Wednesday, May 31, 2017

Belajar Akhlak Dari Abang Penjual Batagor

Tangannya masih sigap melayani anak-anak SD yang mengelilinginya dengan gaduh, khas anak-anak, tidak sabaran. Satu persatu batagor yang ia telah potong-potong dimasukkan ke dalam kantung plastik, satu persatu juga anak-anak ia tanya "mau sambel kacang? pake kecap? pake kuah?" dengan senyum yang tak pernah lepas dari wajahnya dan sesekali melemparkan canda. Wajah ramah yang mewarnai hari-hariku di sekolah dasar 30 tahun yang lalu. Nyaris tidak ada yang berubah dari bapak penjual batagor ini, kecuali rambutnya yang memutih dan kulit yang makin mengeriput. Beliau tidak sendiri, pak penjual minuman, mang bakso dan pak penjaga sekolah adalah beberapa dari wajah yang setia pada pekerjaannya.

Dari sekian banyak orang yang ditakdirkan berpapasan dalam hidup, hanya sedikit orang yang meninggalkan jejak di hati. Mereka adalah salah satu di antaranya. Banyak orang mungkin memberikan label kepada mereka sebagai "orang kecil" barangkali berdasarkan nominal uang yang bisa mereka dapatkan. Namun bagi saya mereka adalah orang-orang yang besar, besar hatinya sedemikian rupa hingga memancar ke wajah dan memancarkan aura yang ramah dan menyenangkan. Bandingkan dengan orang-orang berpenghasilan besar yang mulutnya susah tersenyum dan cenderung sombong serta meremehkan orang. Membayangkannya saja hati sudah ciut dibuatnya.

“Janganlah kamu meremehkan satu kebaikan sedikit pun, meski hanya menemui saudaramu dengan wajah yang cerah.”
(Shahih Muslim)

Ada makna yang dalam dari seruan Rasulullah Saw di atas. Menampilkan wajah cerah sesungguhnya akan sulit bagi seseorang yang hatinya sibuk mencari dunia, ia akan cenderung menafikan momen "saat ini"nya dan luput untuk memberi makna dari aliran sungai kehidupan yang lewat di hadapannya. Tidak hanya itu karena sasaran pandangannya tertumpu pada pencapaian mimpinya, proyek-proyek besarnya, meeting-meetingnya dengan orang penting, presentasi menentukan di depan boss besar dll. Hingga lupa mengucapkan terima kasih pada petugas parkir yang membantu parkir kendaraannya, tak sempat mengucap salam kepada pak satpam dan mbak resepsionis yang selalu menjelang di pintu masuk gedung kantornya yang megah, boro-boro menoleh kepada pelayan restoran yang membantu menghidangkan makanan karena sibuk mengoperasikan gadgetnya.

Terima kasih abang penjual batagor. Bapak termasuk yang pertama kali menanamkan nilai agama kepada saya. Bukan dengan kata-kata disertai dalil yang mewah. Tapi melalui perilaku indahmu yang terpancar setiap saat engkau melayani kami anak-anak kecil usia sekolah dasar yang tidak sabaran. Melalui akhlak muliamu hadits Rasulullah Saw ini menjadi berbunyi dengan nyaring.

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (HR. Ahmad)

Tuesday, May 30, 2017

Jarang Ada Yang Mengagungkan Kehidupannya

Setiap kita diberikan warna kehidupannya masing-masing dengan kadar yang telah Allah atur dalam timbangan keadilan dan ilmu-Nya.
Namun sangat jarang manusia yang mengagungkan hidupnya, berbahagia dengan kondisi apapun yang dia terima, menjadi saksi Allah di ruang kehidupannya masing-masing dan meyakini bahwa setiap gerak kehidupan ada Dia yang mengatur.
Banyak orang yang tenggelam dalam waham "tidak cukup". Tidak cukup pakaian, tidak cukup dengan pasangan yang ada, tidak cukup dengan rejeki yang ada dan selalu ingin lebih. Sehingga mayoritas terperangkap dalam kesibukan untuk mengejar apa yang belum mereka miliki, dan akibatnya menjadi kurang berbahagia dan bersyukur dengan apa yang ada.
Begitulah natur hawa nafsu dan syahwat, mereka tidak akan pernah cukup dengan dunia sebanyak apapun.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Seandainya manusia diberi satu lembah penuh dengan emas, ia tentu ingin lagi yang kedua. Jika ia diberi yang kedua, ia ingin lagi yang ketiga. Tidak ada yang bisa menghalangi isi perutnya selain tanah (kematian). Dan Allah Maha Menerima taubat siapa saja yang mau bertaubat.” (HR. Bukhari no. 6438).
(Adaptasi dari Kajian Al Hikanm yang disampaikan oleh Zamzam AJT, Mursyid Penerus Thariqah Kadisiyah, 20 Mei 2017)


Thursday, May 25, 2017

Mengapa Tidak Boleh Menolak Takdir

Manusia bergerak dari apapun yang Allah berikan per hari ini. Titik awal kebersyukuran adalah MENERIMA semua takdir yang Dia berikan per saat ini. Barangkali ada yang sedang mencela atau memfitnah kita, terima dulu, jangan langsung reaktif menyerang balik. Dahulukan introspeksi dan membalas kejahatan dengan kebaikan. Semua hal harus dipahami dulu karena ada pesan agung yang tersimpan di dalamnya, mesti diinterpretasi dengan haq, dengan ilmu dan pemahaman yang benar dalam bimbingan Allah Ta'ala.
Yakini dulu, bahwa semua yang hadir adalah dari tangan-Nya. Dan karena Dia tidak mungkin menzalimi hamba-Nya. Oleh karenanya pasti terdapat rezeki yang besar bahkan di balik fenomena seburuk apapun kelihatannya dan seperih apapun rasanya, hanya kita belum bisa memahaminya.
Ini adalah salah satu pilar tauhid, untuk menerima takdir dan warna kehidupan. Pasangan yang ada, anak yang dihadirkan, orang tua dan lingkungan yang digariskan, kondisi fisik dan kesehatan, warna pekerjaan per saat ini. Semua hal itu setidaknya diterima dulu dan dimaknai dalam konteks kebersyukuran bahwa semua hadir atas kehendak-Nya. Perkara suatu saat nanti kita akan dipindahkan ke pekerjaan yang lain atau diperjalankan ke urusan yang berbeda biarkan Sang Pemilik waktu yang akan membimbing dengan caranya yang indah. Perjuangan kita adalah untuk menjaga hati agar tidak menolak atau bahkan mengutuk takdir apalagi mencampakkannya, karena perilaku itu jauh dari ridho-Nya.
(Adaptasi dari Kajian Al Hikam yang disampaikan oleh Zamzam AJT, Mursyid Penerus Thariqah Kadisiyah, 20 Mei 2017)


Mengapa shaum demikian khusus dimata-Nya?

Rasanya tidak ada bentuk ibadah yang mendapatkan sorotan khusus dari Allah Ta'ala seperti shaum (puasa) sedemikian spesialnya persembahan ini hingga Allah berfirman, "Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya." (HR Bukhari 1761)
Mengapa shaum demikian khusus dimata-Nya?
Karena sang hamba sedang berusaha mengosongkan dirinya. Dimulai dengan mengosongkan perut dan keinginan lahiriah, oleh karena itu dikatakan dalam hadits, ‘(Orang yang shaum) meninggalkan syahwatnya karena diri-Ku.’ Kemudian beranjak ke dalam diri dengan mengosongkan hati dari berbagai hal yang tidak sejalan dengan keinginan-Nya. Semakin baik kualitas shaum seseorang maka semakin baik kualitas pengosongan diri dari hawa nafsu dan syahwat - hal ini dibantu Allah Ta'ala dengan mengikat alam setan khusus selama bulan Ramadhan sehingga mereka tidak melakukan makar yang bertujuan untuk menyesatkan manusia sesuai janji iblis :
“Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (QS Al A'raaf [7]:17)
Maka ketika sang hamba tengah mendidik dirinya dengan menanggung lapar dan haus seharian sesungguhnya pada saat yang bersamaan jiwanya tengah menikmati santapan lezat dari-Nya. Oleh karena itu Ibn al-‘Arabi dalam 'Hilyat-al-Abdaal' menjabarkan ciri hamba yang shaumnya benar adalah dengan semakin tumbuhnya sifat-sifat sbb:
- Rendah hati
- Meningkat kepatuhannya
- Sederhana
- Lembut hati
- Makin merasa fakir
- Tidak ada bangga diri
- Perilaku yang tenang
- Bebas dari pikiran yang tidak pada tempatnya
Selamat menjelang bulan jamuan khusus-Nya
Stay awake in the night, endure hunger
- Ibnu 'Arabi

Monday, May 22, 2017

Rahmat Yang Tersembunyi Di Balik Kegagalan Hidup

Apabila kelapangan hidup, melejitnya karir dan suksesnya bisnis seseorang tidak membuat hatinya bertambah tawadhu (rendah hati) malah semakin sombong dan angkuh serta merasa dirinya hebat, lebih baik daripada yang lain hingga lupa bersyukur kepada-Nya. Maka itu ciri tidak ada keberkahan dalam dibukakannya pintu-pintu dunia baginya.

Orang seperti ini hatinya sebenarnya sengsara dan kesepian, karena yang mendominasi hatinya - yang seharusnya menjadi tajali Ilahiyah - adalah sekadar dunia dan dirinya sendiri.

Rasululah s.a.w. bersabda : “Di antara tanda-tanda kesengsaraan adalah mata yang beku, hati yang kejam, dan terlalu memburu kesenangan dunia serta orang yang terus-menerus melakukan perbuatan dosa”. (HR. Al Hakim)

Bagi mereka yang dikehendaki Allah untuk dianugerahi rahmat dan ampunan-Nya maka perahu bisnis dan usahanya akan sementara ditenggelamkan sedemikian rupa hingga kadang sang hamba kepayahan meniti hari dalam upaya merajut kehidupan.

“Sesungguhnya di antara dosa-dosa ada yang tidak bisa dihapus (ditebus) dengan pahala shalat, puasa, haji atau umroh (atau jihad, sebagaimana dlm riwayat lain, pent), namun hanya dapat ditebus dengan kesusah-payahan dalam mencari nafkah." (Hadits Rasulullah SAw diriwayatkan oleh Ath Thabrani).

Hingga kemudian perlahan tapi pasti Allah akan ganti semua yang hilang dengan sesuatu yang baru, lebih berkah dan lebih membawa kedamaian hati. Hal ini perlu dilakukan untuk kebaikan sang hamba sendiri, agar ia tidak lalai dan merasa aman dan tenteram dengan kehidupan dunia yang singkat ini yang banyak mengakibatkan sebagian besar manusia terlunta-lunta tersesat dalam hutan rimba dan terbenam dalam lautan sihirnya.[]


Friday, May 19, 2017

Mencecap Pengalaman Hidup Untuk Mengenal-Nya

Pengalaman menjalani takdir di dua warna kehidupan membuat kita menjadi lebih mengenal kekuasaan-Nya.
Saya pernah menjalani masa remaja dalam kondisi keuangan keluarga yang boleh dibilang lebih dari cukup. Sebagai gambaran, di era tahun 1989an setiap minggu pasti belanja ke mall dan makan di restoran besar beserta ayah, ibu dan adik, saat itu orang tua dalam kelimpahan sehingga kalaupun saya menginginkan sebuah barang seharga satu juta rupiah pun akan dibelikan, lalu saat sekolah di bangku SMA saya sudah diberi mobil khusus untuk saya kendarai ke sekolah.
Sampai kemudian krisis menimpa keluarga kecil kami, diawali dari kurang harmonisnya orang tua yang berujung pada berpisah rumah, momen yang berasa seperti gempa dalam hidup saya namun pada saat yang bersamaan di titik itulah pencarian Tuhan dan makna hidup dimulai. Kemudian perlahan tapi pasti keadaan ekonomi keluarga menjadi morat-marit. Rumah tempat saya tinggal sejak bayi hingga usia sekitar 15an tahun harus dijual. Setelah itu pekerjaan dan usaha orang tua kerap dirundung musibah, entah itu dibuat konflik yang menyesakkan di pekerjaan hingga bisnis mereka bagai lenyap ditelan bumi. Sedemikian rupa sehingga pada waktu saya kuliah diterima di fakultas kedokteran Unpad, pada tahun pertama kami menyewa kamar kost yang cukup representatif untuk memangkas waktu dan biaya transportasi dari Bandung ke Jatinangor. Saya masih ingat dingin dan kerasnya lantai kostan karena satu bulan pertama saya pindah kost orang tua saya tidak mampu untuk sekadar membelikan kasur lipat seharga 120 ribu rupiah. Maka saya pun tidur di atas lantai dialasi karpet tipis dan kain seprai yang mama bawakan setiap minggu. Sungguh saya tidak mengeluh apalagi merasa miskin, walau sesekali saya memergoki ibu menangis diam-diam. Life goes on, saya masih bisa makan walau kadang harus menghemat dengan makan menu nasi kerupuk dan kerap tidak punya biaya untuk memfotokopi apalagi membeli buku-buku kedokteran yang mahal dan saking tebalnya bisa sampai dipakai jadi bantal. Hal itu saya siasati dengan tidur di awal waktu dan bangun tengah malam untuk menyalin buku-buku yang saya pinjam dari teman. Masih lekat dalam ingatan saya ketika almarhum ayah saya berkunjung ke kostan untuk memberikan uang bekal mingguan dan selalu membawakan nasi bungkus padang, wuaah mewah sekali rasanya. Kesempitan hidup ternyata membuat kami makin kompak dan makin mensyukuri keberadaan satu sama lain.
Kemudian krisis ekonomi melanda Indonesia di tahun 1998. Saya ikut aktif menggerakkan mahasiswa untuk membantu masyarakat yang saat itu harus mengantri panjang sekadar untuk mendapatkan sembako. Pada saat yang bersamaan bisnis orang tua ditipu besar-besaran hingga mereka tidak bisa membiayai uang kost dan saya mulai kuliah pulang pergi Bandung-Jatinangor berjejalan dalam Bus Damri yang badannya sudah miring 22,5 derajat dipenuhi oleh penumpang di pagi hari. Untuk bisa pergi kuliah saya butuh uang 10ribu rupiah sehari, senilai satu kantung roti tawar yang dibuat sendiri oleh ibu. Oleh karenanya tidak jarang saya telat kuliah karena menunggu pembeli roti tawar. Kondisi yang kemudian diatasi dengan saya berjualan donat dan gorengan bikinan ibu di bangku kuliah.
Singkat cerita, saya bisa lulus jadi dokter. Walau hingga hari ini masih tidak habis pikir kok bisa dengan penghasilan orang tua yang pas-pasan saat itu. Tapi pola yang sama juga terjadi pada keponakan saya yang ayahnya meninggal dunia saat dia masih sekolah di bangku SMA. Pada saat dia diterima di sebuah perguruan tinggi negeri tak terbayang darimana mendapatkan dana untuk kuliah. Karena ibunya harus menanggung utang karena bisnis keluarganya ditipu dalam jumlah yang besar, sampai-sampai mereka harus kehilangan rumah dan berkelana dari satu rumah kontrakan ke kontrakan lainnya. Sang ibu yang menyambung hidup diri dan anak-anaknya dengan menjahit baju dalam sebuah kesempatan berkata "Kalau dipikir-pikir ngga masuk akal bing, tapi rejeki dari Allah ada aja pada saatnya". Putri sulungnya sekarang sudah mendapat pekerjaan baik di perusahaan besar dan menjadi tulang punggung keluarga membantu biaya sekolah adiknya.
Kesimpulannya, jangan takut kurang rezeki dalam hidup, malu kepada Dia Yang Maha Kaya. Kita harus lebih dahulu yakin baru memudian bisa mengajari anak-anak kita untuk lebih yakin dan tawakal kepada rejeki yang ada di tangan Allah dibanding secanggih apapun rencana keuangan kita. Tentu berbekal dan menabung itu penting demi mempersiapkan masa depan, namun jangan itu dijadikan tumpuan yang berakibat cederanya akidah kepada Allah Ta'ala. Seberat apapun kesulitan kehidupan yakinlah pasti ada jalan keluar karena Dia sama sekali tidak berniat untuk menzalimi hamba-Nya.
Amsterdam, menjelang pagi (pukul 3.09) di bulan Sya'ban

Sunday, May 14, 2017

Mengasah 'Rasa' Dalam Beragama

Suatu hari seorang terpelajar yang menyukai filsafat datang berkunjung ke Syams dan berkata, "Aku telah membuktikan eksistensi Tuhan dengan bukti rasional!"
Pagi berikutnya Syams berkata kepada sahabat-sahabatnya, "Tadi malam aku bermimpi melihat para malaikat turun memberkati lelaki ini seraya mengatakan, 'Dia telah (mencoba) membuktikan eksistensi Tuhan - setidak-tidaknya dia tidak berbuat mudarat terhadap makhluk! '"

- Jalaluddin Rumi dalam Fiihi maa Fiihi.

Adalah mustahil membuktikan kebenaran Dia yang 'laisa kamislihi syaiun' (tidak ada satu pun yang menyerupai-Nya). Akal pikiran pun akan pontang-panting meraih aspek rasa yang hanya bisa dicecap oleh entitas qalb yang ada dalam setiap insan.

Beragama itu adalah untuk membangun kedekatan diri dengan Sang Maha Pencipta, semakin dekat seseorang dengan-Nya aspek rasanya akan semakin kuat. Maka dikatakan "Hati-hatilah kalian dari firasatnya orang mukmin, karena mereka memandang dengan nur (cahaya) Allah"(HR Ibnu Umar).

Maka ada aspek 'rasa' yang harus dibangun ketika kita menegakkan agama (ad diin). Karena kalau beragama hanya mengedepankan aspek syariat tanpa mencecap rasa yang muncul hanya sifat keras, sebagaimana natur syariat sebagai pagar pembatas antara yang halal atau haram, yang buruk dan yang baik. Pagar koridor memang harus kokoh tapi koridor juga merupakan jalan lebar - there are so many space in between - ini wilayah yang dikatakan Kanjeng Nabi Saw bahwa "Perbedaan di antara umatku adalah rahmat".

Beragama hanya mengandalkan aspek logika akan menghadang orang dari menggunakan komponen hati yang bisa me-'rasa' mana-mana yang pas baginya dalam membangun peribadatan kepada Sang Rabb. Alih-alih orang hanya menenggelamkan diri dan habis waktunya memperdebatkan apakah sebuah hadits dhoíf atau bukan, apakah sholat bara'ah itu ada contohnya dari Rasulullah Saw atau tidak, sementara bagi mereka yang melihat aspek lain meluangkan waktu sejak Isya hingga hampir sholat Shubuh mendirikan sholat 100 raka'at yang terdiri dari 2 kali 50 kali - sesuatu yang pernah Allah perintahkan saat Rasulullah Saw diperjalankan dalam peristiwa dahsyat Isra Mi'raj. Di malam pernuh berkah yang terjadi peristiwa 'negosiasi' agar mengurangi kewajiban sholat dari 50 kali sehari menjadi 5 kali sehari.

Tapi baiklah kalau contoh sholat baro'ah pun masih memancing perdebatan bagaimana kalau kita meninjau sama-sama perintah shaum Ramadhan yang segera kita jelang. Beberapa teman saya yang bekerja di Eropa dan melakukan shaum Ramadhan di musim semi atau panas ketika waktu matahari terbit lebih lama dari biasa dengan waktu berpuasa bisa sampai 17 jam (jam 3 pagi hingga jam 10 malam)- biasanya mengalami pertanyaan berulang tahunan dari koleganya "kok mau-maunya menyisa diri sendiri? ibadah apaan sih ini? ga masuk akal" - nah persis di situ, memang ibadah itu ngga masuk akal kok. Karena itu ranah hati, makanya perintah shaum untuk orang beriman (ya ayyuhalladziina 'aamanu) bukan yaa ayyuhannas - seruannya bukan kepada manusia umum, tapi manusia yang mulai ada iman walau setitik dalam hatinya. “Hai orang-orang yang beriman! diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” (Al-Baqarah: 183). Iman sekecil apapun adalah tali yang kokoh yang menghubungkan hati seorang mukmin dengan Allah Ta'ala. Yang dengannya ia mau saja disuruh sholat menyungkurkan kepala yang isinya dia banggakan - merapat dengan tanah, demi meningatkan diri bahwa sehebat apapun diri dan karyanya dia bukan siapa-siapa kalau tidak Tuhannya bantu.

Adalah kadar iman yang tinggi itu yang membuat seorang Abu Bakar Ash Shiddiq menginfakkan seluruh hartanya pada saat Rasulullah SAW mengumumkan agar kaum Muslimin menyumbangkan harta mereka untuk dana perang melawan Romawi di Tabuk. Saat itu Rasulullah Saw bertanya “Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu?” tanya Rasulullah kepada Abu Bakar. “Allah dan Rasul-Nya?” jawab Abu Bakar tanpa keraguan sedikitpun. Dan Rasulullah Saw menerima karena apa yang diperbuat oleh seorang Abu Bakar Ash Shiddiq berasal dari ketaqwaan dalam hatinya. Inilah totalitas hati Abu Bakar. “Orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dengan sepenuh hati tak menyisakan apapun melainkan apa yang ia cintai,” demikian komentar Imam al-Ghazali tentang kisah beliau ini.



Namun berbicara tentang totalitas beribadah harus hati-hati, bisa-bisa mengerjakan sesuatu yang terlihat spektakuler dan jihad besar tapi yang mendasari bukan ketaqwaan hati tapi esmosi semata, riya dan tanpa ilmu yang mumpuni. Tentang yang terakhir ini ada kisah nyata tentang seorang laki-laki yang begitu bersemangat menimba ilmu agama dari seorang guru dan berniat mendedikasikan hidup dan waktunya untuk mendekat kepada Allah dengan menjadi murid beliau. Namun sang guru dengan kasih sayang menyuruh dia pulang sambil berkata "Lha, terus anak dan istri kamu dikasih makan apa?"[]

Saturday, May 13, 2017

Tiga Posisi Sholat Sebagai Perlambang Tauhid

Tiga gerakan sholat : berdiri, ruku dan sujud adalah perlambang dari tiga aspek tauhid (Tauhid Rububiyyah, Tauhid Mulkiyah dan Tauhid Uluhiyyah).

Saat berdiri adalah ketika sang hamba bersaksi Allah Ta'ala sebagai Rabb, di hadapan Dia sebagai Rabb, Pemilik dan Pengendali dan Penegak alam raya dan segala urusan yang terkandung di dalamnya.

Saat rukuk, ketika kepala tempat wajah dan akal pikiran dengan segala isinya - yang kerap mengendalikan tujuan dan motivasi seseorang - mulai ditundukkan sejajar dengan posisi jantung yang merupakan simbol dari qalb. Dalam posisi ini seraya bertasbih sang hamba seyogyanya meyakini bahwa Allah Ta'ala Sang Malikinnas, penguasa yang sesungguhnya, yang berhak menentukan aturan hidup.

Saat sujud adalah ketika sang hamba berupaya menghilangkan dirinya, meleburkan kehendaknya dengan kehendak Allah Ta'ala, melekatkan erat-erat wajah dan akal pikiran di atas bumi sebagai gestur kehambaan yang takzim. Kembali bertasbih menyeru Dia Sang Ilahinnas, Ilah manusia yang sejati - laa ilaahaila Allah - tidak ada ilah selain Dia, sasaran pandang kita, tujuan kita, tempat kita menyimpan harapan.

Maka penting untuk meresapi setiap gerakan dan melakukannya dengan khusyu dan tu'maninah karena sesungguhnya dalam setiap gerakan dan bacaannya kita sedang mengukir nama Allah agar terbentuk dalam hati kita, bukan yang lain.

(Adaptasi dari Kajian Al Hikam, 13 Mei 2017 yang disampaikan oleh Zamzam AJT, Mursyid Penerus Thariqah Kadisiyah)


Mukmin Sejati Bagaikan Landak

Kata Jalaluddin Rumi dalam Matsnawi seorang mukmin sejati itu bagai landak. Kecil tubuhnya, tapi begitu ada bahaya, tubuhnya menjadi membesar dan menegakkan duri-durinya.

Seorang mukmin sejati semakin kuat menghadapi ujian.
Semakin tabah menjalani penolakan.
Semakin sabar mendera nyinyiran orang. Membalas keburukan dengan kebaikan.
Baginya segala yang terjadi menjadi jalan kebaikan dengan jalan menyerap hikmah kehidupan ke dalam hatinya di balik fenomena seburuk apapun kelihatannya.
Berusaha melihat sisi baik dari setiap kejadian.
Berjuang berbaik sangka terhadap setiap hal yang Allah ijinkan terjadi.


Friday, May 12, 2017

Ojo Kagetan

"Ojo kagetan" (jangan mudah terkejut oleh sesuatu yang menggetarkan relung hati) adalah salah satu falsafah hidup orang Jawa untuk mempertahankan kedamaian hidup.
Karena hadirnya masalah yang tak terduga sesungguhnya adalah warna kehidupan mereka yang bertaqwa. Mereka akan ditempatkan dalam situasi dimana tiba-tiba perlu pertolongan dan bingung membaca dari mana jalan keluarnya karena seolah-olah pintu solusi sedang terkunci rapat.

Allah Ta'ala mudah saja membuat guncang dunia seseorang. Ada yang pernikahannya dibuat bermasalah, anak dibuat sakit, rejeki jadi sempit, atau menjadi tidak betah di tempat kerja.

Manusia tentu secara naluri akan berusaha untuk selamat dan mencari jalan keluar, tetapi selama sang insan masih mengutamakan uluran tangan makhluk-Nya dan segala upayanya sendiri maka 'rezeki tak terduga' yang datang dari-Nya tidak akan terbaca.

Dengan demikian sebuah keniscayaan bagi hamba yang ingin mengenal-Nya untuk berada dalam sebuah situasi dimana ia merasa kesepian, hampir putus asa karena doa seperti tak kunjung dikabulkan, nyaris mengutuk takdir kehidupan manakala kenyataan hidup dirasa pahit baginya, sedemikian beratnya beban kehidupan itu hingga hatinya menjerit "Kapan datangnya pertolongan Allah?".

"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat."
(Q.S. Al Baqarah :214)

Pada prinsipnya hanya Dzat yang mengirim semua ujian itu yang juga dapat mencabutnya dari diri seseorang. Ikhtiar manusia yang utama sesungguhnya dengan memperbaiki hubungannya dengan Allah Ta'ala.

"Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan dengan sabar dan solat. Sesungguhnya Allah berserta orang-orang yang sabar." (Al-Baqarah 2:153)

(Adaptasi dari Kajian Al Hikam , 26 Februari 2017 yang disampaikan oleh Zamzam AJT, Mursyid Penerus Thariqah Kadisiyah. )


Wednesday, May 10, 2017

Semua Akan Tiba Pada Saatnya

Semua hal yang Allah janjikan kepada manusia akan datang seusai dengan waktu yang telah Allah tetapkan dalam takaran keadilan-Nya yang sangat presisi.

Jodoh akan datang, rejekinya akan dijelang, setiap hal yang sebetulnya telah dituliskan akan diterima oleh anak Adam sejak jiwa dan ruhnya ditiupkan ke dalam rahim sang ibu ketika dalam janin yang berusia 120 hari.

Maka sepatutnya tidak perlu bercemas hati dan takut akan lepasnya ketetapan rejeki yang ada, akan tetapi justru takutlah hati belum siap saat ketetapan itu datang yang kemudian menjadikan seseorang tidak sabar dan luput bersyukur.

Lalu apa yang harus dipersiapkan menjelang turunnya ketetapan Allah itu?
Taubat yang baik, istighfar yang banyak, perbanyak ibadah sunnah dan bergegaslah beramal sholeh, kemudian bersihkan hati menjelang setahap demi setahap karunia-Nya, setidaknya syukuri dulu sehembus nafas yang masih Dia berikan.

(Adaptasi dari Kajian Hikmah Al Quran yang disampaikan oleh Zamzam AJT- Mursyid Penerus Thariqah Kadisiyah, 6 Mei 2017)


Monday, May 8, 2017

Menahan Keinginan

Kita hidup di era infobesity (obesitas informasi) dimana seribu satu macam informasi dapat kita serap hanya dengan menggerakkan ujung jari kita. Sebagaimana halnya terlalu banyak mengkonsumsi makanan akan membuat obesitas (kegemukan) dan tidak sehat maka overload informasi yang kita telan bulat-bulat tanpa filter membuat pikiran kita tidak fokus dan cenderung reaktif.
Berkaitan dengan keinginan, banjir informasi akan membuat hawa nafsu makin menggurita dan keinginan menjadi menggebu-gebu, hal-hal yang kita baca, dengar dan tonton akan menjadi gerbang masuknya pengaruh dunia luar ke dalam diri kita dan memberi makanan kepada sang syahwat hingga ia bisa meraksasa sedemikian rupa sehingga seseorang sulit membedakan mana kebutuhan dan keinginan dalam hidup.
Belajar menunda dan menguji keinginan penting untuk menyaring suara hati. Rasulullah Saw bersabda "Waktu berkunjung tamu adalah tiga hari". Setiap saat tamu-tamu berupa keinginan menembus masuk ke dalam pikiran kita, maka jangan langsung direspon, amati saja dulu selama tiga hari. Kalau ia hanya tamu yang berupa keinginan sesaat pasti hati kita bisa mulai membaca bahwa itu hanya sesuatu yang berasal dari hawa nafsu.
JURUS 3 K
Kemudian ukur apakah sesuatu itu dalam jangkauan kita atau tidak dengan 3 K :
1. Keinginan
2. Kesempatan
3. Kemampuan
Misalnya kita ingin ganti mobil, bisa jadi keinginan ada, kesempatan ada tapi kemampuan masih terbatas, maka jangan paksakan dengan menggali lubang jika memang mobil yang ada masih bisa dipakai. Hidup bersahaja lebih baik daripada memaksakan diri bermewah-mewah tapi berhutang. “Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi no. 1078).
Contoh lain seorang ibu ingin bekerja, juga ada kemampuan untuk bekerja namun ia masih bertugas mengurus anak-anaknya yang balita, maka faktor kesempatan belum dimiliki pada saat itu.
Dengan jurus sederhana 3K ini kita bisa belajar mengukur kadar diri sebagai bagian dari mengenal qadha dan qadar-Nya.
"Tidak akan ada kebaikan bagimu hingga kau dapat mengenal dirimu sendiri, menahan bagian keinginannya dan menunaikan hak-haknya. Pada saat itu, ketenangan akan masuk ke dalam hatimu, ke dalam batinmu, lalu menuju Allah."
- Syaikh Abdul Qadir Jailani

Sunday, May 7, 2017

Malapetaka Bagi Yang Tidak Menggunakan Akal

وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تُؤْمِنَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ وَيَجْعَلُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يَعْقِلُونَ

Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan(ar rijsa) kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.

(QS Yunus [10]:100)

'Ar rijsa; rijsun' artinya keburukan, sebuah perbuatan buruk dari amaliyah setan. Dalam Al Quran kata 'rijsun' juga berkaitan dengan zina dan judi. Di sisi lain kesulitan yang dihadapi seseorang bisa jadi bagian dari 'rijsun', yaitu saat seseorang tidak paham dengan takdir yang dihadapi dan cenderung mengeluh bahkan marah hingga mengutuk takdirnya. Saat seseorang dibuat limbung dang bingung dengan dinamika hidup di dunia, maka pada prinsipnya sang hamba sedang tertimpa 'ar rijsa'.

Kunci keluar dari malapetaka kehidupan ada dalam ayat di atas:
"Allah menimpakan kemurkaan(ar rijsa) kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya."

Artinya seorang manusia harus mengaktivasi akal dalamnya - bukan sekadar berkutat dengan akal pikiran otaknya semata, yang itupun kerap belum optimal digunakan.
Pada saat yang bersamaan ayat itu juga berkata bahwa obat dari segala kesulitan hidup kita ada di dalam kesulitan hidup itu sendiri, jika saja kita mau dan tekun memohon pertolongan kepada Allah Ta'ala agar ia berkenan menyingkapkan hikmah dan menyematkan sabar dan syukur dalam hati hamba-Nya yang fakir.

(Adaptasi dari Kajian Al Hikam yang disampaikan oleh Zamzam AJT, Mursyid Thariqah Kadisiyah, 26 Februari 2017)



Thursday, May 4, 2017

Rezeki Tak Terduga

Seseorang yang Allah kehendaki dekat dengan-Nya tidak akan lepas dari berbagai ujian kehidupan yang membuat hatinya menjerit kepada Sang Pencipta. Tiba-tiba dibuat masalah di pekerjaan, sekonyong-konyong diri atau keluarganya ditimpa penyakit atau kesulitan, semua rencana yang telah rapih disusun bertahun-tahun dalam sekejap berantakan. Apapun itu Allah Ta'ala punya seribu satu skenario untuk menyalakan iman dalam hati sang hamba yang dengannya akal batinnya berfungsi dan sang insan mulai bisa membaca goresan takdir kehidupan. Melalui kesulitan itulah sang hamba menjadi berinteraksi lebih dekat dengan Allah Ta'ala dan belajar mendapatkan jalan keluar dari hal yang tidak disangka-sangka yang sebenarnya sudah disiapkan oleh Sang Pemberi rezeki.

Wednesday, May 3, 2017

Tentang Meminta Maaf


Kontroversi apakah dalil meminta maaf sebelum ramadhan didasari dalil yang shahih atau tidak adalah lagu lama dari tahun ke tahun, setelah itu biasanya nanti ada perdebatan lagi pas lebaran ngga ada dalilnya bilang "mohon maaf lahir dan batin".

Ada berbagai sisi dalam memandang keberagamaan, dan sisi syariat hanya satu pilar dari tiga pilar yang diterangkan dalam hadits shahih mengenai tiga pilar beragama sbb :

“Suatu ketika, kami (para sahabat) duduk di dekat rasululah S.A.W. Tiba-tiba muncul kepada kami seorang lelaki mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan, dan tak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan nabi, lalu lututnya disandarkan kepada lutut nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha nabi,
Kemudian ia berkata: “Hai, Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam.” Rasulullah S.A.W menjawab, ”Islam adalah, engkau bersaksi tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah; menegakkan shalat; menunaikan zakat; berpuasa di bulan Ramadhan, dan engkau menunaikan haji ke Baitullah, jika engkau telah mampu melakukannya,” lelaki itu berkata, ”Engkau benar,” maka kami heran, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya.”
Kemudian ia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Iman”. Nabi menjawab, ”Iman adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikatNya; kitab-kitabNya; para RasulNya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau benar.”
Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan”. Nabi S.A.W menjawab,”Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Kalaupun engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.”
Lelaki itu berkata lagi: “Beritahukan kepadaku kapan terjadi Kiamat?” Nabi menjawab, ”Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya.” Dia pun bertanya lagi : “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya!” Nabi menjawab, ”Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya; jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki, tanpa memakai baju (miskin papa) serta pengembala kambing telah saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.”
Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga nabi bertanya kepadaku: “Wahai, Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?” Aku menjawab, ”Allah dan RasulNya lebih mengetahui,” Dia bersabda, ”Dia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama kalian.”
— HR. Muslim no.8


Aspek fiqih yang mengupas apakah shahih atau tidak suatu hadits berkutat dalam pilar islam, sedangkan bicara agama ada aspek batiniah lain yang menyangkut iman dan ihsan yang kerap luput dipertimbangkan. Akhirnya banyak orang menjadi ribut memperbincangkan ibadah lahiriah semata dan sedihnya kerap kali berujung kepada perpecahan dan penghancuran dua pilar agama lainnya.

Tentang meminta maaf, pada dasarnya setiap hari kita wajib meminta maaf kepada Allah, kepada orang-orang terdekat kita apalagi kepada mereka yang pernah kita sakiti. Karena kita tidak pernah tahu apakah hari itu akan menjadi jatah terakhir kita hidup di dunia. Jika kemudian banyak orang membangun tradisi meminta maaf sebelum datangnya bulan suci Ramadhan yang merupakan bulan ampunan dan rahmat Allah yang khusus semoga dilakukan dari niatan menegakkan agama dan membangun syiar Allah. Adapun meminta maaf itu juga hendaknya bukan lips service semata akan tetapi dilakukan dari hati yang terdalam, bisa jadi kita pernah mendengki yang bersangkutan, bisa jadi kita pernah mencibirnya dalam hati, bisa jadi kita pernah menggunjingnya, maka bersegeralah meminta maaf tanpa menunggu bulan Ramadhan.

Beribadah itu terdiri dari dimensi horisontal yang berkaitan dengan muamalah dengan sesama ciptaan-Nya juga dimensi vertikal yang menyangkut memurnikan tauhid kepada-Nya. Sebagaimana Rasulullah Muhammad SAW yang tidak menapaki tahapan isra' - diperjalankan di bumi di malam hari sebelum beliau diangkat ke langit untuk bertemu Allah (mi'raj), maka taubat kita tidak akan sampai jika kita belum meminta maaf dan memperbaiki hubungan dengan sesama manusia, dengan mereka yang pernah kita sakiti, dengan saudara yang kita sudah tidak ajak bicara bertahun-tahun lamanya, dengan teman yang kita hindari terus karena menyimpan kekesalan dalam hati. Selama hati masih menyimpan dendam dan amarah kepada makhluk-Nya maka jiwa manusia tidak akan pernah bisa meraup makrifatullah. Karena hanya hati yang bersih yang bisa bertatapan dengan-Nya.

Jadi meminta maaflah kapanpun itu.
Wallahua'lam bishowwab

“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.” - (QS. Hud : 3)

Tuesday, May 2, 2017

Temukan Obsesimu!

"Untuk menjadi seorang pembuat roti yang baik anda harus terobsesi pada roti"
- Nancy Silverton

Keinginan seorang Nancy Silverton untuk menjadi seorang Chef Pastry baru muncul ketika ia berusia 20 tahunan, dalam upayanya mendekati seorang pria yang ia sukai yang mencari staf tambahan untuk membantu dia di dapur dan memasak menu vegetarian. "Padahal saat itu saya tidak bisa masak dan saya bukan seorang vegetarian!" ujar Nancy sambil tertawa. Pengalaman memasuki dunia kuliner secara tak senagaja itu ternyata menguak potensi dalam dirinya, ia baru menyadari bahwa dirinya sangat menyukai dunia makanan. Memang Nancy memiliki bakat unik, seorang koleganya berkata, "Dia punya ingatan yang sangat kuat di lidahnya, dia bisa ingat suatu rasa dan menjabarkannya dengan detil walaupun pengalaman itu sudah bertahun-tahun lamanya.".

Nancy kemudian sangat terobsesi membuat roti. Pada saat itu, sekitar awal tahun 1980-an di Amerika roti tawar yang dijual kebanyakan dibuat dari mixed package. Budaya roti di Amerika tidak secanggih di Eropa. Sampai satu saat Nancy kebetulan mampir ke sebuah bakery kecil dan merasakan roti yang benar-benar roti, "it's possible to make a real bread!" katanya dengan antusias. Sejak itu hari demi hari ia lakukan eksperimen membuat roti, ketekunannya membuat roti dan menemukan resep yang pas dikatakan oleh anaknya membutuhkan waktu yang sama bagi seseorang yang mengambil studi S2.

Nancy adalah seorang perfeksionis, "Saat saya membuat roti saya akan tahu peragian yang pas seperti apa, saya akan coba dengan campuran air dengan derajat panas yang berbeda-beda, dan saya akan tahu kalau potongan saya kurang sempurna" - sesuatu yang kebanyakan orang tidak akan menyadari perbedaannya. Tapi hasil ketekunannya itu menjadikan roti Nancy Silverton menjadi buah bibir di Los Angeles, tempat ia membuka toko rotinya saat itu. Orang rela antri berjam-jam hanya untuk mendapatkan rotinya. Toko rotinya buka di pagi hari dan sudah tutup jam 1 siang setelah melayani ratusan pembeli.

Menyadari animo pembeli yang begitu tinggi, maka Nancy ditawari untuk memproduksi rotinya dalam jumlah massal dibuat dengan bantuan mesin-mesin canggih. Suatu keputusan yang ia sesali kemudian dengan berkata, "Saat saya melihat adonan-adonan roti itu dibuat melalui proses mekanis yang tanpa nyawa hati saya teriris-iris rasanya". Pabrik itu pun ia jual.

Nancy melanjutkan kesukaannya membuat roti dengan tangannya sendiri. Saat ini ia memiliki 3 restoran sukses di Amerika -diantaranya mendapat satu bintang Michelin - dan ia selalu terjun langsung membuat makanan dan melayani para pelanggan, sesuatu yang membuat ia bahagia. Maka ketika ia ditanya oleh temannya, "Nancy, you are already 62 years old and still working, when are you going to stop?"
Dia menjawab dengan tangkas, "Never!"

# temukan pekerjaan yang membuat kita bahagia, maka tak ada kata pensiun darinya.