Saturday, March 31, 2018

Panik adalah salah satu penyebab seseorang tenggelam di air dalam. Bayangkan ketika kaki tidak bisa berpijak ke dasar air dan orang itu tak bisa berenang atau kelelahan maka respon tubuh akan meronta dalam panik, hal yang membuat kondisi otot menjadi spastik dan saluran nafas kerap tertutup oleh air yang menerjang masuk melalui mulut atau hidung.

Dalam hidup, tidak jarang pijakan kaki seseorang akan ditiadakan. Sesuatu yang merupakan ´comfort zone´ bagi orang tersebut. Hal yang dijadikan sandaran hidup dan pegangan dalam menjalani keseharian. Sandaran itu bisa berupa pasangan hidup, gaji tetap, karir yang menanjak, atau berupa kenyamanan yang bernuansa spiritual, biasa sholat tepat waktu, rajin sholat malam dan tidak pernah absen datang ke pengajian.

Jika datang saat ketika pijakan kehidupan kita dihilangkan oleh Dia Yang Memberikan itu semua. Maka bisa jadi itu adalah tanda bahwa Dia sedang melatih kita untuk berenang dalam kehidupan. Agar tidak terikat kepada semua pemberian-Nya dan kembali menyadari kefakiran diri. Berpanik diri menghadapi ujian-Nya yang datang hanya akan membuat diri tenggelam dalam fenomena yang ada. Tenang, kan ada Allah, our Best Lifeguard. Makanya Rasulullah saw jauh-jauh hari menyarankan, `Ajari anakmu berenang`. Agar sang ´anak´ jiwa kita di dalam diri tidak tenggelam dalam kehidupan dunia ~

Wednesday, March 28, 2018

Bersilaturahmi dengan orang yang kita segani dan kita sukai itu biasa.
Menyambung silaturahmi dengan orang yang memusuhi kita dan sudah bertahun-tahun menolak bertemu bahkan tak pernah datang kalau diundang, nah itu luar biasa.

Memanfaatkan momen lebaran dengan saling memaafkan keluarga, tetangga dan teman, itu biasa.
Melapangkan dada dan memaafkan orang yang telah menzalimi kita, itu luar biasa.

Memberi kepada orang yang kita sukai, itu biasa.
Memberi kepada orang yang pelit dan tidak pernah memberi kepada kita, itu luar biasa.

Jika mau amal timbangan kita berat di akhirat, maka berjuanglah melakukan hal-hal yang luar biasa, karena itulah budi pekerti yang baik.

"Amal yang paling berat ketika diletakkan di mizan (timbangan amal) adalah budi pekerti yang baik."(HR Abu Dawud)

"Hai Abu Hurairah, haruslah kamu berbudi pekerti yang baik."
Abu Hurairah bertanya, "Bagaimana budi pekerti yang baik itu?"
Rasulullah saw bersabda, "Kamu menyambung silaturahmi kepada orang yang memutus hubungan kepadamu, kamu memaafkan orang yang berbuat zalim kepadamu dan kamu memberi kepada orang yang tidak mau memberi kepadamu."
(HR Al Baihaqi)
Jika ingin menguji apakah mata kita buta warna atau tidak.
Tinggal membaca serangkaian pola dan angka yang tertuang di dalam buku yang dibuat oleh Shinobu Ishihara, seorang dokter spesialis bedah dan spesialis mata yang menciptakan alat bantu untuk mendeteksi buta warna.

Sedangkan jika ingin menguji apakah mata batin masih buta,
maka mursyid saya berkata coba baca Al Quran.
Perhatikan apakah kita bisa membaca pola dan pesan Allah yang lain yang ada di dalamnya. Sesuatu yang tidak hanya dapat dipersepsi oleh pandangan lahiriyah saja.


Monday, March 26, 2018

Kata 'Umur' dalam Al Quran

'Umur' adalah salah satu kata dalam Bahasa Indonesia yang merupakan serapan dari Bahasa Arab ('umur) عمر (‘Ain-Mim-Ra).
Di dalam Al Qur'an akar kata عمر (‘Ain-Mim-Ra) muncul 27 kali di dalam 22 ayat yang berbeda.
12 ayat diterjemahkan sebagai "umur".
4 ayat diterjemahkan sebagai "memakmurkan /dimakmurkan".
3 ayat diterjemahkan sebagai "umrah".
3 ayat diterjemahkan sebagai "Imran".
Mari kita telaah satu persatu.
1. Proses pemakmuran
Dalam empat ayat yang menyebut kata (‘Ain-Mim-Ra) lalu diterjemahkan sebagai makmur, dua ayat berkaitan dengan mesjid dan baitul makmur dan dua ayat lagi berkaitan dengan bumi (al ardh). Sebuah ajakan agar manusia memakmurkan bumi diri (jasad) juga jiwanya , dimana hati manusia semestinya menjadi baitullah.
2. Keluarga Imran
Tidak ada surat al-Qur’an yang menggunakan nama keluarga kecuali Surat Ali Imron (Keluarga Imron). Demikian tinggi kedudukan keluarga ini di mata Allah, karena ketaatan dan keikhlasan hati mereka, sehingga nama keluarga Imran diabadikan dalam Al Quran beriringan dengan nama para nabi,
“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga ‘Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing)” (Qs. Ali Imron: 33)
Berbicara tentang keluarga Imran tidak lepas dari figur Maryam binti Imran yang sejak di dalam kandungan telah dinazarkan untuk mengabdi kepada Allah Ta'ala,
(Ingatlah), ketika isteri ‘Imran berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(QS Ali Imran:35)
Maryam inilah yang kemudian melahirkan bayi Isa as, yang sejak awal sudah diperkuat dengan Ruhul Qudus,
"...dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mukjizat) kepada Isa putera Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul Qudus..."(QS Al Baqarah: 87)
3. Umrah dan Haji
Penyebutan umrah dalam dua ayat dalam Al Quran [2:196] & [2:158] berkaitan dengan haji. Sebuah ibadah yang berpuncak di prosesi thawaf mengelilingi ka'bah.
Dengan demikian rentang waktu umur manusia harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk memakmurkan aspek jasad dan jiwa dalam diri untuk meraih anugerah Allah Ta'ala berupa penguatan oleh aspek ruh dari Allah Ta'ala yang dengannya sang insan dapat berthawaf dengan sebenar-benarnya thawaf dalam kehidupan.
Wallahua'lam


Saturday, March 24, 2018

Peringatan itu datang
bagai petir di siang bolong
tak terduga
roda kehidupan seakan terhenti
sesaat
menelisik nafas yang masih berhembus
dan jantung yang masih berdegup

Aku masih hidup,
alhamdulillah
maybe for another day
or another hour
or even another minute.

Hari ini salah satu temanku sudah berpulang
melanjutkan kehidupan di alam berikutnya
tak ada yang menduga
semua terjadi tiba-tiba.

Senin lalu ia masih menitip kabar
kepada sahabatnya
menitip tiramisu kesukaannya.

Enam hari kemudian
pesan berantai di group
"innalillahi wa innailaihi raaji'uun"

Benar-benar tak terduga
Detak kehidupan seakan berhenti sesaat
"It could have been me,"
kataku kepada diri sendiri.

Selagi hayat masih di kandung badan,
saya ingin minta maaf
bagi siapapun yang pernah terzalimi
oleh kata atau perbuatan.
Tolong maafkan kebodohan saya.

Peringatan itu datang keras sekali
sebagai pengingat bahwa hidup ada batas waktunya
dan sungguh tak akan lama
hanya sepanjang satu sore di dunia

Semoga setiap tarikan dan hembusan nafas
berbicara
"labbaik allahumma labbaik..."
here i am my Lord
here i am...

(Teruntuk sahabat Gita Indah Trijanti Rukmana, semoga Allah melapangkan alam barzakhmu, memaafkan semua khilafmu dan menerimamu dalam naungan rahmat-Nya)

Friday, March 23, 2018

"Jangan terjebak dalam peran kecil atau tinggi."
- Mursyid

Setiap orang punya peran masing-masing dalam hidup.
Hindarkan kata-kata "Ah, saya cuma begini saja....Ah saya cuma jadi ini saja..." sepintas tampaknya kalimat yang biasa saja, akan tetapi itu mencederai adab kepada Allah, Yang Maha Memberi itu semua.

Memangnya kenapa kalau jadi pegawai 'biasa'?
Memangnya kenapa kalau jadi ibu rumah tangga?
Memangnya kenapa kalau jadi 'bawahan'?
Memangnya kenapa kalau mencari nafkah dengan kerja serabutan?

Puaslah dengan apa yang ada,
Itu kunci kebahagiaan.
Jangan merekayasa menaikkan pamor diri,
hanya karena ingin dipuji orang.
Pujian orang kadang tidak tulus,
dan belum tentu menaikkan kemuliaan kita di dalam pandangan Allah Ta'ala.

Sang pencari Allah sejati akan ridho dengan apapun yang ada, karena ia tidak tertawan kepada bentuk dan keadaan yang Allah berikan, akan tetapi ia melihat siapa yang memberikan.




Rasa hati seseorang kepada Tuhannya demikian halus.
Kerinduan yang tak nampak, namun terasa mengiris hati.
Kesepian yang membekukan,
yang tak ada seorangpun bisa mengobati.
Pencarian yang panjang,
yang kadang mematahkan hati.
Tak ada yang bisa membaca ihwal pengembaraan hati.
Tidak oleh manusia yang cenderung menghakimi orang dari penampilan lahiriyah atau perilaku sepintas.
Tidak oleh para malaikat yang rajin mencatat setiap tindak-tanduk manusia.
Tidak pula oleh setan yang hanya bisa meraba berdasarkan riak perilaku dan emosi yang muncul di permukaan.
Itulah harta manusia yang paling berharga.
Sebuah ruang komunikasi pribadi hanya antara dirinya dan Sang Rabb.
Tanpa perantara...

Thursday, March 22, 2018

Upayakan Tidak Menunjukkan Amarah

Suatu hari saat sedang ngopi bareng teman di J Co Pondok Indah Mall Jakarta, suasana tenang yang sedang kami nikmati tiba-tiba buyar karena seorang bapak mencak-mencak memarahi habis salah seorang pegawai konon karena kurang tanggap melayani anaknya yang meminta tambahan donat. It was quiet a scene. Terrible one. Saya harus menahan diri untuk tidak menghampiri si bapak dan menenangkan si mbak pegawai yang tertunduk sambil menangis.
Untung saya tidak melalukan apa-apa saat itu, kemudian saya paham kalau menghadapi orang yang memprovokasi dan marah-marah ngga jelas seperti itu tindakan yang paling pas adalah acuhkan. Kata Ibnu Arabi, "Anda tidak akan mendidiknya dengan memberikan respon kepada aura negatif yang ia sebarkan," maka acuhkan saja. Hal lebih efektif dibanding harus memuaskan ego diri membalasnya dengan niat ingin memberikan hukuman yang setimpal.
Don't fight fire with fire. Begitulah. Karena yang dibutuhkan oleh seseorang yang tengah dikuasai oleh amarah adalah untuk memahami apa akar dari amarahnya tersebut. Apakah kelelahan yang kronis? Apakah ketidakpuasan tertentu? Apakah kekecewaan karena tidak juga mendapat kenaikan pangkat atau gaji? Apakah karena frustasi? Apakah khawatir akan sesuatu? Apakah karena merasa kesepian? Apakah karena merasa kewalahan dalam pekerjaan atau mengerjakan aktivitas di rumah? Dsb.
Masih kata Ibnu Arabi, "Marah itu hasil dan tanda bahwa ego seseorang masih belum dikendalikan oleh jiwa, tanda bahwa hawa nafsunya masih liar dan belum terkendali." Seperti halnya cara menjinakkan kuda liar dengan mengikatnya dan mencoba menungganginya, maka amarah harus sekuat tenaga ditahan agar tidak bocor bahkan terhambur keluar. Jika tidak bisa menghentikan amarah, setidaknya upayakan agar tidak menunjukkannya. Karena saat seseorang melakukan hal ini, pada detik itu ia sedang membuat Allah senang dan membuat iblis kecewa. Sungguh ini tidak mudah, Rasulullah saw pun bersabda, "Bukanlah orang yang kuat itu adalah yang bisa mengalahkan lawannya dalam pergulatan, akan tetapi orang yang kuat adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah."
Dan menahan amarah ini sebuah upaya yang disukai Allah, termasuk salah satu karakter al muhsinin (orang-orang yang berbuat kebajikan). “Orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang menafkahkan (harta mereka) baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan” (QS Ali ‘Imran:134).
Semoga Allah membantu kita dalam mengendalikan amarah diri. Aamiin.
(Referensi: What the Seeker Needs' by Muhyiddin Ibn 'Arabi, translated by Shaykh Tosun Bayrak and Rabia Harris.)


Friday, March 16, 2018

Jangan remehkan amal yang kecil.
Walaupun itu sekadar menyapu lantai rumah,
jika dikerjakan dengan hati yang mengharap kepada-Nya
bisa jadi Dia pun membantu menyapu duka kita.

Jangan remehkan amal yang kecil.
Walaupun itu sekadar membantu merapihkan sepatu di musholla, jika dikerjakan dengan hati yang mengharap kepada-Nya bisa jadi Dia membantu merapihkan hidup kita.

Banyak tindakan yang tampaknya 'kecil' menjadi besar di mata Tuhan dan itu membuat sang hamba melejit jiwanya ke langit karunia-Nya.
Seperti bagaimana seorang Imam Al Ghazali yang menangguhkan proses menulisnya semata menunggu seekor lalat yang sedang minum di dalam bak tintanya.
Seperti seorang pelacur yang melacur seumur hidupnya dan datang menjelangnya dengan cahaya karunia-Nya karena memberi minum seekor anjing yang kehausan.
Seperti tindakan seorang Musa yang menolong dua perempuan yang kesulitan menimba air dan diganjar dengan pengajaran dan bimbingan dari seorang nabi Syu'aib as.

Sang nabi bersabda, “Janganlah meremehkan kebaikan sedikit pun walau hanya berbicara kepada saudaramu dengan wajah yang tersenyum kepadanya. Amalan tersebut adalah bagian dari kebajikan.” (HR. Abu Daud no. 4084).

Senyuman tulus bisa menghangatkan kembali hubungan dalam rumah tangga, mencairkan suasana yang penuh ketegangan dan dalam suatu waktu pernah sebuah senyuman menyelamatkan satu nyawa seorang remaja yang berniat bunuh diri setelah pulang sekolah karena tak tahan di- 'bully' oleh teman-temannya, tapi dia mengurungkan niatnya karena ada seorang teman yang melempar senyum kepadanya dan mengajaknya bermain bersama.

Maka hidup harus selalu optimis dan berbaik sangka kepada Allah, karena sebenarnya banyak jalan yang Allah mudahkan agar seseorang bisa menerima rezeki yang tak terduga dan bahkan tak diminta. Hanya hati harus peka dan waspada karena kalau kita ingin renungkan banyak yang Allah kirimkan dalam ruang hidup kita masing-masing. Bisa jadi itu berwujud sebagai orang tua yang kesepian dan butuh teman bicara, keluarga yang membutuhkan bantuan, anak kecil yang perlu dituntun menyebrangi jalan, bahkan ihwal alas kaki berserakan tak rapih di masjid pun menunggu uluran tangan kita.[]



Monday, March 12, 2018

Pernah ada fase ketika saya melalui hidup yang difakirkan, syariatnya melalui bisnis orang tua yang gagal sehingga kondisi keuangan kami pas-pasan. Waktu itu saya menginjak tahun kedua kuliah di kedokteran. Kalau melihat lagi ke belakang rasanya tidak mungkin secara hitung-hitungan saya bisa lulus dari dan menjadi dokter, karena biaya kuliah yang relatif mahal bahkan untuk hitungan saat itu. Akan tetapi entah kenapa selalu ada rezeki dari Allah pada saatnya. Saya ingat di dua tahun terakhir saya menyelesaikan S1 harus terengah-engah mengejar waktu untuk bisa hadir kuliah di pagi hari dengan menempuh perjalanan dari Bojongsoang ke Jatinangor naik bus Damri yang miring ke kiri karena penuh sesak oleh penumpang.

Ya, saya selalu pas-pasan tiba di kampus kalau tidak terlambat, karena setiap pagi menanti orang yang membeli roti tawar buatan mama yang dijual di toko roti miliki keluarga. Sekadar menunggu orang membeli satu roti tawar seharga sepuluh ribu rupiah. Jumlah yang saya butuhkan untuk bekal dan ongkos kuliah satu hari. Syukur-syukur ada teman yang membawa mobil lewat di jalan dan berbaik hati memberi tumpangan. Selain cepat, juga menghemat ongkos.

Alhamdulillah saya diberi kedua orang tua yang baik dan kuat. Tidak pernah sekali pun saya mendengar mereka mengeluhkan keadaan ini, perubahan gaya hidup dari yang serba berkecukupan menjadi prihatin. Mereka tidak bicara banyak tentang hal ini, akan tetapi ketangguhan mereka menyongsong takdir hidup yang harus dipikul bersama saat itu, sedikit banyak menempa saya menjadi pribadi yang pantang menyerah dan tidak berkecil hati dengan keadaan yang ada. "Kuasa Allah...kuasa Allah..." ratusan kali saya dengar kata-kata itu meluncur dari lisan mama jika tiba-tiba ada rezeki tak terduga.

Penggal episode hidup saya itu menjadi lebih dipahami melalui penjelasan mursyid yang mengatakan bahwa jika hidup selalu berkecukupan dan baik-baik saja, maka sulit untuk mengenal Allah secara hakiki dalam kehidupan. Bahwa manusia tidak akan pernah bisa mengenal Allah (makrifatullah) jika belum pernah menemukan ruang fakirnya. Dan ruang fakir setiap orang itu berbeda-beda di setiap waktu. Ada yang gajinya tidak cukup untuk sebulan, maka adalah hak Allah untuk memberi jalan bagi sang hamba rezeki bagi dirinya dan keluarga di saat itu dengan rezeki yang tak terduga. Ada yang fakir, sedang membutuhkan kesehatan badan, maka Allah yang akan membuat jalan-jalan penyembuhannya. Ada yang fakir dalam menanti jodoh. Ada yang fakir dibuat tak berdaya dalam menghadapi urusan rumah tangganya. Ada yang fakir dibuat pontang-panting oleh urusan pekerjaan dan dunianya. Semua yang diluar jangkauan kita, yang kita dibuat merasa tak berdaya karenanya. Itulah ruang temu yang sangat berharga, karena Dia akan hadir di sana. Insya Allah.

(Amsterdam, 12 Maret 2018. 11.08 pagi)

Saturday, March 10, 2018

Hari ini adalah sempurna.
Diri kita demikian sempurna.
Takdir hidup kita adalah sempurna.
Semuanya adalah sempurna.

"Semuanya?"tanya sang hawa nafsu, ngeyel.
Maklum sang hawa nafsu adalah anak baru lahir kemarin.
Dia belum paham karsa dan seluruh rencana Gusti Allah.

Kesempurnaan adalah asma-Nya,
"Katakanlah: Dialah Allah Yang Maha Esa, Allah adalah ash-Shamad (Penguasa Yang Maha Sempurna dan bergantung kepada-Nya segala sesuatu)"(QS al-Ikhlaash:1-2)

Sifat Allah adalah selalu memberi yang terbaik kepada ciptaan-Nya.
Selalu.
Tidak pernah kurang bahkan sebiji atom pun.

Kurang-lebih, cepat-lambat, besar-kecil, itu cara berpikir alam ciptaan, sesuatu yang terbiasa dipersepsi oleh sang hawa nafsu.
Dalam timbangan Allah, semua tepat sesuai kadarnya, tidak ada yang kurang dan tidak ada yang lebih.
Dalam perhitungan-Nya, semua akan turun pada saatnya, tidak ada yang terlalu cepat, pun terlambat.
Dalam pandangan-Nya semua manusia adalah berharga, sekalipun ia seorang pendosa dan pembangkang.

Saat diri lepas dari kotak-kotak semu label dunia,
itulah saat ia terbebas dari perbudakan dirinya sendiri.
Bebas dari waham ketidaksempurnaan dan ilusi dunia, bebas dari kekhawatiran dan lepas dari kesedihan yang memuramkan wajah jiwa.

Saat itu akal jiwanya sudah bisa berkata, "Rabbana ma khalaqta hadza bathila” (QS Ali Imran: 191), "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia." Karena semua yang Allah turunkan adalah sempurna. Menyadari hal ini, Jalaluddin Rumi kemudian berkata, "Jika engkau (hanya bisa) memanjatkan satu doa dalam satu hari, ucapkanlah 'Terima Kasih'" []




(Amsterdam, 10 Maret 2018. 15.01 inspirasi ba'da shalat dhuhur)


Thursday, March 8, 2018


الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ مَهْدًا وَسَلَكَ لَكُمْ فِيهَا سُبُلًا وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْ نَبَاتٍ شَتَّىٰ

Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan Yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam.

(QS Thaha:53)

Ada tiga proses kehidupan yang Allah terangkan dalam surat ini.

Pertama, ia telah membentangkan bumi sebagai hamparan. Dalam ayat lain dikatakan proses penciptaan bumi membutuhkan waktu empat masa, dua kali lipat dibandingkan masa pembentukan langit. Bayangkan bagaimana Allah telah merancang demikian rapih bumi serta kehidupan yang ada di atasnya, juga aspek bumi yang lain yaitu jasad kita; sudah diatur rapih. Dilahirkan dari orang tua yang mana, lahir di bagian bumi sebelah mana, lengkap dengan potensi yang ada. Semua bekal kehidupan manusia sudah disiapkan bahkan sejak ia belum dibentuk di rahim ibunya.

Tahap kedua adalah dengan 'menjadikan'bagimu di bumi itu jalan-jalan  (subula). Kata 'menjadikan'itu diterjemahkan dari 'salaka' yang berarti juga 'berjalan'. (suluk= perjalanan, salik= orang yang menempuh perjalanan). Tahapan ini merupakan tahapan yang ada di tengah antara 'bumi'dan 'langit' karena kalimat berikutnya menyebutkan tentang 'dan menurunkan dari langit air hujan.'

Aspek bumi dalam Al Quran melambangkan jasad manusia, sedangkan aspek langit melambangkan jiwa manusia. Lalu apa komponen dalam diri manusia yang bisa melingkupi jasad dan jiwanya? Ialah sang qalb, sebagaimana hadits Rasulullah saw, :
“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Daging yang dimaksud secara fisik memang jantung, yang bukan kebetulan terletak di dada manusia, mirip dengan letak qalb yang juga berada di dada jiwa manusia.

Jadi proses pembentukan bumi, dibentangkan jalan-jalan dan diturunkan langit dari hujan adalah sebuah urutan. Setiap manusia diberi modal buminya masing-masing. Selanjutnya tergantung kepada masing-masing orang apakah dia mau bersuluk, dalam arti menempuh qadha dan qadar kehidupan yang telah Allah jabarkan. Jika ia menerima takdirnya walaupun masih dengan ebrat hati, maka artinya ia mulai berjalan. Itulah syarat proses berikutnya berjalan, yaitu diturunkan oleh Allah air hujan dari langit.

Sesuatu dari langit menggambarkan sebuah anugerah Ilahiyah yang merupakan makanan bagi jiwa. Rasulullah diriwayatkan beberapa kali bergembira menyambut hujan salah satunya dikabarkan oleh Anas bin Malik ra yang berkata, "Kami pernah kehujanan bersama Rasulullah SAW, lalu Rasulullah SAW menyingkap bajunya hingga terguyur hujan. Kemudian kami mengatakan, mengapa Engkau melakukan demikian? Kemudian Rasulullah SAW bersabda, "karena hujan ini baru saja Allah ciptakan". (HR. Muslim)

Apa fungsi air hujan bagi bumi?  Ia berfungsi sebagai sumber kehidupan, untuk menyuburkan bumi, dari tanah yang subur benih-benih tanaman akan tumbuh dan akhirnya berbuah pada musimnya masing-masing.

Setiap manusia menyimpan sebuah benih yang Allah simpan di dalam jiwanya masing-masing. Sesuatu yang harus ditumbuhkan seiring dengan usia kehidupannya di dunia. Agar ia berbuah dan menyenangkan hati Sang Penanam. Insya Allah

(Amsterdam, 8 Maret 2018. 15.15 sore, jelang musim semi)
Masjid, memiliki ciri yang khas, ia pada hakikatnya adalah sebuah bangunan kosong. Memang harus kosong, tanpa perabotan, tanpa patung-patung, dan tanpa benda-benda mewah yang menghalangi ruang sujud. Karena masjid melambangkan qalb (hati) manusia, yang juga seharusnya kosong dari selain kehadiranNya.
Anjuran untuk mendirikan masjid pada hakikatnya adalah untuk membangun masjid dalam hati kita masing-masing, membangun ruang kosong di dalam diri, yang dikhususkan untuk-Nya semata. Karena tidak semua orang diberi kelapangan rezeki lahiriyah untuk membangun mesjid yang berupa bangunan fisik.
Jika sekadar membangun masjid yang berbentuk bangunan bisa dengan menggerakkan ujung jari untuk mentransfer uang yang dalam waktu relatif tak lama masjid itu jadi. Adapun membangun masjid di dalam hati harus berdekade lamanya dan harus menempuh medan jihad terbesar, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah saw, yaitu melawan hawa nafsu diri sendiri. Karena bentukan-bentukan hawa nafsu secara tidak sadar mengendalikan hidup seseorang: memengaruhi keputusan yang diambil, menguasai nuansa hati, mengatur irama emosinya dll. Demikian tak terasa dalam perjalanan hidup manusia, hawa nafsu itu bertransformasi menjadi berhala dalam diri sendiri.
Membersihkan sekian banyak berhala di dalam ka'bah adalah hal yang dilakukan oleh Rasulullah saw saat Futuh Mekkah. Karena hanya boleh ada ruang kosong dalam rumah Allah (baitullah). Kekosongan itu yang mahal. Karena demikian sulitnya mengosongkan diri, bahkan untuk sejenak.
Mengosongkan diri dari keinginan ini-itu yang tidak ada habis-habisnya.
Mengosongkan diri dari seribu satu ambisi dunia dan yang nampak seolah spiritual.
Mengosongkan diri dari amarah, dendam, kekesalan, kecemasan dan rasa takut dsb.
Karena pada saat kosong itulah kehadiranNya menjadi bisa dibaca (iqra).
Seperti halnya ketika diri hening, baru petunjuk yang dibisikkan oleh-Nya dapat terdengar.
Dengan demikian, membangun mesjid pada hakikatnya sebuah perjuangan besar untuk mengosongkan diri, supaya Dia bisa hadir. Dan adzan adalah panggilan yang didesain di waktu-waktu tertentu yang spesial agar sang hamba melepas sejenak 'mainannya', membersihkan diri dengan air dari deru debu dunia. Dan sesaat menciptakan ruang kosong itu. Supaya hanya ada dirinya dan diri-Nya semata.[]

Wednesday, March 7, 2018

Ketika Allah berfirman:
"Janganlah engkau membunuh anak-anakmu!" (QS Al-Isrâ [17]: 31)
sebagian besar yang membacanya merasa tak tersentuh oleh ayat itu. Merasa tak mungkin membunuh anak sendiri, lha wong buktinya anak-anak tumbuh baik, sehat bergizi, pintar, dirawat dll.
Tapi bagaimana dengan pertumbuhan jiwa sang anak?
Sesuatu yang kerap luput diperhatikan, meskipun semakin besar anak, semakin pintar akalnya, tapi jiwanya merana karena tidak diberi makanan yang sesuai untuknya. Jika tubuh tidak diberi makan sehari penuh saja, sudah lemas sedemikian rupa, lantas bagaimana halnya dengan jiwa yang bertahun-tahun tidak mendapatkan makanan yang merupakan haknya?
Maka dikatakan:
"Sungguh rugi mereka yang membunuh anak-anaknya karena kebodohan tanpa pengetahuan." (QS Al-An'âm [6]: 140).
Orang tua yang tidak mengerti bagaimana merawat jiwa anak dan menumbuhkannya, maka secara tidak sadar berarti telah menciutkan potensi jiwa sang anak.
Itulah orang tua yang memaksakan kehendak agar sang anak mengambil jurusan atau pekerjaan tertentu semata-mata "takut miskin" (QS Al-Isrâ [17]: 31), takut anaknya dianggap tidak sukses, takut tidak ada yang meneruskan usaha keluarga, takut dipandang sebelah mata oleh keluarga besar, tetangga, teman kerja atau masyarakat.
Orang tua yang cenderung "membunuh anaknya" melakukan hal itu karena kesesatan dirinya sendiri dan tidak mendapat petunjuk Allah (QS Al-An'âm [6]: 140). Tentu semua orang tua mencintai anaknya dan ingin agar mereka bahagia. Tapi versi bahagia orang tua bisa jadi, dan malah sangat sering, berbeda dengan versi kebahagiaan yang Allah kadarkan kepada anak-anak yang merupakan ciptaan dan milik-Nya itu.
Mengasumsikan kebahagiaan hanya dari indikator pencapaian duniawi bisa jadi sebuah kesalahan yang fatal yang bisa mengacaukan ad diin (agama) seseorang. (QS Al-Isrâ [17]: 31). Adapun kebahagiaan sejati seorang anak terletak kepada kebahagiaan jiwanya. Ini baru bisa terasakan manakala ia menempuh jalan hidup yang dimudahkan untuk dirinya sendiri, manakala telah menemukan kegiatan atau pekerjaan yang membuat hatinya bernyanyi.
Dan peran orang tua adalah menjadi pengawas serta pendamping yang baik agar sang anak bertumbuh fitrah dirinya. Tidak memaksakan dia memakai baju kehidupan yang bukan ukuran atau seleranya.
Seperti yang dikatakan oleh Platon:
"Hak istimewa terbesar dalam kehidupan manusia adalah untuk membidani kebangkitan jiwa pada diri seseorang."