Thursday, February 16, 2017

Hebatnya Hati Yang Bersyukur

Syahdan di bumi hiduplah berdampingan tukang bubur yang sederhana dan tetangganya pak ustadz yang dikenal kesholehannya sekampung. Suatu ketika tibalah kematian menjemput mereka dan masing-masing berdiri di pengadilan yaumil akhir. Saat dinampakkan amal-amal dalam timbangan amal terpanalah keduanya karena cahaya yang keluar dari amalan saat dunia tukang bubur yang nampak biasa saja itu sangat cemerlang melebihi amalan sang ustadz yang ibadahnya nampak lebih tekun dan banyak melakukan kebaikan terhadap sesama.
Bertanyalah sang ustadz, "Wahai Allah, hamba telah beribadah kepada-Mu siang dan malam, kulewatkan malam-malam dalam berjaga di hadiratmu dan hamba telah berkorban banyak untuk mengajari hamba-hambaMu dan mengajak mereka dalam kebenaran. Maka mengapakah amalan hamba nampak kecil dibanding tetangga hamba yang ibadahnya tampak biasa saja?"
Allah Ta'ala kemudian menjawab, "Wahai hamba-Ku, ketahuilah bahwa Aku menghargai semua jerih payah yang kau lakukan, adapun amalan tetanggamu sang tukang bubur yang nampak berkilau adalah karena hatinya yang bersyukur dan menerima dengan lapang apapun yang Aku berikan kepadanya. Dijalani kehidupan apa adanya dengan hati yang ikhlas dan tidak pernah mengeluh atau berandai-andai ingin ini dan itu. Sedangkan engkau kerap menginginkan ini dan itu, memang tidak berwujud kekayaan dunia yang engkau sangat menjauhinya, tapi pangkat kesholehan yang engkau kejar dan kenikmatan mendapatkan penghormatan dari manusia adalah penghalang besar di hatimu dari mendapat nikmat cahaya-Ku, maka inilah keadaan hatimu apa adanya."
(Disajikan ulang dari Pengajian Hikmah Al Qur'an, Zamzam AJT, 5 November 2005)
"Semulia-mulia kekayaan milik pribadi adalah meninggalkan banyak keinginan."
- Ali bin Abi Thalib ra

No comments:

Post a Comment