Monday, February 27, 2017

Jelang Usia 40 Tahun

"Sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri"." (QS. Al-Ahqaf: 15)

Imam al-Qurthubi rahimahullah dalam tafsirnya berkata, "Allah Ta'ala menyebutkan orang yang sudah mencapai umur 40 tahun, maka sesungguhnya telah tiba baginya untuk mengetahui nikmat Allah Ta'ala yang ada padanya dan kepada kedua orang tuanya, kemudian mensyukurinya."

Sebenarnya bersyukur itu sepanjang umur. Dan dikhususkan pada umur 40 tahun ini karena pada saat usia ini seseorang benar-benar harus sudah mengetahui segala nikmat Allah yang ada padanya dan pada orang tuanya, lalu ia mensyukurinya.

Konon pada di Yunani dahulu pemerintah memfasilitasi mereka yang berusia 35 tahun (menjelang 40 tahun) untuk banyak melakukan tafakur dan kontemplasi diri dengan mengurangi kegiatan dan pekerjaannya.

Dalam konteks kekinian, bisa jadi seseorang dikondisikan kehidupannya oleh Allah Ta'ala agar tercipta ruang-ruang perenungan yang dalam. Bisa jadi bisnisnya dibuat lesu untuk sementara, bisa jadi ia diserahi tugas untuk mengurus anak atau pindah tempat dan pekerjaan atau bahkan diberi kondisi fisik tertentu yang membatasi kegiatannya. Semua itu bentuk kasih sayang-Nya agar sang insan meluangkan waktu diantara setumpuk kegiatannya sehari-hari untuk meneropong ke dalam diri dan menggali kembali makna kebersyukuran yang hakiki. Karena kualitas seorang manusia ditentukan oleh sejauh mana ia mampu untuk bertafakur.[]

Wednesday, February 22, 2017

Pencarian "Separuh Agama" Bagi Ishaq a.s.

Berbicara mengenai Bani Israil - sebuah umat yang Allah Ta'ala selamatkan dengan menurunkan keajaiban membelah Laut Merah kemudian darinya dilahirkan banyak nabi- tidak terlepas dari peran penting seorang perempuan bernama Ribka (Rebecca: Bahasa Inggris), dari Bahasa Ibrani "ribhqeh" yang berarti "pertalian atau menggabungkan". Memang dari rahim perempuan mulia inilah kemudian akan lahir Ya'qub a.s. yang dianugerahi 12 anak yang masing-masing menjadi leluhur 12 suku Israel. Sesuai dengan namanya, seorang Ribka menjadi simpul awal pagelaran nabi-nabi Bani Israil.

Dalam Kitab Kejadian Pasal 24 kisah pencarian Ribka diterangkan dengan indah. Bagaimana seorang Ibrahim as, dengan bimbingan Allah Ta'ala mencarikan istri bagi Ishaq anaknya yang saat itu berusia sekitar 40 tahun. Sebuah usia yang krusial dalam tahap perjalanan jiwa insan. Nabiyullah Ibrahim yang sudah tua kemudian mengutus Eliazer, beliau adalah putra kedua Musa dan istrinya Zipora menurut catatan Kitab Keluaran. Namanya dalam bahasa Ibrani berarti "El (Allah)-ku adalah penolong".

Eliazar dibekali sepuluh ekor unta yang dibekali bermacam barang berharga dan perbekalan untuk melakukan perjalanan panjang dari Kanaan ke Haran (seperti tergambar dalam peta di bawah).

Dikisahkan Eliazar tiba di kota Haran pada sore hari, ia pun mendekati sebuah sumur kota untuk melepas lelah dan pada saat itu para perempuan kota tengah datang ke sumur untuk menimba air. Pada saat itu Eliazar berdoa dengan spesifik kepada Allah untuk menunjukkan mana sang perempuan yang merupakan jodoh dari anak Ibrahim a.s. yaitu ia yang bersedia menolongnya untuk memberi minum baginya serta unta-unta yang ia bawa. Sebuah permintaan yang tidak mudah, karena umumnya unta bisa minum hingga 100 liter, artinya untuk memberi minum 10 unta dan Eliazar dan orang-orang yang menyertainya, seorang Ribka harus pulang-pergi menimba air seberat lebih dari 1 ton!

Setelah semua unta minum sepuas-puasnya, Eliazar bertanya kepada Ribka "Coba katakan siapa ayahmu. Adakah tempat bermalam di rumahnya untuk saya dan orang-orangku?"
"Ayah saya Betuel, anak Nahor dan Milka, jawabnya. "Di rumah kami ada tempat bermalam untuk Bapak dan juga banyak jerami dan makanan ternak." Mendengar hal ini Eliazar langsung melakukan sujud syukur.

Betuel, ayah sang perempuan pilihan adalah seorang beriman. Saat mendengarkan penuturan Eliazar yang meminang putrinya bagi anak Ibrahim a.s. ia berkata, "Karena apa yang terjadi ini berasal dari Allah, kami tidak patut memberi keputusan. Ini Ribka, biarlah ia ikut dengan Bapak dan menjadi istri anak tuan Bapak, seperti yang dikatakan Allah sendiri."

Keesokan harinya abang Ribka yang bernama Laban serta ibunya sempat meminta Eliazar untuk menunda perjalan pulang sekitar seminggu atau sepuluh hari. Hal ini bisa dimengerti karena semuanya berlangsung begitu cepat, kiranya mereka pun butuh waktu untuk melepas putri serta saudara perempuannya tercinta. Akan tetapi Eliazar berkata "Janganlah menahan saya. Allah telah membuat perjalanan saya berhasil; ijinkanlah saya pulang kepada tuan saya."
Lalu mereka memanggil Ribka dan bertanya, "Maukah engkau ikut orang ini?"
Dan ia menjawab, "Ya, saya mau."

Sungguh sebuah pagelaran keberserahdirian yang indah, yang barangkali untuk ukuran masyarakat saat ini merupakan suatu hal yang tidak masuk akal. Tentu saja tidak masuk akal, karena keberserahdirian bekerja di ranah hati.

Hikmah lain yang indah dari peran yang dimainkan oleh hamba-hamba pilihan-Nya itu adalah juga tentang kaitan antara laki-laki, perempuan dan sumur. Mursyid saya menerangkan bahwa sumur adalah perlambang mata air pengetahuan. Maka penyatuan antara perempuan dan laki-laki yang haq mestinya akan membuka pengetahuan yang murni. Diantaranya adalah pengetahuan yang akan membongkar kembali informasi purba tentang diri yang sejati. Melalui sebuah pernikahan maka separuh ad diin (agama) seseorang mulai teridentifikasi. Ad diin yang sama yang menjadi syarat mengenal Allah (awaluddiina ma'rifatullah). Karena siapa yang mengenal dirinya akan mengenal Tuhannya.[]

Bahkan Ia Menerima Persembahan Palsu

Setiap orang tua akan meleleh hatinya memandang buah tangan sang buah hati, apalagi jika itu dipersembahkan khusus untuknya.
Persembahan sang anak, tanpa perlu menilai kualitas dari si persembahan itu sendiri sudah merupakan sesuatu yang indah di mata orang tua karena ia datang dari sebuah ketulusan hati.

Bisa jadi Tuhan pun demikian adanya, seperti kata Jalaluddin Rumi.

Jika engkau tidak mempunyai ilmu dan hanya prasangka,
Milikilah prasangka yang baik tentang Tuhan. Itulah jalannya!
Jika engkau hanya mampu merangkak, maka merangkaklah kepada-Nya!
Jika engkau tidak mampu berdoa dengan khusyu’,
Maka persembahkanlah doamu yang kering, munafik dan tanpa keyakinan;
Jika engkau masih mempunyai seratus keraguan mengenai Tuhan,Maka kurangilah menjadi sembilan puluh sembilan saja. Itulah caranya!

Karena Tuhan, dalam rahmat-Nya, akan tetap menerima keping uang palsumu. <3



Because You Are What You Read

Joseph kecil tumbuh dalam suasana yang cenderung kekurangan, ayahnya adalah imigran dari Skotlandia yang bekerja sebagai buruh di New York. Setelah sang ayah meninggal ia dan ibunya pindah dari rumah ke rumah lain, pada saat itu adalah lumrah bagi sebuah keluarga untuk menawarkan tempat untuk berteduh dengan imbalan jasa mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

Di salah satu keluarga tempat mereka menginap sang tuan rumah meminjamkan Joseph yang saat itu berusia sekitar 16 tahun, sebuah buku berjudul Lectures on Experimental Philosophy, Astronomy and Chemistry, Intended Chiefly for the Use of Young People. Di kemudian hari Joseph menulis dalam bukunya mengenai pengalamannya ini, "Buku tersebut adalah buku pertama yang pernah saya baca dengan perhatian penuh. Ia membawa saya ke sebuah dunia yang penuh dengan dinamika pemikiran yang menyenangkan; sehingga saya memiliki ketertarikan yang sangat kepada alam, saat itu saya langsung memutuskan untuk mendedikasikan hidup saya untuk meraup pengetahuan."

Joseph Henry kemudian menjadi salah satu penemu dan peneliti utama di bidang elektromagnetik. Melalui penemuannyalah Samuel Morse kemudian bisa membuat telegraf, awal dari penciptaan alat komunikasi jarak jauh jauh kira-kira dua abad sebelum internet ditemukan.

Kisah mengenai bagaimana sebuah buku bisa menginspirasi seseorang juga terjadi pada seorang peneliti besar lain bernama Michael Faraday, yang fotonya terpajang di kantor sang jenius Albert Einstein bersama dua orang peneliti lain, yaitu Isaac Newton dan James Clerk Maxwell.

Nasib Faraday mirip dengan Joseph Henry yang masa kecilnya hidup miskin. Pada usia 13 tahun, Faraday bekerja di toko buku sebagai "delivery boy". Satu tahun setelah itu berkat dari kerja kerasnya yang membuat sang pemilik buku terkesan, maka ia dipromosi ke bagian penjilidan buku. Pekerjaan yang ia lakukan dengan suka cita, karena ia tidak hanya menjilid buku namun juga membaca buku-buku yang ada. Hingga lambat laun minatnya pada bidang sains mulai tumbuh, dua buku yang dikatakan menjadi sumber inspirasinya, yaitu : The Encyclopedia Britannica dan Conversations on Chemistry.

Demikianlah bagaimana sebuah bacaan bisa menumbuhkan bakat yang ada dalam diri seseorang.

Kiranya ketika Allah Ta'ala menyeru manusia untuk memakan yang halal dan baik *(thayyib) tidak terbatas pada makanan yang kita masukkan ke dalam mulut, tapi buku yang kita baca, musik yang kita dengarkan termasuk segala sesuatu yang ditangkap melalui panca indera kita. Karena semuanya akan membentuk siapa kita. Because you are what you read.

---
*"Wahai manusia! Makanlah yang halal lagi baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyat abagimu." (QS Al Baqarah [2]:168)

Sunday, February 19, 2017

Saat "Agama" Hanya Tinggal Cangkang

Sepertinya pemahaman kita kepada agama (ad diin) harus direkonstruksi, karena tidak sedikit yang merasa agama dirasa mengekang kebebasan diri, kebersamaan dan kemasyarakatan dan dikerdilkan artinya menjadi semacam ritual atau syariat semata hingga tidak jargon seperti "..beyond religion..", "..spirituality yes and religion no" hingga "jangan bawa-bawa agama" menjadi trend. Padahal agama mencakup setiap detak jantung dan nafas kita, dan tidak ada sesuatu aspek dalam kehidupan kita yang tidak dipayungi oleh ad diin.

Bisa dimengerti manakala penyampaian agama yang diredusir menjadi hanya aspek syariat lahiriyah yang ketat tanpa menyelami samudera kedalaman aspek batiniyah dari setiap syariah yang turun, maka presentasi keberagamaan nampak demikian keras sehingga membuat orang takut hingga trauma bahkan sekadar untuk mendengar kata "agama".

Padahal para utusan-Nya demikian sangat mengayomi dan merahmati kaum tempat mereka diutus kemudian mengajari mereka tentang pengetahuan purba yang sebenarnya setiap jiwa pernah dapatkan dulu di alam persaksian dengan demikian elegan dalam bahasa kaumnya. Pengetahuan awal yang penting untuk mengenal kesejatian diri yang hanya dengannya setiap manusia bisa menemukan lokasi mata airnya masing-masing - dimana ia akan meraup air pengetahuan hakiki yang memberikan kesegaran bagi jiwa dan membawa kebahagiaan sejati.[]



Thursday, February 16, 2017

Ikutilah Sebaik-Baik Apa Yang Diturunkan Kepadamu

Kebanyakan manusia hidup melampaui batas-batas fitrah dirinya. Artinya ia melakukan sesuatu yang tidak baik (thayyib) bagi dirinya baik di tataran jiwa maupun raga. Ibnu Taimiyah menerangkan dalam kitab Majmu’ Fatawa bahwa yang dimaksud dengan thayyib adalah yang membuat baik jasmani, rohani, akal dan akhlak manusia. 

Sesungguhnya setiap insan didesain dengan kadar dirinya masing-masing. Ada yang kadar tidur optimalnya 4 jam, maka ia tengah mendzalimi raga dan waktu terbatas yang ia miliki untuk tidur terlalu lama ataupun terlalu sedikit.
Ada yang perutnya tidak kuat menyantap makanan tertentu hingga raganya menjadi sakit jika hal itu ia labrak dengan memakan makanan yang tidak pas berulang kali.
Ada yang diberi potensi untuk menulis, maka saat ia enggan menulis ia sebenarnya sedang menahan pertumbuhan jiwanya sendiri.
Ada yang kadarnya mengerjakan sesuatu di level administratif dan tidak mempunyai kadar kepemimpinan tertentu, maka ia sedang melewati batas diri ketika menerima pekerjaan yang memerlukan kualitas kepemimpinan dan social skill tertentu karena tergiur oleh iming-iming kekuasaan dan fasilitas yang ditawarkan.
Ada yang wadah rejekinya sekian juta rupiah, maka ia tengah mendzalimi diri dan keluarganya saat ia berperilaku konsumtif dengan berbelanja sesuatu yang tidak pas sehingga kondisi keuangannya bagaikan besar pasak daripada tiang.
Belum lagi di tataran yang lebih halus di dalam jiwa, ada takaran tertentu yang sangat presisi yang Ia kehendaki untuk kita penuhi. Akan tetapi  kebanyakan insan menggenggam, menarik dan mengerjakan sesuatu yang tidak pas dengan dirinya, perbuatan itu pada prinsipnya merusak dan mendzalimi diri sendiri dan konsekuensinya akan membawa kerusakan pula bagi sekitarnya.

Cara untuk keluar dari pusaran hidup yang melampaui batas disebutkan dalam Al Qur'an :

Katakanlah, "Wahai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri!
Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong.
Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu (Al Qur’an) dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu secara mendadak, sedang kamu tidak menyadari,

Agar jangan ada orang yang mengatakan, "Alangkah besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah),”
atau (agar jangan) ada yang berkata, “Sekiranya Allah memberi petunjuk kepadaku tentulah aku termasuk orang-orang yang bertakwa,”
atau (agar jangan) ada yang berkata ketika melihat azab, “Sekiranya aku dapat kembali (ke dunia), tentu aku termasuk orang-orang yang berbuat baik.”

(QS Az Zumar : 53-58)

Kuncinya adalah bertaubat kepada Sang Rabb dan berserah diri kepada-Nya[]

Mengapa Sulit Memaafkan ?

Kenapa saya sulit memaafkan orang yang menyakiti saya?

Memaafkan memang tidak mudah, karena ia harus mendobrak benteng kokoh bernama "sang ego".

Ada perbedaan besar antara sakit hati dan menyimpan dendam atau kebencian. Hati yang tersakiti itu kadang tak terelakkan, dalam interaksi sosial kadang ada kata atau perbuatan yang sengaja maupun tidak sengaja mengakibatkan hati terluka dan menimbulkan rasa sakit. Namun menyimpan dendam dan kebencian itu pilihan.

Bicara tentang rasa sakit, mari kita bercermin sejenak untuk menyaksikan sebuah mekanisme indah dan alami yang dimainkan oleh tubuh kita saat ia terluka.

Bayangkan ketika saat kita sedang memotong sesuatu menggunakan pisau yang tajam kemudian secara tidak sengaja bagian pisau yang tajam itu mengiris kulit jari anda sehingga ia berdarah. Respon pertama biasanya sang tangan yang terluka akan refleks menarik diri dan menjauh dari benda yang menyebabkan sakit, kemudian pada saat yang bersamaan mulut spontan berteriak "aww!" dan kita bisa merasakan jantung kita sedikit berdegup kencang.

Fase perdarahan adalah mekanisme alami tubuh untuk mengatasi bagian tubuh yang terluka. Dalam hitungan detik sel-sel trombosit (platelet) dengan cekatan berhimpitan dan membentuk formasi sedemikian rupa untuk menutup luka. Proses ini diikuti oleh pembentukan serat-serat fibrin dalam hitungan 60 detik berikutnya. Serat-serat ini yang menjaring caran darah sehingga ia berubah menjadi gumpalan darah dengan tujuan untuk menghentikan perdarahan. Keseluruhan orkestra ini biasa disebut "Fase Hemostasis".

Kemudian, masih dalam hitungan detik, bagian tubuh yang terluka akan dibanjiri oleh pasukan pertahanan yang membawa transudat (berisi air, garam dan protein) sehingga timbul sedikit pembengkakan. Proses ini disebut dengan "Fase Peradangan". Sebuah tahap lain yang penting untuk mengontrol perdarahan dan mencegah infeksi, di fase inilah semua sel yang rusak, benda-benda asing dan kuman dikeluarkan dari daerah luka. Perang besar yang teradi dalam level mikroskopis yang digarda oleh pasukan sel darah putih, faktor-faktor pertumbuhan, zat nutrisi dan berbagai enzim tubuh itu kerap kali tidak hanya mengakibatkan pembengkakan namun juga disertai sensasi panas, nyeri dan warna kemerahan di sekitar luka.

Kemudian saat badai berlalu dan radang mulai reda, mulailah memasuki tahap penyembuhan, yaitu saat ketika jaringan baru tumbuh di bagian kulit yang terluka, seiring dengan itu jaringan pembuluh darah dan saraf baru akan terbentuk di sekitarnya.
Sebuah pertunjukan yang  kompleks dan sangat menakjubkan dari sel-sel tubuh kita yang rata-rata membutuhkan waktu 3 hari.

Mirip dengan tubuh, saat hati terluka oleh perilaku seseorang maka respon pertama adalah terjadi "perdarahan dalam hati". Kita merasa kaget, marah, sedih semua bercampur jadi satu. Detak jantung pun sama akan terasa meningkat. Dan adalah wajar respon orang yang merasa disakiti untuk menjauh dari sumber sakit untuk sementara waktu. Ini adalah mekanisme pertahanan diri. Hal yang terbaik dilakukan oleh orang yang sedang "berdarah hatinya"adalah dengan memberi dirinya ruang untuk  menenangkan hati karena suasana sistem tubuh sedang dicekam suasana stress. Maka jika seseorang memaksakan diri untuk merespon dalam kondisi seperti ini biasanya respon yang keluar tidak masuk akal dan malah cenderung akan dia sesali di kemudian hari.

Namun sebagaimana sel-sel tubuh yang berespon cepat dalam menangani sakit, maka sakit hati juga bisa diobati sehingga perdarahan berhenti. Mungkin dalam beberapa hari ia masih merasakan "peradangan"di dalam hati. Bisa jadi ia tidak mau bertegur sapa dan malah cenderung memutus silaturahmi. Padahal Rasulullah SAW bersabda "Tidak halal seorang muslim memutuskan hubungan dengan saudaranya lebih dari tiga hari."(HR Abu Dawud). Tiga hari, waktu yang relatif sama dengan periode yang dibutuhkan oleh tubuh untuk sembuh dan meredakan peradangan.

Artinya, kalau hati masih dirasa sulit memaafkan setelah sekian lama, masih menyimpan kebencian dan dendam yang membara. Itu bagaikan tubuh yang terkena infeksi, butuh penanganan lebih untuk menyembuhkannya, bisa jadi berupa kombinasi antibiotik bahkan dalam kasus tertentu sebuah proses pembedahan.

Ketika ditanya kepada seorang bijak "mengapa sulit untuk memaafkan?" Ia menjawab, "karena banyak orang masih hidup terperangkap dalam masa lalunya."

Pantaslah dalam dalam Al Qur'an sifat tidak memaafkan dikaitkan dengan kedzaliman.
Karena ketika seseorang memilih untuk tidak memaafkan secara otomatis ia tengah mendzalimi dirinya sendiri dengan membawa-bawa beban berat berupa "luka-luka masa lalu" dan menyeretnya selama perjalanan sehingga senantiasa membebani langkah kakinya.

“…dan balasan kejelekan itu adalah kejelekan pula, namun siapa yang memaafkan dan memperbaiki (hubungannya), maka pahala baginya di sisi Allah. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang dhalim. “(QS Asy Syura 40)

Maka terpuji dan mulialah mereka yang bisa memaafkan.

-----
Rasulullah saw: jika rasa marah telah meyesakkan (menyusahkan) mu, maka hilangkanlah dengan memberi maaf. Sesungguhnya pada hari kiamat nanti akan ada suara yang memanggilL: berdirilah siapa yang memiliki pahala di sisi Allah! Tidak ada seorang yang berdiri, kecuali orang-orang pemaaf. Tidakkah kamu mendengar firman Allah SWT: “siapa yang memaafkan dan memperbaiki (hubungannya), maka pahala baginya di sisi Allah” (A’lâmuddin hal. 337)

Rasulullah saw: Hendaknya engkau memaafkan, karena tindakan memaafkan itu akan menambahkan kemuliaan seorang hamba. Salinglah memaafkan sehingga kalian mendapatkan kemuliaan dari Allah! (Al Kafi juz 2 hal. 108 hadits no 5)

Rasulullah saw: Siapa yang banyak memaafkan, maka akan panjang umurnya. (A’lâmuddin hal. 315)
Rasulullah saw: Maafkanlah kesalahan orang-orang yang berbuat kesalahan niscaya Allah akan melindungi kalian dari takdir yang buruk. (Tanbihul Khawathir juz 2 hal. 120)

” …..dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ” (QS. An Nuur [24] ; 22)

” Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. .” (QS. Al A’raaf [7] ; 199)

Malu Itu Seluruhnya Kebaikan

“Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak, dan akhlak Islam adalah malu.”
- HR Ibnu Majah
“Malu itu kebaikan seluruhnya.”
- HR Muslim
Malu adalah akhlak para Nabi, seseorang menjadi pemalu karena ilmu Allah Ta'ala telah bersinar di dalam hatinya. Sifat malu ini yang akan menumbuhkan sifat tawadhu, rendah hati, tidak sombong, tidak petantang-petenteng dengan segala nikmat yang ia peroleh atau mengklaim apapun yang orang banyak pandang sebagai 'keberhasilan 'sebagai jerih payah dan kepintarannya. Jadi malu ada landasan ilmunya, maka orang yang tidak pemalu bisa dikatakan belum memiliki ilmu yang hakiki yang Allah Ta'ala tumbuhkan di dalam hatinya.
(Adaptasi dari Kajian Hikmah Al Qur'an, 17 April 2016 yang disampaikan oleh Zamzam AJT, Mursyid Penerus Thariqah Kadisiyyah)

Saat Hati Mulai Mencari-Nya

Adalah kehendak-Nya apabila engkau harus benar-benar mengenal Dia, tidak semata-mata melalui kabar angin.
Manakala hati seseorang dibuat mulai mencari Allah, maka Ia akan menurunkan sekian banyak mekanisme pembersihan hati dalam kehidupan dalam manifestasinya yang beragam; pekerjaan dibuat tidak stabil, bisnis dibuat merugi, raga dibuat sakit, konflik dengan keluarga atau pasangan, apapun itu yang Allah Ta’ala sudah takar betul dengan presisi bahwa ujian kehidupan yang itu yang akan berfungsi sebagai pembangkit jiwa yang tertidur di dalam raga sang hamba.
Setiap sang hamba lulus melampaui satu ujian maka ujian lain akan siap menjelang, begitu demikian hingga sang perindu menjumpai kekasihnya dalam keadaan bersih dan membawa jiwa yang tenang. Suatu bentuk ketenangan sejati yang jauh berbeda dengan ketenangan semu yang bersandar pada obyek-obyek kecintaan selain-Nya.
Maka terima dengan baik setiap obat kehidupan yang kerap kali terasa pahit saat ditelan itu. Jangan kenali Dia hanya dalam keindahan-Nya, seraya menolak apa yang datang kepadamu dari keagungan-Nya, tetapi karamlah benar-benar dalam semua keadaan.
Jangan hanya ingin mengenali anugerah Dia dengan menolak sapuan azab pembersihan-Nya. Jangan hanya puas dengan pengabulan doa-Nya seraya memalingkan wajah atas penahanan doa-Nya. Jangan terpesona semata dengan keindahan ciptaan-Nya seraya menolak jauh-jauh kreasi-Nya yang dianggap tidak pas di hati. Karena pengetahuan semacam itu tak lain hanya sepuhan. Ia bukan pengetahuan yang lahir dari kesadaran yang hakiki.
(Adaptasi dari “Wali Sufi Abad 20”, Martin Lings [Abu Bakr Sirajuddin])

Hebatnya Hati Yang Bersyukur

Syahdan di bumi hiduplah berdampingan tukang bubur yang sederhana dan tetangganya pak ustadz yang dikenal kesholehannya sekampung. Suatu ketika tibalah kematian menjemput mereka dan masing-masing berdiri di pengadilan yaumil akhir. Saat dinampakkan amal-amal dalam timbangan amal terpanalah keduanya karena cahaya yang keluar dari amalan saat dunia tukang bubur yang nampak biasa saja itu sangat cemerlang melebihi amalan sang ustadz yang ibadahnya nampak lebih tekun dan banyak melakukan kebaikan terhadap sesama.
Bertanyalah sang ustadz, "Wahai Allah, hamba telah beribadah kepada-Mu siang dan malam, kulewatkan malam-malam dalam berjaga di hadiratmu dan hamba telah berkorban banyak untuk mengajari hamba-hambaMu dan mengajak mereka dalam kebenaran. Maka mengapakah amalan hamba nampak kecil dibanding tetangga hamba yang ibadahnya tampak biasa saja?"
Allah Ta'ala kemudian menjawab, "Wahai hamba-Ku, ketahuilah bahwa Aku menghargai semua jerih payah yang kau lakukan, adapun amalan tetanggamu sang tukang bubur yang nampak berkilau adalah karena hatinya yang bersyukur dan menerima dengan lapang apapun yang Aku berikan kepadanya. Dijalani kehidupan apa adanya dengan hati yang ikhlas dan tidak pernah mengeluh atau berandai-andai ingin ini dan itu. Sedangkan engkau kerap menginginkan ini dan itu, memang tidak berwujud kekayaan dunia yang engkau sangat menjauhinya, tapi pangkat kesholehan yang engkau kejar dan kenikmatan mendapatkan penghormatan dari manusia adalah penghalang besar di hatimu dari mendapat nikmat cahaya-Ku, maka inilah keadaan hatimu apa adanya."
(Disajikan ulang dari Pengajian Hikmah Al Qur'an, Zamzam AJT, 5 November 2005)
"Semulia-mulia kekayaan milik pribadi adalah meninggalkan banyak keinginan."
- Ali bin Abi Thalib ra

Saat Dunia Terasa Menghimpit

Manusia seringkali merasa terjebak dalam kehidupan.
Terjebak dalam pernikahan yang dianggap kurang bahagia, terjebak dalam pekerjaan yang dirasa tidak menyenangkan,
terjebak dalam tumpukan hutang yang harus dicicil,
terjebak mengurus keluarga yang sakit,
terjebak meladeni anak dan segala kerepotannya dsb.
Apapun itu kondisinya, sadarilah bahwa kita semua tengah berada di dalam jalan yang Allah buat, dimanapun kita berada.
Adapun sesungguhnya Allah Maha Kuasa untuk memindahkan kita dari satu keadaan ke keadaan lain dalam sekejap. Namun yang luput kita telaah adalah bahwa dalam setiap episode, dalam setiap penggal kehidupan, dalam setiap kondisi yang kerap kali kita keluhkan keberadaannya itu, Yang Maha Kasih tengah mengajarkan kita sesuatu dan menyematkan sesuatu yang berharga seandainya kita mau menjalaninya dengan mempersembahkan hati yang berserah diri.
Jadi hargai keberadaan kita sebagai manusia, selagi masih diberi nafas kehidupan, hadapi dunia segila apapun badainya, jangan cengeng! Bukankah kita sudah ijab qabul di awal penciptaan untuk menerima amanah kehidupan ini. Maka jangan menjadi lemah, sungguh kita semua diberi kekuatan yang memadai untuk bisa melangkah tegap dengan ksatria menyongsong hamparan takdir-Nya, sehingga dengannya kita bisa menemukan hal yang terbaik yang Allah Ta'ala telah janjikan untuk diri kita masing-masing.
(Adaptasi dari diskusi suluk bersama Kang Zam, mursyid penerus Thariqah Kadisiyah, 13 Februari 2016)

Bagaimana Mendeteksi Amal Sholeh?

Bagaimana kita bisa mendeteksi sebuah amal sholeh?
Diperlukan anugerah Allah berupa cahaya iman yang menyala di hati (qalb) seorang insan untuk bisa mengidentifikasi amal sholeh, sebuah amalan yang terhubung kepada Allah Ta'ala.
Modal yang paling penting untuk bisa memancing rahmat berupa cahaya iman adalah mencoba membangun keberserahan diri di hati, menata segala kehendak diri seraya memohon agar kiranya Allah Ta'ala menuntun kita dalam semua tindakan dan semua nafas. Seperti doa yang dipanjatkan Rasulullah saw;
Berserah diri ini sama sekali bukan berarti pasrah dan berpangku tangan, namun ia adalah jerih payah dan kerja keras seseorang dalam upayanya untuk mempersembahkan yang terbaik bagi Rabbnya. Bisa jadi ia mengalami kegagalan, trial and error dan jatuh bangun dalam melakoninya, tapi selama hati senantiasa dijaga keterhubungannya dengan Allah Ta'ala maka setiap langkahnya akan membawa rahmat bagi dirinya. Sang insan terus berupaya optimal, banting tulang dan memutar otaknya siang dan malam seraya memanjatkan doa:
“Wahai Dzat Yang Mahahidup lagi Maha Berdiri dengan sendiri-Nya, dengan rahmat-Mu aku mohon pertolongan. Perbaikilah urusanku seluruhnya dan jangan Engkau serahkan aku kepada diriku walau hanya sekejap mata.”
(Adaptasi dari diskusi menjelang riyadhoh yang disampaikan pada tanggal 30 Juni 2016 oleh Zamzam AJT, Mursyid Penerus Thariqah Kadisiyyah)

Agar Amal Tidak Sia-Sia

Orang boleh berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya akan tetapi kalau perbuatan itu tidak terhubung kepada Allah di dalam hati maka amal itu hanya terbatas menjadi amal baik saja, bukan amal sholeh yang akan menjadi pemberat timbangan di yawmil akhir nanti.
Kuncinya adalah mengerjakan apa-apa yang Allah mudahkan ke dalam diri masing-masing; ada yang dimudahkan dalam mengerjakan proyek, ada yang terampil dalam menjahit, ada yang encer otaknya dalam membuat tulisan dsb. Setiap potensi diri yang ada patut untuk diberi perhatian agar ia tumbuh berkembang dengan baik.
Akan tetapi berhati-hatilah karena dalam suluk kita akan diuji dengan tembok yang merintangi, apabila sesuatu urusan dirasa banyak rintangannya dan belum pas maka sebaiknya jangan diterjang. Demikian pula kalaupun yang melintang bukan tembok akan tetapi ada pintu namun ia masih tertutup maka sebaiknya jangan paksa untuk membuka peluang mengerjakan sesuatu sebelum pintunya Allah bukakan. Di tahap yang lebih halus kadang penghalang itu bagaikan sehelai sutra tipis, seolah-olah bukan penghalang bagi kita untuk mengerjakannya akan tetapi secara etika penghalang yang tipis itu jangan disibakkan sampai Allah Ta'ala berkenan memberikan ketetapan saat yang haq.
Jadi apapun itu proses penantian kita, menanti datangnya jodoh, menanti pekerjaan lain, menanti momongan, keinginan memulai bisnis baru, menanti saat yang tepat untuk melanjutkan sekolah, rencana menambah anak, keinginan pindah dsb berhati-hatilah dalam membaca tanda-tanda kehidupan, yaitu kapan saat yang tepat untuk mengambil keputusan karena bisa jadi kita diuji dengan 'binatang buruang yang mudah didapat'*. Sujudkan kepala dalam-dalam dengan menyerahkan hati dengan penuh keberserahdirian. Dan tidak akan kecewa mereka yang memohon kepada-Nya
(Adaptasi dari Kajian Hikmah Al Qur'an yang dipandu oleh Kang Zam, mursyid penerus Thariqah Kadisiyah, 12 Juni 2016)
*"Hai orang-orang beriman, sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan sesuatu dari binatang buruan yang mudah didapat oleh tangan dan tombakmu supaya Allah mengetahui orang yang takut kepada-Nya, biarpun ia tidak dapat melihat-Nya. Barangsiapa melanggar batas sesudah itu, maka baginya azab yang pedih." (QS Al Maaídah [5]:94)

Ketika Sholat Menjadi Sekadar Formalitas

Salah satu penyebab kita dibuat pontang-panting oleh kehidupan bisa jadi karena sholat kita baru sekadar formalitas, sebatas menggugurkan kewajiban akan tetapi kering dari hati yang berserah diri kepada Allah Ta'ala.
Kerap kali sholat kita dikerjakan seadanya saja bahkan secepat kilat karena demikian kita menyibukkan diri dalam urusan dunia. Padahal sebenarnya saat terbaik kita adalah saat kita sholat yang hanya beberapa menit itu, yang kalau saja kita fokus dan khusyu mengerjakannya maka Dia yang merapikan segala urusan kita.
Kalau saat sholat pikiran kita melayang pada segala tetek-bengek dunia malah bisa jadi tidak akan mendapat apa-apa dalam sholatnya bahkan bisa makin membuat jarak dengan Allah Ta'ala. Akan tetapi jika kita memandang sholat sebagai saat yang dinanti-nanti, walaupun singkat tapi pada saat yang tidak lama itu kita serahkan semua permasalahan kita kepada-Nya. Setiap kita punya masalah yang dianggap besar, sebagian menghadapi permasalahan yang sama bahkan bertahun-tahun lamanya. Inilah saatnya untuk menunjukkan kepercayaan kita kepada-Nya, serahkan pada Dia dengan hati yang yakin dengan kuasa-Nya.
Sesungguhnya sholat adalah hari raya seorang mukmin, karena jika pada saat-saat lain kehidupannya belum tentu dalam genggaman Allah kecuali ia bertawakal kepada-Nya, maka dalam saat munajat di sholat itulah sang hamba berada dalam genggaman kuasa-Nya. Dan barangsiapa memperbaiki hubungan dengan Allah Ta'ala maka Ia akan memperbaiki kehidupan kita.
(Adaptasi dari Kajian Hikmah Al Qur'an yang disampaikan oleh Zamzam AJT, mursyid penerus Thariqah Kadisiyah. 13 Agustus 2016)

Kepayahan Di Awal Perjalanan

Para salik pada fase awal akan merasakan dua kepayahan, seperti yang telah disabdakan oleh Rasulullah.
Dua kesulitan tersebut adalah menjaga keseimbangan antara memikirkan dan beramal apa-apa yang sesuai bagi jiwa namun pada saat yang bersamaan juga harus bekerja keras untuk memenuhi kasab (kebutuhan hidup).
Karena tidak jarang pada fase ini sang salik diuji oleh kekurangan harta benda atau kenikmatan hidup lain yang ia telah terbiasa nikmati.
(Adaptasi dari kajian hikmah al Qur'an yang dipandu oleh Zamzam AJT, mursyid penerus Thariqah Kadisiyah. 13 Agustus 2016)

Syariat : Tahapan Pertama Suluk

Tahapan pertama yang harus ditempuh dalam bersuluk adalah tahapan syariat, ia meliputi sekian banyak syariat lahir (shalat, shaum, zakat, waris, dll) dan yang banyak luput dari perhatian banyak orang adalah juga syariat batin (menjaga hati dari dengki, mengeluh, putus asa dll).
Mengapa syariat merupakan tahapan pertama yang harus ditempuh manakala seseorang berikrar untuk menempuh jalan kembali kepada Allah?
Karena jiwa kita ditempatkan di dalam raga ketika janin berusia 120 hari di dalam kandungan ibu masing-masing dan setelah itu jiwa tumbuh bersama raga berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan mendapatkan 'kontaminasi' dari orang tua, keluarga dan teman. Maka seiring dengan bertumbuhnya raga, jiwa kita diselubungi oleh banyak belukar yang menghambat pertumbuhannya, ada belukar berupa amarah, kemalasan, merasa diri paling unggul dsb.
Melalui berbagai pelaksanaan syariat lahir itulah berbagai belukar yang mencengkram jiwa mulai ditebas dan bersamaan dengan itu raga ditempa menjadi lebih cergas dan tidak malas. Setiap ibadah mempunyai cahayanya sendiri yang akan memberi makanan bagi jiwa. Jadi di balik perintah shalat wajib, shalat sunnah, shaum, shodaqoh juga panduan berakhlak baik - di dalamnya tersimpan cahaya yang memberi kesegaran bagi jiwa dan akan juga memancar ke raga kita.
Sebetulnya manusia yang membutuhkan semua aspek syariat itu untuk membantu jiwanya bangkit sehingga ia bisa mengidentifikasi misi hidupnya, perintah spesifik yang Allah sematkan kepada masing-masing hamba, yang hanya mengerjakan hal itu ia bisa membuat ridho Sang Pencipta. Karena semua peribadatan itu pada hakikatnya bukan untuk Allah, bukankah Ia Maha Besar dan tak akan berkurang setitik pun kebesaran-Nya walaupun tak ada satu pun manusia yang menyembah atau mengagungkan-Nya
(Adaptasi dari diskusi suluk yang disampaikan oleh Zamzam AJT, Mursyid Penerus Thariqah Kadisiyah, 6 Agustus 2016)

Huru-hara Alam Barzakh dan Alam Hisab

Apa perbedaan yang paling menonjol antara alam barzakh dan hari-hari setelah alam kebangkitan di yawmil mahsyar nanti?
Kalau masalah kebaikan dan keburukan, keduanya sama-sama dihisab pada saatnya masing-masing. Adapun perbedaan yang paling fundamental adalah ketika di alam barzakh jiwa manusia masih hidup tanpa jasadnya yang sudah membusuk ditelan bumi.
Maka di alam barzakh setiap manusia terikat ke kamarnya masing-masing. Sehingga apapun yang sang manusia alami di alam barzakhnya lebih kepada dosa personalnya. Ada yang membawa amarah, dendam, keraguan, ketidakpuasan, kesombongan dll ketika ia meninggal; maka semua itu akan dibersihkan.
Adapun di Hari Kebangkitan nanti jasad manusia akan dibentuk lagi dan disandingkan kembali bersama jiwanya. Di hari yang penuh huru-hara itulah semua permasalahan mengenai muamalah, hutang, keributan antara suami-istri, adik-kakak, tetangga, teman dan lain-lain akan mengemuka. Setiap orang bisa saling menghujat dan mencakar dengan tak kenal belas kasihan.
Kita berlindung kepada Allah Ta'ala dari keganasan hari tersebut dan sekuat mungkin menjaga diri dari menyakiti orang lain baik melalui lisan atau perbuatan kita.
(Adaptasi dari Kajian Hikmah Al Qur'an yang disampaikan oleh Zamzam AJT, Mursyid Penerus Thariqah Kadisiyah, 17 Juli 2016)

Mengundang Jodoh Yang Terbaik

“ Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang .baik (thayyib) untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik (thayyib) untuk wanita yang baik. (Qs. An Nur:26)
Yakinilah bahwa setiap orang ada pasangannya.
Persiapan yang terbaik untuk mengundang tibanya pasangan yang haq bag diri kita adalah dengan menyiapkan diri sebaik-baiknya untuk mengidentifikasi dan melakukan hal-hal yang baik (thayyib) dalam kehidupan.
Mulai merubah gaya hidup menjadi lebih baik (thayyib), mengubah kebiasaan menjadi lebih baik, menata akhlak menjadi semakin mendekati akhlak yang diajarkan melalui kehidupan Rasulullah Saw.
Maka untuk mengundang yang terbaik maka kita harus berjuang menjadi yang terbaik.
(Adaptasi dari Kajian Hikmah Al Qur'an yang disampaikan oleh Zamzam AJT, Mursyid Penerus Thariqah Kadisiyah, 5 November 2016)

Salah Satu Tanda Taubatnya Benar

Dan (Nabi Hud a.s. berkata),
"Wahai kaumku! Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras, Dia akan menambahkan kekuatan di atas kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling menjadi orang yang berdosa."
Setiap diri kita pun mengalami proses yang sama di dalam qalb masing-masing. Apabila kita bersungguh-sungguh menempuh jalan pertaubatan maka Allah Ta'ala pasti akan menurunkan hujan lebat di dalam hati yang dengannya maka pohon jiwa di dalam diri sang insan akan semakin tumbuh berkembang. Seiring dengan itu maka akan bermunculan sifat-sifat Allah Ta'ala yang indah.
Dalam kehidupan serta keseharian yang dapat diobservasi adalah semakin tumbuhnya sifat-sifat baik: semakin tinggi ambang sabarnya, semakin lapang hatinya, semakin bersinar sifat kasih sayangnya, semakin terjaga lisannya, semakin mudah memaafkan, semakin ringan untuk memberi, semakin tegar menjalani ujian, semakin cerdas akalnya hingga ia mampu memahami pesan-pesan Allah Ta'ala yang tersembunyi bahkan dalam kemelut kehidupan. Itulah salah satu tanda taubat yang benar.
(Adaptasi dari Kajian Hikmah Al Qur'an yang disampaikan oleh Zamzam AJT, Mursyid Penerus Thariqah Kadisiyah, 11 Desember 2016)

Monday, February 13, 2017

Hati Orang Siapa Yang Tahu?

Hati manusia kerap mudah menghukumi orang lain,
"wah dia kok begitu ya?"
"ih kok begitu kelakuannya?"
"masa orang Islam begitu kelakuannya?"

Padahal hati orang siapa yang bisa meraba, padahal dirinya sendiri pun belum dipahami betul.
Seseorang bisa saja dengan mudah menunjuk kesalahan orang lain padahal hijab hatinya pun masih legam dan tebal. Sedemikian rupa ia sibuk menguliti kehidupan orang lain akan tetapi lupa merumat dirinya.

Memang kita berinteraksi dalam sebuah ruang yang terbatas, terjadinya sebuah gesekan adalah sebuah keniscayaan, makanya dibutuhkan ruang yang lapang dalam dada kita.

Sudahlah, lebih baik kita berpikir tentang kekurangan diri sendiri daripada sibuk memikirkan kekurangan orang lain, karena tidak akan pernah terbaca kehidupan utuh orang lain itu.
Tentunya kita harus bantu siapapun yang sedang diselimuti oleh persoalan, tapi manusia itu harus mengerti dirinya dan persoalannya sendiri karena pada dasarnya tidak ada yang bisa menolong kecuali Allah Ta'ala dan dirinya sendiri.
Bukankah kita masing-masing bersaksi dan datang ke hadapan Allah sendiri-sendiri?

(Adaptasi dari Kajian Hikmah Al Qur'an yang disampaikan oleh Zamzam AJT, Mursyid Penerus Thariqah Kadisiyah, 10 Desember 2015)

Wednesday, February 8, 2017

Kisah Tentang Obat Hati Yang Tidak Bersyukur

Beberapa kali ia menatap kosong ke arah layar komputer yang berada di hadapannya. Pikirannya tengah digelayuti oleh ide bahwa dirinya gagal dan tidak sesukses teman-temannya dalam ukuran pencapaian dunia. Pekerjaan sebagai petugas administrasi di sebuah kantor tata kota yang pada awalnya dia sambut gembira kini bagaikan daun tumbuhan yang lapuk dan membusuk di ujung jalanan, hanya menunggu untuk dibuang ke tempat sampah. Istrinya yang setia mendampinginya selama lebih dari 8 tahun dan menjadi anak ibu dari dua anaknya kini rasanya tampak biasa saja, bahkan kerap kali tidak seseksi rekan barunya yang duduk di seberang dengan dandanan genit dan minyak wangi yang bertebaran wanginya setiap kali ia lewat di depannya.
Kenapa hidupku rasanya jadi tidak menyenangkan begini?
Kenapa aku tidak merasa bahagia?
Kenapa...(tiba-tiba suara adzan memecah semua imajinasi kelamnya)
Sang pemuda, dalam sendunya masih ingat Sang Pencipta. Kiranya pesan almarhumah ibunda masih selalu terngiang di telinganya. "Kalau kamu punya kesulitan, sujud sama Gusti Allah, minta pertolongan-Nya."
Ia pun menyambut panggilan sang muadzin dan beranjak ke masjid yang terletak di sebelah kantornya.
Seusai sholat berjamaah, sang pemuda mengambil tempat menyepi di ujung mesjid untuk berdzikir. Tak lama kemudian telefon bergetar, suara panik dari seberang menusuk-nusuk telinganya, "Rumah kebakaran pak! Ibu! Ibu!...." suara Bi Imas, sang asisten rumah tangga setengah berteriak. Bagaikan petir di siang bolong, kabar itu membuat sang pemuda terkejut dan tak berpikir dua kali untuk langsung menuju rumahnya.
Bangunan di perumahan yang masih dicicil itu sudah tak berbentuk lagi, tinggal puing-puing semata. Semua harta benda yang ia tinggal di rumah termasuk kendaraan hitam legam. Dan...sang istri dan anak-anaknya yang terperangkap di dalam rumah sudah dalam keadaan tidak bernyawa...
Tiba-tiba sekeliling mendadak menjadi gelap dan kakinya tidak dapat lagi dirasakan. Sang pemuda terjatuh pingsan.
"Pak..pak...maaf!" ia kemudian dibangunkan oleh suara seorang bapak tua yang memakai peci putih. Sang pemuda mengenali wajahnya, ia adalah bapak sang penjaga mesjid yang terletak di sebelah kantornya itu.
"Itu handphone-nya tampaknya nyala" lanjut sang bapak tua sambil mengarahkan telunjuknya pada hp sang pemuda yang tergeletak tak jauh dari saku bajunya.
Rupanya ia tertidur sekejap dalam upayanya untuk berdzikir selepas sholat dhuhur.
Ia meraba jantungnya, masih berdegup kencang karena mimpi buruk yang telah dialaminya. Tanpa menanti sang pemuda langsung mengambil handphone dan menghubungi istrinya yang baru saja pulang menjemput kedua buah hatinya dari sekolah.
"Sayang, malam ini papa pulang lebih cepat, tidak usah masak ya kita dan anak-anak akan makan di restoran favorit kita!"
Selepas 'pengalaman tidur siang'itu sang pemuda tiba-tiba menjadi jauh lebih bahagia. Ternyata kebahagiaan yang ia cari tidak jauh, ia selalu ada. Ia ada dalam tubuhnya yang sehat dan masih bisa digunakan untuk mencari nafkah, ia ada dalam sambutan hangat istri dan anak-anaknya di rumah, ia ada dalam pekerjaan biasa yang mampu menyediakan kebutuhan istri dan anak-anaknya Ternyata sekadar bayangan kehilangan apa-apa yang tengah kita miliki bisa jadi obat mujarab untuk membasuh hati yang kurang bersyukur. Sungguh Allah Maha Cepat menyambut pencarian sang hamba♥