"Untuk menjadi seorang pembuat roti yang baik anda harus terobsesi pada roti"
- Nancy Silverton
Keinginan seorang Nancy Silverton untuk menjadi seorang Chef Pastry baru muncul ketika ia berusia 20 tahunan, dalam upayanya mendekati seorang pria yang ia sukai yang mencari staf tambahan untuk membantu dia di dapur dan memasak menu vegetarian. "Padahal saat itu saya tidak bisa masak dan saya bukan seorang vegetarian!" ujar Nancy sambil tertawa. Pengalaman memasuki dunia kuliner secara tak senagaja itu ternyata menguak potensi dalam dirinya, ia baru menyadari bahwa dirinya sangat menyukai dunia makanan. Memang Nancy memiliki bakat unik, seorang koleganya berkata, "Dia punya ingatan yang sangat kuat di lidahnya, dia bisa ingat suatu rasa dan menjabarkannya dengan detil walaupun pengalaman itu sudah bertahun-tahun lamanya.".
Nancy kemudian sangat terobsesi membuat roti. Pada saat itu, sekitar awal tahun 1980-an di Amerika roti tawar yang dijual kebanyakan dibuat dari mixed package. Budaya roti di Amerika tidak secanggih di Eropa. Sampai satu saat Nancy kebetulan mampir ke sebuah bakery kecil dan merasakan roti yang benar-benar roti, "it's possible to make a real bread!" katanya dengan antusias. Sejak itu hari demi hari ia lakukan eksperimen membuat roti, ketekunannya membuat roti dan menemukan resep yang pas dikatakan oleh anaknya membutuhkan waktu yang sama bagi seseorang yang mengambil studi S2.
Nancy adalah seorang perfeksionis, "Saat saya membuat roti saya akan tahu peragian yang pas seperti apa, saya akan coba dengan campuran air dengan derajat panas yang berbeda-beda, dan saya akan tahu kalau potongan saya kurang sempurna" - sesuatu yang kebanyakan orang tidak akan menyadari perbedaannya. Tapi hasil ketekunannya itu menjadikan roti Nancy Silverton menjadi buah bibir di Los Angeles, tempat ia membuka toko rotinya saat itu. Orang rela antri berjam-jam hanya untuk mendapatkan rotinya. Toko rotinya buka di pagi hari dan sudah tutup jam 1 siang setelah melayani ratusan pembeli.
Menyadari animo pembeli yang begitu tinggi, maka Nancy ditawari untuk memproduksi rotinya dalam jumlah massal dibuat dengan bantuan mesin-mesin canggih. Suatu keputusan yang ia sesali kemudian dengan berkata, "Saat saya melihat adonan-adonan roti itu dibuat melalui proses mekanis yang tanpa nyawa hati saya teriris-iris rasanya". Pabrik itu pun ia jual.
Nancy melanjutkan kesukaannya membuat roti dengan tangannya sendiri. Saat ini ia memiliki 3 restoran sukses di Amerika -diantaranya mendapat satu bintang Michelin - dan ia selalu terjun langsung membuat makanan dan melayani para pelanggan, sesuatu yang membuat ia bahagia. Maka ketika ia ditanya oleh temannya, "Nancy, you are already 62 years old and still working, when are you going to stop?"
Dia menjawab dengan tangkas, "Never!"
No comments:
Post a Comment