Berbicara mengenai Bani Israil - sebuah umat yang Allah Ta'ala selamatkan dengan menurunkan keajaiban membelah Laut Merah kemudian darinya dilahirkan banyak nabi- tidak terlepas dari peran penting seorang perempuan bernama Ribka (Rebecca: Bahasa Inggris), dari Bahasa Ibrani "ribhqeh" yang berarti "pertalian atau menggabungkan". Memang dari rahim perempuan mulia inilah kemudian akan lahir Ya'qub a.s. yang dianugerahi 12 anak yang masing-masing menjadi leluhur 12 suku Israel. Sesuai dengan namanya, seorang Ribka menjadi simpul awal pagelaran nabi-nabi Bani Israil.
Dalam Kitab Kejadian Pasal 24 kisah pencarian Ribka diterangkan dengan indah. Bagaimana seorang Ibrahim as, dengan bimbingan Allah Ta'ala mencarikan istri bagi Ishaq anaknya yang saat itu berusia sekitar 40 tahun. Sebuah usia yang krusial dalam tahap perjalanan jiwa insan. Nabiyullah Ibrahim yang sudah tua kemudian mengutus Eliazer, beliau adalah putra kedua Musa dan istrinya Zipora menurut catatan Kitab Keluaran. Namanya dalam bahasa Ibrani berarti "El (Allah)-ku adalah penolong".
Eliazar dibekali sepuluh ekor unta yang dibekali bermacam barang berharga dan perbekalan untuk melakukan perjalanan panjang dari Kanaan ke Haran (seperti tergambar dalam peta di bawah).
Dikisahkan Eliazar tiba di kota Haran pada sore hari, ia pun mendekati sebuah sumur kota untuk melepas lelah dan pada saat itu para perempuan kota tengah datang ke sumur untuk menimba air. Pada saat itu Eliazar berdoa dengan spesifik kepada Allah untuk menunjukkan mana sang perempuan yang merupakan jodoh dari anak Ibrahim a.s. yaitu ia yang bersedia menolongnya untuk memberi minum baginya serta unta-unta yang ia bawa. Sebuah permintaan yang tidak mudah, karena umumnya unta bisa minum hingga 100 liter, artinya untuk memberi minum 10 unta dan Eliazar dan orang-orang yang menyertainya, seorang Ribka harus pulang-pergi menimba air seberat lebih dari 1 ton!
Setelah semua unta minum sepuas-puasnya, Eliazar bertanya kepada Ribka "Coba katakan siapa ayahmu. Adakah tempat bermalam di rumahnya untuk saya dan orang-orangku?"
"Ayah saya Betuel, anak Nahor dan Milka, jawabnya. "Di rumah kami ada tempat bermalam untuk Bapak dan juga banyak jerami dan makanan ternak." Mendengar hal ini Eliazar langsung melakukan sujud syukur.
Betuel, ayah sang perempuan pilihan adalah seorang beriman. Saat mendengarkan penuturan Eliazar yang meminang putrinya bagi anak Ibrahim a.s. ia berkata, "Karena apa yang terjadi ini berasal dari Allah, kami tidak patut memberi keputusan. Ini Ribka, biarlah ia ikut dengan Bapak dan menjadi istri anak tuan Bapak, seperti yang dikatakan Allah sendiri."
Keesokan harinya abang Ribka yang bernama Laban serta ibunya sempat meminta Eliazar untuk menunda perjalan pulang sekitar seminggu atau sepuluh hari. Hal ini bisa dimengerti karena semuanya berlangsung begitu cepat, kiranya mereka pun butuh waktu untuk melepas putri serta saudara perempuannya tercinta. Akan tetapi Eliazar berkata "Janganlah menahan saya. Allah telah membuat perjalanan saya berhasil; ijinkanlah saya pulang kepada tuan saya."
Lalu mereka memanggil Ribka dan bertanya, "Maukah engkau ikut orang ini?"
Dan ia menjawab, "Ya, saya mau."
Sungguh sebuah pagelaran keberserahdirian yang indah, yang barangkali untuk ukuran masyarakat saat ini merupakan suatu hal yang tidak masuk akal. Tentu saja tidak masuk akal, karena keberserahdirian bekerja di ranah hati.
Hikmah lain yang indah dari peran yang dimainkan oleh hamba-hamba pilihan-Nya itu adalah juga tentang kaitan antara laki-laki, perempuan dan sumur. Mursyid saya menerangkan bahwa sumur adalah perlambang mata air pengetahuan. Maka penyatuan antara perempuan dan laki-laki yang haq mestinya akan membuka pengetahuan yang murni. Diantaranya adalah pengetahuan yang akan membongkar kembali informasi purba tentang diri yang sejati. Melalui sebuah pernikahan maka separuh ad diin (agama) seseorang mulai teridentifikasi. Ad diin yang sama yang menjadi syarat mengenal Allah (awaluddiina ma'rifatullah). Karena siapa yang mengenal dirinya akan mengenal Tuhannya.[]
No comments:
Post a Comment