Friday, January 31, 2020

Sudah terjadi berkali-kali, kalau ada rezeki tak terduga, misal dapat bonus, ada yang kasih uang, dapat orderan lebih dll harus curiga dan tanya ini rezeki haknya siapa. Alih-alih euphoria dapat rezeki nomplok lalu langsung bikin rencana ini-itu atau lebih parah lagi langsung dibelanjakan untuk sesuatu yang tidak urgent - lebih baik didiamkan dulu beberapa hari. Pengalaman saya, dalam seminggu biasanya jawabannya sudah ada. Apakah ada saudara yang sakit dan butuh uang, kerabat yang membutuhkan pertolongan dsb. Dan anehnya mereka tidak meminta langsung. Mintanya sama Allah, tapi kok bisa saja beritanya sampai. Gusti Allah ora sare... Memang guru ngaji saya mengajarkan kalau punya uang misal habis gajian atau hasil dagang dan usaha, sebelum membelanjakan tanya dulu kepada Sang Pemberi Rezeki apakah rencana pembelanjaan kita benar atau tidak. Itu adabnya. Karena jangan-jangan dibalik pendapatan kita yang melebihi kebutuhan sehari-sehari itu ada hak karib kerabat di sekitar kita, terutama mereka yang justru tak pernah meminta langsung kepada kita. Tapi Allah selalu punya cara untuk menolong hamba-hamba-Nya. Demikian indahnya hidup bersama, saling mengisi. Apa arti kepemurahan tanpa tangan-tangan kefakiran yang menengadah. Kita semua saling membutuhkan. Yang berlebih butuh yang berkekurangan untuk menyeimbangkan diri dan kehidupannya agar lebih berkah. Yang lemah butuh ditopang oleh yang kuat. Bukan berarti yang satu lebih baik dari yang lain. Ini semata-mata peran yang Dia bagikan bagi setiap hamba-Nya. Karena letak kemuliaan adalah pada taqwa, terlepas dia memegang peran si kuat atau si lemah.

Friday, January 24, 2020

Dulu saat berkelana mencari guru kehidupan saya dipertemukan oleh Allah dengan sekian banyak guru spiritual. Ada yang bisa mengubah daun menjadi uang kertas, ada yang sakti menyembuhkan orang, ada yang tajam sekali penglihatan batinnya hingga mengetahui masa lalu. Sekian banyak keahlian itu membuat saya terpana, untuk sementara. Tidak begitu lama. Karena akhirnya yang saya butuhkan adalah guru yang bisa mengajarkan bagaimana kita bisa berenang di sungai kehidupan masing-masing dan tidak tenggelam dalam hiruk pikuk dan sekian banyak gejolak dunia. Akhirnya saya sadari guru yang sebenarnya adalah dia yang Allah kuasai ilmu Al Qur'an. Karena Al Qur'an itulah kunci untuk menguasai diri dan semesta kehidupan kita masing-masing. Akhirnya saya lebih melihat keajaiban pada hati yang berserah diri pada apa yang Dia hadirkan. Bukan sekadar memaksa selembar daun menjadi uang. Lebih kagum dengan orang yang bisa rendah hati dan menghargai kehidupan masa lalu seseorang sekelam apapun itu dibanding sekadar bisa menyibak masa lalu seseorang. Lebih tunduk kepada seorang yang bisa mengajari bagaimana mengucap syukur pada raga yang sedang sakit dibanding sekadar membuatnya sembuh seketika. Guru sejati itu tidak mudah untuk didapat. Hanya berkat rahmat dan pertolongan-Nya semata...

Tuesday, January 21, 2020

Seseorang bermimpi diperlihatkan kepadanya neraka. Dia kaget karena ketika ada di dalam neraka tempat itu kosong melompong, tidak penuh dengan api yang menyala seperti yang ia bayangkan. Ia pun bertanya kepada malaikat penghuni neraka, “Dimana api neraka?”. Sang malaikat menjawab, “Api ? Tidak ada api disini. Setiap orang yang masuk yang kesini yang membawa apinya masing-masing.” ***** Allah Maha Pengasih, Dia memperkenalkan Dirinya demikian. Ar Rahman - Ar Rahiim. Dan Dia konsisten sebagai Maha Pengasih. Maka konsep neraka yang sering membuat orang lari dari agama karena demikian menakutkan, sebenarnya bukan karena Tuhan kejam. Dia jauh dari itu. Bagaimana mungkin Dzat yang hanya menginginkan kebaikan bagi segenap ciptaan-Nya bisa berbuat keji? Api yang menyambar di neraka nanti adalah api yang ada di dalam hati manusia yang terbawa ketika ia meninggal. Api dendam yang tak sempat dipadamkan, api dengki yang tak sempat dibasuh, api keserakahan yang tak sempat diminta ampunkan, api kemalasan yang tak sempat ditaubati. Semua yang tersembunyi di celah-celah hati hanya menunggu waktu untuk ditampakkan. Sebagian manusia beruntung karena Allah berkenan menampakkan penyakit-penyakit hati itu di dunia. Dengannya ia harus menempuh sekian banyak ujian yang meremukkan egonya, menundukkan kesombongannya, mencampakkan angan-angannya yang salah. Sehingga setiap manusia datang kepada Allah dengan hati yang bersih dan suci . Karena Yang Maha Suci hanya bisa didekati dengan keadaan suci. Dengan demikian, surga yang didapati nanti bisa mulai dicicipi rasanya oleh para pewarisnya di dunia ini. Surga itu gambaran tempat yang tenang, tidak ada neraka. Hati yang tenang karena tawakal kepada Allah sepenuhnya. Bukan tenang palsu karena tawakal kepada deposito, bonus, warisan, keluarga dan teman yang selalu membantunya dll. Maka karakteristik calon penghuni surga itu tenang hatinya. Jika ada yang menyakiti tidak melonjak panas hatinya. Jika ada yang memfitnah tenang dan memaafkan. Jika menghadapi kesulitan dan kekurangan hidup akan tenang karena yakin diri dan keluarganya ada dalam genggaman Rabb Sang Pemelihara semesta alam. “Gelisah itu tanda ada dosa” demikian kata Rasulullah. Itu hawa-hawa neraka. Gelisah, ragu, bimbang, cemas, khawatir, mudah marah, mudah tersinggung dll. Beruntunglah mereka yang ditampakkan keburukan-keburukan hatinya disini, agar semakin dalam dan serius istighfarnya. Semoga masih ada waktu untuk mensucikannya, hingga tidak tergolong menjadi mereka yang membawa apinya ke alam sana. Na’udzuubillahimindzaliik.

Friday, January 17, 2020

Sesungguhnya orang-orang yang berkata, "Rabb kami adalah Allah," kemudian mereka tetap istiqomah tidak ada rasa khawatir pada mereka, dan mereka tidak (pula) bersedih hati. - QS Al Ahqaaf [46]:13 Implikasi dari perkataan adalah tindakan, sikap hidup, juga cara kita menyikapi dinamika sang waktu. Rabb adalah Sang Pemelihara. Orang yang menyatakan "Rabbunallah" adalah yang yakin betul Allah Yang Maha Memberi Rezeki, Allah Yang Maha Menyembuhkan, Allah Yang Maha Mencukupi. Tumpuannya bukan pada bisnisnya, bukan pada pekerjaannya yang memberi gaji tetap dan bonus, bukan pada suami yang diandalkan penghasilannya, bukan pula pada segenap kekuatan diri, kerabat atau handai taulan. Kalaupun orang sekitar membantu, ia hanya melihat itu sebagai seseorang yang Allah gerakkan. Sasaran pandangannya tetap Allah. Lisan boleh berterima kasih kepada makhluk-Nya tapi hati sudah terengkuh dalam balutan kasih sayang-Nya yang tak pernah padam dan tak akan berakhir. Pantas saja, bagi mereka tidak ada rasa khawatir dan bersedih hati. Jadi dengan demikian kekhawatiran dan kesedihan pasti datang dari keengganan kita untuk menyandarkan diri dan segenap yang kita cintai penuh kepada-Nya semata. Sang Rabbul 'alamiin. Sebaik-baik pemelihara dan sebaik-baik penjaga. Saat masih separuh bersandar kepada Allah dan separuh bersandar kepada selainnya maka hanya tinggal menunggu waktu kekhawatiran dan kesedihan itu datang menyergap. Karena apapun selain Dia akan binasa. Saat kita mengandalkan selain Dia hanya menunggu waktu kebinasaannya. Tapi dunia akan selalu menguji. Di satu waktu kita barangkali lulus dari ujian ketawakalan, tapi di saat lain ketika hati sedang lemah dan hawa nafsu membara kita terpeleset mengharapkan agar sesuatu datang dan terwujud dengan segera. Itu jebakan klasik setan, yang mempertakuti manusia dan meniupkan ketergesaan. Maka di ayat diatas Allah berfirman, "...orang-orang yang berkata "Rabb kami adalah Allah" dan mereka teguh(istiqamah) dengannya" Kualitas keteguhan hanya terbentuk setelah melalui proses ujian. Maka jangan ciut nyali menghadapi ujian. Itu sungguh sebuah hari raya untuk pertumbuhan jiwa. Abaikan hawa nafsu yang meronta-ronta ingin keluar dari api ujian. Dia tidak pernah tahu apa hakikat ujian. Sebagaimana pohon yang tangguh diterpa badai hanya terbentuk oleh angin kencang yang mana itu semakin menguatkan akarnya. Maka ujian hidup sebesar apapun dan segelap apapun kelihatannya adalah sesuatu yang akan menumbuhkan jiwa kita dalam jalan mencapai kebahagiaannya yang sejati. Ingat, jangan pernah mengeluh kepada Allah "oh ya Allah, beratnya ujian hidupku." Tapi katakan kepada ujian itu bahwa kita punya Allah Yang Maha Kuasa.

Tuesday, January 14, 2020

Akui saja. Kebanyakan kita walaupun mengaku beragama dan sudah umrah atau haji berkali-kali pun sebenarnya masih tidak paham dan tidak mengerti dengan bagaimana Allah mengatur dunia ini. Kita masih dipusingkan dengan fenomena mengapa kesewenang-wenangan dan kezaliman Dia ijinkan terjadi. Kita masih gagap dalam menjelaskan berbagai kekacauan yang Dia ijinkan mewujud di bumi hari ini. Jangan jauh-jauh, kita pun masih dibuat bingung oleh sekian banyak fenomena yang menerpa kehidupan kita. Mengapa Allah mengizinkan seseorang menyakiti kita sedemikian rupa? Mengapa diberi nasib hidup seperti ini? Mengapa diberi sakit sedemikian rupa? Mengapa sepertinya Dia lambat dalam menjawab doa kita? Kebingungan, kebimbangan, kegalauan dan lain-lainnya adalah sekumpulan gejala yang muncul manakala seseorang berada dalam kegelapan. Walaupun pada kenyataannya mata kita bisa melihat dengan jelas tapi mata hati masih buram dalam membaca kehendak Allah dan belum mampu meraup hikmah dari setiap yang Dia hadirkan. Akhirnya di dalam hati sering terjadi konflik-konflik yang kerap kali tidak terselesaikan. Di satu sisi mencoba mengimani Allah Yang Maha Kuasa, yang setiap shalat kita berkata “Allahu Akbar”. Memang lisannya berkata Allah Maha Besar. Tapi dalam keseharian yang dirasa lebih besar adalah persoalan ini, masalah itu, perasaan yang itu dsb. Dan Allah Maha Tahu kualitas dzikir kita yang kerap kosong itu. Untung kita memiliki Tuhan Yang Maha Pengasih. Istilah Jalaluddin Rumi, walaupun kita mempersembahkan koin palsu melalui segenap ibadah kita, Dia Yang Maha Pengasih itu tetap menerimanya. Lalu bagaimana agar kita keluar dari kegelapan? Dengan memperbaiki hubungan dengan Allah Ta’ala tentunya, Sang Sumber Cahaya. Kita terperangkap dalam lumpur masalah selama ini barangkali karena hati kita terpeleset tidak ikhlas mencari-Nya tapi mencari dunia walaupun secara lahiriyah seolah berbuat sesuatu yang baik. Mari kita bercermin ke dalam diri. Perbaiki shalat dengan baik. Karena shalat adalah saat kita meraup cahaya. Mintalah pertolongan kepada-Nya agar tidak digolongkan menjadi kaum yang merasa menyalakan cahaya tapi Allah tidak izinkan dan malah dibiarkan kita dalam kehidupan dunia. Na’udzubillahimindzaliik.

Sunday, January 12, 2020

Kita harus belajar berdamai dan mengalir dalam ketidaktahuan dalam hidup. Tidak tahu kapan bertemu jodoh. Tidak tahu kapan dapat momongan. Tidak tahu kapan sembuh. Tidak tahu... Gelap... Tidak pasti... Itu hawa-hawa kegaiban. Selaiknya tidak perlu dibuat gundah gulana oleh semua fenomena kegaiban itu karena kita menyandarkan kepada Yang Maha Tahu, Sang Pemberi Terang dan Yang Maha menggenggam masa depan. Dengan keyakinan bahwa Sang Rabbul 'alamiin adalah sebaik-baik pemelihara yang pemeliharaannya jauh lebih baik dibanding skema yang kita buat untuk diri dan keluarga. Seruan Al Qur'annya jelas "alladziina yu'minuuna bil ghaib.." (QS Al Baqarah: 3) . Kata "yu'minuuna" adalah kata kerja dalam Bahasa Arab, jadi lebih tepat diterjemahkan dengan yang tengah mengimani, bukan sekadar beriman. Arrinya mereka yang tengah mengimani bil ghaib, beserta kegaiban. Jadi dengan tawakkalnya sang hamba tetap positif, tetap ceria, tetap tenang dalam kegaiban hidup, dalam ketidaktahuan dan ketidakmenentuan. Tenang karena semua ada dalam kendali-Nya. Dan Allah sebaik-baik Pemelihara.

Thursday, January 9, 2020

Biarkan anak-anak memhembangkan imajinasi mereka. Bahwa matahari tidak selalu kuning, roda tidak selalu bulat, air tidak melulu mengalir dari atas ke bawah. Dunia imajinasi anak adalah modal penting untuk dia merengkuh kehidupan dan yang terutama dalam perjalanan mengenal-Nya yang laisa kamislihi syai’un itu. Bagaimana coba, mengenali Dia yang tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya tanpa sebuah lompatan imajinasi yang luar biasa? Tanggung jawab orang tua untuk memperkenalkan kepada anak kisah-kisah nabi dan mitologi yang menggugah imajinasi mereka. Bagaimana laut dapat dibelah dua, bagaimana seorang nabi bisa mi’raj menembus tujuh langit dalam sekejap, bagaimana Nuh as dan bahtera yang tanpa kemudi diselamatkan dari banjir bah super dahsyat. Biarkan akal mereka mencecap adanya kekuatan Yang Agung dalam kehidupan. Agar nanti ketika mereka beranjak dewasa mereka tidak terberangus oleh dunia logika yang sempit, tidak mudah terjebak dalam kotak waham kehidupan dan tidak mudah putus asa dihadapkan dengan sebuah kesulitan hidup yang niscaya dihadapinya. Bekal imajinasinya akan membantu dia melihat bahwa 1+1 tidak selalu 2. Di tangan Yang Kuasa bisa jadi 1juta atau bahkan minus seribu. Daya imajinasinya akan memompa semangat yang melemah, dia akan selalu berkata “Dia bisa mengubah kun fa yakun”. Kekuatan imajinasinya akan mulai melihat ada pola indah di balik sekian takdir yang dia jalani, perlahan-lahan terbaca huruf dan kata yang ada. Sebuah surat cinta pribadi dari Tuhan kepada dirinya. Itulah saat dia mulai bisa “iqra”.