Kenapa saya sulit memaafkan orang yang menyakiti saya?
Memaafkan memang tidak mudah, karena ia harus mendobrak benteng kokoh bernama "sang ego".
Ada perbedaan besar antara sakit hati dan menyimpan dendam atau kebencian. Hati yang tersakiti itu kadang tak terelakkan, dalam interaksi sosial kadang ada kata atau perbuatan yang sengaja maupun tidak sengaja mengakibatkan hati terluka dan menimbulkan rasa sakit. Namun menyimpan dendam dan kebencian itu pilihan.
Bicara tentang rasa sakit, mari kita bercermin sejenak untuk menyaksikan sebuah mekanisme indah dan alami yang dimainkan oleh tubuh kita saat ia terluka.
Bayangkan ketika saat kita sedang memotong sesuatu menggunakan pisau yang tajam kemudian secara tidak sengaja bagian pisau yang tajam itu mengiris kulit jari anda sehingga ia berdarah. Respon pertama biasanya sang tangan yang terluka akan refleks menarik diri dan menjauh dari benda yang menyebabkan sakit, kemudian pada saat yang bersamaan mulut spontan berteriak "aww!" dan kita bisa merasakan jantung kita sedikit berdegup kencang.
Fase perdarahan adalah mekanisme alami tubuh untuk mengatasi bagian tubuh yang terluka. Dalam hitungan detik sel-sel trombosit (platelet) dengan cekatan berhimpitan dan membentuk formasi sedemikian rupa untuk menutup luka. Proses ini diikuti oleh pembentukan serat-serat fibrin dalam hitungan 60 detik berikutnya. Serat-serat ini yang menjaring caran darah sehingga ia berubah menjadi gumpalan darah dengan tujuan untuk menghentikan perdarahan. Keseluruhan orkestra ini biasa disebut "Fase Hemostasis".
Kemudian, masih dalam hitungan detik, bagian tubuh yang terluka akan dibanjiri oleh pasukan pertahanan yang membawa transudat (berisi air, garam dan protein) sehingga timbul sedikit pembengkakan. Proses ini disebut dengan "Fase Peradangan". Sebuah tahap lain yang penting untuk mengontrol perdarahan dan mencegah infeksi, di fase inilah semua sel yang rusak, benda-benda asing dan kuman dikeluarkan dari daerah luka. Perang besar yang teradi dalam level mikroskopis yang digarda oleh pasukan sel darah putih, faktor-faktor pertumbuhan, zat nutrisi dan berbagai enzim tubuh itu kerap kali tidak hanya mengakibatkan pembengkakan namun juga disertai sensasi panas, nyeri dan warna kemerahan di sekitar luka.
Kemudian saat badai berlalu dan radang mulai reda, mulailah memasuki tahap penyembuhan, yaitu saat ketika jaringan baru tumbuh di bagian kulit yang terluka, seiring dengan itu jaringan pembuluh darah dan saraf baru akan terbentuk di sekitarnya.
Sebuah pertunjukan yang kompleks dan sangat menakjubkan dari sel-sel tubuh kita yang rata-rata membutuhkan waktu 3 hari.
Mirip dengan tubuh, saat hati terluka oleh perilaku seseorang maka respon pertama adalah terjadi "perdarahan dalam hati". Kita merasa kaget, marah, sedih semua bercampur jadi satu. Detak jantung pun sama akan terasa meningkat. Dan adalah wajar respon orang yang merasa disakiti untuk menjauh dari sumber sakit untuk sementara waktu. Ini adalah mekanisme pertahanan diri. Hal yang terbaik dilakukan oleh orang yang sedang "berdarah hatinya"adalah dengan memberi dirinya ruang untuk menenangkan hati karena suasana sistem tubuh sedang dicekam suasana stress. Maka jika seseorang memaksakan diri untuk merespon dalam kondisi seperti ini biasanya respon yang keluar tidak masuk akal dan malah cenderung akan dia sesali di kemudian hari.
Namun sebagaimana sel-sel tubuh yang berespon cepat dalam menangani sakit, maka sakit hati juga bisa diobati sehingga perdarahan berhenti. Mungkin dalam beberapa hari ia masih merasakan "peradangan"di dalam hati. Bisa jadi ia tidak mau bertegur sapa dan malah cenderung memutus silaturahmi. Padahal Rasulullah SAW bersabda "Tidak halal seorang muslim memutuskan hubungan dengan saudaranya lebih dari tiga hari."(HR Abu Dawud). Tiga hari, waktu yang relatif sama dengan periode yang dibutuhkan oleh tubuh untuk sembuh dan meredakan peradangan.
Artinya, kalau hati masih dirasa sulit memaafkan setelah sekian lama, masih menyimpan kebencian dan dendam yang membara. Itu bagaikan tubuh yang terkena infeksi, butuh penanganan lebih untuk menyembuhkannya, bisa jadi berupa kombinasi antibiotik bahkan dalam kasus tertentu sebuah proses pembedahan.
Ketika ditanya kepada seorang bijak "mengapa sulit untuk memaafkan?" Ia menjawab, "karena banyak orang masih hidup terperangkap dalam masa lalunya."
Pantaslah dalam dalam Al Qur'an sifat tidak memaafkan dikaitkan dengan kedzaliman.
Karena ketika seseorang memilih untuk tidak memaafkan secara otomatis ia tengah mendzalimi dirinya sendiri dengan membawa-bawa beban berat berupa "luka-luka masa lalu" dan menyeretnya selama perjalanan sehingga senantiasa membebani langkah kakinya.
“…dan balasan kejelekan itu adalah kejelekan pula, namun siapa yang memaafkan dan memperbaiki (hubungannya), maka pahala baginya di sisi Allah. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang dhalim. “(QS Asy Syura 40)
Maka terpuji dan mulialah mereka yang bisa memaafkan.
-----
Rasulullah saw: jika rasa marah telah meyesakkan (menyusahkan) mu, maka hilangkanlah dengan memberi maaf. Sesungguhnya pada hari kiamat nanti akan ada suara yang memanggilL: berdirilah siapa yang memiliki pahala di sisi Allah! Tidak ada seorang yang berdiri, kecuali orang-orang pemaaf. Tidakkah kamu mendengar firman Allah SWT: “siapa yang memaafkan dan memperbaiki (hubungannya), maka pahala baginya di sisi Allah” (A’lâmuddin hal. 337)
Rasulullah saw: Hendaknya engkau memaafkan, karena tindakan memaafkan itu akan menambahkan kemuliaan seorang hamba. Salinglah memaafkan sehingga kalian mendapatkan kemuliaan dari Allah! (Al Kafi juz 2 hal. 108 hadits no 5)
Rasulullah saw: Siapa yang banyak memaafkan, maka akan panjang umurnya. (A’lâmuddin hal. 315)
Rasulullah saw: Maafkanlah kesalahan orang-orang yang berbuat kesalahan niscaya Allah akan melindungi kalian dari takdir yang buruk. (Tanbihul Khawathir juz 2 hal. 120)
” …..dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ” (QS. An Nuur [24] ; 22)
” Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. .” (QS. Al A’raaf [7] ; 199)
No comments:
Post a Comment