2016

You Already Have What You Need To Be Happy!

Ada yang menyangka dirinya akan bahagia kalau sudah menikah dengan si dia.
Ada yang mengira ia akan mendapatkan kebahagiaan yang puncak kalau menduduki posisi tertentu atau meraih harta dalam jumlah tertentu.
Ada yang menduga hatinya akan tenang kalau punya ini-itu.
Demikianlah, banyak manusia yang menunda menjadi bahagia karena mengikatkan sebab kebahagiaan dengan obyek-obyek di luar dirinya, tak cukup itu, sesuatu yang diinginkannya masih dalam angan-angan atau cita-cita.
Tetapi, apakah betul manusia akan lebih bahagia kalau segala keinginannya terkabul? Ada penemuan yang menarik yang diperoleh oleh seorang peneliti di Amerika yang mendalami masalah kebahagiaan dan titik rentan manusia selama 13 tahun dan telah melakukan puluhan ribu wawancara. Ia menyimpulkan bahwa pernak-pernik kekayaan, titel, ketenaran, memiliki anak, menyandang titel yang tinggi semua itu secara ironi bisa menjadi sumber ketidakbahagiaan. Kenapa demikian? Karena semakin banyak seseorang memiliki sesuatu ia semakin takut untuk kehilangan sesuatu yang ia cintai itu.
Bayangkan jika Anda membeli sesuatu yang diidam-idamkan, bisa jadi itu berupa mobil canggih keluaran baru, tas yang merk itu, atau sebagian mendambakan kehadiran momongan. Pada saat ketika Anda mendapatkan apa yang diimpikan tentu rasa bahagia membanjiri hati namun tidak untuk waktu yang lama, karena seiring dengan itu Anda akan mulai khawatir kalau terjadi sesuatu yang tidak Anda kehendaki pada obyek yang dicintai itu. Rasa khawatir ini lama kelamaan akan menggerus lonjakan rasa bahagia yang sempat dirasakan di awal waktu, bahkan jika mental Anda tidak siap saat sesuatu yang buruk menimpa sang obyek-obyek kesayangan itu bisa-bisa depresi bahkan gila Anda dibuatnya.
Maka lebih aman jika kita mengikuti saran Rasulullah saw, "Cintailah sesuatu sewajarnya." demikianbeliau bersabda. Artinya kita menyisakan ruang dan jarak dalam sekat cinta kepada sesuatu itu agar ia tidak begitu tertawan olehnya.
Masih tentang penemuan sang peneliti tadi, dikatakan mereka yang mudah berbahagia bukan mereka yang tidak pernah gagal dan selalu sukses, bukan sama sekali! Mereka yang meraih hari-harinya dengan penuh aura positif dan antusiasme yang besar justru mereka yang telah mengalami pukulan telak dalam kehidupan. Ada yang sedang menjalani terapi kanker, ada yang baru menghadiri pemakaman orang tuanya, ada yang sedang mendampingi anaknya yang sakit keras dan tak sedikit yang terpuruk dalam kegagalan bisnis. Mereka adalah orang-orang yang menyadari bahwa untuk menjadi bahagia sama sekali tidak tergantung dari faktor-faktor luar, jika saja kita membuka hati kita kepada setiap keajaiban yang terjadi di sekitar. Ia ada pada sapaan sinar matahari pagi yang menyentuh kulit kita dengan hangat, ia hadir pada celetuk dan canda tawa sang anak yang selalu mengajak kita bermain dan ceria, ia bahkan menyelinap di dalam senyum seorang ayah yang bersimbah peluh karena mencari nafkah seharian di bawah pancaran sinar matahari terik.
Jadi, kita tidak perlu menunggu sesuatu datang atau terwujud untuk menjadi bahagia. Karena kebahagiaan itu ada di dalam hati kita saat ini juga, jika saja kita mau merasakannya.[]

Dia Yang Tak Pernah Jauh

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat
(QS Al Baqarah [2]: 216)
Dia selalu ada dan tak pernah berpaling walau sekejap pun.
Karena manakala Sang Maha Kuasa berpaling dari ciptaan-Nya maka semua akan runtuh dan binasa.
Kenyataan bahwa matahari terus bersinar dan jantung kita tetap berdenyut dan roda kehidupan terus berputar adalan bukti bahwa Ia sedang menghadapkan wajah-Nya kepada kita semua.
Ya, kita semua, tanpa kecuali.
Lalu kenapa hati merasa hampa dan diri terasa jauh dari-Nya?
Bukankah Ia selalu bersama dan bahkan lebih dekat dari urat nadi?
Inilah rupanya salah satu tugas kita, untuk menemukan hal-hal yang menjadi penghalang untuk bisa me"rasa" Yang Maha Pengasih.
Menyingkirkan tutup hati yang menghambatnya merasa khusyu dan haru saat menyebut "ya Allah...ya Allah..."
Karena saat cahaya iman hilang, hilang pula getaran hati.
Na'udzubillahi mindzalik
“Orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang apabila disebutkan nama Allah maka bergetarlah hati mereka. Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah keimanan mereka. Dan mereka hanya bertawakal kepada Rabb mereka.” (QS. Al-Anfal: 2)

Suffering Is a State of Mind

Suffering ( penderitaan) is a state of mind, artinya ia mentalitas yang dimiliki oleh seseorang. Seseorang mesti belajar membedakan antara kesulitan dan penderitaan, karena bisa jadi kita sedang didera oleh kesulitan yang beragam: ada yang banting tulang mencari rezeki, ada yang pontang-panting menyelesaikan studi, ada pula yang meregang penyakit bertahun-tahun. Kita sadari itu sakit dan berat, namun tidak perlu memasang label "aku menderita" pada semua ujian kehidupan yang sementara itu. Demikian adab yang baik dari seorang manusia kepada Sang Pencipta.

Monday, December 5, 2016

Saat Api Ujian Kehidupan Mengepung Kita

Tumpukan kayu telah siap, tak lama kemudian algojo melemparkan api ke dalamnya dan dalam sekejap ia berubah menjadi menara api dengan lidah-lidah panas yang menyambar.
Seorang laki-laki perlahan-lahan dibawa ke tengah-tengah pusaran api yang panasnya bisa membuat otak mendidih. Semua orang yang menyaksikan dicekam rasa ngeri, mereka akan menyaksikan jasad manusia dilalap api dan terbakar hangus menjadi abu
Sang lelaki tidak bergeming, hatinya terlalu disibukkan dengan Tuhan yang ia cintai, bahkan tawaran pertolongan dari salah satu malaikat tertinggi di langit, Jibril a.s. pun ia tampik. Jawabnya, “Aku tidak memerlukan apa-apa pertolongan darimu.. Aku hanya memerlukan pertolongan dari Allah”
Kemudian Ibrahim a.s. sang lelaki yang kuat imannya itu dimasukkan ke tengah-tengah panasnya api dan ia berdoa "hasbunallah wa ni'mal wakiil, ni'mal mawla wa ni'man nashiir" "Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung". Dan Allah Ta'ala seketika itu pun menyambut doanya, Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim". (QS. Al Anbiyaa' : 69)
=====
Orang yang beriman akan senantiasa Allah Ta'ala bersihkan jiwanya melalui ujian kehidupan. Sedemikian rupa ujian itu bagaikan api yang menyambar dirinya dan semua orang yang menyaksikan menyangka ia akan binasa, orang yang melihat akan merasa kasihan, dan mereka yang tidak tahu akan mengira ia dalam penderitaan yang amat sangat.
Tetapi orang yang dekat kepada Allah, hatinya dibuat kuat dan tenang walau ia berada di tengah badai kehidupan. Baginya kehilangan apapun di dunia ini tak ada artinya dibanding kehilangan harapan kepada Allah Sang Pencipta.
Api kehidupan yang berupa ujian dalam rumah tangga, mengurus anak, konflik di tempat kerja dan kesulitan di dunia sebenarnya panggilan agar kita mendekat kepada-Nya supaya kita bisa berdoa dengan tulus seperti Khalilullah Ibrahim a.s. yang bekata "Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung". Dan itu kerap kali hanya bisa terucap tulus dari lisan manusia manakala semua jalan seperti tertutup, ketika doa lama seolah tak dikabul, saat semua usaha bagaikan tak membuahkan hasil.
Maka jangan putus berdoa dan berpengharapan kepada-Nya, karena sungguh tidak ada doa yang tidak dijawab, bahkan sesungguhnya keinginan dan kemampuan kita untuk sekadar memanjatkan doa pun sudah merupakan awal dari pengabulan permintaan itu sendiri.

Saat Diri Merasa Jauh Dari-Nya

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat
(QS Al Baqarah [2]: 216)
Dia selalu ada dan tak pernah berpaling walau sekejap pun.
Karena manakala Sang Maha Kuasa berpaling dari ciptaan-Nya maka semua akan runtuh dan binasa.
Kenyataan bahwa matahari terus bersinar dan jantung kita tetap berdenyut dan roda kehidupan terus berputar adalan bukti bahwa Ia sedang menghadapkan wajah-Nya kepada kita semua.
Ya, kita semua, tanpa kecuali.
Lalu kenapa hati merasa hampa dan diri terasa jauh dari-Nya?
Bukankah Ia selalu bersama dan bahkan lebih dekat dari urat nadi?
Inilah rupanya salah tugas kita, untuk menemukan hal-hal yang menjadi penghalang untuk bisa me"rasa" Yang Maha Pengasih.
Menyingkirkan tutup hati yang menghambatnya merasa khusyu dan haru saat menyebut "ya Allah...ya Allah..."
Karena saat cahaya iman hilang, hilang pula getaran hati.
Na'udzubillahi mindzalik
“Orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang apabila disebutkan nama Allah maka bergetarlah hati mereka. Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah keimanan mereka. Dan mereka hanya bertawakal kepada Rabb mereka.” (QS. Al-Anfal: 2)