Friday, May 27, 2022

 Orang itu bisa sabar dengan sabar yang sebenar-benarnya ketika benih sabar ada dan tumbuh di dalam dirinya. Jika benih sabar mulai tumbuh maka responnya jadi sabar saja, tidak pendek sumbu dan cenderung mudah memaafkan. Semakin besar pohon kesabaran dalam dirinya maka akan semakin lapang hatinya bagaikan samudera.


Orang yang bersyukur juga bisa bersyukur ketika benih kesyukuran ada di dalam dirinya. Dengannya kata "alhamdulillah" yang dia ucapkan mengakar betul dari hatinya. Bukan sekadar lisan yang berkata sedangkan hatinya mendustakannya.

Benih-benih kebaikan itu adalah pemberian Allah Ta'ala. Kadang, ada berkah dari orang tua atau nenek moyang yang ketika saat hidupnya berjuang betul berakhlak baik, berjuang sabar walaupun ditipu dan difitnah orang, berjuang jujur walaupun banyak godaannya, maka kebaikan itu bisa diturunkan kepada anak cucunya.

Tapi benih-benih kebaikan itu hanya akan terpuruk berada di dalam kegelapan tanah jika ia tidak pecah kecambah dan bertumbuh. Cara Allah menumbuhkan benih tak lain adalah dengan melalui sekian banyak ujian kehidupan yang spesifik berfungsi menumbuhkan potensi setiap benih. Maka benih kesabaran akan tumbuh tatkala kita menjalani kehidupan yang tidak kita sukai dan kita berjuang sabar untuk itu. Begitupun benih kebersyukuran akan bertumbuh jika kita menerima apa yang ada dengan sebuah kebersyukuran walaupun fenomenanya cenderung kita sukai.

Jadi, sifat baik itu tumbuh dari benih yang Allah yang beri. Kadang kita mendapatkannya melalui warisan sifat baik dari orang tua dan leluhur kita dan proses menumbuhkannya pun semata-mata karena Allah aturkan. Karenanya tak perlu merasa bangga diri dan merasa diri tinggi jika bisa bersabar, bisa bersyukur, bisa bertawakal, bisa mengampuni, bisa taat beribadah dll. Semua itu tak lain adalah sebuah pemberian-Nya.[]

Tuesday, May 24, 2022

 



Tantangan dalam beribadah kepada Allah adalah mengikhlaskan hati. Dan itu hanya bisa dengan pertolongan-Nya semata. Kita bisa melabuhkan sebuah doa dan mengerahkan segenap ikhtiar, tapi jika hati masih bercabang dalam mengerjakan segala sesuatu, masih ada motif tersembunyi, masih ada hal lain yang dikejar selain wajah-Nya, maka itu tanda hati belum ikhlas betul. Kita belum menjadi orang yang "mukhlisina lahuddiin".

Ikhlas itu menjadi kunci agar kita bisa tersenyum mengerjakan apapun peran dan keadaan yang sedang Allah Ta'ala berikan per hari ini. Ada yang harus berhenti karir karena berumah tangga. Ada yang harus mendera sakit hingga membatasi kegiatannya. Ada yang harus menjelang takdir di negeri atau tempat baru. Ada yang harus menyesuaikan diri dengan fungsi dan pekerjaan yang ada. Semuanya akan menjadi bermakna kalau kita ikhlas mengerjakannya. Setiap lelah, setiap pegal, setiap penantian, setiap pekerjaan yang sepertinya nampak monoton bisa diubah menjadi tangga-tangga dzikir yang melambungkan jiwa kita di setiap saat.

Karenanya yang membatasi kebahagiaan kita biasanya adalah karena hati yang masih mengharapkan dunia dan selain Allah. Hatinya belum ikhlas. Karena selain Allah pasti membawa kekecewaan maka dia akan menjadi budak dari satu kekecewaan dan kekecewaan lain selama dia tidak mengubah arah haluan hatinya.

Agama dengan segala syariat lahir dan batinnya secara ajaib bisa mengubah hati orang. Dari hati yang membatu atau berkarat menjadi bola kaca yang bening yang memancarkan sinar dari setiap tujuh lapisannya hingga lapisan yang terdalam. Itulah cahaya di atas cahaya seperti tertuang dalam surat An Nuur [24]:35.

Dengan kata lain, kegelisahan, kecemasan, kejumudan, kebekuan, kebosanan, kehampaan hati adalah sebuah dampak dari bayangan kegelapan yang ada di dalam hati yang menutupi cahaya kebahagiaan masing-masing. Selagi masih ada nafas, beristighfar dan taubatlah yang benar.

Saturday, May 21, 2022

 Dalam hidup ada yang namanya ujian yang berkelindan dengan sebuah fenomena kemudahan,


Allah Ta'ala berfirman dalam surah Al-Maa’idah : 94

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan sesuatu dari binatang buruan yang mudah didapat oleh tangan dan tombakmu supaya Allah mengetahui orang yang takut kepada-Nya, biarpun ia tidak dapat melihat-Nya. Barang siapa yang melanggar batas sesudah itu, maka baginya azab yang pedih.

Dalam kenyataannya kita kadang disodorkan dengan sebuah tawaran yang menggiurkan baik berupa sebuah pekerjaan atau proyek tertentu. Tapi sebenarnya jenis pekerjaan tersebut tak mampu kita lakukan atau jika itu diambil akan terlalu banyak mengorbankan yang lain dan membawa kemudharatan. Jika itu yang terjadi maka kita harus jujur kepada diri sendiri dan berani menolak tawaran yang ada.

Seringkali seseorang karena sudah putus asa tidak kunjung mendapat pekerjaan lalu mengambil apapun yang ada di depan mata karena panik walaupun harus mengorbankan dirinya, dalam arti mengerjakan sesuatu yang sebenarnya dirinya tidak memiliki kemampuan disitu.

Jika langkah itu yang diambil maka ia sebenarnya telah mengkhianati fitrah dirinya, tidak cukup bersabar menanti datangnya pertolongan Allah dan sesuai dengan hukum syat di atas "...barangsiapa yang melanggar batas sesudah itu, maka baginya azab yang pedih." artinya yang bersangkutan tidak akan bahagia dan tidak menikmati pekerjaannya itu. Setiap hari dia berangkat kerja menyeret kaki dan memaksakan diri mengerjakan sesuatu yang tidak pas baginya. Sebuah neraka kehidupan, na'udzubillahimindzaalik.

Friday, May 20, 2022

 Understanding Grief and Loss

Seorang ayah baru saja bercerita kepada saya bagaimana bahagianya dia menjadi saksi dalam pernikahan putera sulungnya. Dia bercerita dengan mata yang berbinar-binar tentang kemeriahan acara pernikahan anaknya itu. Bagaimana pidato yang dia berikan bercampur antara tangis dan tawa. Sebagaimana layaknya pesta pernikahan di Barat, ayahanda dari si pengantin atau keluarganya memberikan sebuah pidato singkat menceritakan hal-hal yang menyentuh dari sekian lama interaksi mereka dalam sebuah keluarga.
"Tapi..." lanjutnya lagi
"Sehari setelah pesta pernikahan yang membahagiakan itu. Saya dan istri duduk merenung. Ketika semua kegembiraan itu usai, tiba-tiba kami dirundung oleh sebuah perasaan sedih. Sedih bahwa akhirnya kami menyadari bahwa sesuatu yang telah indah telah berakhir. And we just have to move on with that..."
***
Grief and loss, rasa duka cita dan kehilangan sesuatu adalah sisi lain kehidupan. Seperti siang dan malam. Seseorang tak akan terus merasakan kebahagiaan. Kadang ia harus menelan dukanya. Hidup itu tak mungin lapang terus. Suatu waktu akan ada kesempitan yang kadang demikian mencekik. Dan bayangan kemapanan itu kerap kali hanya sebuah ilusi, karena guncangan dalam hidup adalah sebuah hal yang menyehatkan jiwa jika kita memahaminya.
Itulah keindahan dipergantikannya fenomena siang dan malam, yang dengan itu planet bumi kita menjadi tempat yang nyaman untuk ditempati. Tidak terlalu kering karena terpapar terlalu lama oleh sinar matahari dan tak membeku karena tak mendapat kehangatan dari matahari. Dengannya pengenalan kita kepada kehidupan menjadi utuh.
Seperti teman saya seorang ayah di atas yang memaknai rasa sedihnya itu dengan sebuah komentar, "I guess that way i feel complete". What a reflection...
Alfathri Adlin, Tasna Ambu and 13 others

 "Kasihan ya si anu, akhir hayatnya serba kekurangan. Mobil dijual, rumah disita, harta habis semua..."


Dulu kalau saya mendengar ada orang nasib hidupnya seperti itu respon hati saya ikut mengasihani. Seolah Allah menimpakan azab kepada orang tersebut. Tapi sekarang saya belajar melihat sisi lain dari sebuah kekeringan dalam kehidupan.

Saya justru melihat mereka yang disempitkan di akhir hidupnya, entah itu dibuat sakit, harta, jabatan dan kekayaan dibuat hilang, semua itu adalah sebuah pertolongan dari-Nya. Justru itu sebuah mekanisme pembersihan yang berupa rahmat agar yang bersangkutan pulang ke hadirat-Nya tanpa harus mempertanggungjawabkan banyak hal.

Kenapa demikian? Karena manusia itu sebenarnya harus dalam keadaan 'kering' ketika beranjak ke alam berikutnya. Dalam arti sudah mengeluarkan dan mensedekahkan semua hal yang Allah miliki baik itu berupa kekayaan yang fisik maupun berupa potensi, kepintaran dsb.

Oleh karena itu makna lain dari "al ashr" yang kerap diterjemahkan dengan "sang waktu" adalah "memeras". Jadi setiap orang sebenarnya dalam keadaan merugi jika ia tidak memeras habis dirinya dengan iman dan amal shalih, dan mempertukarkan al haq dan kesabaran dalam hidupnya.

Sudut pandang seperti ini begitu menenangkan, karena dengannya saya bisa lebih memaknai warna takdir kehidupan lain semenyakitkan dan sesulit apapun kelihatannya. Menyadari betapa Dia sungguh Dzat Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang...

Amsterdam, 20 Mei 2022 / 19 Syawwal 1443 H, pkl 15.37 sore di tengah rintik hujan jelang akhir musim semi

Thursday, May 19, 2022


Foto ini saya ambil sekitar jam 1 siang walaupun sekilas seperti sudah sore.


Perubahan cuaca yang mendadak biasa dialami di Belanda sini. Kadang sehari bisa merasakan empat musim, bangun pagi bersalju dan dingin, siang hangat seperti musim semi, sore panas terik seperti di musim panas.


Walaupun sudah hampir satu dekade tinggal di Belanda saya masih kesulian memutuskan memakai jaket apa saat mau keluar. Memang harus sering-sering lihat "weather app" untuk melihat berapa derajat suhu di luar dan apakah akan hujan besar atau tidak seperti hari ini. Tapi tetap namanya juga "ramalan" cuaca, ada aspek kira-kira, tidak pernah akurat 100%.


Tapi cuaca seperti apapun life goes on. Tetap harus belanja, tetap harus antar-jemput anak, tetap harus kesini dan kesitu. Orang Barat sudah biasa bilang "There's no such thing as bad weather, only unsuitable clothing". Mirip dengan peribahasa kita  "sedia payung sebelum hujan". Artinya kitanya yang harus bersiap menghadapi pasang surut kehidupan.


Namanya hidup pasti ada dinamika kejutan. Mesti ada perubahan. Niscaya ada pergantian. Ngga mungkin enak terus, ngga mungkin tenang terus, tapi jangan khawatir karena bahkan sebuah badai pun akan berlalu. This too shall pass...

Tuesday, May 17, 2022

 LANGSUNG DIHAJAR


Jangan kaget, dalam hidup kemalangan demi kemalangan bisa muncul gara-gara ada sesuatu yang sebenarnya tidak boleh nangkring di hati kita. Sesuatu seperti sombong, dengki, dendam, bangga diri, riya dll.

Contohnya, berdasarkan pengalaman pribadi kalau hati mangkel sama orang bahkan cenderung mencela orang tersebut diam-diam - tak ada orang yang tahu selain Tuhan dan kita, maka tak lama kemudian ada musibah menimpa. Pernah saya misuh-misuh sama rekan kerja sampai kesal sekali mengumpat halus - ga ada yang dengar - mengatakan "idiot!". Hati nurani langsung membaca saat itu bahwa itu adalah sebuah celetukan yang tidak baik. Tak lama kemudian entah kenapa ada loyang jatuh menimpa muka saya dan mendarat dekat ke bibir - lisan yang tadi mengumpat itu. Ouch, satu sentimeter kulit saya tergores berdarah. Istighfar...

Atau di suatu waktu, saya merasa rada bangga diri tuh, bisa ini dan itu. Cepat mengerjakan ini dan itu. Melambung hati. Kurang istighfar. Eh bener dong, ga lama kemudian saya dibuat bloon, menanyakan sesuatu dalam forum pertemuan orang banyak yang setelahnya saya sampai bertanya kepada diri sendiri. Ngapain tanya begitu? Yah, itulah cara Tuhan mempermalukan saya. To keep me humble.

Itu bukti bahwa semesta ini ada Sang Pengatur. Dia yang teliti menelisik kedalaman hati kita. Maha Teliti, sampai para malaikat pun tidak bisa membacanya. Tapi sebenarnya diri kita diberi perangkat nurani, dia yang mengingatkan kalau kita sedang ujub, dia yang berkata ketika kita agak berlebihan dan dusta, dia yang wanti-wanti agar sesuatu jangan diambil.

Nurani atau hati kecil itu sarana Tuhan berkata-kata kepada kita. Jika suaranya kerap kita abaikan bahkan dibungkam. Maka lama-lama ia akan padam dan orang itu akan berjalan dalam kegelapan. Tak ada tuntunan Ilahi. Merasa melakukan banyak hal tapi sebenarnya tidak ada apa-apanya. Merasa berjalan berpuluh kilometer padahal hanya berputar-putar di tempat. Dan baru ketika bangun dari tidur kelalaiannya - yaitu saat kematian menjelang dia tersadarkan akan semua kesalahannya. Menyesal di akhir tak ada guna. Jadi ngga apa-apa deh, mendingan ditegur sekarang saja. Mumpung masih ada nafas, taubat yuk...

Sunday, May 15, 2022

 

Berapa harga makan malam bersama Obama?

Dalam sebuah acara penggalangan dana yang diselenggarakan di Manhattan Upper East Side, salah satu daerah elite di Amerika kabarnya tiket the malam bersama Obama dibanderol seharga 35.800 USD, kira-kira setengah milyar per orang.

Setengah milyar untuk makan berbagai menu berporsi sedikit dan salaman sambil ngobrol sebentar saja - mungkin selfie bareng dengan Obama. Udah segitu aja.

Bayangkan, uang setengah milyar untuk sebagian besar orang di muka bumi ini walaupun mereka kerja pontang-panting siang malam seumur hidup pun tidak akan bisa mengumpulkan sejumlah yang sama yang dikeluarkan oleh segelintir orang dalam waktu kurang dari 12 jam.

Untung bertemu dengan Tuhan ga perlu uang banyak-banyak. Pun tak perlu menembus jalur protokoler yang ribet. Yang dibutuhkan hanya tekad kuat dan bangun di sepertiga malam terakhir ketika Dia turun ke langit dunia. Seperti yang Rasulullah kabarkan,

Tuhan kita yang Maha Agung dan Maha Tinggi turun setiap malam ke langit dunia ketika telah tersisa sepertiga malam terakhir. Ia berfirman: Siapakah yang berdoa kepadaku, maka aku akan mengabulkannya, Siapa yang meminta kepadaku, maka aku akan memberikannya. Siapa yang memohon ampun kepadaku maka akan Aku ampuni. (HR. Bukhari-Muslim)

Ah, beruntungnya kita punya Tuhan yang demikian pemurah❤

Friday, May 6, 2022

 To forget is to be forgiven


To forgive is to forget.
Kalau mau memaafkan kesalahan orang yang menyakiti kita, berhentilah mengulang-ulang kesalahannya di benak kita, juga berhenti mengucapkannya seperti kaset rusak, mengulang hal yang sama dengan suara tak karuan.

Kalau benar-benar memaafkan ya mulailah dengan lembaran baru, yang lama tak usah diungkit-ungkit lagi.
Itu sebenarnya sehat untuk yang memaafkan, karena ia tak perlu menyimpan sampah dendam dan amarah dalam hatinya yang jika makin lama ia tahan akan semakin membusuk dan melukai dirinya sendiri.

Dalam kaidah agama orang yang lupa itu dimaafkan. Seperti sabda Rasulullah saw,

“Sesungguhnya Allah menghapuskan dari umatku dosa ketika mereka dalam keadaan keliru, lupa dan dipaksa.” (HR. Ibnu Majah, no. 2045)

Kalau lupa itu ya tidak ingat. Ia tidak dalam posisi menentukan sesuatu, karenanya ia dimaafkan, lepas dari hisab.

Kalau Tuhan bisa demikian pemurah dan pemaaf kepada yang lupa. Berarti ada sebuah rahasia besar di balik sebuah ihwal keterlupaan.

Seorang guru selalu berkata kepada muridnya "Lupakan!" akan hal-hal yang bukan merupakan hak dia untuk diambil, direnungkan atau ditekuni. Lupakan adalah berarti meninggalkan. Let it go. Jangan bahkan melirik-lirik dia lagi jika tidak ingin memori tentang itu terbangkitkan kembali.

Lupa adalah sebuah rahmat-Nya. Sebuah pertolongan bagi manusia yang lemah, rapuh dan tak sabaran ini.
Bayangkan, jika semua hal yang buruk kita ingat terus. Tentu makan pun jadi tak enak dan tidur tak nyenyak. Kita bahkan tak akan bisa menikmati hidup apalagi berbahagia melaluinya.

Demikian juga, kalau mau kembali bahagia. Lupakan sakit hati itu. Lupakan tindakan dia menyakiti kita. Raih episode yang baru di setiap saat. Lalu jika disakiti lagi? Ya lupakan kembali. Terus begitu.

Rasulullah saw pernah dibully oleh sekelompok orang yang memanggil-manggil namanya "Muhammad sini!" Begitu Rasulullah datang dan bertanya "Siapa yang memanggilku?" Mereka cekikikan norak, pura-pura tidak melakukannya. Rasulullah pun meninggalkan mereka tanpa berkata apapun. Lalu mereka berulah lagi, dari kejauhan memanggil "Muhammad, sini". Rasulullah sang insan mulia tetap kembali. Lagi dan lagi dan lagi. Sampai mereka kelelahan sendiri bahkan menjadi takjub. "Betapa mulianya engkau, tak bergeming ataupun marah sedikit pun atas perilaku kami. Kalau begitu, saksikan bahwa aku bersyahadat sekarang..."

Kalau kita - ya sayalah - dipanggil kedua kali mungkin udah males nengok. Tapi Rasulullah saw kok bisa begitu? Itulah kualitas sebuah kepemaafan. Dia melupakan apa yang bahkan baru terjadi beberapa detik sebelumnya dan menganggap semua hal sebagai sebuah lembar yang baru. Over and over again. That is the quality of a true forgiver.

Allahumma shalli 'alaa sayyidina Muhammad...

 "Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami..."

(QS Huud [11]:37)

Dunia adalah bagaikan samudera yang menenggelamkan mereka yang melintasinya tanpa bahtera yang memadai.

Kelalaian dari berdzikir kepada-Nya, mabuk dunia, dan tidak mempersiapkan hari akhirat adalah sebuah bentuk ketenggelaman.

Setiap orang memiliki desain bahteranya masing-masing. Setiap papan, paku, material sudah Allah berikan satu persatu sejak kita dilahirkan dari rahim ibu.

Medan yang dihadapi oleh setiap orang pun sudah memberikan data tentang jenis bahtera itu. Desain kapal muatan akan melintasi samudera dalam dan bergelombang dengan membawa banyak hal di atasnya. Berbeda dengan kapal penangkap ikan kecil yang bergerak di atas air yang tenang. Pun berbeda dengan desain gondola yang ramping dan berkapasitas muatan terbatas tapi handal menyusuri kanal-kanal sempit di Venesia.

Orang itu mesti tahu diri. Alias mengenal dirinya sendiri. Agar berfungsi tepat sesuai dengan tujuan penciptaannya.

Sebuah kapal ferry yang ingin menjadi seperti gondola - mengangkut dua orang saja adalah menjadi mubazir. Begitupun kapal berdesain kapal nelayan penangkap ikan ingin memikul beban peti-peti kontainer berat seperti kapal angkut pastilah tenggelam. Dan ketenggelaman itu adalah sebuah kematian.

Bukan kematian jasad, tapi kematian jiwanya. Itu lebih mengerikan. Karena ia berjalan sana-sini tanpa tujuan.
Hampa, tak ada tujuan jelas.
Lelah hatinya, tak bergairah.
Murun hatinya, tak ada keceriaan.
Seperti kapal hantu...