Monday, July 21, 2014

Belajar Memilih Dengan Ketaqwaan

Seorang Guru yang bijak suatu hari menunjukkan sesuatu di hadapan para muridnya. "Di tangan bapak ada lima amplop, silahkan anak-anak mohon kepada Allah Ta'ala amplop nomor berapa yang berisi uang!".
Sang Guru tidaklah semata-mata mengajarkan murid-muridnya untuk tajam mencari uang, tapi lebih jauh daripada itu, beliau mengajarkan agar murid-murid yang beliau sayangi itu mahir dalam berkomunikasi dengan Sang Pencipta dan menyandarkan pilihan selaras dengan kehendak-Nya.

Semenjak membuka mata di pagi hari kita selalu dihadapi oleh pilihan, mau langsung bangun atau tidak? sarapan roti atau bubur? pake baju putih atau biru? - sekian banyak pilihan-pilihan teknis hingga pilihan yang membuat orang pusing dari mulai memilih jodoh, tempat kerja juga yang sedang heboh saat ini adalah memilih presiden.

Ketika harus memilih dalam perkara-perkara besar yang kiranya akan membawa dampak yang besar dalam hidup seseorang, biasanya akal pikiran akan mentok berhadapan dengan dinding hijab yang bernama 'masa depan'. Hanya Sang Pencipta yang tahu apa yang akan terjadi di masa yang akan datang, apakah pilihan kita baik atau tidak. Ketika Allah berfirman, "“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216) - posisi manusia jelas disini, makhluk yang bodoh, tidak tahu apa yang baik bagi dirinya. Oleh karenanya penting untuk menjalin kedekatan dengan Dia Yang Maha Tahu apa yang terbaik untuk hamba-hamba-Nya. Untuk memilih dengan kesepakatan dengan-Nya. Karena pilihan-pilihan kita akan mempunyai konsekuensi panjang hingga ke kehidupan di alam akhirat nanti.

Lalu, bagaimana caranya memilih dengan ketaqwaan?

Seorang ulama bernama Thalq bin Habib rahimahullah berkata, "Taqwa adalah engkau melakukan ketaatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah.."
Cahaya itu adalah iman kepada Allah Ta'ala.
Sabda Rasulullah SAW:
"Apabila cahaya Allah telah masuk kedalam qalbi maka dadapun menjadi lapang dan terbuka…” Seorang sahabat bertanya, “Apakah yang demikian itu tanda-tandanya ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Ya, orang-orang yang mengalaminya lalu merenggangkan pandangannya dari negeri tipuan(dunia) dan bersiap menuju ke negeri abadi (akhirat) serta mempersiapkan mati sebelum mati."

Jadi kita hendaknya memohon untuk diberikan keimanan yang berupa cahaya darinya untuk menerangi hati dan akal dalam kita hingga kokoh dalam menentukan beragam pilihan dalam kehidupan. Rasulullah SAW memberikan beberapa tips untuk meraih keimanan. Diriwayatkan dari Anas ra. katanya: Nabi saw. bersabda: "Tiga perkara, jika terdapat didalam diri seseorang, maka dengan itulah dia akan memperoleh manisnya iman: 1.) Seseorang yang mencintai Allah SWT. dan Rasul-Nya lebih dari selain keduanya, 2.) Mencintai seseorang hanya karena Allah SWT, dan 3.) Tidak suka kembali kepada kekafiran setelah Allah SWT. menyelamatkannya dari kekafiran itu, sebagaimana dia juga tidak suka dicampakkan kedalam neraka." (HR. Bukhari Muslim)

Masih ada beberapa hari terakhir di bulan Ramadhan yang mulia ini untuk kita bertafakur dan menyepi dengan Allah Ta'ala. Memikirkan kembali orientasi hidup masing-masing, apa yang kita cari? Apa yang Dia ingin kita lakukan di dalam hidup yang hanya sekali ini? Siapa diri kita sebenarnya? dll. Inilah bulan jamuan dari-Nya yang para hamba-Nya dikondisikan untuk meraih ketaqwaan. Semoga...

Thursday, July 17, 2014

Seandainya Nabi Muhammad SAW Lahir Dari Orang Tua Kaya Raya


Seorang Rasulullah Muhammad SAW ditakdirkan melalui berbagai ujian, saat beliau lahir sang ayah, Abdullah sudah tiada. Muhammad SAW yang masih bayi - sesuai dengan tradisi gurun pada saat itu - dititipkan untuk disusui oleh para wanita badui, pada saat itu tidak ada yang mau mengambil bayi Muhammad SAW karena beliau dilahirkan di keluarga yang sangat miskin, dengan kata lain tidak bisa membayar kepada sang ibu untuk disusui, hingga akhirnya sepasang suami istri yang tidak mendapat bayi mengambilnya karena tidak mau pulang kembali ke gurun dengan tangan kosong. Sejarah mencatat bahwa keajaiban terjadi saat sepasang suami istri yang membawa bayi mulia Muhammad SAW kembali ke tempatnya, tiba-tiba semua kambingnya menjadi subur, air susu ibunya melimpah ruah, dan unta yang mereka kendarai melesat cepat jalannya hingga bisa menyusul rekan-rekannya yang lebih dulu pergi.
Rasulullah SAW berumur 5 tahun ketika kembali dalam pengasuhan sang ibunda tercinta dan harus menelan kepahitan lagi dalam waktu yang tidak lama karena sang ibu berpulang ke pangkuan Sang Pencipta. Selanjutnya Muhammad SAW kecil diasuh oleh sang kakek, yaitu Abdul Muthalib hingga beliau berusia 8 tahun dan juga harus merasakan kepedihan ditinggalkan orang tercinta, sang kakek yang begitu mencintai dan melindunginya wafat dalam usianya yang ke-80 tahun. Sebelum meninggal sang kakek sudah berwasiat agar Muhammad SAW diasuh oleh salah satu anaknya yang bernama Abu Thalib, yang merupakan putranya yang paling miskin saat itu. Abu Thalib juga adalah seorang pedagang dan Muhammad SAW yang masih berusia 12 tahun sudah diajak bepergian jauh untuk berdagang.
Ada kalanya seseorang lahir dalam kondisi atau lingkungan yang tampaknya berat dan keras untuk dijalani. Tapi itu semua adalah sebuah kondisi yang Allah tetapkan dan kehendaki secara presisi bagi orang per orang untuk sebuah tujuan tertentu. Bisa jadi kalau seorang Muhammad SAW lahir dari orang tua yang kaya raya dan lingkungan yang serba nyaman jiwanya tidak akan tumbuh menjadi seorang yang kokoh dan tangguh dalam kehidupan.
Allah punya tujuan di balik semua ciptaan, seringkali kita belum bisa membaca apa hikmah di balik ketetapan-Nya, maka kita selayaknya belajar ridha dengan rezeki dan kondisi apapun yang Allah berikan per hari ini dan kemudian bersyukur dengannya semampu kita.
(Disajikan ulang dari Pengajian Hikmah Al Quran : Hikmah Surat Al Baqarah yang disampaikan oleh Zamzam AJT)

Tuesday, July 15, 2014

Apa Itu Sufisme ?


Jika ada yang bertanya "Apa itu sufisme? "
Anda bisa menjawab, "Sufisme adalah ajaran yang menekankan pencarian Tuhan di dalam hati setiap manusia"

Sebagaimana sabda Rasulullah saw, "Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa kalian dan harta kalian akan tetapi Dia melihat kepada hati kalian dan perbuatan-perbuatan kalian." (HR Muslim)

Ada tiga cara untuk berusaha mengenal Tuhan melalui ciptaan-Nya:

1. Menyadari ada Tuhan di belakang setiap ciptaan.
    Ketika kita berinteraksi dengan pasangan, orang tua, tetangga, rekan sekerja dan lingkungan lain,  
    sadarilah bahwa tidak ada kata-kata yang keluar, tidak bahkan kedipan mata terjadi tanpa ijin-Nya.
    Manusia adalah makhluk yang sangat kompleks, setiap orang mempunyai latar belakang masing-  
    masing yang menempanya hingga menjadi pribadi yang sekarang ada. Oleh karena itu kita
    selayaknya mengembangkan sifat empati, toleran dan kasih sayang dalam menghadapi setiap
    orang, apalagi kepada mereka yang tampaknya menyakiti kita. Kita justru tidak menyakiti balik,
    karena perbuatan menyakiti orang lain apakah lewat perbuatan atau perkataan hanya
    mencerminkan hati yang belum sensitif terhadap cahaya Tuhan.
   
2. Berikutnya adalah memikirkan ciptaan-Nya yang tidak nampak di depan mata kita, mendoakannya
    dan menyikapinya dengan baik. Seorang Sufi adalah ia yang peduli dengan lingkungannya,
    masyarakatnya, negaranya juga kemanusiaan di manapun ia berada. Ia selalu berusaha berkata dan
    berbuat yang baik, mengembangkan senyuman di wajahnya yang merupakan pancaran dari lubuk
    hatinya. Ia kerja keras menjadi pemakmur bumi dan berlomba-lomba menyebarkan kebaikan
    sebanyak mungkin bagi sekitarnya.

"Barangsiapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat.
Barangsiapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat.
Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat.
Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu suka menolong saudaranya"
(HR Muslim)

3. Setelah kita melihat ciptaan-Nya yang jauh maupun dekat, tampak atau tidak; maka selanjutnya  
    kita melihat ke dalam diri. Menyadari bahwa setiap gerakan hati dan perasaan yang timbul dari hati
    nurani adalah petunjuk dari-Nya.
    Menyadari bahwa ada hati nurani yang kerap menyeru kita apabila kita melakukan sesuatu hal
    yang tidak pantas, ia yang berbisik "hei, ini salah.." "ini tidak pada tempatnya.." "ini adalah dosa"
    "engkau seharusnya berbuat lebih baik" dst.

Begitu pentingnya mendengarkan hati nurani, karena sebenarnya kalau kita mau jujur kepada diri sendiri maka kita akan menemukan bahwa kebenaran itu membawa pada ketenangan dan sebaliknya pembenaran yang kita lakukan akan membawa kita kepada kegelisahan.

Sebagaimana jawaban Rasulullah SAW kepada Wabishah ra yang bertanya bagaimana membedakan antara kebajikan dan dosa. Beliau menjawab, "Mintalah pendapat kepada hatimu dan mintalah pendapat pada jiwamu. Sesuatu itu adalah kebaikan bila ia membuat hati tentram, membuat jiwa tentram, sedangkan dosa membuat kegelisahan dalam hati dan kegoncangan dalam dada. Mintalah pendapat pada hatimu meskipun orang-orang telah memberikan pendapat mereka kepadamu tentang hal itu." (HR Ahmad)

Pesan yang diberikan melalui ajaran Sufisme adalah pesan keseharian, bukan sebuah doktrin atau tambahan kepada ajaran yang sudah ada. Apa yang dunia butuhkan saat ini adalah pesan tentang cinta, harmoni dan keindahan di sela-sela hingar bingar tragedi kehidupan.
Sufisme tidak mengada-adakan hukum baru, ia membangunkan sifat-sifat baik yang ada di dalam setiap manusia dengan mengajarkan toleransi, saling memaafkan, saling menghargai dan berempati.
Dengannya setiap orang melakukan kebaktian yang agung terhadap diri, sesama dan Tuhan dalam perdamaian agar dunia menjadi tempat yang lebih indah untuk kita tinggal bersama-sama.


Sumber :
1. http://wahiduddin.net/hik/hik_sufism_heart.htm : religion of the heart: teaching of Hazrat Inayat Khan
2. Kumpulan Hadits




Friday, July 11, 2014

Bukan Hak Manusia Mengatakan Seseorang Berdosa

Sesungguhnya bukan hak kita untuk mengatakan seseorang berdosa atau tidak, karena kita tidak pernah tahu persoalan dan kedalaman hati manusia, kita hanya bisa menempuh fenomena yang nampak secara syariat.
Jadi manusia itu hanya bertindak sebatas ada pelanggaran yang sifatnya fisik, tapi sekali-kali tak berhak mengatakan dia berdosa, karena pada prinsipnya kehidupan seorang manusia ada dalam genggaman Sang Pencipta.
(Disajikan ulang dari Pengajian Hikmah Al Quran : Hikmah Surat Al Baqarah yang disampaikan oleh Zamzam AJT)