Wednesday, December 7, 2016

You Already Have What You Need To Be Happy!

Ada yang menyangka dirinya akan bahagia kalau sudah menikah dengan si dia.
Ada yang mengira ia akan mendapatkan kebahagiaan yang puncak kalau menduduki posisi tertentu atau meraih harta dalam jumlah tertentu.
Ada yang menduga hatinya akan tenang kalau punya ini-itu.
Demikianlah, banyak manusia yang menunda menjadi bahagia karena mengikatkan sebab kebahagiaan dengan obyek-obyek di luar dirinya, tak cukup itu, sesuatu yang diinginkannya masih dalam angan-angan atau cita-cita.
Tetapi, apakah betul manusia akan lebih bahagia kalau segala keinginannya terkabul? Ada penemuan yang menarik yang diperoleh oleh seorang peneliti di Amerika yang mendalami masalah kebahagiaan dan titik rentan manusia selama 13 tahun dan telah melakukan puluhan ribu wawancara. Ia menyimpulkan bahwa pernak-pernik kekayaan, titel, ketenaran, memiliki anak, menyandang titel yang tinggi semua itu secara ironi bisa menjadi sumber ketidakbahagiaan. Kenapa demikian? Karena semakin banyak seseorang memiliki sesuatu ia semakin takut untuk kehilangan sesuatu yang ia cintai itu.
Bayangkan jika Anda membeli sesuatu yang diidam-idamkan, bisa jadi itu berupa mobil canggih keluaran baru, tas yang merk itu, atau sebagian mendambakan kehadiran momongan. Pada saat ketika Anda mendapatkan apa yang diimpikan tentu rasa bahagia membanjiri hati namun tidak untuk waktu yang lama, karena seiring dengan itu Anda akan mulai khawatir kalau terjadi sesuatu yang tidak Anda kehendaki pada obyek yang dicintai itu. Rasa khawatir ini lama kelamaan akan menggerus lonjakan rasa bahagia yang sempat dirasakan di awal waktu, bahkan jika mental Anda tidak siap saat sesuatu yang buruk menimpa sang obyek-obyek kesayangan itu bisa-bisa depresi bahkan gila Anda dibuatnya.
Maka lebih aman jika kita mengikuti saran Rasulullah saw, "Cintailah sesuatu sewajarnya." demikianbeliau bersabda. Artinya kita menyisakan ruang dan jarak dalam sekat cinta kepada sesuatu itu agar ia tidak begitu tertawan olehnya.
Masih tentang penemuan sang peneliti tadi, dikatakan mereka yang mudah berbahagia bukan mereka yang tidak pernah gagal dan selalu sukses, bukan sama sekali! Mereka yang meraih hari-harinya dengan penuh aura positif dan antusiasme yang besar justru mereka yang telah mengalami pukulan telak dalam kehidupan. Ada yang sedang menjalani terapi kanker, ada yang baru menghadiri pemakaman orang tuanya, ada yang sedang mendampingi anaknya yang sakit keras dan tak sedikit yang terpuruk dalam kegagalan bisnis. Mereka adalah orang-orang yang menyadari bahwa untuk menjadi bahagia sama sekali tidak tergantung dari faktor-faktor luar, jika saja kita membuka hati kita kepada setiap keajaiban yang terjadi di sekitar. Ia ada pada sapaan sinar matahari pagi yang menyentuh kulit kita dengan hangat, ia hadir pada celetuk dan canda tawa sang anak yang selalu mengajak kita bermain dan ceria, ia bahkan menyelinap di dalam senyum seorang ayah yang bersimbah peluh karena mencari nafkah seharian di bawah pancaran sinar matahari terik.
Jadi, kita tidak perlu menunggu sesuatu datang atau terwujud untuk menjadi bahagia. Karena kebahagiaan itu ada di dalam hati kita saat ini juga, jika saja kita mau merasakannya.[]

No comments:

Post a Comment